Anda di halaman 1dari 20

MODUL II BLOK 17 – KEJANG

PRASYARAT
1. Fisiologi cortex cerebri
• Lobus Frontal
o Pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi à kemampuan berpikir,
abstrak dan nalar, motorik bicara (area broca di hemisphere kiri), pusat
penghidu dan emosi
o Pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus precentralis (area
motorik primer)
o Terdapat area asosiasi motorik (area premotor)
• Lobus parietal
o Pusat kesadaran sensoris di gyrus postcentralis (area sensoris primer)
o Terdapat area asosiasi sensoris cortex cerebri
• Lobus occipital
o Pusat penglihatan dan area asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan
memroses rangsang penglihatan dari n. opticus lalu mengasosiasikan
rangsang ini dengan informasi saraf lain dan memori
o Merupakan lobus terkecil
• Lobus temporal
o Berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi
o Pusat pendengaran

2. Mekanisme kerja obat antikonvulsi/antiepilepsi


• Umumnya bekerja dengan membatasi proses penyebaran kejang dibandingkan
dengan mencegah proses inisiasi
• Mekanisme kerja:
o Peningkatan inhibisi melalui GABA-ergik
o Penurunan eksitasi dengan memodifikasi konduksi ion Na, Ca2+, K+ dan
Cl- atau aktivitas neurotransmitter
§ Inhibisi kanal Na pada akson, contoh:
ü Fenitoin dan karbamazepin pada dosis terapi
ü Fenobarbital dan asam valproate pada dosis tinggi
ü Lamotrigine, topiramate dan zonisamid
§ Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron thalamus, contoh:
ü Etoksuksimid, asam valproate dan klonazepam
§ Peningkatan inhibisi GABA (maksudnya meningkatkan efek
GABA sebagai neurotransmitter inhibisi)
ü Langsung pada kompleks GABA dan kompleks Cl- à
benzodiazepine dan barbiturate/fenobarbital
ü Menghambat degradasi GABA dengan memengaruhi
reuptake dan metabolisme GABA à tiagabine,
vigabatrin, asam valproate dan gabapentin
§ Penurunan eksitasi glutamate
ü Blok reseptor NMDA à lamotrigine
ü Blok reseptor AMPA à fenobarbital, topiramate
• Mekanisme 4 obat lini pertama
o Phenobarbital (membatasi penjalaran bangkitan dan menaikkan ambang
rangsang)
§ Bekerja ke reseptor GABA (AMPA) à meningkatkan impuls yang
dimediasi GABA à menghambat tahap akhir oksidasi
mitokondria à mengurangi pembentukan ATP untuk sintesis Ach
à repolarisasi membrane
§ Dosis: 2 x 120-250 mg/hari (dewasa)
loading dose 20 mg/kgBB,
pemeliharaan 6-8 mg/kgBB/hari (anak), jangan diberikan
terlalu cepat dengan bolus, larutkan dengan salin 1:4 lalu
berikan selama 30 menit
o Phenytoin
§ Menghambat voltage gated kanal Na dengan memperlambat
pemulihannya
§ Dosis:
ü Dewasa: 300 mg, dilanjutkan pemeliharaan 300-400 mg,
max 600 mg/hari
ü Anak (<6 tahun): loading dose 20 mg/kgBB, pemeliharaan
6-8 mg/kgBB/hari, awasi aritmia
o Carbamazepine
§ Menghambat kanal sodium à menghambat pembentukan
potensial aksi di focus epilepsy
§ Berbahaya sering menimbulkan efek samping dan Steven Johnson
syndrome
§ Dosis:
ü Dewasa: 2 x 200 mg hari pertama, dinaikkan bertahap
sampai pemeliharaan 800-1200 mg
ü Anak: <6 tahun à 100 mg/hari
6-12 tahun à 2 x 100 mg/hari
o Asam valproate
§ Meningkatkan kadar GABA di otak, meningkatkan daya konduksi
membrane terhadap kalium yang menyebabkan hiperpolarisasi
§ Dosis:
ü Anak: 15-60 mg/kgBB/hari

KEJANG DEMAM

DEFINISI

Suatu bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38 derajat Celsius)
akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak terbukti
adanya infeksi intracranial atau penyebab lain.
KLASIFIKASI

• Kejang demam sederhana


o Kejang generalisata
o Durasi < 15 menit
o Kejang tidak disebabkan oleh adanya meningitis, encephalitis atau penyakit lain
yang berhubungan dengan gangguan di otak
o Kejang tidak berulang dalam 24 jam
• Kejang demam kompleks
o Kejang fokal
o Durasi > 15 menit
o Dapat terjadi berulang dalam 24 jam

FAKTOR RESIKO

• Demam
o Etiologi demam yang biasa berperan pada kejang demam (KD):
§ Infeksi saluran pernapasan
§ Infeksi saluran pencernaan
§ Infeksi saluran air seni
§ Roseola infantum
§ Pasca imunisasi
o Derajat demam pada kasus KD
§ 75% dari anak dengan demam ≥ 39 derajat Celsius
§ 25% dari anak dengan demam > 40 derajat Celsius
• Usia
o Umumnya terjadi pada usia 6 bulan – 6 tahun
o Puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan
§ Kejang demam sebelum 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP
§ Kejang demam diatas umur 6 tahun perlu dipertimbangkan febrile seizure
plus (FS+)
• Gen
o Resiko meningkat 2-3 kali bila ada saudara yang mengalami kejang demam
o Resiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang demam

PATOGENESIS PATOFISIOLOGI

1. Etiologi demam (ex: infeksi) à Lipopolisakarida (LPS) dinding bakteri gram negative
sebagai pyrogen eksogen
2. LPS menstimulasi makrofag memproduksi sitokin:
o TNF-α
o IL-6
o Interleukin-1 receptor antagonist (IL-1ra)
o Prostaglandin E2 (PGE2)
3. Sitokin tersebut bereaksi dengan sel endothelial circumventricular, menstimulasi enzim
COX-2 mengkonversi Asam arakidonat menjadi PGE2
4. PGE2 menstimulus pusat termoregulasi hipotalamus à suhu tubuh meningkat (demam)
5. Demam meningkatkan sintesis sitokin di hippocampus
6. Salah satunya IL-1β (pyrogen endogen) à meningkatkan eksitabilitas neuronal
(glutamatergic) dan menghambat GABA-ergik à kejang

DIAGNOSIS

• Anamnesis
o KU: kejang
o Sering terjadi pada anak-anak (lihat faktor usia di faktor resiko)
o Umumnya kejang berlangsung pada permulaan demam akut
o Berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada
tanda-tanda neurologi post ictal
o Penting untuk ditanyakan: riwayat kejang sebelumnya (apakah pernah kejang
tanpa demam sebelumnya), kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan,
trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang
• Pemeriksaan fisik
o Dimulai dengan pemeriksaan TV
o Mencari etiologi: tanda-tanda trauma akut kepala, kelainan sistemik, terpapar zat
toksik, infeksi, kelainan neurologis fokal
o Pemeriksaan refleks neurologis à menyingkirkan kemungkinan infeksi SSP
§ Refleks fisiologis: biceps, triceps, KPR, APR (++ / ++)
§ Refleks patologis: babbinski, oppenheim, chaddok, hoffman à (-) pada
kejang demam
o Tanda rangsang meningeal à (-) pada kejang demam
§ Pemeriksaan kaku kuduk
§ Tanda brudzinki I dan II
§ Tanda kernig
o Apakah terdapat penurunan kesadaran
• Pemeriksaan penunjang
o Laboratorium darah: gula darah, elektrolit, hitung jenis à dianjurkan untuk
pasien dengan kejang pertama
o Pungsi lumbal à menyingkirkan meningitis
o EEG, indikasi
§ Anak > 6 tahun
§ Kejang demam fokal
o CT Scan atau MRI à bila ada indikasi:
§ Kelainan neurologic fokal yang menetap
§ Parese N-VI
§ Papil edema
o Pemeriksaan urine direkomendasikan pada pasien yang tidak memiliki
kecurigaan focus infeksi
PENATALAKSANAAN

1. Tujuan penatalaksanaan
• Mengurangi gejala
• Mencegah kekambuhan
2. Non farmakologi
• Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan
prognosisnya
• Konseling dan edukasi
o Prognosis kejang demam
o Tidak ada peningkatan resiko keterlambatan sekolah atau kesulitan
intelektual akibat kejang demam
o Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak
o Resiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan
o Rendahnya resiko terkena epilepsy dan kurangnya manfaat menggunakan
terapi obat antiepilepsi dalam mengubah resiko itu
3. Farmakologi
• Untuk mengatasi kejang
o Diazepam per rektal (0,5-0,75 mg/kgBB)
BB < 10 kg berikan 5 mg
BB > 10 kg berikan 10 mg, ATAU
o Lorazepam (0,1 mg/kgBB)
o Buccal midazolam (0,5 mg/kgBB, dosis max 10 mg) à lebih efektif
ketimbang diazepam per rektal, merupakan pengobatan pilihan apabila
akses intravena tak tersedia
o Lorazepam intravena (0,05 – 0,1 mg/kgBB dalam 1-2 menit) à
efektivitas setara Diazepam iv (0,3 mg/kgBB diinjeksikan 2 mg/menit)
dengan efek samping yang lebih minimal
Jika kejang tak teratasi, diulang pemberian dengan dosis yang sama dengan
interval 5 menit à
jika setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih kejang, anjurkan ke rumah
sakit dan berikan diazepam iv 0,3-0,5 mg/kgBB à
Bila kejang belum berhenti berikan fenitoin loading dose à
Bila kejang berhenti lanjutkan dengan fenitoin pemeliharaan à
Bila kejang belum berhenti rawat di ruang intensif
• Untuk mengatasi demam
o Paracetamol 10-15 mg/kgBB/kali, tiap 4-6 jam
o Ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari
• Pemberian obat rumatan
o Berikan obat rumatan jika terdapat salah satu ciri sebagai berikut:
§ Kejang lama dengan durasi > 15 menit
§ Ada kelainan neurologis nyata sebelum/sesudah kejang à
hemiparesis, paresis todd, cerebral palsy, retardasi mental,
hidrosefalus
§ Kejang fokal
o Pertimbangkan pemberian obat rumatan jika:
§ Kejang berulang dua kali atau lebih dalam kurun waktu 24 jam
§ Kejang demam terjadi pada bayi usia < 12 bulan
§ Kejang demam dengan frekuensi > 4 kali per tahun
o Pilihan obat rumatan:
§ Valproic acid (15-40 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis)
ü Pada sebagian kecil kasus, terutama pada usia < 2 tahun
dapat menyebabkan gangguan fungsi hati
§ Phenobarbital (3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis)
ü Dapat emnimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar pada 40-50% kasus
o Kejang demam merupakan kasus yang biasanya tidak berbahaya dan
penggunaan obat banyak menimbulkan efek samping, maka pengobatan
rumat hanya diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek
4. Kriteria rujukan
• Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsi
• Apabila kejang demam sering berulang disarankan EEG
5. Algoritma penatalaksanaan

EPILEPSI
DEFINISI

Suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang
timbul tanpa provokasi
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas listrik otak yang
abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron
ETIOLOGI / FAKTOR PENCETUS

• Idiopatik à tak terdapat lesi structural di otak atau deficit neurologis dan diperkirakan
tidak mempunyai predispodidi genetic. Umumnya berhubungan dengan usia
• Kriptogenik à dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, misalnya:
syndrome west, syndrome Lennox-Gastatut dan epilepsy mioklonik
• Simptomatik à bangkitan epilepsy disebabkan oleh kelainan/lesi structural pada otak,
misalnya:
o Cedera kepala
o Infeksi SSP
o Kelainan kongenital
o SOL (space occupying lesion)
o Gangguan peredaran darah otak
o Toksikasi (alcohol, obat)
o Metabolik
o Kelainan neurodegeneratif

KLASIFIKASI

• Klasifikasi bangkitan epilepsy menurut ILAE 1981


o Bangkitan parsial/fokal
§ Bangkitan parsial sederhana
ü Dengan gejala motoric Gerakan2, jacksonian march
ü Dengan gejala somatosensorik Merasa panas, kesemutan
ü Dengan gejala otonom Merah, pucat, merinding
ü Dengan gejala psikis Dysphasia, dysmnesia, afeksi
§ Bangkitan parsial kompleks
§ Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder
o Bangkitan umum
§ Lena (absence)
ü Typical lena
ü Atypical lena
§ Mioklonik
§ Klonik
§ Tonik
§ Tonik-klonik
§ Atonik/astatik
o Bangkitan tak tergolongkan
• Klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi menurut ILAE 1989
o Fokal/parsial (localized related)
§ Idiopatik (berhubungan dengan usia)
ü Epilepsi benign dengan gelombang paku di daerah centro-temporal
ü Epilepsi benign dengan gelombang paroksismal di daerah oksipital
ü Epilepsi primer saat membaca
§ Simptomatik
ü Epilepsi parsial kontinu kronik progresif pada anak (kojenikow’s
syndrome)
ü Sindrom dengan bangkitan yang dipresipitasi oleh suatu rangsangan
(kurang tidur, alcohol, obat-obatan, hiperventilasi, reflex epilepsy,
stimulasi fungsi kortikal tinggi, membaca)
ü Epilepsi lobus temporal
ü Epilepsi lobus frontal
ü Epilepsi lobus parietal
ü Epilepsi lobus oksipital
§ Kriptogenik
o Epilepsi umum
§ Idiopatik
ü Kejang neonatus familial benigna
ü Kejang neonatus benigna
ü Kejang epilepsy mioklonik pada bayi
ü Epilepsi mioklonik pada remaja
ü Epilepsi lena pada anak
ü Epilepsi lena pada remaja
ü Epilepsi dengan bangkitan umum tonik-klonik saat terjaga
ü Epilepsi tonik klonik yang dipresipitasi dengan aktivasi spesifik
ü Epilepsi umum idiopatik lain yang tak termasuk salah satu diatas
§ Kriptogenik
ü Sindrom west (spasme infantile dan spasme salam)
ü Sindrom lennox-gastaut
ü Epilepsi mioklonik astatik
ü Epilepsi mioklonik lena
§ Simptomatik
ü Etiologi non spesifik
Ø Ensefalopati mioklonik dini
Ø Ensefalopati pada infantile dini dengan burst supresi
Ø Ensefalopati simptomatik umum lainnya yang tak termasuk di
atas
ü Sindrom spesifik
ü Bangkitan epilepsy sebagai komplikasi penyakit lain
o Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
§ Bangkitan umum dan fokal
ü Bangkitan neonatal
ü Epilepsi mioklonik berat pada bayi
ü Epilepsi dengan gelombang paku kontinyu selama tidur malam
ü Epilepsi afasia yang di dapat (acquired)
ü Epilepsi yang tidak termasuk dalam klasifikasi di atas
§ Tanpa gambaran tegas lokal atau umum
o Sindrom khusus
§ Bangkitan yang berkaitan dengan situasi tertentu
ü Kejang demam
ü Bangkitan status epilepticus yang hanya sekali
ü Bangkitan yang hanya terjadi bila terdapat kelaianan metabolic akut
atau toksis, alcohol, obat-obatan, eclampsia, hiperglikemik non
ketotik
ü Bangkitan berkaitan dengan pencetus spesifik (epilepsi reflektorik)

PATOGENESIS PATOFISIOLOGI

• Di modul:
o Paroxysmal depolarization shift (PDS) dari potensial istirahat yang menyebabkan
cetusan aksi potensial yang disertai hiperpolarisasi yang memanjang
o PDS: ketidakseimbangan antara neurotransmitter eksitasi (glutamate dan
aspartate) dengan inhibisi (GABA)
o Abnormalitas membrane sel (voltage controlled ion channels).
Ketidakseimbangan antara neuromodulator endogen (asetilkolin yang
memudahkan depolarisasi dan dopamine yang mempertahankan stabilitas
membran)
DIAGNOSIS

• Anamnesis, 3 langkah menuju diagnosis epilepsi


1. Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal merupakan bangkitan
epilepsy
§ Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan
ü Keadaan penyandang saat bangkitan à duduk/berdiri/..
ü Gejala awitan à aura, gerakan/sensasi awal/speech arrest
ü Pola/bentuk selama bangkitan à gerakan tonik/klonik, vokalisasi
ü Keadaan setelah kejadian à bingung, nyeri kepala, tidur, gaduh
ü Faktor pencetus à alcohol, kurang tidur, hormonal
ü Jumlah pola bangkitan atau adanya perubahan pola bangkitan
§ Penyakit lain yang diderita sekarang maupun riwayat penyakit
neurologic/psikiatri/sistemik penderita dan keluarga
§ Usia awitan, durasi, frekuensi, interval terpanjang antar bangkitan
§ Riwayat terapi epilepsi sebelumnya & respon terhadap terapi
§ Riwayat epilepsi dalam keluarga
§ Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan
§ Riwayat bangkitan neonatal dan kejang demam
§ Riwayat trauma kepala dan infeksi SSP
2. Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, tentukan bangkitan tersebut bangkitan
yang mana (berdasarkan ILAE 1981)
3. Menentukan etiologic, sindrom epilepsi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita
pasien. Dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi ILAE 1989. à penting
untuk menentukan prognosis dan respon terhadap OAE
• Pemeriksaan fisik
o Periksa adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan
alcohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker, deficit neurologic fokal
o Pemeriksaan neurologis
§ Jika dilakukan beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka tampak
tanda pasca ictal seperti todd’s paresis, trans aphasic syndrome à
dapat menjadi petunjuk lokalisasi
§ Periksa apakah ada tanda-tanda disfungsi sistem saraf permanen
§ Periksa apakah ada tanda peningkatan tekanan intracranial
• Pemeriksaan penunjang
o EEG
o Pemeriksaan pencitraan otak
o Pemeriksaan lab lengkap
o Pemeriksaan kadar OAE
PENATALAKSANAAN

1. Rencana penatalaksanaan
• Pasien terdiagnosis epilepsi harus dirujuk ke pasien spesialis saraf
• Prinsip umum terapi:
o Edukasi ibu pasien mengenai epilepsi
o Edukasi pertolongan pertama bila kejang
o Monoterapi lebih baik
o Hindari atau minimalkan penggunaan antiepilepsi sedative
o Jika mungkin, mulai terapi dengan satu antiepilepsi non-sedatif, jika gagal
baru diberi sedative atau politerapi
o Berikan terapi sesuai dengan jenis epilepsinya
o Memperhatikan risk-benefit ratio terapi
o Pengunaan obat harus sehemat mungkin dan sedapat mungkin dalam
jangka waktu pendek
o Follow up jangka panjang
• Lakukan penatalaksanaan dengan langkah berikut:
1) OAE diberikan bila:
§ Diagnosis epilepsi telah dipastikan
§ Pastikan factor pencetus dapat dihindari (alcohol, stress, kurang
tidur)
§ Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun
§ Penyandang dan/atau keluarganya sudah menerima penjelasan
terhadap tujuan pengobatan
§ Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang
kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE
2) Mulai terapi dengan menggunakan OAE sesuai jenis bangkitan (ada tabel
lengkapnya di modul)
§ Phenytoin, Carbamazepine, Valproic acid dan Phenobarbital
dapat dipakai untuk jenis bangkitan fokal, umum sekunder, dan
tonik klonik
§ Bangkitan lena dan mioklonik gunakan Valproic acid atau
Lamotrigine
3) Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai
dosis efektif tercapai atau tibul efek samping. Perhatikan perubahan
farmakokinetik OAE dan interaksi OAE dengan obat lain (lakukan setiap
tahun pada penggunaan Phenytoin)
4) Jika penggunaan dosis maximum OAE tak dapat mengontrol bangkitan,
rujuk kembali untuk mendapatkan OAE kedua
Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, lakukan tapering off pada
OAE pertama
5) Penambahan OAE ketiga dilakukan bila penggunaan dosis max OAE
kedua tak dapat mengatasi kejang
6) Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan mulai terapi bila
ditemukan kemungkinan kekambuhan tinggi:
§ Fokus epilepsi yang jelas pada EEG
§ Lesi pada CT scan atau MRI otak yang berkorelasi dengan kejang
§ Kelainan pada pemeriksaan neurologic yang mengarah ke
kerusakan otak
§ Riwayat epilepsi pada saudara sekandung
§ Riwayat bangkitan simptomatik
§ Terdapat sindrom epilepsi yang beresiko tinggi
§ Riwayattrauma kepala disertai penurunan kesadaran, stroke,
infeksi SSP
§ Bangkitan pertama berupa status epilepticus
7) Perhatikan efek samping dan interaksi farmakokinetik antar OAE
(penting! lihat tabel lengkapnya di modul)
8) Strategi mencegah efek samping
§ Pertimbangkan keuntungan-kerugian pemberian terapi
§ Pilih OAE yang cocok untuk karakteristik penyandang
§ Gunakan titrasi dosis terkecil dan rumatan terkecil
9) Hentikan OAE pada keadaan:
§ Minimal 2 tahun bebas bangkitan
§ Gambaran EEG normal
Harus dilakukan bertahap (25% dari dosis semula setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan)
Bila digunakan > 1 OAE, penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama
Penghentian OAE harus diputuskan di pelayanan sekunder/tersier
10) Kekambuhan setelah penghentian OAE tinggi pada keadaan berikut:
§ Usia semakin tua
§ Epilepsi simptomatik
§ EEG abnormal
§ Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan
§ Penggunaan > 1 OAE
§ Mendapatkan ≥ 1 bangkitan setelah memulai terapi
§ Mendapat terapi setelah 10 tahun
2. Farmakologi (lihat tabel lengkap di modul)
Waktu
Dosis Waktu
Dosis Awal Jumlah mencapai
OAE Rumatan paruh
(mg/hari) dosis/hari steady
(mg/hari) plasma
state
2-3 kali
Carbamazepine 400-600 400-1600 (untuk CR 15-25 2-7
2 kali)
Titrasi Mulai 100 atau 200 mg/hari dinaikkan sampai target dalam 1-4
Carbamazepine minggu
Phenytoin 200-300 200-400 1-2 kali 10-80 3-15
Titrasi
Mulai 100 mg/hari ditingkatkan bila perlu setelah 7 hari
Phenytoin
2-3 kali
Valproic acid 500-1000 500-1500 (untuk CR 12-18 2-4
1-2 kali)
Titrasi Valproic
Mulai 500 mg/hari ditingkatkan bila perlu setelah 7 hari
acid
Phenobarbital 50-100 50-200 1 50-170 8-30
Titrasi Mulai 30-50 mg malam hari ditangkatkan bila perlu setelah 10-15
Phenobarbital hari

STATUS EPILEPTIKUS

DEFINISI

Bangkitan yang terjadi lebih dari 30 menit atau adanya 2 bangkitan atau lebih dimana diantara
bangkitan-bangkitan tersebut tidak terdapat pemulihan kesadaran

Merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna
menghentikan bangkitan (dalam waktu 30 menit). Diagnosis pasti status epilepticus bila
pemberian benzodiazepine awal tidak efektif dalam menghentikan bangkitan

DIAGNOSIS

• Anamnesis
o Biasanya pasien datang dengan kejang
o Keluarga pasien perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit epilepsi dan pernah
mendapatkan OAE serta penghentian obat secara tiba-tiba
o Riwayat penyakit tak menular sebelumnya juga perlu ditanyakan (DM, stroke,
hipertensi)
o Riwayat gangguan imunitas (HIV + infeksi oportunistik)
o Data tentang bentuk dan pola kejang secara mendetail
• Pemeriksaan fisik
o Selain kejang dapat ditemukan gangguan perilaku
o Penurunan kesadaran
o Sianosis
o Takikardi dan peningkatan tekanan darah
o Hiperpireksia
• Pemeriksaan penunjang
o Pemeriksaan gula darah sewaktu

PENATALAKSANAAN

• Pasien dengan status epilepticus harus dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder
yang memiliki dokter spesialis saraf
• Pengobatan status epilepticus sebelum sampai ke fasilitas pelayanan sekunder:
o Stadium I (0-10 menit)
§ Memperbaiki fungsi kardiorespirasi
§ Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi bila perlu
§ Pemberian benzodiazepine rectal 10 mg
o Stadium II (10-60 menit)
§ Pemeriksaan status neurologis
§ Pengukuran tekanan darah, nadi dan suhu
§ Pemeriksaan EKG (bila tersedia)
§ Memasang infus pada pembuluh darah besar dengan NaCl 0,9%

KOMPLIKASI

• Asidosis metabolic
• Aspirasi
• Trauma kepala

Anda mungkin juga menyukai