Anda di halaman 1dari 18

MODUL III BLOK 17 – INFEKSI SSP

PRASYARAT
1. Anatomi meningen
• Meningen merupakan lapisan pelindung otak maupun medulla spinalis
• Terdiri atas 3 lapisan jaringan ikat (dari luar ke dalam):
o Dura mater
▪ Lapisan terluar, merupakan jaringan ikat tebal, keras dan kuat.
✓ Pada otak terdiri atas 2 lapisan: duramater periosteal
melapisi permukaan dalam cranium dan duramater
meningeal  diantara keduanya terdapat sinus venosus
duramatris
✓ Pada medulla spinalis hanya terdiri atas 1 lapisan
o Arachnoid mater
▪ Merupakan lapisan tengah, menyerupai gambaran sarang laba-laba
▪ Dekat sulcus sinus sagittalis superior didapatkan villi
arachnoidalis yang menonjol ke dalam sinus venosus untuk
mengalirkan LCS kedalam sinus venosus
o Pia mater
▪ Merupakan lapisan paling dalam, melekat pada permukaan luar
otak dan medulla spinalis yang berlekuk
• Ruangan antar lapisan meningen:
o Spatium epidural  diantara duramater dan pericranium/vertebra, berisi
pembuluh darah untuk vaskularisasi meningen
o Spatium subdural  antara duramater dan arachnoid mater
o Spatium subarachnoid  antara arachnoid mater dan pia mater, berisi
pembuluh darah dan liquor cerebrospinalis

2. Anatomi sistem ventrikel


• Sistem ventriculi embriologis berasal dari perkembangan neural canal pada saat
perkembangan awal neural tube
• Sistem ventrikel:
o Neural canal berdilatasi dalam prosencephalon  ventriculus lateralis
kiri dan kanan (pada telencephalon) serta ventriculus tertius (pada
diencephalon)
o Rongga dalam mesencephalon  aqueductus cerebri
o Dilatasi neural canal dalam rhombencephalon  ventriculuc quartus (di
antara pons dan cerebellum)
• Berkas kapiler (a. choroidea anterior dan aa. choroidea posterior)
berinvaginasi ke bagian atap prosencephalon dan rhomboencephalon membentuk
plexus choroideus dalam ventriculi  pemngembalian darah melalui vv.
choroidea lalu ke vv. cerebri
• Aliran liquor cerebrospinalis
o LCS diproduksi dalam plexus choroideus di ventriculus lateralis,
ventriculus tertius dan ventriculus quartus  dari ventriculus lateralis
LCS dialirkan melalui foramen interventriculare monroi ke ventriculus
tertius  aqueductus cerebri (sylvii)  ventriculus quartus  kemudian
dialirkan:
▪ Melalui 2 foramen Luschka dan 1 foramen Magendie ke spatium
subarachnoideum
▪ Memasuki canalis centralis di medulla oblongata dan medulla
spinalis
 LCS di spatium subarachnoideum kemudian akan kembali ke sinus
sagittalis superior melalui villi arachnoidalis  v. jugularis interna

3. Anatomi cerebrum
• Terdiri atas 2 belahan hemispherium cerebri dan diencephalon
o Hemispherium cerebri  permukaannya berlekuk: yang menonjol
disebut gyri cerebri, yang melipat kedalam disebut sulci cerebri
▪ Sulcus centralis  memisahkan gyrus precentralis (pusat
motoris di lobus frontal) dan gyrus postcentralis (pusat sensoris di
lobus parietal)
▪ Sulcus calcarinus  di lobus occipitalis
▪ Fissura lateralis sylvii  memisahkan lobus temporalis dengan
lobus parietalis dan lobus frontalis
• Terbagi atas beberapa lobus
o Lobus frontalis  bertumpu pada fossa cranii anterior
o Lobus parietalis
o Lobus temporalis  bertumpu pada fossa cranii media
o Lobus occipitalis  bertumpu pada tentorium cerebelli
o Lobus limbicus  pada facies inferior cerebrum, sering digolongkan
sebagai sistem limbik
• Struktur pada potongan coronal
o Substantia grisea
▪ Area somatosensoris pada gyrus postcentralis
▪ Area motoris pada gyrus precentralis
▪ Pusat pendengaran, persepsi Bahasa dan pusat bicara pada lobus
temporalis
▪ Pusat penglihatan pada lobus occipitalis
▪ Pusat berpikir aktif dan fungsi luhur (sikap mental dan kepribadian
misalnya behaviour, judgement, foresight)
o Substantia alba
▪ Fibra comissuralis  peghubung antar hemispherium: corpus
callosum, commisura anterior & posterior
▪ Fibra associationis  serabut penghubung dalam hemispherium
unilateral
▪ Fibraprojectionis  penghubung hemispherium dengan struktur
lain yang letaknya lebih caudal (corona radiata–capsula interna)
o Nuclei basales
▪ Corpus striatum, terdiri atas:
✓ Nucleus caudatus
✓ Nucleus lentiformis, terdiri atas:
➢ Putamen
➢ Globus pallidus
▪ Claustrum
▪ Corpus amygdaloideum
o Ventriculus lateralis yang berisi liquor cerebrospinalis
• Perdarahan cerebrum
o A. carotis interna mempercabangkan sirkulasi anterior, meliputi:
▪ A. cerebri anterior memperdarahi aspek anterior dan medial
hemispheria
▪ A. cerebri media memperdarahi aspek lateral hemisphere
o A. basilaris mempercabangkan sirkulasi posterior, meliputi
▪ A. cerebri posterior memperdarahi aspek posterior dan medial
hemispheria
▪ A. cerebelli anterior inferior
▪ Aa. Pontines
▪ A. cerebelli superior
Kedua sirkulasi arteri cerebral ini dihubungkan oleh a. communicans
posterior dan membentuk Circulus Willisi

4. Infeksi SSP
• Ciri klinis secara umum:
o Demam
o Nyeri kepala
o Gejala neurologis fokal atau difus
o Lebih sering terjadi pada pasien imunosupresi
• Pembagian infeksi SSP berdasarkan lokasinya
o Infeksi difus pada meningen (meningitis)
▪ Merupakan peradangan pada meningen
▪ Curigai adanya meningitis apabila ditemukan tanda:
✓ Peradangan umum (demam, nyeri kepala)
✓ Gejala perangsangan meningen (kaku kuduk,
Lasegue/kernig terbatas, Brudzinski I/II/III)
✓ Gangguan kesadaran, kejang, hemiparese, maupun
gangguan saraf otak
▪ Jenis-jenis meningitis:
✓ Meningitis TB
✓ Meningitis bacterial (purulenta)
✓ Meningitis viral
✓ Meningitis jamur
o Infeksi difus pada otak (encephalitis)
o Infeksi fokal di otak (abses)
Jenis Meningitis
Meningitis Meningitis
Meningitis TB Meningitis Viral
Purulenta Jamur
Perjalanan Subakut – kronis Akut Akut Subakut – kronis
Profil LCS
Jumlah sel 100-500 1000-10000 100-500 100-500
PMN/MN MN dominan PMN dominan MN dominan PMN dominan
Menurun (<40 Menurun s/d 0
Glukosa Menurun ringan Menurun
mg%) mg%
Nonne + + +/- +
Pandy + + +/- +
Protein Meningkat Sangat meningkat Meningkat ringan Meningkat
Jamur (+) dengan
Mikroskopik BTA dapat (+) Bakteri dapat (+) Negatif pewarnaan tinta
India

MENINGITIS VIRAL

DEFINISI

Peradangan meningen oleh virus

ETIOLOGI

• Enterovirus: Coxsackie virus dan Echovirus (etiologi 85% kasus meningitis melalui
transmisi fecal – oral)
• Adenovirus, Morbili virus, Herpes virus
• Paramyxovirus: virus mumps
INSIDENSI

• Laki-laki berusia 16-21 tahun merupakan resiko tertinggi terkena meningitis akibat virus
mumps
• Perbandingan laki-laki : perempuan  3 : 1 (meningitis virus mumps)
• 85% kasus meningitis disebabkan enterovirus melalui transmisi fecal oral atau sistem
pernapasan

PATOGENESIS PATOFISIOLOGI

• Infeksi biasanya bermula pada traktus respiratorius atau traktus gastrointestinal,


kemudian virus bereplikasi di nodus limfatikus regional
• Virus kemudian akan menyebar ke organ target (umumnya hepar dan limpa)  viremia
primer
• Virus kemudian akan mencapai SSP melalui mekanisme transedotel pada pembuluh
darah plexus choroideus, meningen atau cerebrum:
o Melewati endotel pada saat terjadi migrasi leukosit
o Pinositosis
o Melewati endotel yang rusak
o Virus menginfeksi sel endotel

GEJALA KLINIK

• Demam
• Nyeri kepala
• Tanda perangsangan meningen
• Umumnya penyakitnya ringan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• LCS jernih
• Jumlah sel normal
• Limfosit meningkat
• Glukosa normal atau menurun ringan
• Protein meningkat

PENATALAKSANAAN

1. Tujuan penatalaksanaan
• Mengurangi gejala
• Mencegah kekambuhan
2. Non farmakologi
• Bed rest
• O2 lembab 2 L/menit
• Infus NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
• Pasang NGT dan kateter
• Diet perNGT tinggi kalori 1800 -2000 kkal/hari dan protein 1,5 gr/kgBB
• Fisioterapi
3. Farmakologi
• Paracetamol 4 x 500 mg per NGT
• Deksametason 10 mg IV dilanjutkan 5 mg IV tiap 6 jam
• Ranitidin 2 x 50 mg IV (selama deksametason diberikan, untuk proteksi gaster)
• Diazepam 10-20 mg IV perlahan
• Fenitoin 100-200 mg/12 jam, dilarutkan dalam NaCl dengan kecepatan maksimal
50 mg/menit
• Obat-obat antivirus  Acyclovir (400 mg 5dd) untuk HSV
MENINGITIS TB

DEFINISI

Peradangan meningen akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis

ETIOLOGI / FAKTOR PENCETUS

• Mycobacterium tuberculosis

KLASIFIKASI / GEJALA KLINIS

• Stadium klinis menurut British Medical Research Council 1948


o Stadium I (Early)
▪ Gejala dan tanda non spesifik
▪ Tidak dijumpai gangguan kesadaran
▪ Tidak dijumpai defisit neurologis
o Stadium II (Intermediate)
▪ Perubahan perilaku atau kesadaran somnolen
▪ Iritasi meningen
▪ Defisit neurologis minor (parese saraf otak)
o Stadium III (Advanced)
▪ Gerakan abnormal
▪ Konvulsi
▪ Stupor atau koma
▪ Defisit neurologis berat (parese)
• Klasifikasi menurut Lincoln
o Stadium I  gejala rangsang meningen
o Stadium II  stadium I + deficit neurologis fokal
o Stadium III  penurunan kesadaran akibat meningitisnya sendiri
PATOGENESIS

(baca lagi patogenesis TB paru modul 5 blok 13-14, di modul ini dibahas lagi )

1) Meningitis TB dimulai dengan infeksi paru primer akibat inhalasi droplet infektif. MTB
yang masuk ke saluran nafas pertama kali akan bersarang pada paru, membentuk sarang
primer dan disebut kasus TB primer. Dari sarang primer akan terjadi inflamasi saluran
dan kelenjar getah bening menuju hilus (limfangitis & limfadenitis hilar/paratracheal)
yang disebut kompleks primer.
2) Tergantung dari kondisi imunitas pasien, kompleks primer dapat mengalami salah satu
dari 3 nasib berikut:
o Sembuh tanpa cacat sama sekali
o Sembuh dengan bekas (berupa sarang ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di
hilus)
o Menyebar (diseminasi) dengan cara:
▪ Perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya)
▪ Bronkogen (menyebar melalui bronkus  ke bagian lain pada paru yang
sama atau ke paru sebelahnya)
▪ Hematogen dan limfogen (terjadi dalam 2-4 minggu pertama setelah
infeksi, umumnya belum ada respon imun yang timbul, pada penyebaran
hematogen MTB dapat menyebar ke meningen)
3) Meningitis TB dapat terjadi akibat diseminasi hematogen dari TB paru primer, post-
primer, maupun focus ekstraneural lain seperti usus, tulang, kelenjar adrenal atau ginjal
4) Lesi kaseosa metastatic kecil terbentuk di subpial atau subependimal yang disebut focus
Rich
5) Jika focus Rich membesar lalu rupture ke rongga sub arachnoid atau sistem ventrikel
maka akan terjadi meningitis
6) Fokus Rich yang terbentuk selama infeksi primer, bila ruptur akan menyebabkan infeksi
meningeal bersamaan dengan infeksi paru atau milier
Jika infeksi berasal dari reaktivasi focus dorman atau pada pasien immunocompromised
biasanya meningitis tidak disertai keterlibatan organ lain, kecuali jika terdapat reaktivasi
infeksi dorman organ lain

PATOFISIOLOGI

• Hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri dan antigennya dari tuberkel menyebabkan


terbentuknya eksudat tebal pada rongga subarachnoid yang bersifat difus. Eksudat
berpusat pada:
o Di sekeliling fossa interpeduncular
o Fissura Silvii
o Chiasma opticus
o Di sekitar pons dan cerebellum
• Eksudat terdiri atas leukosit PMN, eritrosit, makrofag dan limfosit dalam jaringan
fibrin. Dalam perkembangannya terjadi predominasi limfosit serta timbulnya elemen
jaringan ikat  dapat menimbulkan adhesi
• Secara mekanik, eksudat dapat menimbulkan
o Blokade aliran LCS (pada aqueductus atau foramen Luschka)  Hidrocephalus
obstruktif
o Gangguan absorpsi LCS oleh granulation arachnoid (akibat timbulnya adhesi
fibrosa)  hydrocephalus komunikans
o Kompresi pembuluh darah
o Penjeratan saraf kranial
• Infiltrasi eksudat ke pembuluh darah kortikal atau meningeal dapat menimbulkan
vasculitis  tunika adventitia terdapat sebukan sel radang, tuberkel dan nekrosis
perkejuan
Tunika intima mengalami erosi akibat degenerasi fibrinoid-hyalin, diikuti proliferasi sel
subendotel reaktif yang tebal  oklusi lumen. Vasculitis menyebabkan:
o Spasme pembuluh darah
o Terbentuk thrombus  emboli dan oklusi vaskuler
o Dilatasi aneurisma  rupture  pendarahan fokal
Beberapa hal tersebut dapat menimbulkan infark cerebri (lokasi tersering pada distribusi
a. cerebri media dan a. striata lateral)
• Parenkim otak yang berdekatan dengan zona eksudat dapat mengalami Border zone
encephalitis  jaringan otak menjadi lunak, dapat dijumpai reaksi inflamasi difus, sel
astrositik dan mikroglial

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Tes tuberkulin (dengan PPD 5TU)  mendeteksi TB tanpa dapat membedakan apakah
infeksi aktif atau dorman. Sekitar 35-60% pasien dengan dugaan meningitis TB tak
bereaksi pada tes tuberkulin. Dapat memberikan hasil false negative pada pasien
malnutrisi, usia tua, alergi, ataupun karena kesalahan penyimpanan dan penyuntikan
tuberkulin
• Foto toraks  abnormalitas paru dapat ditemukan pada 25-50% kasus TB, dengan kasus
infeksi paru aktif hanya sekitar 20-30%
Dapat ditemukan gambaran parut kecil apical, kompleks ghon yang berkalsifikasi, nodul
di lobus atas paru hingga adanya lesi milier
• Pemeriksaan apus dan kultur focus ekstraneural  Apus dan kultur sputum (bila
meningitis disertai TB paru aktif) dan kultur urine. Pada TB milier dapat dilakukan kultur
kelenjar limfe, sumsum tulang, hepar dan jarang pada pleura atau synovium.
• CT scan atau MRI otak
o Non-contrast CT dapat ditemukan: hidrosefalus dan hipodensitas (konsisten
dengan eksudat TB, infark TB atau keduanya)
o Contrast CT dapat ditemukan: meningeal enhancement (mengelilingi sisterna
basalis, fissura sylvii dan batang otak)
Jika terdapat Toxoplasma gondii  single/multiple lesi nodular dengan dinding
tipis disertai ring enhancement
o MRI: nervi craniales terlihat sebagai struktur yang menebal, terperangkap pada
meningeal enhancement
• Pemeriksaan LCS, ciri:
o Umumnya jernih, sedikit opalesens atau xanthokrom
o Dapat hemorrhagic apabila disertai vasculitis berat
o Pada suhu ruangan atau lemari pendingin dapat membentuk struktur seperti laba-
laba, akibat peningkatan kandungan fibrinogen dan sel radang
o Pleositosis moderat (jumlah sel 100-500/mm3) dengan predominasi limfosit
o Penurunan moderat kadar glukosa dan peningkatan protein
• Pemeriksaan BTA pada apus sedimen LCS  hanya didapatkan adanya bakteri TB
pada 5-30% kasus
• Kultur BTA LCS  membutuhkan waktu antara 4-6 minggu pada media padat dan 1-3
minggu pada media cair
• PCR (Polymerase Chain Reaction)  baru diakui oleh FDA pada pemeriksaan sputum
DIAGNOSIS

• Diagnosis meningitis TB sebaiknya dimulai dengan pemeriksaan mendiagnosis TB:


o Tes tuberkulin
o Foto thorax
o Pemeriksaan BTA sputum
• Selanjutnya lakukan pemeriksaan analisis LCS (ambil 1 mL, sebaiknya 5-10 mL)
o Karakteristik LCS seperti ciri di atas
o Lakukan pewarnaan BTA (jarang memberikan hasil positif) dan kultur (gold
standard)
• Sebagai tambahan diagnosis TB diperlukan dua atau lebih kriteria berikut:
o Penurunan berat badan
o Riwayat kontak dengan penderita sputum (+) untuk TB
o CT scan sesuai untuk meningitis TB
o Foto thorax sesuai dengan gambaran TB primer
o Hasil tes tuberkulin (+)
o Hasil tes BTA (+) untuk cairan tubuh lainnya

PENATALAKSANAAN

1. Rencana terapi
• Penatalaksanaan meningitis TB sesuai dengan penatalaksanaan TB kategori 1
untuk TB ekstraparu berat (2RHEZ + 4RH)
• Steroid diberikan bila ditemukan adanya penurunan kesadaran dan deficit
neurologis
2. Farmakologi
• Obat anti-TB
Rekomendasi dosis (mg/kgBB)
Obat anti TB Dosis intermitten (3
Cara kerja Dosis harian (kisaran)
kali/minggu)
Isoniazid Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12)
Rifampisin Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12)
Pyrazinamid Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40)
Streptomisin Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18)
Etambutol Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (25-35)

o Regimen terapi kategori I menurut WHO


▪ 2 RHZE / 6 HE
▪ 2 HRZE / 4 HR
▪ 2 HRZE / 4 H3R3
o Dosis obat kombipak dengan regimen 2HRZE/4H3R3 (tidak ada di
modul)

Berat badan Tahap Intensif tiap hari selma Tahap lanjutan 3 kali seminggu
56 hari (56 dosis) RHZE selama 16 minggu (48 dosis) RH
(150/75/400/275) (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
> 70 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

• Pemberian steroid pada meningitis TB


o Indikasi
▪ Penurunan kesadaran
▪ Papil edema
▪ Parese nn. Craniales
▪ Hemiparese
o Deksametason 10 mg IV dilanjutkan 5 mg IV tiap 6 jam
ENCEPHALITIS VIRAL

DEFINISI

Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim SSP yang menimbulkan kejang
dan penurunan kesadaran

ETIOLOGI

• Virus DNA: Poxyviridae, Herpetoviridae


• Virus RNA: Paramiksoviridae, Picomaviridae, Rhabdoviridae, Togaviridae,
Bunyaviridae, Arenaviridae, Retroviridae

PATOGENESIS PATOFISIOLOGI

• Virus penyebab encephalitis dan karakteristiknya


o Virus campak: memiliki reseptor membrane cofactor protein (CD46) yang dapat
meregulasi aktivasi komplemen dan sel
o HSV: HSV-1  batang otak
HSV-2  myelitis
menular melalui kontak udara, sangat infeksius
o Orthomyxovirus: transmisi melalui kontak udara, sangat infeksius. Dapat
menyebabkan Guillain-Barre syndrome, myelitis, dan reversible frontal syndrome
pada anak-anak
o Enterovirus/Picomavirus: transmisi terjadi melalui fecal-oral, mortalitas rendah
kecuali Enterovirus 71  menyebabkan herpangina; hand, foot and mouth
disease; rhombencephalitis
o Alfavirus (Eastern Equine Virus): transmisi terjadi melalui vector Aedes
solicitans, menyebabkan encephalitis dan berat dan cepat terutama pada anak-
anak
• Virus akan memasuki SSP melalui dua jalur:
o Hematogen (ex: arboviral encephalitis dengan transmisi melalui gigitan
serangga)
o Retrograd neuronal
• Infeksi dimulai dengan viremia transien yang menyebabkan virus berada di RES dan
otot. Setelah replikasi akan terjadi viremia sekunder yang menyebabkan penyebaran
virus ke berbagai organ termasuk otak
• Encephalopati akut akan menyebabkan peningkatan:
o Kemokin plasma
o Monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1)
o IL-6
o CXCL 10
Mediator tersebut akan menyebabkan hiperaktivasi respon sitokin

GEJALA KLINIS

• Nyeri kepala
• Penurunan kesadaran
• Demam
• Gelisah
• Kejang fokal atau umum
• Hemiparesis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pungsi lumbal
o LCS jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat
o Peningkatan sel PMN (pada fase dini)
o Pleositosis limfositik (<1000/ul)
o Glukosa normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dL)
PENATALAKSANAAN

1. Tujuan penatalaksanaan
• Mengurangi gejala
• Mencegah kekambuhan
2. Non farmakologi
• Bed rest
• O2 lembab 2 L/menit
• Infus NaCl 0,9% 1500 cc/24 jam
• Pasang NGT dan kateter
• Diet perNGT tinggi kalori 1800 -2000 kkal/hari dan protein 1,5 gr/kgBB
• Fisioterapi
3. Farmakologi
• Perawatan umum
• Deksametason 10 mg IV dilanjutkan 5 mg IV tiap 6 jam
• Ranitidin 2 x 50 mg IV (selama deksametason diberikan, untuk melindungi
gaster)
• Diazepam 10-20 mg IV perlahan
• Fenitoin 100-200 mg dilarutkan dalam NaCl, diinjeksikan dengan kecepatan max
50 mg/menit, berikan tiap 12 jam
• Antivirus  Acyclovir 400 mg 5dd selama 7 hari untuk infeksi HSV

Anda mungkin juga menyukai