Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang penting dan merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Asma dapat bersifat
ringan dan tidak mengganggu aktivititas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu
aktiviti bahkan kegiatan harian khususnya ada pasien dengan gangguan kejiwaan. Produktiviti
menurun akibat mangkir kerja atau sekolah, dan dapat menimbulkan disability (kecacatan),
sehingga menambah penurunan produktiviti serta menurunkan kualiti hidup.
Menurut WHO sebanyak 100 hingga 150 juta penduduk dunia adalah penyandang asma.
Jumlah ini terus bertambah sebanyak 180.000 orang setiap tahunnya.
Pasien dengan penyakit kronis seperti ini akan melalui suatu proses pengobatan dan
perawatan yang panjang. Jika penyakitnya berlanjut maka suatu saat akan dicapai stadium
terminal yang ditandai dengan oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak berdayaan, dan
akhirnya kematian.
Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami berbagai
masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan aktivitas tetapi juga
mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan
keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya
pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan
psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang dikenal
sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
Dalam perawatan paliatif maka peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan
pada Pasien kronis untuk membantu pasien menghadapi penyakitnya.

B. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah adalah bagaimanakah Gambaran yang nyata dalam memberikan
asuhan keperawatan jiwa pada Kasus Asma Bronchial.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan mampu
mengenal dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien yang mengalami
pennyakit kronis.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini, yaitu :
a. Agar mahasiswa dapat mengatahui dan memahami dampak-dampak yang terjadi pada
klien penyakit kronis
b. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami Respon Klien Terhadap Penyakit
Kronis
c. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan pada klien penyakit
kronis
d. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien
penyakit kronis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu ( Smeltzer, 2002 : 611).
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang berati terengah-engah dan berarti
serangan nafas pendek. Atau asma merupakam suatu penyakit yang ditandai oleh
hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan dan keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas secara periodik dan reversibel akibat
bronkospasme (Sylvia, Price. 2006:784).
Kesimpulan Asma adalah suatu penyakit yang ditandai oleh hipersensitivitas cabang
trakeobronkial terhadap berbagai rangasangan yang akan menimbulkan obstruksi jalan nafas
dan gejala pernafasan(mengi dan sesak).
B. Klasifikasi
Asma sering dirincikan sebagai alergik, ideopatik, nonalergi atau gabungan, yaitu :
1. Asma alergik
Disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal ( misal : serbuk sari, binatang,
amarah dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudaran dan musiman
2. Asma Idiopatik atau Nonalergi
Asma ideopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifek faktor-
faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan .
3. Asma Gabungan
Adalah asama yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau nonalergik (Brunner & Suddarth. 2002: 611)
C. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
a. Genetik
b. Alergen
c. Perubahan cuaca
d. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Karena jika stressnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
e. Lingkungan kerja
Menurut Nanda etiologinya adalah:
1. Lingkungan
a. Asap
b. Asap rokok
2. Jalan napas
a. Spasme Inhalasi asap
b. Perokok pasif
c. Sekresi yang tertahan
d. Sekresi di bronkus
3. Fisiologi
a. Inhalasi
b. Penyakit paru obstruksi kronik (Nanda, 2005: 4-5).
D. Manifestasi
Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajad hiperaktifitas
bronkus.Obstruksi jalan nafas dapat revesible secara spontan maupun dengan pengobatan.
Gejala asma antara lain :
a. Bising mengi ( weezing ) yang terdengar atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Sesak nafas (Arif Mansjoer. 2001:477).
E. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh satu atau lebih
dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan napas
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu otot – otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar; sputum yang kental,
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam
jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang
paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS – A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mukus
yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergi, ketika ujung saraf
pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan
polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara
langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi
yang dibahas di atas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus,
penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat
selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini
menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi.
Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan
pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT).
Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas
berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.
Penyempitan saluran nafas ternyata tidak merata disluruh bagian baru, ada daerah –
daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut
mengalami hipoksemia penurunan Pa02 mungkin kelainan pada asma sub klinis (Suyono,
Slamet. 2001:22)
F. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa adalah :
1. Spirometri
2. Uji provokasi bronkus
3. Pemeriksaan sputum
4. Pemeriksaan eosinofil total
5. Pemeriksaan Kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
6. Foto dada
G. Komplikasi
Komplikasi berupa:
a. Pneumotoraks
b. Pneumonediatinum
c. Gagal napas
d. Bronkitis
e. Atelektasis (Arif Mansjoer. 2002: 477)
H. Asuhan Keperawatan jiwa pada pasien asma
a. Pengkajian
Asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit kronis meliputi proses keperawatan
dari pengkajian, diagnosa dan perencanaan (Purwaningsih dan kartina, 2009).
1. Pengkajian
a. Pengkajian terhadap klien
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon emosi klien terhadap diagnosa
2) Kemampuan mengekspresikan perasaan sedih terhadap situasi
3) Upaya klien dalam mengatasi situasi
4) Kemampuan dalam mengambil dan memilih pengobatan
5) Persepsi dan harapan klien
6) Kemampuan mengingat masa lalu
b. Pengkajian terhadap keluarga
Hal-hal yang perlu dikaji adalah :
1) Respon keluarga terhadap klien
2) Ekspresi emosi keluarga dan toleransinya
3) Kemampuan dan kekuatan keluarga yang diketahui
4) Kapasitas dan system pendukung yang ada
5) Pengertian oleh pasangan sehubungan dengan gangguan fungsional
6) Identifikasi keluarga terhadap perasaan sedih akibat kehilangan dan
perubahan yang terjadi
c. Pengkajian terhadap lingkungan
1) Sumber daya yang ada
2) Stigma masyarakat terhadap keadaan normal dan penyakit
3) Kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan
4) Ketersediaan fasilitas partisifasi dalam asuhan keperawatan kesempatan kerja
5) Diagnosa keperawatan
2. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat ditimbulkan dari proses pengkajian klien
dengan penyakit kronis adalah (Purwaningsih dan kartina, 2009) :
a. Harga diri rendah kronik berhubungan dengan persepsi kurang di hargai
b. Isolasi sosial berhubungan dengan gangguan kondisi kesehatan
c. Kecemasan yang meningkat berhubungan dengan ketidakmampuan
mengekspresikan perasaan.
d. Defisit perawatan diri personal Hygine berhubungan dengan ketidakmampuan
dan ketidak pedulian karena stress
I. Rencana Ashuan Keperawatan
DIAGNOSA TUJUAN DAN
NO INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Harga diri rendah kronik Setelah dilakukan a. Identifikasi Dengan cara
berhubungan dengan tindakan keperawatan kemampuan dan aspek mendiskusikan bahwa
persepsi kurang di hargai selama 2x24 jam, harga positif yang masih klien masih memiliki
diri klien meningkat dimiliki klien. sejumlah kemampuan
dengan KH : dan aspek positif
 Klien mulai merasa untuk meningkatkan
diterima oleh rasa percaya diri klien
lingkungannya b. Beri pujian yang Menghilangkan
 Rasa malu klien realistik/nyata dan rasa malu dan takut
mulai menghilang hindarkan penilaian tidak diterima
 Klien mulai mudah negatif. lingkungan.
bergaul
c. Yakinkan bahwa Meyakinkan
keluarga mendukung klien bahwa dirinya
setiap aktifitas. dapat diterima oleh
keluargnya dan tidak
perlu takut dan malu.

2 Isolasi sosial Setelah dilakukan a. Bina hubungan saling Rasa saling


berhubungan dengan tindakan keperawatan percaya pecaya telah terbina,
gangguan kondisi selama 2x24 jam, klien mempermudah
kesehatan mulia bisa bergaul perawat untuk
datar dan dangkal dengan KH : mengkaji dan
- Klien mulai merasa mendapatkan
nyaman jika berada informasi dari klien
didekat orang lain b. Latih klien cara-cara Cara-cara dan
- Klien bisa berinteraksi dengan contoh yang
melakukan tindakan orang lain secara merupakan
di luar kamar bertahap. pembelajaran yang
- Klien bisa bergaul efesien untuk klien
tanpa rasa malu dan memulai untuk berani
takut bergaul dengan orang
lain
c. Diskusikan dengan Dukungan
keluarga pentingnya keluarga sangat berarti
interaksi klien dengan untuk kesembuhan
keluarga terdekat klien, dengan interaksi
yang baik dapat
menunjukkan rasa
perhatian
d. Libatkan klien dalam Untuk membuat
terapi kelompok secara klien mampu
bertahap berinteraksi dengan
baik, perlu bertahap
dan perlahan. Dengan
terapi kelompok
memungkinkan klien
bisa berinteraski.
3 Kecemasan yang Setlah dilakukan a. Kaji tingkat Untuk mengetahui
meningkat berhubungan tindakan selama 2x24 kecemasan klien dari kecemasan klien
dengan ketidakmampuan jam, ansietas klien ttv, nafsu makan.
mengekspresikan berkurang Agar klien tenang
perasaan dengan KH : b. Beri dorongan pada dan menerima kondisi
- Klien mampu klien untuk kesehatannyasekarang
menunjukkan mengungkapkan
koping yang baik pikiran dan perasaan
- Klien mampu Dukungan
mengungkapkan c. Berikan penyuluhan keluarga merupakan
perasaan dan bisa kepada keluarga dan perhatian yang bisa
bertukar pikirang ajak untuk bersama memotivasi klien
dan perasaan sama memotivasi klien untuk sembuh
4 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan a. Bantu klien untuk Agar
personal Hygine tindakan keperawatan personal hygine sesuai kebutuhan kebersihan
berhubungan dengan selama 2x24 jam, kebutuhan yang di terpenuhi secara baik
ketidakmampuan dan personal hygiene klien anjurkan
ketidak pedulian karena terpenuhi dengan KH : b. Dukung kemandirian Melatih klien
stress - Klien mengatakan untuk melakukan untuk mandiri dan
merasa segar dan personal hygine jika mampu melakukan
nyaman memungkinkan personal hygiene
- Klien mampu sendiri
menjaga kebersihan c. Berikan penjelasan
dirinya kepada klien akan Agar klien
- Tidak tercium lagi pentingnya kebersihan sadar akan pentingnya
bau tidak sedap diri baik secara kebersihan diri dan
- Klien tampak kesehatan, agama mampu menjaga
bersih mulai dari maupun sosial kebersihan dirinya
pakaian sendiri.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit berlangsung lama sampai
bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan sering kambuh. Respon klien dalam kondisi
kroni sansgat tergantung kondisi fisik, psikologis, social yang dialami, sehingga dampak
yang ditimbulkan pada tiap individu juga berbeda.
Hal ini mempengaruhi tingkat kebutuhan dasar yang ditunjukan oleh pasien kronis.
Orang yang telah lama hidup sendiri, menderita penyakit kronis yang lama dapat memaknai
kematian sebagai kondisi peredaan terhadap penderitaan. Atau sebagian beranggapan bahwa
kematian sebagai jalan menuju kehidupan kekal yang akan mempersatukannya dengan
orang-orang yang dicintai.
Sedangkan yang lain beranggapan takut akan perpisahan, dikuncilkan, ditelantarkan,
kesepian, atau mengalami penderitaan sepanjang hidup.
Seseorang yang menghadapi kematian/kondisi terminal, dia akan menjalani hidup,
merespon terhadap berbagai kejadian dan orang disekitarnya sampai kematian itu terjadi.
Perhatian utama pasien dengan penyakit kronis sering bukan pada kematian itu sendiri tetapi
lebih pada kehilangan kontrol terhadap fungsi tubuh, pengalaman nyeri yang menyakitkan
atau tekanan psikologis yang diakibatkan ketakutan akan perpisahan, kehilangan orang yang
dicintai.
Jadi tugas perawat untuk dapat lebih memahami dan memberi perawatan yang sesuai
dengan kondisi pasien. Perawat juga harus mampu memberikan asuhan keperawatan yang
baik pada klien yang mengalami penyakit kronis.
B. Saran
1. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi kronis, tujuannya
untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat
terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.
2. Ketika merawat klien dengan penyakit kronis, tanggung jawab perawat harus
mempertimbangkan kebutuhan fisik, psikologis, dan social yang unik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart.2002.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Yosep,Iyus.2007.Keperawatan Jiwa.Bandung:Refika Aditama
Herdman, Heather.2010.Diagnosa Keperawatan NANDA Internasional.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai