Anda di halaman 1dari 6

A.

Anamnesis
A – Alergi
M – Medikasi (obat yang diminum saat ini)
P – Past Illness (penyakit penyerta) / Pregnancy
L – Last Meal
E – Event / Environment yang berhubungan dengan kejadian perlukaan.
“Mekanisme terjadinya trauma yang dialami pasien”
1) Trauma tumpul
2) Trauma tajam
3) Perlukaan karena suhu / panas
4) Bahan berbahaya (HAZMAT-Hazardous Material)
B. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
2) Maksilo-fasial
3) Vertebra Servikalis dan Leher
4) Thoraks
5) Abdomen
6) Perineum
7) Muskuloskeletal
8) Neurologis
a) Head
Observasi dan palpasi ukuran dan respon pupil, telinga, membran thympani
diperiksa untuk melihat adanya darah atau CSF, Battle’s sign (echymosis di
mastoid) yang menunjukkan adanya fraktur basis cranii. Serta diperiksa dan
dicari cedera didaerah maksillofacial dan cervical spine.
b) Neck
Harus diimobilisasi jika dicurigai ada cedera cervical. Rontgen cervical lateral
(C1-C7) harus dikerjakan.

c) Chest
Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi serta foto thoraks. Diperiksa dan dicari
pelebaran mediastinum, fracture costa, flail segment, haemothoraks,
pneumothoraks, dan contusion paru
d) Abdomen
Fokus pada pemeriksaan untuk mencari kondisi akut yang membutuhkan
intervensi bedah. Keputusan untuk segera melaksanakan DPL, CT-Scan, atau
laparatomi cito harus segera diambil
e) Rectal
Adanya darah menunjukkan perforasi rectum, prostat letak tinggi menandakan
adanya ruptur uretra, terabanya fragmen tulang di dinding rectum menunjukkan
adanya fraktur pelvis
f) Examination of Extremitas
Dicari adanya cedera vascular dan musculoskeletal. Hilangnya denyut nadi
perifer merupakan indikasi dilakukannya aortografi.
g) Neurologic Examination
Pemeriksaan untuk menentukan fungsi cerebral hemispheric, brainstem, dan
spinal levels.
C. Penunjang
1. Radiologi : Foto Thoraks AP
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan
trauma thoraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil
pemeriksaan foto thoraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma thoraks dapat
terdeteksi dengan hanya dari pemeriksaan foto thoraks.
2. Gas Darah Arteri (GDA) dan pH
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien
penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk
menilai keseimbangan Adam basa dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta
kadar Karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP,
yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi
pengambilan darah yaitu : arteri radialis, arteri brachialis, arteri femoralis.
Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal GDA dan pH, serta
kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil pemeriksaannya :
3. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul thoraks, seperti
fraktur costa, sternum dan sterno clavicular dislokasi. Adanya retro Sternal
hematoma serta cedera vertebra thorakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini.
Adanya pelebaran mediastinum pada pemeriksaan thoraks foto dapat dipertegas
dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan aortografi.
4. EKG (Electrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma
tumpul thoraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati-hati, keadaan tertentu
seperi hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.
5. Angiografi
Merupakan “ gold standar “ untuk pemeriksaan aorta thoracalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul thoraks.
6. Torasentesis
Menyatakan darah / cairan serosanguinosa, Jika dicurigai ada udara kita dapat
melakukan dekompresi menggunakan jarum pada ICS 2 pada garis midklavikula

7. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan risiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.
D. Re – Evaluasai
Penurunan kesadaran dapat dikenal apabila dilakukan evaluasi ulang terus menerus,
sehingga gejala yang baru timbul segera dapat dikenali dan dapat ditangani secepatnya.
Monitoring tanda vital dan produksi urin penting. Produksi urin orang dewasa
sebaiknya dijaga ½ cc/kgBB/jam, pada anak 1 cc/kgBB/jam. Bila penderita dalam
keadaan kritis dapat dipakai pulse oximeter dan end tidal CO2 monitoring. Penanganan
rasa nyeri merupakan hal yang penting. Golongan opiate atau anxiolitika harus
diberikan secara intravena dan sebaiknya jangan intra muscular.
E. Terapi Definitif
Terapi definitive dimulai setelah primary dan secondary survey selesai. Untuk
keputusan merujuk penderita dapat dipakai Interhospital Triage Criteria. Apabila
keputusan merujuk penderita telah diambil, maka harus dipilih rumah sakit terdekat
yang cocok untuk penanganan pasien.
F. Rujukann dan transportasi
Bila cedera penderita terlalu sulit untuk dapat ditangani, penderita harus dirujuk. Proses
rujukan ini harus dimulai saat alas an untuk merujuk ditemukan, karena menunda
rujukan akan meninggikan morbiditas dan mortalitas penderita. Tentukan : indikasi
rujukan, prosedur rujukan, kebutuhan penderita selama perjalanan, dan cara
komunikasi dengan dokter yang akan dirujuk.
Dalam memilih cara transportasi, prinsip “Do no further harm” harus menjadi
pertimbangan utama. Perjalanan antar rumah sakit dapat berbahaya, kecuali apabila
terhadap pasien telah dilakukan stabilisasi, tenaga yang mendampingi cukup terlatih,
dan telah diperhitungkan kemungkinan yang terjadi selama transportasi. Syarat :
keadaanya stabil, jalan nafas terbuka, monitor Kesadaran, Pernapasan, Tekanan darah
dan denyut nadi, serta observasi Daerah perlukaan.
Protokol Rujukan
Apabila belum ada prosedur tetap, maka dianjurkan prosedur dibawah ini: 1
1) Dokter yang merujuk Dokter yang akan merujuk harus berbicara dengan dokter
penerima rujukan, dan memberikan informasi dibawah ini:
 Identitas pasien
 Anamnesis singkat kejadiannya, termasuk data pra-rumah sakit yang penting
 Penemuan awal pada pemeriksaan pasien
 Responter hadap terapi
2) Informasi untuk petugas yang akan mendampingi Petugas pendamping harus
paling sedikit diberitahukan:
 Pengelolaan jalan nafas pasien
 Cairan yang telah / akan diberikan
 Prosedur khsus yang mungkin akan diperlukan
 Revised Trauma Score, prosedur resusitasi dan perubahan-perubahan yang
mungkin akan terjadi selama dalam perjalanan
3) Dokumentasi

Yang disertakan dengan pasien adalah dokumentasi mengenai permasalahan


pasien, terapi yang telah diberikan, keadaan pasien saat akan dirujuk.
4) Pengobatan sebelum merujuk
Pasien harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien dalam keadaan
sestabil mungkin, seperti dianjurkan dibawah ini:
a) Airway
 Pasang airway atau intubasi bila perlu
 Suction dimana perlu
 Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
b) Breathing
 Tentukan laju pernafasan, berikan oksigen
 Ventilasi mekanik bila diperlukan
 Pasang pipa toraks (chest tube) dimana perlu
c) Circulation
 Kontrol perdarahan luar
 Pasang 2 jalur infus, mulai pemberian kristaloid
 Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau darah, dan teruskan
pemberian selama transportasi
 Pasang kateter uretra untuk monitor keluar urin
Monitor kecepatan dan irama jantung

1. Wardani (2014). Kumpulan SOP (StandarOperasionalProsedur)


2. DazSpecta (2011). ProsedurPerawatanTrakeostomi
3. Paniselvam (2011). PengertianTrakeostomi
4. Richard O. Cummins, ACLS text book. Essential of ACLS
5.
Kemudian penanganan dengan jarum dekompresi yang dilakukan pada intercostal 2 pada
garis midklavikula, ini merupakan metode konvensional. Pada literature American College Of
Chest Physician (ACCP) dan British Thoracic Society (BTS) dekompresi dapat dilakukan
pada intercostal 5 pada garis anterior aksila.

Jika dicurigai ada udara kita dapat melakukan dekompresi menggunakan jarum pada ICS 2
pada garis midklavikula

Anda mungkin juga menyukai