Anda di halaman 1dari 75

ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PADA

PT. PUNDI MIRANTI DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

Oleh
YOGA PRAWIRA
H24104035

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
ANALISIS PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK PADA
PT. PUNDI MIRANTI DENGAN PENDEKATAN SIX SIGMA

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Program Sarjana Alih jenis Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Oleh
YOGA PRAWIRA
H24104035

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN


DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
RINGKASAN

YOGA PRAWIRA. H24104035. Analisis Pengendalian Kualitas Produk pada


PT. Pundi Miranti dengan Pendekatan Six Sigma. Dibawah bimbingan ALIM
SETIAWAN

Era globalisasi saat ini membawa dampak dalam dunia industri,


perusahaan tidak hanya bersaing dalam skala regional maupun nasional,
melainkan skala internasional. Persaingan yang terjadi membawa setiap pelaku
industri untuk meningkatkan nilai dari produk yang dihasilkan. Selain itu
perusahaan harus mampu membuat produk sesuai dengan keinginan konsumen
agar dapat memenangkan persaingan. Usaha yang dapat dilakukan perusahaan
adalah dengan meningkatkan nilai produk yang dihasilkan dengan cara melakukan
kegiatan pengendalian kualitas.
Kegiatan pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya dengan melakukan
pengendalian terhadap tingkat kerusakan produk (product defect) sampai pada
tingkat kerusakan nol (zero defect). Meskipun proses produksi telah dilaksanakan
dengan baik, pada kenyataannya seringkali masih ditemukan ketidaksesuaian
antara produk yang dihasilkan dengan yang diharapkan, dimana kualitas produk
yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar (mengalami kerusakan atau cacat).
Six sigma merupakan salah satu metode perbaikan dan peningkatan kualitas yang
dapat menekan jumlah produk cacat yang dihasilkan dengan standar baku sebesar
3,4 defektif dari satu juta proses/unit yang di hasilkan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis proses produksi
produk continous form di PT. Pundi Miranti, (2) menganalisis faktor penyebab
timbulnya cacat produk continous form dan (3) merumuskan langkah-langkah
pengendalian kualitas berdasarkan metode six sigma yang dapat diterapkan pada
PT. Pundi Miranti?
Pengolahan data dilakukan dengan perhitungan six sigma. berdasarkan
perhitungan six sigma didapat Defect per Unit (DPU) sebesar 0,0213035.
Sedangkan Defect per Million Opportunity (DPMO) sebesar 5.325 dengan DPMO
sebesar 5.325 apabila di konversi ke dalam tabel sigma didapat nilai sigma sebesar
4,05912.Berdasarkan Diagram Pareto, kriteria yang paling dominan
mempengaruhi tingkat reject adalah tingkat kerapihan produk sebesar 56,8%,
daya tahan produk sebesar 39% dan kualitas cetak 4,2%.

i
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 21 Februari 1989. Penulis merupakan


anak kedua dari tiga bersaudara, dari Bapak Suhaya Widjaja dan Ibu Lilis
Yuliatiningsih.
Tahun 1995, penulis mengawali pendidikan sekolah dasar di SDN
Pamulang Timur 1 kab. Tangerang dan lulus tahun 2001, kemudian melanjutkan
pendidikan di SMPN 1 Ciputat dan lulus tahun 2004. Penulis melanjutkan
pendidikan di SMAN 1 Ciputat pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007-2010
Penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat perguruan tinggi pada Program
Diploma Jurusan Administrasi Niaga program studi Administrasi Bisnis,
Politeknik Negeri Jakarta, Depok. Pada tahun 2010 Penulis melanjutkan
pendidikan pada Program Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Judul skripsi ini adalah Analisis Pengendalian Kualitas Produk pada PT.
Pundi Miranti dengan Pendekatan Six Sigma. Skripsi ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Sarjana Alih
Jenis Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran maupun kritik yang membangun untuk
sarana sebagai perbaikan yang berkelanjutan upaya penyempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi
pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan dan memberikan manfaat bagi
yang membacanya.

Bogor, Juli 2014

Penulis

iii
UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai


pihak yang telah membantu, membimbing, memberikan saran dan dorongan
dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Alim Setiawan S S.TP, M.Si. selaku dosen pembimbing yang dengan
sabar telah memberikan berbagai masukan dan selama penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Adithyo Adji SE. selaku General Manager PT Pundi Miranti yang
telah mengizinkan penelitian di PT. Pundi Miranti.
3. Bapak Kusuma Anggara T dan Bapak Bayu Putera selaku Manajer produksi
asisten manajer dan yang telah memberikan pengarahan dalam pengambilan
data.
4. Bapak Fajar Adi selaku supervisor produksi, PT. Pundi Miranti yang telah
memberikan informasi, data dan membantu dalam kegiatan dilapangan.
5. Seluruh karyawan PT. Pundi Miranti khususnya bagian Produksi PT. Pundi
Miranti yang telah membantu dalam penelitian.
6. Kedua orang tua, kakak dan adikku yang telah memberikan dukungan, doa,
dan kasih sayang sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
7. Gabrilla S.Si yang telah memberikan doa, kasih sayang dan motivasinya
selama penyusunan skripsi ini.
8. M Ikhsan Nurhadiansyah yang telah membantu proses pembuatan skripsi.
9. Bayu Angger, Arnold Batara dan teman-teman yang telah memberikan
bantuan, motivasi, pengetahuan, informasi dan doa dalam penyusunan skripsi
ini.

iv
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................. v
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumuan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kualitas .......................................................................................................... 6
2.2 Dimensi Kualitas ............................................................................................ 7
2.3 Pengendalian Kualitas .................................................................................... 8
2.4 Tujuan Pengendalian Kualitas........................................................................ 8
2.5 Six Sigma ........................................................................................................ 9
2.6 Metodologi DMAIC ..................................................................................... 10
2.6.1 Define ................................................................................................. 10
2.6.2 Measure .............................................................................................. 11
2.6.3 Analyze ............................................................................................... 12
2.6.4 Improve .............................................................................................. 13
2.6.5 Control ............................................................................................... 16
2.7 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 16
III. METODE PENELITIAN
3.1 Kerangka penelitian ..................................................................................... 18
3.2 Jenis dan Sumber Data penelitian ................................................................ 20
3.3 Metode Pengumpulan data ........................................................................... 20
3.4 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 21
3.4.1 Analisis Data Kuantitatif.................................................................... 21
3.4.2 Analisis Data Kualitatif...................................................................... 22

v
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................................... 23
4.2 Metode Six Sigma ........................................................................................... 24
4.3 Standar Mutu Produk ...................................................................................... 28
4.4 Metode Six Sigma ........................................................................................... 29
4.4.1 Define .................................................................................................... 29
4.4.2 Measure ................................................................................................. 35
4.4.3 Analyze .................................................................................................. 40
4.4.4 Improve ................................................................................................. 47
4.4.5 Control .................................................................................................. 53
4.5 Usulan Perbaikan Pengendalian Kualitas........................................................ 53
4.5.1 Usulan Perbaikan untuk Kriteria Kerapihan Produk............................. 54
4.5.2 Usulan Perbaikan untuk kriteria Daya Tahan Produk ........................... 55
4.5.3 Usulan Perbaikan untuk Kriteria Kualitas Cetak .................................. 56
4.6 Implikasi manajerial ........................................................................................ 57
4.7 Rancangan Pengendalian Kualitas .................................................................. 58
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan ....................................................................................................... 62
2. Saran .................................................................................................................. 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 64
LAMPIRAN ......................................................................................................... 65

vi
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Data produksi PT. Pundi Miranti periode Juni 2012-Mei 2013 ..………….. 2
2. Tabel cacat produk PT. Pundi Miranti periode Juni 2012-Mei 2013 …...…. 3
3. Konversi level sigma yang disederhanakan ………..………………...…. . 10
4. Rating occurance ……………………………………………………..….. 14
5. Rating severity ……………………………...……………………..….…... 15
6. Rating detectability……………………………………………………...... 15
7. Tabel keluhan pelanggan ………………………………………………… 32
8. Tabel CTQ …………………………………….………………………….. 33
9. Tabel produk reject PT. Pundi Miranti Juni 2012-Mei 2013 ………….…. 36
10. Perhitungan control limit u-chart Continous form ……………………….. 38
11. Tabel jumlah cacat (reject) produk PT. PM ………………………….…... 48
12. FMEA kriteria kerapihan produk ………………………………………… 48
13. Tabel bobot RPN kriteria kerapihan produk ………………………….….. 48
14. FMEA kriteria daya tahan PT. PM ………………………………………. 50
15. Tabel bobot RPN daya tahan produk PT. PM …………………………… 50
16. FMEA kriteria kualitas cetak PT. PM …………………………………… 52
17. Tabel bobot RPN kriteria kualitas cetak PT. PM ………………………... 52
18. Tabel implikasi manajerial ………………………………………………. 57

vii
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian ………………………………………….. 19
2. Kerangka pemikiran penelitian ………………………………………….. 19
3. Alir proses produksi PT. Pundi Miranti ...................................................... 25
4. Proses pembuatan plate (plate making) …………………………………. 27
5. Diagram SIPOC …………………………………………………...…….. 30
6. Hubungan CTQ dengan proses produksi ………………………………… 34
7. U-Chart continous form …………………………… ……………………. 38
8. Diagram pareto tingkat cacat continous form ……………………………. 40
9. Diagram tulang ikan kriteria kerapihan produk PT. PM …………………. 41
10. Diagram tulang ikan kriteria daya tahan produk PT. PM ………………... 42
11. Diagram tulang ikan kriteria kualitas cetak PT. PM …………………… .. 44
12. Diagram pareto bobot RPN kriteria kerapihan produk PT. PM ………….. 46
13. Diagram pareto bobot RPN kriteria daya tahan produk PT. PM ……….... 48
14. Diagram pareto bobot RPN kriteria kualitas cetak PT. PM ……………… 49

viii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tabel konversi six sigma ........................................................................... 66


2. Rancangan proyek six sigma ..................................................................... 67

ix
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Era globalisasi saat ini membawa dampak dalam dunia industri, perusahaan
tidak hanya bersaing dalam skala regional maupun nasional, melainkan skala
internasional. Persaingan yang terjadi membawa setiap pelaku industri untuk
meningkatkan nilai dari produk yang dihasilkan. Selain itu perusahaan harus
mampu membuat produk sesuai dengan keinginan konsumen agar dapat
memenangkan persaingan. Pola produksi tidak hanya berfokus dalam
menghasilkan produk dengan biaya seminimal mungkin, tetapi menciptakan
produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Usaha yang dapat dilakukan
perusahaan adalah dengan meningkatkan nilai produk yang dihasilkan dengan
cara melakukan kegiatan pengendalian kualitas.
Kegiatan pengendalian kualitas dapat membantu perusahaan
mempertahankan dan meningkatkan kualitas produknya dengan melakukan
pengendalian terhadap tingkat kerusakan produk (product defect) sampai pada
tingkat kerusakan nol (zero defect). Meskipun proses produksi telah dilaksanakan
dengan baik, pada kenyataannya seringkali masih ditemukan ketidaksesuaian
antara produk yang dihasilkan dengan yang diharapkan, dimana kualitas produk
yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar (mengalami kerusakan atau cacat).
Hal tersebut disebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari berbagai
faktor, baik yang berasal dari bahan baku, tenaga kerja maupun kinerja dari
fasilitas-fasilitas mesin yang digunakan dalam proses produksi tersebut.
PT. PM adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa
percetakan di Indonesia. PT. PM menghasilkan produk percetakan salah satunya
adalah continous form. Continous form adalah lembaran kertas rangkap tiga yang
biasa digunakan dalam kegiatan perbankan atau perkantoran. Dalam periode Juni
2012 - Mei 2013 PT. PM memproduksi continous form sebanyak 336.000 box.
dalam sebulan mampu memproduksi continous form sebanyak 28.000 box. Satu
box berisi 3000 ply. Sepanjang periode Juni 2012 – Mei 2013 terjadi cacat produk
2

sebanyak 7.158 box. Data produk cacat (reject) PT. PM periode Juni 2012 – Juli
2013 dapat dilihat pada Gambar 1. di bawah ini.

Gambar 1. Grafik jumlah produk cacat (reject) PT. PM periode Juni 2012
– Mei 2013 (Bagian Produksi PT. PM, 2013)
Berdasarkan data produksi PT. PM periode Juni 2012 – Mei 2013, masih
terdapat produksi yang cacat sebesar 2,13%. Cacat yang terjadi meliputi tinta
kurang tebal, terdapat noda, cetakan tidak presisi, cetakan tembus, produk
terlipat, produk berjamur, produk robek dan cetakan tidak rata. Berikut jumlah
keluhan cacat produk yang terjadi pada periode Juni 2012 – Mei 2013:

Tabel 1. Keluhan pelanggan PT. PM 2012


No. Keluhan Jumlah (Box)
1 Tinta kurang tebal 24
2 Terdapat noda 20
3 Cetakan tidak presisi 16
4 Cetakan tembus 8
5 Produk terlipat 57
6 Produk berjamur 17
7 Produk robek 7
8 Cetakan tidak rata 11
Total 160
Sumber: PT. Pundi Miranti (2013)
Cacat produk yang dominan terjadi adalah produk terlipat, tinta kurang
tebal, terdapat noda, produk berjamur, cetakan tidak presisi, cetakan tidak rata,
cetakan tembus dan produk robek. Meskipun standar operasional kegiatan
pengendalian kualitas pada PT. PM sudah dibakukan. Namun, pada
3

pelaksanaannya belum diterapkan dengan baik oleh para karyawan/operator.


Contohnya, ketika memindahkan gulungan kertas harus menggunakan lifter,
namun pada pelaksanaannya karyawan/operator tersebut masih melakukannya
dengan cara manual. Kurangnya sikap disiplin karyawan/operator terhadap aturan
yang ditetapkan perusahaan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya produk cacat. Selain itu sanksi yang diberikan bagi karyawan/operator
yang melanggar aturan, tidak diberikan sanksi yang tegas. Oleh karena itu
diperlukan suatu metode pengendalian kualitas yang tepat agar dapat menekan
jumlah produk cacat (reject) yang terjadi.
Salah satu metode pengendalian kualitas yang cukup populer
penggunaannya adalah metode six sigma. Konsep dasar six sigma adalah usaha
terus menerus untuk mencegah product defect. Metode ini merupakan peningkatan
kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi
produk barang atau jasa (Gaspersz, 2005). Six sigma dapat memberikan solusi
mengenai permasalahan pengendalian kualitas dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif sehingga dapat memberikan gambaran atas peningkatan kualitas
produk secara terukur, tidak hanya pemberian solusi kualitatif mengenai
peningkatan kualitas produk yang dihasilkan.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses produksi produk continous form di PT. PM?
2. Apa faktor penyebab timbulnya cacat produk continous form pada bagian
produksi di PT. PM?
3. Bagaimana analisis pengendalian kualitas berdasarkan metode six sigma yang
dapat diterapkan pada bagian produksi PT. PM?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas dan


dilandasi dengan teori yang ada, maka adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. c
4

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:


a. Bagi perusahaan
Diharapkan penelitian ini akan dapat memberikan masukan bagi PT. PM dalam
penerapan kegiatan pengendalian kualitas produk untuk mengurangi tingkat
produk cacat serta bermanfaat bagi pengembangan pengendalian kualitas
selanjutnya bagi perusahaan.
b. Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan sarana untuk mengaplikasikan teori-teori yang
didapat selama masa perkuliahan khususnya bidang ilmu manajemen produksi
dan operasi.

1.5. Ruang Lingkup

Agar pembahasan topik penelitian ini dapat terfokus dan terarah pada tujuan
yang ingin dicapai, maka dilakukan pembatasan ruang lingkup pada penulisan
penelitian skripsi yang akan dilakukan pada perusahaan PT. PM.
1. Penelitian dan pengumpulan data di lakukan di bagian produksi PT. PM.
2. Produk yang menjadi fokus penelitian adalah contimous form.
3. Data historis kerusakan produk reject yang digunakan periode Juni 2012 – Mei
2013.
4. Metode yang digunakan adalah analisis six sigma.
5. Penelitian dilakukan mulai dari Juni 2013 sampai Agustus 2013.
5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas

Kualitas merupakan suatu nilai tambah dari sebuah produk atau jasa.
Pengertian dan definisi kualitas sangat beragam dan bersifat relatif sehingga
definisi dari kualitas memiliki banyak kriteria dan bergantung pada konteksnya
jika dilihat dari sisi konsumen, para ahli dan dari sisi produsen. Menurut
pandangan dari sisi konsumen, secara subjektif orang mengatakan kualitas
merupakan sesuatu yang cocok dengan selera (fitness for use) dan dapat
memberikan manfaat pada pemakai (measure of utility and usefulness). Selain itu
kualitas suatu produk dapat terkait dengan keandalan, daya tahan, kemurnian,
waktu yang tepat, penampilan, integritasnya dan individualitasnya (Juran, 1999).
Assauri (1998) mengemukakan kualitas diartikan sebagai faktor-faktor yang
terdapat dalam suatu barang atau hasil yang menyebabkan barang atau hasil
tersebut sesuai dengan tujuan untuk apa barang atau hasil tersebut dibutuhkan.
Menurut American Society for Quality dalam buku Heizer & Render (2006),
kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau jasa yang mampu
memuaskan kebutuhan yang terlihat maupun yang tersamar. Menurut
Prawirosentono (2007) mengatakan kualitas suatu produk adalah keadaan fisik,
fungsi dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan
kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai dengan nilai uang yang telah
dikeluarkan.
Walaupun tidak ada definisi mutu yang diterima secara universal, tetapi dari
beberapa definisi terdapat beberapa persamaan, yaitu dalam unsur-unsur berikut
(Nasution, 2004):
1. Mutu mencakup usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
2. Mutu mencakup produk, jasa manusia, proses dan lingkungan.
3. Mutu merupakan kondisi yang selalu berubah.
6

2.2. Dimensi Kualitas

Kotler (2000) mengatakan terdapat delapan dimensi kualitas untuk


menganalisis kualitas suatu produk adalah sebagai berikut:
a. Kinerja (performance).
Kesesuaian produk dengan fungsi utama atau karakteristik utama produk.
Misal gambar jernih pada televisi.
b. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (feature).
Karakteristik tambahan, fasilitas atau fitur pelengkap suatu produk yang
membedakan dengan produk lain. Contohnya menu freeze pada televisi.
c. Kehandalan (reliability).
Konsistensi kinerja suatu produk dan kehandalan produk yang memungkinkan
kepercayaan konsumen terhadap produk.
d. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to spesification).
Spesifikasi dan standar industri, serta sejauh mana karakteristik selain operasi
memenuhi standar yang telah ditetapkan.
e. Daya tahan (durability).
Masa daya guna atau ketahanan produk, mencakup masa garansi dan
perbaikan.
f. Kemampuan melayani (serviceability).
Pertanggungjawaban atas permasalahan-permasalahan produk dan keluhan
konsumen terhadap produk, serta kemudahan memperoleh perbaikan dan
komponen pengganti.
g. Estetika (estethic).
Bagaimana suatu produk dirasakan dan didengarkan. Berbagai karakteristik
yang berhubungan dengan psikologis produsen, penyalur dan konsumen
sebagau daya tarik produk.
h. Ketepatan kualitas yang dipersepsikan (perceived quality).
Kinerja yang telah dicapai dan kesuksesan yang diraih seperti pencapaian
target penjualan, oplah, kepuasan konsumen dan lain-lain yang menyebabkan
reputasi perusahaan yang baik dan menghasilkan fanatisme konsumen terhadap
merek.
7

2.3. Pengendalian Kualitas

Perusahaan membutuhkan suatu cara yang tepat agar dapat menghasilkan


kualitas yang baik pada produk yang dihasilkannya serta menjaga konsistensinya
agar dapat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yaitu dengan menerapkan sistem
pengendalian kualitas (quality control) dalam kegiatan produksinya. Pengendalian
kualitas perlu dilakukan mulai dari sebelum proses produksi berjalan, saat proses
produksi berjalan hingga proses produksi berakhir dengan menghasilkan sebuah
produk. Pengendalian kualitas dilakukan agar perusahaan dapat menghasilkan
produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Pengendalian kualitas adalah kegiatan yang dilakukan untuk menjamin agar
kegiatan produksi dan operasi yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang
direncanakan dan apabila terjadi penyimpangan maka penyimpangan tersebut
dapat dikoreksi sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai (Assauri, 1998).
Sedangkan menurut Gasperzs (2005), pengendalian kualitas adalah kegiatan yang
dilakukan untuk memantau aktivitas kinerja yang sebenarnya yang dilakukan telah
sesuai dengan yang direncanakan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas adalah suatu teknik,
cara, metode, aktivitas atau kegiatan yang terencana yang dilakukan untuk
mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk agar sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan dan dapat memenuhi kepuasan pelanggan.

2.4. Tujuan Pengandalian Kualitas

Tujuan dari pengendalian kualitas menurut Assauri (1998) adalah:


1. Agar barang hasil produksi dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin.
3. Mengusahakan agar biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan
kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
4. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
Tujuan utama pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan
bahwa kualitas produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas
8

yang telah ditetapkan dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah
mungkin.

2.5. Six Sigma

Six sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki


proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)
sekaligus mengurangi cacat (produk atau jasa yang diluar spesifikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif (Cendrawati,
2007).
Menurut Gazpers (2007) six sigma merupakan suatu metode atau teknik
pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru
dalam bidang menajemen kualitas. Sedangkan menurut Pande (2002), menyatakan
six sigma adalah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,
mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis. Six sigma secara unik
dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap fakta, data dan analisis statistik,
serta perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan
proses bisnis.
Menurut Brue (2005), six sigma merupakan penerapan metodik dari alat
penyelesaiaan masalah statistik untuk mengidentifikasi dan mengukur
pemborosan dan menujukkan langkah-langkah perbaikan. Six sigma bertujuan
untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan dan
kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan
produktivitas dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik. Standar six
sigma dalam proses produksi dikenal dengan istilah defectively rate of process
dengan nilai sebesar 3,4 defektif di setiap juta unit/proses. Artinya, dalam satu juta
unit/proses hanya diperkenankan mengalami kegagalan atau cacat produk
sebanyak 3,4 unit/proses. Dengan demikian, derajat konsistensi six sigma adalah
sangat tinggi dengan simpangan baku yang sangat rendah. Berikut nilai level
sigma dapat dilihat pada Tabel 2.
9

Tabel 2. Konversi level sigma yang disederhanakan.


Yield DPMO
(probabilitas tanpa Level
(defect per million
Sigma
cacat) opportunity)
30,9% 690.000 1
69,2% 308.000 2

93,3% 66.800 3

99,4% 6.210 4

99,98% 320 5

99,9997% 3,40 6
Sumber: Syukron dan Kholil (2013)
Six sigma mempunyai aspek yang berbeda dengan teknik pengendalian
kualitas yang lain, contohnya dengan Total Quality Management (TQM). Menurut
Syukron dan Kholil (2013), perbedaan itu telihat dari aspek sebagai berikut:
1. TQM lebih banyak mengandalkan pendayagunaan karyawan dan tim,
sedangkan six sigma adalah proyek andalan pimpinan.
2. Aktivitas TQM biasanya berlangsung di sebuah departemen, proses atau
tempat kerja. Sedangkan proyek six sigma berlangsung lintasan fungsi
sehingga bersifat lebih strategis.
3. Pelatihan TQM terbatas pada alat dan konsep perbaikan. Sedangakan six sigma
tersusun pada sebuah sistem metode statistik yang terdepan serta metodologi
pemecahan masalah yang terstruktur.
4. TQM merupakan pendekatan peningkatan yang kurang memiliki
pertanggungjawaban finansial, sedangkan six sigma mengharuskan ROI
terverifikasi dan fokus pada lini bawah.
Manajemen kualitas modern didasari oleh tiga prinsip berikut:
1. Fokus pada pelanggan
2. Partisipasi dan kerja sama individu di dalam perusahaan
3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran terus-
menerus.
Prinsip-prinsip ini merupakan filosofi six sigma, meskipun terlihat
sederhana, namun amat berbeda dengan praktik manajemen tradisi lama. Dahulu
perusahaan jarang memahami tuntutan pelanggan. Manajemen perusahaan yang
10

mengontrol proses produksi dan para pekerja yang terkait langsung dengan alat
produksi yang digunakan tanpa pernah dimintai masukan. Tidak ada kordinasi
antara kerja tim dan partisipasi karyawan. Sejumlah kesalahan dan cacat produksi
ditoleransi dan dikendalikan oleh inspeksi pasca produksi. Peningkatan kualitas
terjadi karena ditunjang dengan kemajuan teknologi, bukan hasil dari upaya
berkelanjutan.

2.6. Metodologi DMAIC

Dasar dari metodologi six sigma adalah DMAIC (Define-Measure-Analyze-


improve-Control). DMAIC merupakan suatu metode terstruktur untuk
menyelesaikan masalah dan meningkatkan proses melalui tahapan-tahapan yang
ada.
2.6.1 Define
Langkah awal dalam six sigma adalah tahap define yaitu pendefinisian
tujuan dan latar belakang serta indentifikasi permasalahan yang harus diberi
perhatian untuk dapat mencapai kinerja mutu yang lebih baik. Aktivitas yang
dilakukan dalam merumuskan masalah adalah menentukan ruang lingkup dan
mendefinisikan proses bisnis yang akan diteliti dengan mengenali antara variabel
input dan responnya. Tools yang digunakan dalam tahap define menurut Syukron
dan Kholil (2013) adalah:
a. Diagram SIPOC
Diagram SIPOC merupakan suatu alir proses yang menunjukkan
aktivitas mayor atau subproses dalam suatu proses bisnis yang terdiri dari
supplier, input, process, outputs dan customer.
Supplier adalah orang atau kelompok orang yang memberikan informasi
kunci, material atau sumber daya lain kepada proses. Jika suatu proses
terdiri dari beberapa sub proses, maka sub proses sebelumnya dapat
dianggap sebagai pemasok internal (internal supplier).
Input adalah segala sesuatu yang diberikan kepada pemasok (supplier)
kepada proses untuk menghasilkan output.
11

Process adalah sekumpulan langkah yang mentransformasi dan serta ideal


menambah nilai kepada input (proses transformasi nilai tambah kepada
input). Suatu proses biasanya terdiri dari beberapa sub proses.
Output merupakan produk (barang atau jasa) dari suatu proses. Dalam
industri manufaktur, output dapat berupa barang setengah jadi maupun
barang jadi (final product).
Customer adalah orang atau kelompok orang atau sub proses yang
menerima output.

b. Critical to Quality (CTQ)


Critical to quality (CTQ) merupakan karakteristik dari sebuah produk
atau jasa yang memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Syukron dan Kholil
(2013), identifikasi CTQ membutuhkan pemahaman akan suara pelanggan/
VOC (voice of costumer), yaitu kebutuhan pelanggan yang di ekspresikan oleh
pelanggan itu sendiri. Alat yang digunakan untuk mengumpulkan informasi
pelanggan adalah kartu komentar, fokus grup, kontak langsung dengan
pelanggan, riset pelanggan dan analisis kebutuhan pelanggan.

2.6.2 Measure

Langkah kedua dalam DMAIC adalah pengukuran (measure). Tahap ini


berfokus pada pemahaman kerja proses yang dipilih untuk diperbaiki pada saat
ini, serta pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk analisis. Pengumpulan
data di mulai dengan mendefinisikan critical to quality (CTQ), standar kerja yang
ditetapkan, sistem pengukuran dan perangkat yang berkaitan disetujui dan semua
orang berkomitmen terhadap rencana yang telah dicanangkan.
Pada tingkatan six sigma, indikator kualitas produk biasanya berfokus pada
output dari proses manufaktur. Salah satu indikator kualitas manufaktur yang
biasa digunakan adalah Defect per Unit (DPU). Berdasarkan nilai dari DPU, dapat
ditentukan nilai dari Defect per Million Opportunities (DPMO) untuk menentukan
tingkatan sigma dari proses yang ada saat ini. Penentuan nilai sigma dapat
dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Syukron dan Kholil,2013):

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPU = ................................ (1)
Jumlah Unit yang Diproduksi
12

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPMO= x 1.000.000
Jumlah Kemungkinan Kesalahan
Tools yang digunakan dalam tahap measure adalah lembar periksa (check
sheet). Lembar periksa mengintegrasikan analisis data dengan upaya
pengumpulan data. Lembar periksa adalah sejenis formulir pengumpulan data
khusus yang hasilnya dapat diinterpretasikan pada formulir tersebut secara
langsung tanpa membutuhkan pemrosesan lebih lanjut.

2.6.3 Analyze

Langkah ketiga dalam DMAIC adalah analisis (analyze). Analisis adalah


pemeriksaan terhadap proses, fakta dan data untuk mendapatkan pemahaman
mengenai permasalahan dapat terjadi dan dimana terdapat kesempatan untuk
melakukan perbaikan.
Tools yang digunakan adalah (Syukron dan Kholil, 2013):
a. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah alat yang digunakan untuk mencari sumber atau
penyebab masalah-masalah atau kerusakan produk untuk membantu
memfokuskan diri pada pemecahannya. Diagram pareto adalah diagram batang
yang disusun secara menurun dari besar ke kecil. Biasa digunakan untuk
melihat atau mengindentifikasi masalah, tipe cacat atau penyebab paling
dominan sehingga dapat memprioritaskan penyelesaian masalah.

b. Cause and Effect Diagram

Diagram sebab-akibat atau biasa disebut diagram ishikawa karena


diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo
pada tahun 1953, adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara
sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian statistik, diagram sebab
akibat sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram)
karena bentuknya seperti kerangka ikan. Tujuan cause and effect diagram
adalah untuk membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah,
membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah dan membantu dalam
penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
13

2.6.4 Improve

Langkah keempat dalam tahapan DMAIC adalah improve. Pada tahap


improve berkaitan dengan penentuan dan implementasi solusi-solusi berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan pada setiap sebelumnya. Alat yang digunakan
adalah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA).
FMEA adalah pendekatan sistematik yang ,menerapkan suatu metode
pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang digunakan oleh engineers
untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan efeknya. Sedangkan
menurut Purdianta dalam Syukron dan Kholil (2013), FMEA adalah alat analisis
yang secara sistematis mengindentifikasi akibat atau konsekuensi dari kegagalan
sistem atau proses, serta mengurangi atau mengeliminasi peluang terjadinya
kegagalan.
Definisi serta pemberian rangking dari berbagai terminologi dalam
FMEA adalah sebagai berikut:
1. Akibat potensial adalah akibat yang dirasakan atau dialami oleh pengguna
terakhir.
2. Mode kegagalan potensial adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang
menyebabkan cacat itu tidak berfungsi sebagaimana mestina.
3. Penyebab potensial dari kegagalan adalah kelemahan-kelemahan desain dan
perubahan dalam variabel yang akan mempengruhi proses ddan menghasilkan
kececetan produk.
4. Occurance (O) adalah suatu perkiraan tentang probabilitas atau peluang bahwa
penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang menyebabkan
suatu akibat tertentu.
14

Tabel 3. Rating occurance


Rating Frekuensi kejadian Degree
1 0,01 per 1000 item Remote
2 0,1 per 1000 item
Low
3 0,5 per 1000 item
4 1 per 1000 item
5 2 per 1000 item Moderate
6 5 per 1000 item
7 10 per 1000 item
High
8 20 per 1000 item
9 50 per 1000 item
Very High
10 100 per 1000 item
Sumber: Gasperz (2002)

5. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang bagaimana
buruknya pengguna akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut.

Tabel 4. Rating severity


Rangking Kriteria
Negilible Severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan).
1
Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan ini.
2 Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang ditimbulkan
hanya bersifat ringan . Pengguna akhir tidak akan
3
merasakan perubahan kinerja.
4 Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir akan
5 merasakan penurunan kinerja, namun masih dalam batas toleransi.
Perbaikan
6 yang dilakukan tidak memakan biaya besar dan dapat diselesaikan dalam
waktu singkat.
7 High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan
merasakan akibat buruk
8 yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang
dilakukan sangat mahal.
9 Potential Safety Problem (masalah keamanan potensial). Akibat yang
ditimbulkan
10 berpengaruh terhadap keselamatan pengguna. Bertentangan dengan
hukum.
Sumber: Gasperz (2002)

6. Detectibility (D) adalah perkiraan subyektif tentang bagaimana efektifitas dan


metode pencegahan.
15

Tabel 5. Rating detectibility


Rangking Kriteria Frekuensi

Metode pencegahan sangat efektif. Tidak


1 ada kesempatan bahwa penyebab mungkin 0,01 per 1000 item
muncul

2 Kemungkinan penyebab terjadi 0,1 per 1000 item


3 sangat rendah 0,5 per 1000 item
4 Kemungkinan terjadi bersifat moderat. 1 per 1000 item
Metode pencegahan kadang
2 per 1000 item
5 memungkinkan
6 penyebab itu terjadi 5 per 1000 item
Kemungkinan penyebab masih tinggi.
10 per 1000 item
7 Metode
pencegahan kurang efektif, penyebab
20 per 1000 item
8 masih
berulang kembali.
Kemungkinan penyebab terjadi sangat
50 per 1000 item
9 tinggi.
10 Metode pencegahan tidak efektif penyebab 100 per 1000 item
selalu berulang kembali
Sumber: Gasperz (2002)

2.6.5 Control
Langkah terakhir tahapan DMAIC adalah control, tahap ini bertujuan
untuk mengevaluasi dan memonitori hasil dari tahap sebelumnya atau hasil
implementasi yang telah dilakukan. Tahap ini bertujuan untuk memastikan
kondisi yang diperbaiki dapat berjalan dalam waktu yang lama. Tahapan ini
menggunakan control chart dalam kegiatan pengendalain proses yang dilakukan.
Control chart digunakan untuk menaksir paramaeter suatu proses
produksi, selain itu juga dapat memberikan informasi yang berguna dalam
meningkatkan proses tersebut. Karena tujuan akhir dari pengendalian proses
statistik adalah menghilangkan gangguan atau variabilitas dalam proses, maka
control chart adalah alat yang efektif untuk digunakan (Syukron dan Kholil,
2013).
Grafik dalam control chart memuat garis tengah (center line) yang
merupakan nilai rata-rata karakteristik kualitas yang berkaitan dengan keadaan
terkontrol. Selain itu terdapat dua garis yang dinamakan batas kendali atas (Upper
16

Control Limit/UCL) dan batas kendali bawah (Lower Control Limit/LCL). Selama
titik-titik sampel berada dalam batas-batas kendali atau secara random berada di
sekitar center line, proses dianggap berada dalam proses yang terkendali dan tidak
perlu tindakan apapun. Namun, apabisa terdapat titik sampel yang berada diluar
batas kendali, diinterpretasikan sebagai proses yang tak terkendali dan diperlukan
tindakan penyelidikan dan perbaikan untuk dapa menyingkirkan sebab-sebab yang
menyebabkan proses yang tak terlkendali tersebut.

2.7. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai pengendalian kualitas dengan


menggunakan metode six sigma adalah:
1. Febriani (2010) melakukan penelitian mengenai analisa dan perancangan
sistem informasi pendukung pengendalian kualitas dengan metode Six Sigma
process Improvement (SSPI) pada PT. Kabelindo Murni, Tbk. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Six Sigma Process Improvement dan
Analitycal Heirarchy Process (AHP). Hasil analisis dengan metode SSPI
menunjukkan produk NYFGbY berada pada level 3,95 sigma dan ditemukan
faktor yang paling mempengaruhi munculnya produk cacat adalah faktor
material. Adapun perbaikan proses yang disarankan menggunakan metode
poka yoke, menjadwalkan kalibrasi mesin pada preventive maintenance, dan
mengadakan training untuk setting temperature. Berdasarkan analisis AHP
yang dilakukan maka faktor yang paling mempengaruhi terjadinya cacat pada
produk adalah faktor material, disusul oleh faktor manusia dan mesin.
2. Astiningtias (2009) melakukan penelitian mengenai Prospek Penerapan
Strategi Six Sigma Pada Pengendalian Mutu Produksi PT. Astra Daihatsu
Motor Casting Plant Indonesia. Metode yang digunakan adalah six sigma.
Berdasarkan pengolahan data vertikal, faktor paling berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan penerapan strategi six sigma adalah faktor aplikasi
(bobot 0,422); Aktor yang paling mempengaruhi pengambilan keputusan
adalah kepala bagian raw material (bobot 0,375); tujuan yang menjadi prioritas
adalah sistem yang mudah diaplikasikan (bobot 0,287). Hasil akhir pengolahan
data vertikal menunjukkan alternatif prioritas penerapan Strategi six sigma
secara penuh (bobot 0,627).
17

3. Latief (2009) dalam penelitiannya mengenai Penerapan Sx Sigma untuk


Peningkatan Kualitas Produk Bimoli Classic (Studi Kasus: PT Salim Ivomas
Pratama – Bitung). Penelitian tersebut menggunakan metode six sigma.
Berdasarkan kriteria kapabilitas proses (Cp) produk Bimoli Classic dalam
metode analisis untuk peningkatan kualitas dan hasil perhitungan Cp adalah
1,11. Hal ini menunjukkan dari sejuta kesempatan yang ada akan terdapat 967
kemungkinan bahwa proses akan menimbulkan defect atau nonconforming
pada produk dengan kapabilitas proses 1,11 atau 3,30 sigma setelah dikonversi
berdasarkan nilai DPMO.
18

III. METODE PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Kemajuan dan perkembangan zaman mendorong industri manufaktur untuk


terus melakukan inovasi dan pengembangan demi kelangsungan hidup
perusahaan, termasuk didalamnya perbaikan dan pengembangan kegiatan
pengendalian kualitas agar perusahaan dapat menghasilkan produk yang
berkualitas. Perbaikan dan pengembangan kegiatan pengendalian kualitas
bertujuan agar tercapainya tingkat cacat mencapai zero defect, termasuk yang
dilakukan oleh PT. Pundi Miranti saat ini.
Penelitian mengenai pengendalian kualitas dilakukan di PT. PM pada
bagian produksi. Penelitian dimulai dengan mengindentifikasi kegiatan
pengendalian kualitas yang diterapkan pada PT. PM untuk mengetahui dasar dari
penerapan kegiatan pengendalian kualitas. Penerapan kegiatan pengendalian
kualitas yang baik akan menghasilkan produk yang berkualitas sehingga dapat
memenuhi kebutuhan pelanggan/konsumen. Peningkatan dan pengembangan
kegiatan pengendalian kualitas dilakukan menggunakan metode six sigma.
Pengendalian kualitas menggunakan metode six sigma terdiri dari lima
tahapan yang terdiri dari define, measure, analyze, improve dan control (DMAIC).
Define adalah mengidentifikasi masalah penting dalam proses yang sedang
berlangsung. Alat yang digunakan adalah diagram SIPOC dan critical to quality
(CTQ). Measure adalah tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur atau
menganalisis permasalahan dari data yang ada.pada tahap ini dapat diketahui
posisi perusahaan dalam tingkatan sigma. Analyze adalah menentukan faktor-
faktor yang paling mempengaruhi proses. Alat yang digunakan adalah diagram
pareto dan diagram sebab akibat. Improve adalah melakukan percobaan untuk
melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya.alat yang digunakan
adalah FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) Control adalah tahap membuat
rencana dan desain pengukuran dengan menggunakan control chart.
Dengan menerapkan metode Six sigma diharapkan dapat terjadi peningkatan
dan pengembangan kegiatan pengendalian kualitas yang dilakukan agar dapat
19

menghasilkan produk yang berkualitas yang dapat memenuhi kebutuhan


pelanggan/konsumen.

PT. Pundi Miranti

Kegiatan Pengendalian Kualitas

Identifikasi Kegiatan
Pengendalian Kualitas

Penerapan Six Sigma berdasarkan


Metodologi DMAIC

Define Measure Analyze Improve Control

Diagram SIPOC dan Perhitungan Pareto Diagram FMEA (Failure


CTQ (Critical to Sigma dan dan Cause and Mode and Effect Control Chart
Quality) Control Chart Effect Diagram Analysist)

Peningkatan Kegiatan
Pengendalian Kualitas Produksi

Rancangan
Pengendalian Kualitas

Implikasi Manajerial

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian

3.2. Jenis dan Sumber Data Peneltian

Jenis data dalam penelitian merupakan data-data yang diperlukan untuk


membahas suatu masalah penelitian, baik diperoeh secara langsung maupun tidak
langsung. Data yang digunakan merupakan daa primer dan data sekunder.
20

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari PT. PM. Data
primer meliputi pengamatan langsung dan wawancara general manager,
manajer produksi dan supervisor produksi sebagai sumber penelitian.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumbernya langsung. Data
sekunder tersebut berasal dari literatur, kepustakaan, penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan kegiatan pengendalian kualitas.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh hasil penelitian


yang baik, sehingga analisis tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan,
adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data penelitian


secara langsung dan mendalam dengan cara berkomunikasi (berbicara dan
tatap muka) dengan pihak yang dianggap kompeten dan mengetahui
permasalahan penelitian yang terjadi pada objek penelitian. Wawancara
dilakukan kepada general manager, manajer produksi dan supervisor produksi
mengenai kegiatan pengendalian kualitas.

2. Dokumentasi

Cara memperoleh data dengan mencari dan mempelajari data yang berasal
dari catatan dan dokumen yang dimiliki perusahaan yang dianggap penting dan
menunjang penelitian. Dokumen tersebut berupa data peroduksi, jumlah
produk yang dihasilkan dan jumlah produk cacat.

3.4. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data adalah proses mengelompokkan, membuat suatu urutan,


memanipulasi data serta meningkatkan data sehingga mudah untuk dibaca.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif
21

dan analisis kuantitatif. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan
Minitab 15.

3.4.1 Analisis data kuantitatif

Analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui nilai sigma PT. PM


melalui perhitungan berikut ini (Syukron dan Kholil, 2013).

1. Analisis Defect per Unit (DPU)

DPU adalah alat analisis yang digunakan untuk mengukur proporsi variasi
produk (defect) atas jumlah total peluang dalam sebuah kelompok.

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPU = ...................................... (2)
Jumlah Unit yang Diproduksi

2. Analisis Defect per Million opportunity (DPMO)

Ukuran-ukuran yang digunakan dalam menerjemahkan defect yaitu dengan


format DPMO, yang menunjukkan berapa banyak defect yang akan terjadi
dalam satu juta peluang/proses.

Jumlah Cacat yang Ditemukan


DPMO = x 1.000.000 ..... (3)
Jumlah Kemungkinan Kesalahan
3. Ukuran sigma

Ukuran sigma menunjukkan tingkat penyimpangan yang terjadi. Ukuran sigma


merupakan suatu indikator dari tingkat variasi dalam seperangkat pengukuran
atau proses dengan mengonversi nilai dari DPMO kedalam tabel sigma.
Ukuran sigma dapat menunjukkan posisi perusahaan berada.

4. Diagram Pareto

Diagram pareto digunakan untuk menstratifikasi data ke dalam kelompok-


kelompok dari yang paling besar sampai yang paling kecil dan berbentuk
diagram batang. Diagram pareto membantu perushaan mengindetifikasi
kejadian-kejadian atau penyebab masalah secara umum.
22

5. Control Chart

Pembuatan control chart secara manual menggunakan form yang dilengkapi


dengan petunjk pemakaian dan cara perhitungan dengan jelas sehingga dapat
dengan mudah dimengerti oleh pemakai.

3.4.2 Analisis data kualitatif

Analisis data yang digunakan adalah:

1. Diagram SIPOC

Diagram SIPOC digunakan untuk mendefinisikan proses bisnis yang diteliti


dengan mengenali hubungan variabel input dan responnya. Diagram ini
merupakan aliran proses suatu produk dari proses Supplier-Input-Process-
Output-Customer.

2. Diagram sebab-akibat

Diagram sebab-akibat digunakan untuk mengindentifikasi akar penyebab


timbulnya masalah. Diagram sebab-akibat menggunakan lima faktor, yaitu:
manusia, mesin, material, metode dan lingkungan.

3. FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

FMEA digunakan untuk mengindentifikasi sumber dari suatu masalah kualitas.


FMEA adalah suatu prosedur terstruktur untuk meengindentifikasi dan
mencegah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode).
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

PT. Pundi Miranti (PT. PM) adalah salah satu perusahaan yang bergerak
dalam bidang jasa percetakan di Indonesia. PT. PM menghasilkan produk
percetakan salah satunya adalah continous form. Continous form adalah lembaran
kertas rangkap tiga yang biasa digunakan dalam kegiatan administrasi perbankan
atau perkantoran. Visi PT. Pundi Miranti adalah menjadi perusahaan skala
nasional. Misi PT. Pundi Miranti adalah melayani sepenuh hati demi kepuasan
pelanggan.
PT. Pundi Miranti berdiri pada tahun 2000 dengan nama CV. Pundi Miranti
berdasarkan akta notaris Masnah Sari, SH, no. 52 tanggal 14 April 2000. Setelah
mengalami perubahan terakhir dengan akta notaris Masnah Sari, SH, No. 122
tanggal 31 Juli 2007 mengenai Akte Pemasukan dan Pengeluaran Persero serta
Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Komanditer. Pada tahun 2009 berdasarkan
akta notaris Isa Aini Rahmawati, SH, M.Kn, tanggal 10 September 2012
mengenai perubahan status dari perusahaan komanditer (CV) menjadi perusahaan
terbatas (PT).
Lokasi perusahaan berada di Jl. Raden Kan’an No. 03 RT 05 RW 04
Kelurahan Tanah Baru Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. PT. Pundi Miranti
menyediakan jasa cetak brosur, leaflet, buku, company profile, continous form,
amplop, kop formulir dan lain-lain. Dalam kegiatan produksinya PT. PM
memiliki bagian quality control (QC) yang bertanggung jawab mengontrol proses
produksi maupun produk yang dihasilkan. Bagian ini juga bertugas untuk
melakukan inspeksi terhadap produk cacat atau reject.
Proses produksi PT. PM terdiri dari proses pracetak (prepress), cetak (press)
dan pascacetak (postpress). Kegiatan pracetak (prepress) merupakan tahap
persiapan yang mengolah material yang akan dicetak menjadi acuan cetak (plate).
Proses cetak (press) merupakan proses penggandaan gambar maupun teks yang
ada pada acuan ke bahan yang akan di cetak dengan menggunakan mesin cetak.
24

Proses pascacetak (postpress) merupakan penyelesaian dari kegiatan dari produk


yang telah tercetak sehingga terbentuk produk yang diinginkan.

4.2. Proses Produksi

Proses produksi yang dilakukan PT. PM terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap
pracetak (prepress), tahap cetak (press) dan tahap pascacetak (postpress).
Tahapan produksi yang terjadi saling mempengaruhi dan berkaitan. Kualitas
output pada tahap pracetak (prepress) mempengarui kualitas output tahap cetak
(press). Begitu pula pada tahap pascacetak, kualitas output yang dihasilkan
ditentukan pada tahap cetak (press).
Input pada tahap pracetak (prepress) berupa file naskah, film, plate, cairan
fixer & developer, cairan gom dan korektor plate. Output tahap pracetak
(prepress) berupa plate cetak yang kemudian dijadikan acuan atau master pada
tahap cetak (press). Tahap cetak (press) mendapatkan input berupa plate cetak,
tinta dan kertas. Output yang dihasilkan berupa lembaran kertas continous form.
Tahap terakhir adalah tahap pascacetak (postpress) mendapatkan input berupa
kertas yang telah dicetak dan di-lem. Tahap ini menghasilkan output berupa
lembar continous form yang sudah memiliki berbentuk tiga ply (rangkap) yang
siap untuk di packing dan siap dikirim ke konsumen. Aliran proses produksi PT.
Pundi Miranti dapat dilihat pada Gambar 3.
25

Tahap Pracetak Tahap Cetak Tahap Pascacetak


(Prepress) (Press) (Postpress)

Input Proses Output Input Proses Output Input Proses Output

Lembar
Naskah Plate, Lembar
Naskah Layout Proses Hasil Komplit
Digital Tinta, Cetak Halaman
Air, Cetak Cetak
Blanket (Continous
Form)
Naskah Lem
Film, Fix Film per Lem Tepi
& Dev Making Halaman

Sortir
Montase Film per Continous
Astration Form
Halaman Hlm
Cetak

Continous
Fix & Plate Acuan Box Packing
Dev, Gom
Form On
making Cetak
the box
(Plate)

Gambar 3. Alir proses produksi PT. Pundi Miranti


26

A. Tahap pracetak (prepress)

Proses produksi dimulai dari tahap pracetak (prepress) yang merupakan


tahap awal sebelum masuk ke tahap cetak (press). Tahap ini membutuhkan
input berupa file naskah, film, plate, cairan fixer & developer, cairan gom dan
korektor plate. Pembuatan plate dimulai dengan input berupa film yang berisi
naskah dan lembaran plate. Naskah atau image yang terdapat pada film
dicetakkan ke lembaran plate melalui proses penyinaran dengan
menggunakan alat pembuat plate (plate setter). Cairan developer berfungsi
untuk melarutkan daerah non-image dan menyisakan daerah image. Cairan
fixer berfungsi untuk membersihkan daerah yang dilarutkan (non-image) dan
menguatkan dearah image. Cairan gom berfungsi untuk melindungi plate dari
proses oksidasi.
Pekerjaan dalam tahap pracetak (prepress) terdiri dari layout, cetak film,
montase dan cetak plate. Pekerjaan layout dilakukan mengunakan komputer
dan printer. Output dari pekerjaan layout ini berbentuk file digital dan proof
(contoh cetakan) yang akan dicetak. Pembuatan film (film making)
menggunakan mesin image setter dan menghasilkan film yang sudah berisi
naskah. Pekerjaan montase dilakukan menggunakan komputer untuk
menghasilkan lembaran yang tersusun pada astralon. Pekerjaan pembuatan
plate menggunakan mesin plate setter untuk menghasilkan plate yang berisi
naskah, plate ini kemudian dijadikan acuan dalam tahap cetak (press).
Hasil akhir dari tahap pracetak adalah plate cetak yang kemudian
menjadi acuan atau master dalam tahap cetak (press). Proses pembuatan plate
dapat dilihat pada Gambar 4.

INPUT PROSES OUTPUT

Penyinaran
Film Pengembangan Plate Cetak
Plate

Gambar 4. Proses pembuatan Plate (Plate Making)


27

B. Tahap cetak (press)

Tahap cetak adalah tahap transfer tinta dari plate acuan ke blanket dan
kemudian ke kertas. Input tahap cetak (press) terdiri dari bahan baku utama
dan bahan pendukung. Bahan baku utama terdiri dari kertas dan tinta.
Sedangkan bahan pendukung terdiri dari plate, air pembasah, cairan fixer &
developer, cairan gom, korektor plate dan blanket. Plate adalah lembaran
acuan cetak yang terbuat dari logam alumunium. Air pembasah adalah cairan
kimia yang merupakan gabungan dari air, IPA dan FS.
IPA (iso prophile alcohol) berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan air serta mempercepat penguapan air pada blanket dan kertas.
Jumlah penggunaan IPA adalah 8% - 12% dari jumlah air pembasah yang
digunakan. FS (fountain solution) adalah cairan kimia yang bersifat asam.
Kandungan FS antara lain: gum arabic, anti bakteri, silikon dan surfactants.
Gum arabic berfungsi untuk melindungi permukaan plate agar tidak
mudah teroksidasi. Anti bakteri mencegah tumbuhnya lumut. Silikon
berfungsi untuk mencegah timbulnya busa dan surfactants berfungsi untuk
menurunkan tegangan pada permukaan air. Standar penggunaan FS adalah
2% - 3% dari jumlah air yang digunakan sebagai air pembasah.

C. Tahap pascacetak (postpress)

Tahap pascacetak (postpress) merupakan tahap terakhir dari proses


produksi yang dijalankan sebelum produk di distribusikan ke konsumen.
Tahap pascacetak yang dilakukan di PT. PM terdiri dari pekerjaan
pengeleman, sorting dan packing.
Pengerjaan pengeleman dilakukan dengan menggunakan mesin collator,
pengeleman dilakukan pada sisi kiri produk (continous form) agar dapat
menjadi rangkap tiga. Pengerjaan sorting dilakukan untuk menyortir dan
menyeleksi produk yang tidak memenuhi kualitas. Produk (continous form)
yang tidak memenuhi standar akan dibuang. Pekerjaan terakhir adalah
packing, produk berupa continous form di masukkan kedalam box setelah
melewati proses pengeleman melalui mesin collator. Satu box berisi 6000 ply
continous form.
28

4.3. Standar Mutu produk

PT. PM menetapkan standar mutu untuk produk yang dihasilkan. Standar


mutu tersebut menjadi acuan dalam memproduksi produk sebelum di
distribusikan ke konsumen. Pada tahap pascacetak (postpress) dilakukan
pengecekan terhadap produk yang telah di produksi.
PT. PM memproduksi produk lembar continous form. Perusahaan
menetapkan standar mutu untuk produk continous form agar menjaga kualitas
produk yang dihasilkan. Penentu yang digunakan dalam standar mutu PT. PM
dibagi menjadi empat kriteria, yaitu kesesuaian ukuran, tingkat kerapihan, daya
tahan produk dan kualitas cetak.
Standar mutu yang pertama adalah kesesuaian produk. Produk yang
dihasilkan harus harus sesuai dengan keinginan pelanggan. Tingkat kerapihan
dilihat dari apakah hasil pemotongan bahan baku, terjadi lipatan atau kebersihan
produk yang dihasilkan. Daya tahan produk yang dihasilkan ditentukan kualitas
bahan baku yang digunakan. Kualitas cetak ditentukan dari tingkat kecerahan
tinta, kombinasi warna kerta dengan tinta dan kualitas tinta yang digunakan.
Produk yang dihasilkan dinyatakan cacat (reject) apabila produk tersebut
tidak memenuhi standar mutu yang telah ditentukan oleh PT. PM roduk yang
dinyatakan cacat (reject) tidak akan didistribusikan ke konsumen. Produk reject
yang dihasilkan dinyatakan sebagai limbah dan kemudian dijual ke pengepul
barang bekas.

4.4. Metode Six Sigma

Six Sigma merupakan sebuah metodologi terstruktur untuk memperbaiki


proses yang difokuskan pada usaha mengurangi variasi proses (process variances)
sekaligus mengurangi cacat (produk atau jasa yang diluar spesifikasi) dengan
menggunakan statistik dan problem solving tools secara intensif. Six sigma terdiri
dari tahapan yang disebut DMAIC (define, measure, analyze, improve dan
control).

4.4.1 Define

Untuk dapat melakukan perbaikan terhadap proses produksi, tentunya kita


harus mengetahui tentang proses yang berjalan. Define merupakan langkah yang
29

dilakukan dalam metode six sigma. Pada tahap ini dilakukan pengidentifikasian
proses produksi secara garis besar. Tujuan dari tahap ini adalah agar dapat
mengetahui aliran kerja dari input yang digunakan sampai produk dihasilkan.
Dengan demikian dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan agar
dapat meningkatkan kualitas produk.
1. Karakteristik Produk
Sebelum menggambarkan proses produksi yang dilakukan perlu diketahui
tentang produk dan karakteristiknya. Produk yang dihasilkan PT. PM adalah
continous form. Continous form adalah kertas yang sambung-menyambung
secara berlipat dengan garis perforasi (garis putus-putus) dan lubang di tepi
kanan dan kirinya (punch hole). Continuous form yang biasa digunakan
memiliki berbagai ukuran seperti:
1. 9,5 inch x 11 inch.
2. 9,5 inch x 12 inch.
3. 9,5 inch x 13 inch.
4. 9,5 inch x 14 inch.
Continous form dapat dicetak dalam 1 ply sampai 6 ply (rangkap) biasa
digunakan untuk:
1. Keperluan bisnis perdagangan:
a. Purchase order (PO)
b. Faktur pajak
c. Invoice/kwitansi/faktur
d. Delivery order/Surat Jalan, dll
2. Keperluan rumah sakit/laboratorium/klinik:
a. Kwitansi pembayaran
b. Biaya tagihan
c. Faktur farmasi
d. Hasil laboratorium, dll
3. Keperluan perbankan:
a. Slip pembayaran
b. Slip penarikan, dll
30

2. Diagram SIPOC
Diagram SIPOC (supplier-input-process-output-customer) digunakan
untuk mengetahui aliran proses yang terjadi dari bahan baku dikirim hingga
produk sampai ke tangan konsumen sehingga dapat di kenali hubungan
variabel input dan responnya. Diagram SIPOC pada produksi continous form
PT. PM dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

SUPPLIER INPUT PROCESS OUTPUT COSTUMER

Kertas HVS
70gr -120gr
Tinta “best 1. Pracetak
PT.Pabrik One Emblem” (prepress)
Kertas Plate 2. Cetak Continous Perkantoran,
TJIWI Cairan fixer (press) Form bank, dll
KIMIA, tbk & developer 3. Pascacetak
(Roll Cairan gom (postpress)
Paper) Cairan IPA
Cairan FS

Gambar 5. Diagram SIPOC

a. Supplier
PT. PM menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan dalam pengadaan
bahan baku dan bahan lainnya yang diperlukan selama proses produksi.
Pengadaan bahan baku serta bahan baku pendukung telah dijadwalkan
sebelumnya sesuai dengan kebutuhan produksi.
b. Input
Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi continous form
menggunakan kertas HVS 70gr – 120gr. PT. PM menggunakan tinta merk
“Best One Emblem” dalam kegiatan produksi continous form.
c. Process
Proses produksi yang dilakaukan dalam memproduksi continous form terdiri
tiga tahap yaitu, tahap pracetak (prepress), tahap cetak (press) dan tahap
pascacetak (postpress).
1) Tahap Pracetak (prepress)
Tahap ini membutuhkan input berupa file naskah, film, plate, cairan fixer &
developer, gom dan korektor plate. Pekerjaan dalam tahap pracetak terdiri
dari layout, cetak film, montase dan cetak plate. Hasil akhir dari tahap
31

pracetak adalah plate cetak yang kemudian menjadi acuan atau master
dalam tahap cetak (press).
2) Tahap Cetak (press)
Input tahap cetak (press) terdiri dari bahan baku utama dan bahan
pendukung. Bahan baku utama terdiri dari kertas dan tinta. Sedangkan
bahan pendukung terdiri dari plate, air pembasah, cairan fixer & developer,
cairan gom, korektor plate dan blanket. Output dari tahap cetak (press)
adalah lembar continous form yang belum memiliki rangkap.
3) Tahap Pascacetak (postpress)
Tahap pascacetak yang dilakukan di PT. PM terdiri dari pekerjaan
pengeleman, sorting dan packing. Pengerjaan pengeleman dilakukan dengan
menggunakan mesin collator, pengeleman dilakukan pada sisi kiri produk
(continous form) agar dapat menjadi rangkap tiga.
d. Output
Proses produksi yang dijalankan PT. PM menghasilkan lembar continous form
berbentuk tiga rangkap (3 ply)
e. Customer
Produksi PT. PM berdasarkan on job order, artinya costumer harus melakukan
pemesanan terlebih dahulu sebelum produksi dijalankan. Costumer PT. PM
adalah pihak perbankan atau perkantoran yang membutuhkan lembar continous
form.
3. Diagram Critical to Quality (CTQ)
Critical to Quality (CTQ) merupakan karakteristik dari sebuah produk atau jasa
yang memenuhi kebutuhan konsumen. Karakteristik tersebut adalah kesesuaian
ukuran, tingkat kerapihan produk, daya tahan produk dan kualitas cetak. Data
yang dikumpulkan untuk membuat critical to quality (CTQ) diperoleh melalui
feedback pelanggan yang diterima perusahaan. Berikut tabel keluhan
pelanggan yang diterima PT. PM pada tahun 2012:
32

Tabel 6 Tabel keluhan kelanggan PT.PM 2012


Jumlah Persentase (%)
No. Keluhan
(Box)
1 Tinta kurang tebal 24 15
2 terdapat noda 20 12,5
3 cetakan tidak presisi 16 10
4 cetakan tembus 8 5
5 produk terlipat 57 35,625
6 produk berjamur 17 10,625
7 produk robek 7 4,375
8 cetakan tidak rata 11 6,875
Total 160 100
Sumber: PT. Pundi Miranti (2012)

Jika dikategorikan keluhan-keluhan yang diterima oleh PT. PM, maka didapat
CTQ sebagai berikut:
Tabel 7. Tabel CTQ
Keluhan CTQ Jumlah (box)
Terdapat noda
Terlipat Kerapihan Produk 84
Robek
Tinta kurang tebal
Cetakan tidak presisi
Kualitas Cetak 59
Cetakan tembus
Cetakan tidak rata
Produk berjamur Daya tahan Produk 17
- Kesesuaian Produk 0
Total 160
Sumber: PT. Pundi Miranti (2012)

Keluhan pelanggan yang diterima di kategorikan kedalam empat kategori.


Kategori yang dipilih merupakan standar kualitas yang ditetapkan perusahaan.
Kategori Kerapihan produk terdiri dari: terdapat noda, produk terlipat dan
robek yang berjumlah 84 box. Kategori kualitas cetak terdiri dari keluhan: tinta
kurang tebal, cetakan tidak presisi, cetakan tembus dan cetakan tidak rata yang
berjumlah 59 box. Kategori daya taha produk hanya terdapat satu jenis keluhan
yaitu produk mudah berjamur sebanyak 17 box. Sedangkan kategori kesesuaian
produk tidak ada keluhan, namun tetap menjadi critical to quality karena
termasuk standar kualitas yang ditetapkan oleh perusahaan. Berikut hubungan
CTQ dengan proses produksi dapat dilihat pada Gambar 6.
33

PROSES

PRACETAK CETAK PASCACETAK

Kesesuaian
Ukuran 

Tingkat   
Kerapihan

CTQ
Daya tahan  
Produk

Kualitas  
Cetak

Gambar 6. Hubungan CTQ dengan proses produksi

a. Kesesuaian Ukuran

Jenis cacat pada kriteria kesesuaian ukuran terjadi pada tahap cetak
(press). Kertas yang menjadi bahan baku dipotong terlebih dahulu sesuai
keinginan konsumen sebelum masuk ke mesin cetak. Tingkat ketelitian
operator dalam memotong kertas menjadi faktor penting dalam jenis cacat ini.
Cacat yang potensial terjadi pada proses pemotongan kertas. Contoh cacat yang
terjadi pada kriteria ini adalah ukuran tidak sesuai dengan keinginan (terlalu
besar/kecil).

b. Tingkat Kerapihan

Jenis cacat yang dapat terjadi pada kriteria ini pada semua tahap
produksi, seperti kurang telitinya pada pembuatan plate di tahap pracetak
(prepress), sehingga timbul bercak-bercak kotoran debu, pasir atau benda asing
lain yang menempel pada plate. Pada tahap cetak (press) jenis cacat yang dapat
terjadi adalah ketidaktepatan hasil cetakan pada kertas yang digunakan
(cetakan kurang presisi). Sedangkan pada tahap pascacetak (postpress) cacat
34

yang terjadi seperti teknik pengepakan (packing) yang kurang salah sehingga
mengakibatkan produk terlipat. Cacat yang potensial terjadi adalah produk
terlipat, terdapat noda, robek, dan permukaan bergelombang.

c. Daya Tahan Produk

Jenis cacat yang dapat terjadi pada kriteria ini terjadi pada tahap cetak
(press) dan pascacetak (postpress). Pada tahap cetak (press) terlalu banyak
tinta yang tercetak pada kertas, sehingga produk memiliki kelembaban yang
tinggi. Pada tahap pascacetak (postpress), kesalahan penyimpanan pada tempat
yang suhu dan kelembabannya terlalu tinggi atau terlalu rendah. Cacat yang
potensial terjadi adalah produk terlalu lembab atau terlalu kering.

d. Kualitas Cetak

Jenis cacat pada kriteria ini adalah kesalahan dalam pembuatan plate
(tahap pracetak), sehingga plate yang tercetak tidak sesuai dengan yang
diinginkan. Selain itu, cacat pada kriteria ini dapat terjadi pada tahap cetak
(press), kesalahan pemilihan tinta dan hasil cetakan kurang jelas merupakan
jenis cacat yang dapat terjadi pada kriteria ini.

4.4.2 Measure

Measure adalah langkah kedua dalam metode DMAIC yang merupakan


tindak lanjut dari langkah define. Tujuan dari six sigma adalah pengembangan
pada proses secara terus-menerus hingga mencapai 6-sigma (3,4 DPMO) dengan
mengetahui level sigma perusahaan saat ini, kita dapat menentukan target yang
ingin dicapai. Berikut tabel produk reject PT. Pundi Miranti.

a. Perhitungan Sigma

Ukuran sigma menunjukkan tingkat penyimpangan yang terjadi. Ukuran


sigma merupakan suatu indikator dari tingkat variasi dalam seperangkat
pengukuran atau proses dengan mengonversi nilai dari DPMO kedalam tabel
sigma. Ukuran sigma dapat menunjukkan posisi perusahaan berada. Berikut
perhitungan sigma pada PT. PM
35

Tabel 8. Tabel produk reject PT. Pundi Miranti Jun 2012-Mei 2013
Daya Total
Kesesuaian Tingkat Kualitas Total
Bulan Tahan Cacat
Ukuran Kerapihan Cetak Produksi
Produk (Reject)
Juni 0 380 300 20 700 28.000
Juli 0 320 270 30 620 28.000
Agustus 0 364 156 36 556 28.000
September 0 328 172 23 523 28.000
Oktober 0 384 215 27 626 28.000
November 0 311 240 24 575 28.000
Desember 0 340 298 32 670 28.000
Januari 0 336 234 25 595 28.000
Februari 0 274 278 26 578 28.000
Maret 0 280 189 20 489 28.000
April 0 368 203 19 590 28.000
Mei 0 377 237 22 636 28.000
Total Cacat
0 4062 2792 304 7158 336.000
(Reject)
Sumber: PT. Pundi Miranti

Total Defect 7.158


Defect per Unit (DPU) = = . = 0,0213035
Jumlah Output 336.000

Total Defect
DPMO = x1,000,000 x 1.000.000
Total Opportunity
7.158
= x 1.000.000
336.000 x 4

= 5.325

Berdasarkan tabel konversi six sigma (lampiran 1), maka 5.325 DPMO berada
pada:

6.200 – 5.325 4- x
=
5.325– 4.350 x – 4,125
875 4- x
=
975 x – 4,125

875x – 3.609,375 = 3.900 – 975x


1850x = 7.509,375
x = 4,05912 Sigma
36

Dari hasil ini menunjukkan bahwa berdasarkan Tabel Konversi Six Sigma,
kinerja PT. PM berada pada level sigma empat (4σ) dengan nilai DPMO 5.325.
Dengan demikian PT. PM berada diantas sigma tiga (3σ) dengan nilai DPMO
sebesar 66.800 dan sigma lima (5σ) dengan nilai DPMO sebesar 320.
PT. PM harus menekan jumlah cacat produk hingga mencapai level sigma
enam (6σ). Hal ini berarti PT. PM harus menekan DPMO hingga mencapai nilai
3,4. Perhitungan dilakukan dengan mensubtitusikan nilai DPMO sebesar 3,4 pada
rumus DPMO.
Total Defect
DPMO = x 1.000.000
Total Opportunity
Total Defect
3.4 = x 1.000.000
336.000 x 4
4.569.600 = Total Defect x 1,000,000

Total Defect = 4,5696 unit ∞ 5 unit


Total defect sebesar 5 unit ini harus dicapai agar mencapai level sigma enam
(6σ), sehingga PT. PM akan mampu menjadi industri kelas dunia.

b. Control Chart

Jenis control chart yang di gunakan adalah U-Chart. U-Chart digunakan untuk
pengendalian jumlah cacat per unit. Berikut perhitungan U-Chart pada PT. PM
dengan menggunakan Software Microsoft Excel dan Minitab 15.
37

Tabel 9. Perhitungan u-chart control limit continous form


Upper Lower
Produksi Cacat Centre Control Control
Bulan
(N) (Ci) Limit (CL) Limit Limit
(UCL) (LCL)
Juni 28000 700 0,025 0,026537 0,016069997
Juli 28000 620 0,022142857 0,026537 0,016069997
Agustus 28000 556 0,019857143 0,026537 0,016069997
September 28000 523 0,018678571 0,026537 0,016069997
Oktober 28000 626 0,022357143 0,026537 0,016069997
November 28000 575 0,020535714 0,026537 0,016069997
Desember 28000 670 0,023928571 0,026537 0,016069997
Januari 28000 595 0,02125 0,026537 0,016069997
Februari 28000 578 0,020642857 0,021304 0,016069997
Maret 28000 489 0,017464286 0,026537 0,016069997
April 28000 590 0,021071429 0,026537 0,016069997
Mei 28000 636 0,022714286 0,026537 0,016069997
Total 336000 7158
Pundi Miranti (2013)

Contoh perhitungan U-chart:


Bulan Juni:
ū = Jumlah Defect (C) =
7158 = 0,0213035
Jumlah Output (N) 336000

Ci
Centre Line (CL) = = 700 = 0,025
Ni 28000
ū
Upper Control Limit (UCL) = ū + 6 √ Ni
0,0213035
= 0,02130 + 6 √ 28000
= 0,0265371
ū
Lower Control Limit (LCL) = ū – 6 √ Ni
0,0213035
= 0,02 – 6 √ 28000
= 0,0160700
38

U Chart of Continous Form


1
0,025
1
0,024 UCL=0,023920
Sample Count Per Unit 0,023

0,022
_
U=0,021304
0,021

0,020

0,019
LCL=0,018687
1
0,018

1
0,017
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sample

Gambar 7. U-chart continous form


Berdasarakan U-chart pada Gambar 6, terdapat beberapa titik yang berada
diluar batas kendali yaitu pada bulan Juni dan Maret serta terdapat dua titik yang
berada pada batas kendali yaitu pada Bulan September dan Desember. Hal ini
dianggap sebagai proses yang tak terkendali karena terdapat empat titik yang
berada jauh dari centre line. Pada bulan Juni terjadi produk reject sebanyak 700
box yang disebabkan oleh silinder mesin continous form yang rusak, sehingga
dilakukan maintenance pada mesin continous form tersebut. Bulan September
terjadi produk cacat sebanyak 523 box yang disebabkan kelalaian operator dalam
melakukan pengecekan terhadap tinta yang digunakan. Bulan Desember terjadi
produk cacat sebanyak 670 box yang disebabkan pada bulan ini perusahaan
melakukan renovasi ruang produksi yang menyebabkan banyaknya debu, pasir
dan kerikil yang menyebabkan terjadinya produk reject. Sedangkan pada bulan
Maret terjadi kerusakan mesin produksi yang menyebabkan terjadinya 489 box
produk reject.

4.4.3 Analyze

Analyze adalah langkah ketiga dalam metode DMAIC. Setelah pengukuran


dilakukan pada tahap measure. Identifikasi dilakukan untuk mengetahui faktor-
faktor yang mempengaruhi dan faktor apa yang dianggap paling dominan agar
39

dapat dilakukan perbaikan terhadap proses yang ada. Tools yang digunakan
adalah:

a. Diagram Pareto
PT. PM menetapkan empat kriteria kegagalan yang terjadi, yaitu kesesuaian
ukuran, tingkat kerapihan produk, daya tahan produk dan kualitas cetak. Namun,
untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam perbaikan kualitas, penelitian
hanya dilakukan terhadap cacat yang memiliki prioritas tertinggi dalam fikus
penelitian
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengetahui kriteria reject apa
yang paling sering terjadi produk. Dengan menggunakan diagram pareto
membantu mengetahui urutan jenis cacat yang paling mempengaruhi atau
dominan.
Berdasarkan tabel produk reject PT. PM jumlah reject yang terjadi pada
produk continous form dirangkum dalam Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Tabel jumlah cacat (reject) produk continous form


Jumlah
Jenis Cacat % Cacat % kumulatif
Cacat (Box)
Kesesuaian Ukuran 0 0 0

Tingkat Kerapihan 4062 56,8 56.8

Daya Tahan Produk 2792 39,0 95,8

Kualitas Cetak 304 4,2 100

Selanjutnya, berdasarkan data pada Tabel 10, di buat diagram pareto


dengan menggunakan Software Minitab 15.
40

Pareto Chart of Defect


8000

7000 100

6000
80
5000

Percent
count
60
4000

3000 40

2000
20
1000

0 0
defect Tingkat Kerapihan Daya Tahan Produk Other
count 4062 2792 304
Percent 56,7 39,0 4,2
Cum % 56,7 95,8 100,0

Gambar 8. Diagram pareto tingkat cacat continous form


Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kegagalan dominan terjadi pada
tingkat kerapihan sebesar 56,8% dan daya tahan produk 39% dan kualitas cetak
(4,2%) sedangkan ukuran tidak sesuai (0%) tidak dimasukkan ke dalam fokus
penelitian karena dianggap tidak memberikan pengaruh sebagai penyebab cacat
produk yang terjadi.

b. Cause and Effect Diagram (Fishbone Diagram)

Berdasakan diagram pareto tingkat cacat continous form PT. PM diketahui


kriteria cacat yang terjadi di PT. PM adalah tingkat kerapihan produk, daya tahan
produk dan kualitas cetak. Dalam melakukan analisa sumber ketiga cacat tersebut,
alat yang digunakan adalah cause and effect diagram atau diagram tulang ikan.
Diagram tulang ikan membagi 5 (lima) faktor yang mempengaruhi terjadinya
produk cacat yaitu, man (manusia), machine (mesin), material (bahan baku),
method (metode) dan environment (lingkungan).
Kriteria tingkat kerapihan produk, daya tahan produk dan kualitas cetak
telah ditentukan sebagai penyebab produk cacat. Langkah selanjutnya adalah
melakukan analisa untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
setiap kriteria penyebab produk cacat tersebut dengan menggunakan diagram
tulang ikan. Berikut diagram tulang ikan untuk kerapihan produk disajikan pada
Gambar 8 berikut ini.
41

Fishbone Diagram
Material Personnel

kurang terampil

kualitas bahan tidak baik tidak mengikuti standar


kerja
kurang teliti

bahan kotor ceroboh

kurang pengalaman
Tingk at
Kerapihan
Produk
komponen aus
motode y ang digunakan salah

mesin macet
ketidaksempurnaan proses
pracetak mesin y ang kotor

perlakuan produk tidak baik


kesalahan setting

Methods Machines

Gambar 9. Diagram tulang ikan kriteria kerapihan produk PT. PM

Berdasarkan diagram tulang ikan pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa faktor
penyebab tingginya cacat kriteria kerapihan produk pada PT. PM adalah:
1. Faktor manusia
a. Kurang terampilnya karyawan dalam bekerja.
b. Adanya karyawan yang tidak mengikuti standar kerja perusahaan.
c. Kurang teliti dalam bekerja.
d. Kecerobohan karyawan dalam bekerja .
e. Kurang memiliki pengalaman sehingga tingkat kesalahan yang dilakukan
masih tinggi.
2. Faktor mesin
a. Setting mesin yang dilakukan tidak sesuai, sehingga kinerja mesin kurang
optimal.
b. Keadaan mesin yang kotor. Mesin terlalu berdebu, berpasir atau terdapat
benda-benda asing lainnya.
c. Ketidaksempurnaan pada proses cetak akibat pemasangan silinder yang
tidak presisi dapat menyebabkan mesin berhenti beroperasi atau menjadi
macet.
d. Komponen aus. Hal ini menyebabkan proses produksi terhambat atau
bahkan terhenti akibat adanya komponen yang telah usang.
42

3. Faktor material
a. Kualitas bahan yang tidak baik. Menyebabkan kertas mudah rusak ketika
dipotong, diangkut atau ketika dipindahkan. Hal ini mempengaruhi tingkat
kerapihan produk yang dihasilkan.
b. Bahan baku kotor. Apa bila kertas yang digunakan kotor, makan produk
yang dihasilkan juga pasti akan gagal. Kotornya kertas dapat disebabkan
oleh noda, pasir, debu dan benda-benda asing lainnya yang masuk kedalam
proses produksi.
4. Faktor metode
a. Proses yang dilakukan tidak mengikuti prosedur dan standar yang
ditetapkan perusahaan.
b. Ketidaksempurnaan pada proses pracetak. Sehingga plate yang dihasilkan
terdapat titik-titik noda. Hal ini yang akan terjadi pada produk nantinya.
Faktor penyebab kriteria cacat produk mudah rusak dapat dilihat pada
diagram tulang ikan pada Gambar 10 dibawah ini.

Fishbone Diagram
Measurements
Environment Material Personnel

suhu ruang terlau kualitas bahan baku kesalahan bahan baku


tinggi y ang kurang baik

kelembaban tinggi bahan basah kesalahan tempat


peny impanan

Day a tahan
Produk
Rendah

metode y ang digunakan salah roll terlalu panas

terlalu lama disimpan tinta terlalu tebal

Methods Machines

Gambar 10. Diagram tulang ikan kriteria daya tahan produk PT. PM
Berdasarkan diagram tulang ikan pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa
faktor penyebab tingginya daya tahan produk pada PT. PM adalah:
43

1. Faktor manusia
a. Kesalahan pemilihan bahan baku. Kertas yang memliki kualitas yang rendah
akan menghasilkan produk yang berkualitas rendah pula. produk akan
menjadi terlalu basah setelah proses produksi berjalan. Hal ini akan
mempengaruhi daya tahan produk.
b. Kesalahan pemilihan tempat penyimpanan. Storage atau tempat
penyimpanan yang kurang tepat akan menyebabkan produk menjadi cepat
rusak. Keadaan terlalu lembab akan menyebabkan produk ditumbuhi jamur,
apabila storage terlalu panas akan menyebabkan produk menjadi kering.
2. Faktor mesin
a. Silinder terlalu panas. Silinder merupakan komponen yang penting dalam
mesin cetak. Apabila tidak dipasang dan di setting dengan tepat, silinder
akan bekerja tidak optimal sehingga menyebabkan silider menjadi cepat
panas. Silinder yang terlalu panas akan menyebabkan tinta yang di
distribusikan ke kertas pun menjadi tidak optimal, selain itu dapat membuat
kertas menjadi kering.
b. Tinta teralalu tebal. Tinta yang dicetak kedalam kertas dengan tingkat
ketebalan yang tinggi menyebabkan produk yang terlalu basah atau lembab.
Hal ini dapat menyebabkan timbulnya jamur pada produk.
3. Faktor material
a. Kualitas bahan yang tidak baik menyebabkan hasil cetakan menjadi kurang
baik pula. Produk dapat menjadi terlalu basah atau terlalu kering.
b. Bahan yang terlalu basah akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada kertas
yang akan digunakan. Hal ini dapat menurunkan kualitas bahan baku yang
digunakan.
4. Faktor metode
a. Metode yang digunakan tudak tepat. Contohnya ketika mengangkat bahan
baku atau produk jadi harus menggunakan lifter tidak boleh mengangkat
secara manual dengan tangan.
b. Terlalu lama disimpan. Bahan baku ataupun produk jadi tidak bisa disimpan
terlalu lama. Hal ini dapat menyebabkan produk menjadi rusak, terlipat,
sobek, berjamur dan lain-lain.
44

5. Faktor lingkungan
a. Suhu ruang terlalu tinggi. Kondisi lingkungan yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan produk ataupun bahan baku menjadi kering sehingga
menurunkan kualitas atau bahkan dapat menjadi rusak.
b. Suhu rung terlalu rendah. Kondisi lingkungan yang terlalu rendah dapat
mengakibatkan munculnya jamur. Hal ini dapat menyebabkan bahan baku
dan produk jadi menjadi rusak.
Sedangkan faktor penyebab kriteria kualitas cetak dapat dilihat pada
diagram tulang ikan pada Gambar 11 dibawah ini.

Cause-and-Effect Diagram
Material Personnel

kualitas bahan baku y ang kurang kurang terampil


baik membuat plate

bahan basah

Kualitas
Cetak Jelek

bak tinta bocor

setting mesin y ang tidak


tepat
mesin berdebu dan kotor

Machines

Gambar 11. Diagram tulang ikan kriteria kualitas cetak PT. PM


Berdasarkan diagram tulang ikan pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa
faktor penyebab kriteria kualitas cetak pada PT. PM adalah:
1. Faktor manusia
Karyawan kurang terampil dalam membuaat plate cetak yang menjadi
acuan cetak pada proses cetak (press). Plate yang dihasilkan naskah cetaknya
kurang tebal. Hal ini menyebabkan hasil cetakan yang dihasilkan kurang tebal
pula. Selain itu, plate jadi sering diganti karena naskah yang tercetak di plate
menjadi hilang.
45

2. Faktor mesin
a. Mesin berdebu dan kotor. Hal ini menyebabkan tinta yang tercetak terlapisi
debu atau benda asing lainnya (pasir, kerikil dll). Cetakan yang dihasilkan
menjadi tidak sempurna dan produk yang dihasilkan tidak halus.
b. Bak tinta bocor. Kebocoran tinta mempengaruhi kualitas cetak,
menyebabkan terjadinya bercak pada produk.
c. Setting mesin yang tidak tepat, menyebabkan kualitas produk tidak
maksimal, hasil cetakan menjadi terlalu tebal atau terlalu tipis.
3. Faktor material
a. Kualitas bahan yang tidak baik menyebabkan hasil cetakan menjadi kurang
baik pula. Produk dapat menjadi terlalu basah atau terlalu kering.
b. Bahan yang terlalu basah akan menyebabkan tumbuhnya jamur pada kertas
yang akan digunakan. Hal ini dapat menurunkan kualitas bahan baku yang
digunakan.

4.4.4 Improve

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) adalah metode analisa dengan
mengidentifikasi penyimpangan potensial yang mungkin dan memberikan nilai
kuantitatif terhadap setiap faktor yang diidentifikasi tersebut. Pemberian bobot
atau nilai didapatkan melalui diskusi dengan manajer produksi, supervisor dan
operator. Pemberian bobot occurance, severity dan detectability pada setiap
penyebab potensial yang diidentifikasi berdasarkan rating occurance, rating
severity, dan rating detectability.

a. Improvement pada Kriteria Kerapihan Produk.

FMEA untuk kriteria kerapihan produk dihasilkan dari diskusi dengan pihak
perusahaan. Tabel FMEA kriteria kerapihan produk dapat dilihat pada Tabel 11
berikut.
46

Tabel 11. FMEA kriteria kerapihan produk PT. PM


Efek Modus Penyebab
CTQ Kegagalan Kegagalan Potensial O S D RPN Rekomendasi
Potensial Potensial
Karyawan kurang Memberikan pelatihan
Ukuran tidak presisi terampil ketika 3 7 5 105 kepada karyawan
Produk memotong bahan baku
Kerapihan tidak rapi Pemasangan silinder Memberikan pelatihan
(tidak
Produk presisi Terlipat yang tidak tepat 5 7 7 245 dan melakukan inspeksi
kotor dan pada mesin terhadap operator dan
terlipat) continous form mesin
Lingkungan kerja yang tidak 4 3 5 60 Menerapkan
Noda
bersih metode 5S
Untuk memfokuskan peningkatan kualitas, prinsip Pareto digunakan dalam
memprioritaskan penyebab-penyebab dari kriteria kerapihan produk. Bobot
penyebab-penyebab dari kriteria kerapihan produk pada Tabel 12 dikelompokkan
dan kemudian dibuat diagram pareto dengan menggunakan software Minitab 15.

Tabel 12. Tabel bobot RPN kriteria kerapihan produk PT. PM


Penyebab Potensial RPN % Total % Kumulatif
Mesin 245 59,756 59,756
Karyawan 105 25,610 85,366
Lingkungan 60 14,634 100,000

Pareto Chart Kerapihan Produk

400 100

80
300

60
Percent
Count

200
40

100
20

0 0
Defect Mesin Karyawan Lingkungan
Count 245 105 60
Percent 59,8 25,6 14,6
Cum % 59,8 85,4 100,0

Gambar 12. Diagram pareto bobot RPN kriteria kerapihan produk

Berdasarkan diagram pareto pada Gambar 12, diketahui bahwa penyebab


yang dominan kriteria kerapihan produk adalah faktor mesin produksi, sesuai
47

dengan hasil brainstorming dengan pihak perusahaan dan yang telah digambarkan
pada gambar fishbone. Faktor mesin produksi perlu mendapatkan perhatian utama
dalam upaya peingkatan kualitas. Selajutnya adalah faktor karyawan dan
lingkungan.

b. Improvement pada Kriteria Daya Tahan Produk

FMEA untuk kriteria daya tahan produk dihasilkan dari diskusi dengan
pihak perusahaan. Tabel FMEA kriteria daya tahan produk dapat dilihat pada
Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. FMEA kriteria daya tahan produk PT. PM


Efek Modus Penyebab
CTQ Kegagalan Kegagalan Potensial O S D RPN Rekomendasi
Potensial Potensial
Pengaturan (setting) Memberikan pelatihan
mesin yang tidak sesuai 3 5 5 75 kepada karyawan
Terlalu
lembab/kering dengan standar operasi
6 5 4 120 Melakukan pemilihan
kualitas cat rendah
supplier secara selektif
Daya Produk Terdapat debu 5 3 5 45 Menerapkan
Tahan mudah dan kotoran metode 5S
Produk rusak Berjamur Melakukan pemilihan
Lingkungan terlalu lembab 4 6 3 72 supplier dan bahan baku
secara selektif
Temperatur Ruang penyimpanan Memberikan penyejuk
ruang yang terlalu panas atau 5 4 4 100 ruangan
tidak sesuai terlalu lembab

Untuk memfokuskan peningkatan kualitas, prinsip Pareto digunakan dalam


memprioritaskan penyebab-penyebab dari jenis kriteria kerapihan produk. Bobot
penyebab-penyebab dari kriteria kerapihan produk pada tabel FMEA
dikelompokkan dan kemudian dibuat diagram pareto dengan menggunakan
software Minitab 15.
Tabel 14. Tabel bobot RPN kriteria daya tahan produk PT. PM
Penyebab Potensial RPN % Total % Kumulatif
Lingkungan 172 39,359 39,359
Bahan Baku 165 37,757 77,116
Mesin 100 22,883 100,000
48

Pareto Chart Daya Tahan Produk


500

100
400
80
300

Percent
Count

60

200
40

100 20

0 0
Defect Lingkungan Bahan Baku Mesin
Count 172 165 100
Percent 39,4 37,8 22,9
Cum % 39,4 77,1 100,0

Gambar 13. Diagram pareto bobot RPN kriteria daya tahan produk

Berdasarkan diagram pareto pada Gambar 13, diketahui bahwa penyebab yang
dominan kriteria daya tahan produk adalah faktor lingkungan. Faktor bahan baku
dan mesin berturut-turut menjadi faktor yang dominan setelah bahan baku.

c. Improvement pada Kriteria Kualitas Cetak.


FMEA untuk kriteria kualitas cetak dihasilkan dari diskusi dengan pihak
perusahaan. Tabel FMEA kriteria daya tahan produk dapat dilihat pada Tabel 15
di bawah ini.
Tabel 15. FMEA kriteria kualitas cetak PT. PM
Efek Modus Penyebab Rekomendasi
CTQ Kegagalan Kegagalan Potensial O S D RPN
Potensial Potensial
kinerja mesin yang melakukan tindakan
preventive
5 3 5 75
tidak optimal maintenance
terlalu
tebal/tipis
Kualitas Hasil cetak Pembuatan plate yang Memberikan pelatihan
5 6 3 90
Cetak tidak kurang rapi kepada karyawan
sempurna Terdapat debu Menerapkan
5 2 5 50
dan kotoran metode 5S
Tidak bahan yang digunakan
merata Melakukan pemilihan
supplier dan bahan
terlalu lembab (basah) 4 4 3 48
baku
secara selektif
49

Untuk memfokuskan peningkatan kualitas, prinsip Psareto digunakan dalam


memprioritaskan penyebab-penyebab dari jenis kriteria kualitas cetak. Bobot
penyebab-penyebab dari kriteria kualitas cetak pada tabel FMEA dikelompokkan
dan kemudian dibuat diagram pareto dengan menggunakan software Minitab 15.
Tabel 16. Tabel bobot RPN kriteria kualitas cetak PT. PM
Penyebab Potensial RPN % Total % Kumulatif
Karyawan 90 34,221 34,221
Mesin 75 28,517 62,738
Lingkungan 50 19,011 81,750
Bahan Baku 48 18,251 100,000

Pareto Chart of Kualitas Cetak


300

100
250

80
200

Percent
Count

60
150

100 40

50 20

0 0
Defect Karyawan Mesin Lingkungan Bahan Baku
Count 90 75 50 48
Percent 34,2 28,5 19,0 18,3
Cum % 34,2 62,7 81,7 100,0

Gambar 14. Diagram pareto bobot RPN kriteria kualitas cetak

4.4.5 Control

Tahap terakhir dalam fase six sigma adalah control. Pada tahap ini hasil
peningkatan kualitas didokumentasikan. Tahapan produksi yang menunjukkan
peningkatan proses dibakukan dan dijadikan standar operasi. Data yang
didokumentasikan mencakup 5 faktor yang mempengaruhi kualitas produk.
Faktor-faktor tersbut adalah mesin, metode, karyawan, lingkungan dan bahan
baku.
Pengendalian kualitas secara statistikal harus senantiasa dilakukan agar
proses produksi berada dalam kendali statistik. Control chart digunakan untuk
dapat memberikan informasi mengenai proses produksi tersebut. Control chart
yang dapat digunakan pada PT. PM adalah U-Chart. U-Chart digunakan untuk
50

mengendalikan tingkat reject dari keseluruhan produk maupun pengendalian dari


beberapa jenis reject.

4.5. Usulan Perbaikan Pengendalian Kualitas

Berdasarkan hasil yang didapat pada tahap analyze dalam fase six sigma,
diketahui kriteria cacat yang dominan berdasarkan analisis menggunakan diagram
pareto adalah kriteria kerapihan produk dan daya tahan produk. Selain itu,
diketahui pula faktor-faktor penyebab terjadinya cacat pada produk berdasarkan
analisis menggunakan diangram tulang ikan (fishbone diagram). Informasi yang di
dapat pada tahap analyze dapat dijadikan acuan dalam memberikan usulan
perbaikan pengendalian kualitas pada PT. Pundi Miranti.

4.5.1 Usulan Perbaikan untuk Kriteria Kerapihan Produk

Berdasarkan fishbone diagram dan diagram pareto pada kriteria kerapihan


produk, didapatkan penyebab potensial terbesar yang mempengaruhi peningkatan
kualitas kriteria kerapihan produk. Penyebab potensial tersebut adalah
pemasangan silinder yang kurang tepat (mesin), karyawan yang kurang terampil
dan lingkungan.
Permasalahan potensial yang memperngaruhi peningkatan kualitas
merupakan hambatan yang harus diselesaikan agar kegiatan produksi operasi
dapat berjalan optimal. Usulan yang dapat diberikan kepada PT. Pundi Miranti
adalah sebagai berikut:
a. Perawatan komponen mesin continous form secara berkala.
Preventive maintenance wajib dilakukan agar dapat meminimalisir kerusakan
yang terjadi pada mesin produksi. Kegiatan ini tidak saja melibatkan bagian
maintenance, tetapi juga operator sebagai pengguna langsung mesin produksi
dengan menerapkan konsep 5S. Selain itu dilakukan inspeksi terhadap
komponen mesin yang digunakan agar kinerja mesin dapat berjalan secara
maksimal.
b. Menggunakan tenaga ahli dari pihak eksternal untuk maintenance mesin.
Menggunakan tenaga ahli khusus untuk melakukan perbaikan mesin produksi
yang sudah berpengalaman. Tenaga ahli ini dapat didatangkan dari produsen
51

mesin operasi tersebut atau dari pihak lain yang sudah ditunjuk oleh
perusahaan.
c. Memberikan training kepada karyawan dan operator mulai tahap pracetak,
tahap cetak sampai pascacetak.
Training dilakukan oleh perusahaan pada segala aspek kegiatan produksi,
mulai dari pembuatan plate cetak, setting mesin, kegiatan packing produk.
d. Sosialisasikan proyek six sigma.
Para staff dan operator yang terlibat dalam kegiatan produksi perlu
mendapatkan pemahaman tentang proyek six sigma yang sedang dijalankan
perusahaan. Hal ini dilakukan agar dapat menumbuhkan rasa tanggungjawab
dan disiplin pada tiap orang yang terlibat dalam kegiatan produksi tersebut.

4.5.2 Usulan Perbaikan untuk Kriteria Daya Tahan Produk

Berdasarkan fishbone diagram dan diagram pareto pada kriteria daya tahan
produk, didapatkan penyebab potensial terbesar yang mempengaruhi peningkatan
kualitas kriteria daya tahan produk. Penyebab potensial tersebut adalah
lingkungan, bahan baku dan mesin.
Permasalahan potensial yang mempengaruhi peningkatan kualitas
merupakan hambatan yang harus diselesaikan agar kegiatan produksi dapat
berjalan optimal. Usulan yang dapat diberikan kepada PT. Pundi Miranti adalah
sebagai berikut:
a. Survey supplier lain.
Kualitas bahan baku kertas dan tinta sangat penting dalam proses produksi
continous form, karena sangat berperan penting terhadap kualitas produk yang
dihasilkan. PT. PM diusulkan mencari supplier lain yang dapat menyuplai
bahan baku kertas dan tinta yang mempunyai standar mutu yang jelas. Selain
itu apa bila kekurangan pasukan dari satu supplier PT. PM mempunyai
alternatif supplier lain.
b. Memberikan fasilitas air conditioning.
Lingkungan kerja atau ruang produksi yang digunakan harus berada pada
temperatur 33oC-38oC agar menjaga agar produk yang dihasilkan tidak cepat
rusak. Namun, berdasarkan fakta dilapangan suhu ruang produksi pada proses
cetak memiliki suhu ruang >40oC. Hal ini berpotensi menyebabkan kerusakan
52

pada produk (continous form). Usulan yang dapat diberikan kepada PT. PM
adalah dengan memasang air conditioning, kipas atau blower. Selain untuk
menstabilkan suhu ruang juga dapat mengalirkan udara dalam ruang tersebut.
c. Perawatan komponen mesin continous form secara berkala.
Preventive maintenance wajib dilakukan agar dapat meminimalisir kerusakan
yang terjadi pada mesin produksi. Kegiatan ini tidak saja melibatkan bagian
maintenance, tetapi juga operator sebagai pengguna langsung mesin produksi
dengan menerapkan konsep 5S. Selain itu dilakukan inspeksi terhadap
komponen mesin yang digunakan agar kinerja mesin dapat berjalan secara
maksimal.

4.5.3 Usulan Perbaikan untuk Kriteria Kualitas Cetak

Berdasarkan fishbone diagram dan diagram pareto kriteria kualitas cetak,


didapatkan penyebab potensial terbesar yang mempengaruhi peningkatan kualitas
kriteria kualitas cetak. Penyebab potensial yang dominan berturut-turut adalah
karyawan, mesin, lingkungan dan bahan baku.
Permasalahan potensial yang mempengaruhi peningkatan kualitas
merupakan hambatan yang harus diselesaikan agar kegiatan produksi dapat
berjalan optimal. Usulan yang dapat diberikan kepada PT. Pundi Miranti adalah
sebagai berikut:
a. Memberikan training pada karyawan/operator.
Training diberikan pada karyawan/operator yang bertugas membuat plate cetak
agar plate cetak yang dihasilkan sesuai standar. Selain itu, memberi bimbingan
kepada karyawan junior.
b. Perawatan komponen mesin continous form secara berkala.
Preventive maintenance wajib dilakukan agar dapat meminimalisir kerusakan
yang terjadi pada mesin produksi. Kegiatan ini tidak saja melibatkan bagian
maintenance, tetapi juga operator sebagai pengguna langsung mesin produksi
dengan menerapkan konsep 5S. Selain itu dilakukan inspeksi terhadap
komponen mesin yang digunakan agar kinerja mesin dapat berjalan secara
maksimal.
53

1. Menerapkan konsep 5S.


5S (seiri, seiton, seiso, seiketsu, shitsuke) adalah cara untuk meningkatkan
produktivitas dengan melakukan kegiatan menata tempat kerja. Karena
lingkungan kerja yang nyaman, dan teratur, dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas yang tinggi di perusahaan. 5S merupakan urutan dalam menata
tempat kerja, yang merupakan tanggung jawab semua pekerja, mulai dari CEO
sampai Cleaning Service. Setiap pekerja bertanggung jawab melakukan
penataan tempat kerja kearah yang lebih baik, dan ini harus menjadi budaya
perusahaan. .

4.6. Tahapan Pengendalian Kualitas

Metode six sigma merupakan suatu konsep peningkatan kualitas yang dapat
digunakan untuk pengawasan mutu. PT. PM belum menerapkan metode ini dalam
melakukan pengawasan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Metode six
sigma diharapkan dapat meningkatkan kualitas produk dan meningkatkan profit
perusahaan.
Berikut rancangan untuk memulai penerapan metode six sigma.
a. Menetapkan latar belakang dan tujuan pelaksanaan proyek six sigma.
Tahap pertama dalam menjalankan proyek six sigma adalah menetapkan
latar belakang serta tujuan. Hal ini dilakukan atas persetujuan dari seluruh
pihak manajemen perusahaan agar penerapan six sigma dapat berjalan dengan
optimal.
Penetapan latar belakang dan tujuan dilakukan oleh direktur utama
sebagai penanggung jawab. Tahap ini dibutuhkan waktu satu bulan.
b. Sosialisasi proyek six sigma kepada seluruh karyawan dan staff.
Sosialisasi harus disosialisasikan kepada semua komponen perusahaan
dari pihak manajemen perusahaan sampai level operator. Hal ini dilakukan
agar simua pihak mengetahui proyek yang dijalankan dan mendapatkan
dukungan serta komitmen dari semua pihak. Sosialisasi tentang proyek six
sigma dapat dilakukan dengan mengadakan seminar kepada karyawan yang
diadakan oleh perusahaan.
54

Pihak manajeman khususnya manajer produksi menjadi penanggung


jawab dalam sosialisasi proyek six sigma ini. Tahap ini diperkirankan
membutuhkan waktu dua bulan.
c. Memberikan training pada karyawan.
Memberikan pelatihan (training) kepada karyawan tentang six sigma
dengan cara mendatangkan trainer yang berpengalaman oleh pihak
perusahaan. Hal ini dilakukan agar pengetahuan dan skill karyawan dapat
bertambah dan berkembang. Manajer produksi bertanggung jawab atas
pelatihan yang diberikan kepada karyawan. Waktu yang dibutuhkan sekitar tiga
bulan untuk pemberian training.
d. Pembentukan kelompok untuk menyelesaikan masalah.
Setelah pelatihan diberikan langkah selanjutnya adalah membentuk
kelompok atau gugus kendali mutu. Kelompok ini bertujuan untuk mengatasi
masalah yang ada dengan menggunakan metode six sigma. Kelompok ini
tersiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan yang berbeda agar dapat
menyelesaikan masalah yang ada dengan beberapa cara yang berbeda. Waktu
yang dibutuhkan selama satu bulan pada bulan ketiga tahap pelatihan.
e. Identifikasi permasalahan.
Pada tahap ini proyek six sigma mulai berjalan. Gugus kendali mutu
perlu mengidentifikasi suatu masalah yang ada pada perusahaan agar dapat
mengetahui masalah yang dihadapi dan dapat merumuskan solusi-solusi untuk
menyelesaikan masalah yang ada. Ketua tim menjadi penanggung jawab
dengan diawasi oleh manajer produksi. Waktu yang diperlukan selama 2 bulan.
f. Analisa permasalahan dan penetapan solusi.
Pada tahap ini dilakukan analisa secara menyeluruh untuk mencari
faktor-faktor penyebab terjadinya masalah yang ada. Kemudian
dikelompokkan menjadi beberapa kategori agar memudahkan menetapkan
solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Agar menghemat
waktu tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap sebelumnya.
g. Pelaksanaan solusi yang ditetapkan.
Solusi yang sudah disepakati dan ditetapkan kemudian diterapkan di
lapangan. Pelaksanaan ini harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan.
55

Tahap membutuhkan waktu yang lama agar mendapatkan hasil yang optimal.
Pada tahap ini dibutuhkan waktu sekitar satu tahun. Ketua tim sebagai
penanggung jawab atas jalannya proyek six sigma ini.
h. Evaluasi.
Setelah proyek six sigma berjalan dengan menerapkan solusi yang telah
disepakati, selanjutnya adalah mengevaluasi hasil pelaksanaan proyek six
sigma tersebut. Penilaian kegiatan pengendalian kualitas dengan menggunakan
metode six sigma yang telah dilakukan kemudian di evaluasi untuk mengetahui
tingkat keberhasilan yang dicapai.
i. Membandingkan hasil evaluasi dengan hasil yang sudah ada sebelumnya.
Hasil evaluasi dari proyek six sigma yang sudah dilakukan kemudian
dibandingkan tingkat jumlah produk cacat (reject) sebelum dan sesudah
pelaksanaan proyek six sigma. Apabila terjadi peningkatan dari keadaan
sebelum menerapkan six sigma, maka solusi yang diterapkan sudah tepat
sasaran dan sesuai dengan tujuan awal. Dengan demikian, dapat diterapkan
secara kontinu oleh perusahaan
Tahapan pengendalian kualitas dengan menerapkan metode six sigma
disajikan pada Lampiran 2.

4.7. Implikasi Manajerial

Hasil analisis terhadap unsur-unsur mengenai strategi pengendalian kualitas


dengan menggunakan metode six sigma pada PT. Pundi Miranti akan mendukung
dan meningkatkan kualitas produk yang dhasilkan serta menyempurnakan
kegiatan pengendalian kualitas yang telah dilakukan oleh sistem sebelumnya.
Hasil analisis ini menjadi masukan bagi PT. Pundi Miranti untuk dapat diterapkan
dan dilaksanakan demi tercapainya tingkat cacat nol (zero defect). Rangkuman
hasil analisis dengan mengunakan metode six sigma dapat dilihat pada Tabel 17
berikut.
56

Tabel 17. Implikasi manajerial

Tahapan
No. Alat Analisis Hasil Rekomendasi
DMAIC
Mengetahui alir proses yang
Diagram SIPOC dilakukan -
1 Define Critical to Mengelompokkan jenis
Quality (CTQ) cacat
Perusahaan berada pada
DPU nilai sigma empat (4σ) dan
2 Measure DPMO terdapat proses produksi -
yang tak terkendali.
U-Chart
Kriteria kerapihan produk
Pareto Diagram menjadi prioritas penangan
Analyze Fishbone cacat produk diinkuti -
3 kriteria daya tahan produk
Diagram
dan kualitas cetak.
Faktor mesin merupakan Memberikan
faktor utama penyebab cacat training
pada kriteria kerapihan karyawan
produk. Melakukan
Failure Mode and Faktor lingkungan inspeksi
4 Effect Analysis merupakan faktor utama Menerapkan
Improve (FMEA) penyebab cacat pada kriteria kegiatan 5S
daya tahan produk. Selektif
Faktor manusia merupakan pemilihan
faktor utama penyebab cacat bahan baku
pada kriteria kualitas cetak. dan supplier.

Melakukan
preventive
maintenance
Terdapat proses yang tak
5 U-Chart terkendali pada bulan ke 1, 4,
Control
7, 10.
57

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil


kesimpulan sebagai berikut :
a. Kegiatan proses produksi continous form PT. Pundi Miranti (PT. PM) terbagi
menjadi tiga tahapan yang berkaitan, yaitu tahap pracetak (prepress), tahap
cetak (press) dan tahap pascacetak (postpress). Input pada tahap pracetak
(prepress) berupa file naskah, film, plate, cairan fixer & developer, cairan gom
dan korektor plate. Output tahap pracetak (prepress) berupa plate cetak yang
kemudian dijadikan acuan atau master pada tahap cetak (press). Tahap cetak
(press) mendapatkan input berupa plate cetak, tinta dan kertas. Output yang
dihasilkan berupa lembaran kertas continous form. Tahap terakhir adalah tahap
pascacetak (postpress) mendapatkan input berupa kertas yang telah dicetak dan
kemudian di-lem. Tahap ini menghasilkan output berupa lembar continous
form yang sudah memiliki berbentuk tiga ply (rangkap) yang siap untuk di
packing.
b. Berdasarkan hasil diagram pareto yang dilakukan, kriteria cacat produk yang
dominan adalah kerapihan produk (4.062 Box), daya tahan produk (2792 Box)
dan kualitas cetak (304 Box). Sedangkan berdasarkan fishbone diagram, faktor
yang yang mempengaruhi terjadinya cacat produk pada kriteria kerapihan
produk adalah mesin, karyawan dan lingkungan. Pada kriteria daya tahan
produk faktor yang mempengaruhi adalah lingkungan, bahan baku dan mesin
produksi. Sedangkan pada kriteria kualitas cetak adalah karyawan, mesin,
lingkungan dan bahan baku.
c. Langkah – langkah yang dapat dilakukan kegiatan pengendalian kualitas
dengan metode six sigma pada tahap define menggunakan diagram SIPOC dan
membuat critical to quality (CTQ). Tahap measure dilakukan perhitungan nilai
sigma (DPO dan DPMO) untuk mengetahui posisi perusahaan dalam tingkat
sigma. tahap analyze menggunakan diagram pareto dan fishbone diagram,
untuk mengetahui dominasi kriteria dan faktor-faktor yang mempengaruhi
58

timbulnya produk cacat. Tahap improve menggunakan Failure Mode and


Effect Analysis (FMEA) menentukan dan implementasi solusi-solusi
berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan. Tahap control menggunakan
control chart untuk mengetahui adanya kejadian yang tak terkendali.
2. Saran

a. Membentuk tim six sigma sebagai upaya untuk melakukan kegiatan


pengendalian kualitas dan perbaikan proses secara berkelanjutan. Tim ini di
bentuk khusus untuk melakukan upaya-upaya perbaikan proses agar dapat
mencapai level 6 sigma.
b. Melakukan pemeliharaan dan pengembangan terhadap sistem pengendalian
kualitas yang lebih baik.
c. Memberikan pelatihan (training) secara mendalam dan intensif pada karyawan
baru secara teoritis sebelum terjun langsung ke lapangan (praktek). Hal ini
bertujuan untuk mengantisipasi kecelakaan kerja dan tingkat kegagalan produk
yang tinggi.
d. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis kegiatan pengendalian kualitas
pada PT. Pundi Miranti dengan menggunakan metode terbaru dan dapat
dibandingkan hasilnya dengan metode six sigma.
59

DAFTAR PUSTAKA

Assauri S. 1998. Manajemen Operasi dan Produksi. Jakarta (ID) : LP FE UI.


Assauri S. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta.
Lembaga Penerbit FE UI.
Brue G. 2005. Six Sigma for Managers. Jakarta (ID). PT. Media Global Edukasi.
Cendrawati NI. 2007. Rancangan Pengendalian Mutu dengan Metode Six Sigma
Pada divisi Spinning PT. Unitex, Tbk Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Febriani R. 2010. Analisa dan Perancangan Sistem Infirmasi Pendukung
Pengendalian Kualitas dengan metode Six Sigma Process improvement
(SSPI) pada PT. Kabelindo Murni, Tbk. [skripsi]. Jakarta (ID): Bina
Nusantara.
Gaspersz V. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balace Scorecard
dengan Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta (ID).
PT. Gramedia Pustaka utama.
Gaspersz V. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries
(Terjemahan). Jakarta (ID). PT. Gramedia Pustaka Utama.
Heizer dan Render. 2006. Operation Management (Manajemen Operasi) Edisi
ketujuh. Jakarta (ID). Salemba Empat.
Juran JM. 1999. Juran’s Quality Handbook 5th edition. New York (USA). The
McGraw-Hill companies, Inc.
Kotler P. 2000. Manajemen Pemasaran. Edisi Milenium jilid 1 & 2. Jakarta. PT.
Prehalindo.
Latief. 2009. Penerapan Six Sigma untuk Peningkatan Kualitas Produk Bimoli
Classic (Studi Kasus: PT. Salim Ivomas Pratama – Bitung). [skripsi].
Universitas Diponegoro.
Nasution NM. 2004. Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta (ID). Ghlmia Indonesia.
Pande. 2002. The Six Sigma Way. Yogyakarta. Andi Offset.
Prawirasentono S. Filosofi Baru tentang Manajemen Mutu Terpadu Abad 21
“Kiat Membangun Bisnis Kompetitif”. Jakarta (ID). Bumi Aksara.
Syukron A dan Kholil. 2013. Six Sigma Quality for Business Improvement.
Yogyakarta (ID). Graha Ilmu.
60

LAMPIRAN
61

Lampiran 1. Tabel konversi Six Sigma


62

Lampiran 2. Rancangan proyek six sigma

Bulan ke Penanggung
Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jawab
Penetapan latar belakang dan Direktur
tujuan pelaksanaan six sigma Utama
Sosialisasi konsep dan Manajer
pelaksanaan six sigma Produksi
Training tentang six sigma Manajer
kepada karyawan Produksi
Pembentukan kelompok untuk Manajer
menyelesaikan masalah Produksi
Identifikasi permasalahan yang Ketua
terjadi di lapangan tim
Analisa penyebab timbulnya Ketua
masalah yang ada Tim
Penetapan solusi dari masalah Ketua
yang ada Tim
Pelaksanaan solusi yang Ketua
ditetapkan Tim
Penilaian dari hasil pelaksaan Ketua
solusi yang diterapkan Tim
Membandingkan hasil penilaian Manajer
pelaksanaan proyek six sigma Produksi
dengan hasil yang ada dan ketua
sebelumnya tim
63

Anda mungkin juga menyukai