Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang

khas dan ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, low density

lipoprotein (LDL), trigliserida, serta penurunan high density lipoprotein

(HDL). Sebuah penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa

dislipidemia merupakan faktor resiko tersering Penyakit Jantung Koroner

(PJK) (Arsana, et al., 2015). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan

prevalensi tertinggi untuk penyakit kardiovaskuler di Indonesia adalah

Penyakit Jantung Koroner (PJK), yakni sebesar 1,5% dan menyebabkan

kematian tertinggi pada semua umur di Indonesia.

Meningkatnya LDL akibat konsumsi makanan yang mengandung

lemak menyebabkan terjadinya metabolisme asam lemak bebas sehingga

terjadi dislipidemia dan berpengaruh terhadap tingginya radikal bebas dalam

tubuh (Arsana, et al., 2015). Ketidakseimbangan antara reactive oxygen

species (ROS) dengan kemampuan alami tubuh untuk mendetoksikasi

menyebabkan suatu kondisi stres oksidatif. Selama kondisi stres oksidatif,

ROS melemahkan ikatan karbon hidrogen pada Polyunsaturated Fatty Acid

(PUFA) dan memicu terjadinya reaksi berantai peroksidasi lipid yang

menghasilkan produk akhir berupa aldehid toksik yaitu malondialdehyde

(MDA), 4-hydroxy-2-nonenal (4HNE), 4-oxo-2-nonenal, dan acrolein

(ACR). Diantara senyawa tersebut, MDA adalah satu-satunya senyawa

produk peroksidasi lipid yang berpengaruh terhadap aterosklerosis (Wadhwa,

1
2

et al., 2012). MDA merupakan turunan terbesar dari peroksidasi lipid yang

mempunyai sifat mutagenik dan tumorigenik. Formasi endogen dari MDA

selama stress oksidasi intraseluler dan reaksinya dengan DNA dapat

membentuk MDA-DNA yang menjadikan hal tersebut biomarker penting

untuk mengetahui kerusakan DNA endogen. Para peneliti menyatakan

senyawa tersebut dapat digunakan sebagai biomarker yang teruji validitasnya

untuk mengetahui terjadinya stres oksidatif dalam tubuh di beberapa macam

penyakit seperti aterokslerosis, gagal jantung, kanker, hipertensi, dan diabetes

(Singh et al., 2014).

Pencegahan efek buruk dari radikal bebas diperlukan antioksidan.

Namun, antioksidan dalam tubuh saja tidak cukup untuk bisa menangkal

radikal bebas berlebihan yang berasal dari makanan dan kondisi lingkungan

manusia sebagai akibat menurunnya gaya hidup sehat masyarakat masa kini.

Antioksidan eksogen yang didapat dari luar tubuh atau makanan digunakan

sebagai solusi oleh beberapa peneliti untuk membantu menanggulangi radikal

bebas dalam tubuh (Werdhasari, 2014).

Kecapi adalah tumbuhan yang berasal dari kawasan Asia Tenggara dan

dikenal sebagai obat tradisional. Daun kecapi mengandung antioksidan

seperti substansi bioaktif flavonoid dan saponin dalam kadar yang banyak

(Chutichudet & Kaewsit 2008). Bagian dari tanaman ini memiliki banyak

khasiat dan manfaatnya, seperti daunnya yang mengandung senyawa

fitokimia berupa flavonoid, triterpenoid, steroid, fenolik, dan saponin

(Kartika, 2016). Ekstrak etanol daun kecapi memiliki kadar kandungan

fitokimia yang lebih tinggi dari biji kecapi. Daun kecapi diantaranya
3

mengandung saponin sebesar 13,2±1,0; flavonoid 20,0±0,2; alkaloid

12,4±0,1; tanin 22,6±0,2; steroid 6,0±1,9; dan fenol 26,5±0,1 (konsentrasi

ekstrak dalam 100 µg/ml), sedangkan pada biji kecapi, yaitu saponin sebesar

14,3±0,5; flavonoid 20,0±0,1; alkaloid 8,0±0,3; tanin 23,0±0,1; steroid

5,0±1,0; fenol 24,0±0,6 (konsentrasi ekstrak dalam 100 µg/ml) (Elijah,

Onwuchekwa & Ekeleme 2016). Senyawa-senyawa tersebut dapat

meningkatkan kadar HDL, seperti flavonoid yang bekerja dengan cara

menurunkan aktivitas HMG-KoA reduktase, menurunkan aktivitas enzim

acyl-CoA cholesterol acytransferase (ACAT), dan menurunkan absorbsi

kolesterol di saluran pencernaan (Rumanti, 2011). Fenol berperan dalam

meningkatkan proses reverse cholesterol transport oleh makrofag (Naufalina

& Nuryanto, 2014), sedangkan tanin dapat menghambat absorbsi lemak di

usus dengan cara bereaksi dengan protein mukosa dan sel epitel usus

(Ekananda, 2015).

Berdasarkan hasil kajian dan kandungan yang terdapat dalam daun

kecapi, maka peneliti ingin membuktikan apakah kandungan dalam ekstrak

daun kecapi dapat berpengaruh terhadap kadar MDA tikus puth jantan (Rattus

novergicus strain wistar) dislipidemia.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape)

terhadap kadar MDA tikus putih jantan (Rattus norvegicus) strain wistar

model dislipidemia?
4

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape)

terhadap kadar MDA tikus putih jantan (Rattus norvegicus) strain

wistar model dislipidemia.

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui besar pengaruh antioksidan ekstrak daun kecapi

(Sandoricum koetjape) terhadap kadar MDA tikus putih jantan

(Rattus norvegicus) strain wistar model dislipidemia.

b. Mengetahui dosis ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape)

yang mulai memberikan efek terhadap kadar MDA tikus putih

jantan (Rattus norvegicus) strain wistar model dislipidemia.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Akademis

Sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut

mengenai kandungan ekstrak daun kecapi (Sandoricum koetjape)

untuk menurunkan kadar MDA pada tikus putih jantan (Rattus

norvegicus) strain wistar model dislipidemia.

1.4.2. Klinis

a. Memberikan informasi mengenai kandungan dari ekstrak daun

kecapi yang dapat menurunkan kadar MDA dalam darah yang

berguna sebagai terapi adjuvant.


5

b. Mengetahui dosis ekstrak daun kecapi yang tepat dan dan

memberikan efek terhadap penurunan kadar MDA dalam

penelitian ini.

1.4.3. Masyarakat

a. Penelitian ini dapat digunakan masyarakat untuk mengetahui

pengaruh pemberian ekstrak daun kecapi dalam mencegah

timbulnya penyakit kardiovaskular.

b. Masyarakat dapat menggunakan daun kecapi sebagai terapi

herbal dalam membantu menurunkan terjadinya penyakit

kardiovaskular.

Anda mungkin juga menyukai