Anda di halaman 1dari 14

Chronic Rhinosinusitis with

Nasal Polyps
A Journal Reading
Pembimbing :
dr. Purnaning Wahyu Prabarini, Sp.THT-KL
Oleh :
Hafmi Ersya Syahtera Hamdi
DM G33 UMM
SMF THT-KL RSUD Jombang
Stevens, W. W., Schleimer, R. P., & Kern, R.
C. (2016). Chronic Rhinosinusitis with Nasal
Polyps. The Journal of Allergy and Clinical
Immunology: In Practice, 4(4), 565–572.
Latar Belakang

Polip hidung adalah inflamasi dari jaringan sinonasal yang diperkirakan terjadi pada 1% hingga
4% dari populasi umum AS.

Polip hidung sering dikaitkan dengan chronic rhinosinusitis (CRS) yang disebut chronic
rhinosinusitis with nasal polyps (CRSwNP). Dalam kondisi ini, polip hidung jinak dan biasanya
berkembang secara bilateral di rongga sinonasal.

Di antara semua pasien dengan CRS, hanya sekitar 25% hingga 30% yang memiliki CRSwNP.
Namun, CRSwNP dikaitkan dengan morbiditas yang signifikan dan penurunan kualitas hidup,
membuat penyakit ini penting secara klinis untuk diidentifikasi, evaluasi, dan ditatalaksana.
Karakteristik Demografi

CRSwNP banyak terjadi pada usia paruh baya, dengan usia onset rerata 42
tahun dan usia khas diagnosis berkisar antara 40 hingga 60 tahun.

Kebanyakan polip hidung merupakan lesi inflamasi bilateral yang berasal dari
sinus ethmoid dan muncul ke rongga hidung melalui meatus media.

Laki-laki lebih banyak menderita CRSwNP dibanding perempuan.

Sebuah studi oleh Stevans et al, 2015 : Perempuan dengan CRSwNP memiliki
penyakit yang lebih parah daripada laki-laki.
Karakteristik Klinik
Menurut definisi EPOS 2012, pasien dengan CRSwNP menunjukkan
adanya gejala rinore anterior atau posterior, hidung tersumbat,
hiposmia, dan/ atau tekanan wajah atau nyeri yang berlangsung
selama lebih dari 12 minggu. Rata-rata, pasien dengan CRSwNP
memiliki gejala sinonasal yang lebih parah dibandingkan dengan pasien
dengan chronic rhinosinusitis without nasal polyps (CRSsNP).
Komorbiditas
• Penelitian retrospekstif dengan lebih dari 400.000 pasien perawatan
primer : pasien dengan diagnosis CRSwNP memiliki prevalensi
premorbid yang lebih tinggi pada rinosinusitis akut, rinitis alergi,
rinitis kronis, asma, penyakit refluks gastroesofagus, dan sleep apnea.
Patofisiologi
1. Peran epitel sinosasal
2. Sistem kekebalan tubuh
3. Patogen yang berperan
dalam patogenesis
CSRwNP (Pseudomonas
aeruginosa, dan
Staphylococcus aureus)
Biomarker

Tidak terdapat biomarker pasti yang dapat memprediksi pasien dengan CRSwNP
atau CRSsNP, sinusitis akut, maupun tidak ada sinusitis.

Penanda eosinofil seperti protein kationik eosinofil, IL-5, atau eotaxin mungkin
berguna dalam mengkonfirmasikan CRSwNP tetapi tidak semua pasien dengan
CRSwNP akan mengalami peningkatan mediator inflamasi tipe 2 dan sebaliknya.

Tidak ada biomarker hingga saat ini yang dapat digunakan sebagai indikator
pasien mendapatkan perawatan medis atau perlu pembedahan.
Definisi Chronic Rhinosinusitis include Nasal Polyp
Berdasarkan EPOS 2012 guidelines

Rinosinusitis kronik merupakan


peradangan hidung dan sinus
paranasal yang ditandai dengan Dan disertai dengan temuan
adanya 2 gejala atau lebih berikut endoskopik :
dengan durasi lebih dari 12 minggu: 1. polip
1. Sumbatan hidung/kongesti 2. Sekret mukopurulen dari meatus
media
2. Rinore anterior/ post nasal drip 3. Odem atau obstruksi mukosa
3. nyeri / tekanan pada wajah terutama di meatus media
4. Hiposmia atau anosmia Dan/ atau :
• Temuan CT scan : perubahan
mukosa pada ostiomeatal complex
and/or sinuses.
Terapi
• Kortikosteroid intra nasal
• Irigasi nasal

Pasien dengan penyakit sinonasal yang signifikan dan / atau yang gagal
manajemen medis harus dievaluasi untuk operasi sinus.
Kesimpulan

CRSwNP adalah entitas klinis penting yang didiagnosis berdasarkan adanya bukti subjektif dan objektif dari
peradangan sinonasal kronis.

Polip hidung terjadi secara bilateral di dalam rongga hidung dan jinak pada pasien dengan CRSwNP.

Pria lebih banyak yang menderita CRSwNP daripada wanita, tetapi tidak ada faktor genetik atau lingkungan spesifik
yang dikaitkan dengan pengembangan gangguan sampai saat ini.

CRSwNP sering dikaitkan dengan asma dan rinitis alergi, tetapi mekanisme seluler dan molekuler yang berkontribusi
pada gejala klinis belum sepenuhnya dipahami. Kerusakan pada sel epitel sebagai barier sinonasal, peningkatan
paparan bakteri patogen dan kolonisasi, dan disregulasi sistem imun inang berperan dalam patogenesis penyakit.

Anda mungkin juga menyukai