Anda di halaman 1dari 30

STEP 1

- Fluxus : pendarahan , aliran darah dari vagina yg terjadi pada waktu yg tepat pada bulan itu 
perdarahan pra menstruasi
Perdarahan fisiologis : mestruasi
Perdarahan patologis : infeksi , karsinoma dll
- Doppler : alat untuk aukultasi pada ANC pada trimester 1 untuk mengetahui detak janin
- DJJ : detak jantung janin

Step 2

1. Mengapa pasien mengeluh nyeri pada perut bawah ?


Uterus  vaskularisasi a.uterina
Vagina  a. uterine dan a. pudenda
Ovarium  mengeluarkan oosit  tjd proses fertilisasi  morula , blastula, trophoblast
Implementasi  peran kortison dimulai
saat hari ke 8  sel mast ada lapisan hipoblast (rongga amnion)
hari ke 10  bagian trophoblast  kutub embryonal  vakula
blaskosista  trophloblast sinusoid (vaskularsasi janin) kematian janin
innervasi plexus utero vaginalis  cabang dari plexus hipogastricus inferior  berjalan bersama
a uterine  membuat serabut parasimpatis (setinggi sacral 2 dan 4)dan simpatis(setinggi thoracal
12- lumbal 2
nyeri pada perut bagian bawah  nyeri  saraf parasimpatis dan simpatis  bagian pelvis
(uterus, serviks)  rantai sacral , plexus hipogastrical superior(pre sakralalis) , inferior (lebih
kebawah )
uterus membesar  ada impluls  plexus hipogastrica inferior bag lumbal  saraf spinalis

2. Mengapa didaapatkan perdarahan pervaginam


Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam decidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya.
Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda
asing didalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya,
karena vili koreales belum menembus desidua terlalu dalam, sedangkan pada kehamilan 8 sampai
14 minggu, telah masuk agak tinggi, karena plasenta tidak dikeluarkan secara utuh sehingga
banyak terjadi perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu keatas, yang umumnya bila kantong ketuban pecah maka disusul
dengan pengeluaran janin dan plasenta yang telah lengkap terbentuk. Perdarahan tidak banyak terjadi jika
plasenta terlepas dengan lengkap. Hasil konsepsi pada abortus dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada
kalanya janin tidak tampak didalam kantong ketuban yang disebut blighted ovum, mungkin pula
janin telah mati lama disebut missed abortion. Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan
dalam waktu singkat, maka ovum akan dikelilingi oleh kapsul gumpalan darah, isi uterus
dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karneosa apabila pigmen darah diserap sehingga
semuanya tampak seperti daging.
3. Apa saja macam macam perdarahan

 Perdarahan pada Kehamilan Muda


Perdarahan Pervaginam
Kehamilan normal biasanya identik dengan amenore dan tidak ada perdarahan
pervaginam, tetapi banyak juga wanita yang mengalami episode perdarahan pada trimester
pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) dan berwarna tua
(coklat kehitaman). Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa
hari atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.Perdarahan pervaginam pada hamil muda
kemungkinan disebabkan oleh abortus, kehamilan ektopik dan mola hidatidosa (Varney,
2007).
a) ABORTUS
Perdarahan pada trimester pertama kehamilan dapat terjadi pada seperlima dari
seluruh kehamilan dan hampir separuh dari jumlah tersebut mengalami keguguran.
Kejadian aborsi spontan diperkirakan mencapai sekitar 15-22% dari seluruh kehamilan
(Hollyngwort, 2012). Abortus adalah peristiwa berakhirnya kehamilan pada usia
kehamilan <20 minggu atau berat janin <1000 gram. Menurut Kusmiyati (2009) ada
bebrapa jenis abortus:
Abortus Imminens
 Abortus imminens adalah abortus yang mengancam, perdarahannya bisa
berlanjut beberapa hari atau dapat berulang. Dalam kondisi seperti ini kehamilan
masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.
Abortus Insipiens
 Abortus insipiens didiagnosa apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi
rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat
masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan
kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi
sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan
mempertahankan kehamilan pada keadaan ini ,merupakan kontraindikasi.
Abortus inkomplitus
 Didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada
vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Serviks terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing, oleh
karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi
sehingga ibu merasakan nyeri namun tidak sehebat insipiens. Pada beberapa
kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan serviks akan menutup kembali.
Abortus Komplitus
 Hasil konsepsi lahir dengan lengkap. Pada keadaan ini kuretase tidak diperukan.
Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat -
lambatnya dalam 10 hari perdarahan akan berhenti sama sekali, karena dalam
masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks dengan
segera menutup kembali.
Abortus Tertunda (missed abortion)
 Apabila buah kehamilan yang tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih.
Sekitar kematian janin kaddang-kadang ada perdarahan pervaginam sedikit
sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya, rahim tidak
membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan laserasi jalan.

b) MOLA HIDATIDOSA
Menurut Varney (2007) mola hidatidosa merupakan kehamilan yan secara genetik
tidak normal, yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta. Kehamilan mola
hidatidosa biasanya dianggap sebagai satu tumor jinak, tetapi berpotensi menjadi ganas.
Tanda dan gejala kehamilan mola adalah:

 Mual dan muntah yang menetap, sering kali menjadi parah


 Perdarahan uterus yang terlihat pada minggu ke-12; bercak darah atau
perdarahan hebat mungkin terjadi, tetapi biasanya hanya berupa rabas
bercampur darah, cenderung berwarna merah dari pada coklat yang terjadi
secara terus menerus.
 Ukuran uterus besar
 Sesak nafas
 Ovarium biasanya nyeri tekan dan membesar
 Tidak ada denyut jantung janin
 Tidak ada aktivitas janin
 Pada palpasi tidak ditemukan bagian-bagian janin
 Hipertensi akibat kehamilan, preeklamsia atau eklamssi sebelum usia
kehamilan 24 minggu.
 KET
Kehamilan ektopik adalah kehamilan ketika implantasi dan pertumbuhan hasil
konsepsi berlangsung di luar endometrium kavum uteri. Biasanya kehamilan ektopik
terjadi pada tuba, dan sangat jarang terjadi di ovarium atau rongga abdomen (perut).
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasi janin
tidak memberi janin kesempatan untuk berrkembang hingga mencapai aterm (Mangkuji,
2013). Faktor-faktor predisposisi kehamilan ektopik meliputi infeksi pelvis, alat
kontrasepsi dalam rahim (IUD), riwayat kehamilan ektopik dan riwayat pembedahan
tuba. Gejala awal kehamilan ektopik adalah perdarahan pervaginam dan bercak darah,
dan kadang - kadang nyeri panggul. Perubahan bentuk uterus tidak dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosa sebab peningkatan ukuran uterus dan konsistensinya sama
dengan ukuran dan konsistensi uterus padda trimester pertama kehamilan akibat pengaruh
hormon plasenta (Varney, 2007).
Karena tuba bukan merupakan tempat yang tepat ntuk pertumbuhan hasil
konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti didalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada ussia kehamilan 6-10 minggu. Diagnosa kehamilan
ektopik dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
Kemungkina KET dapat ditegakkan berdasarkan keluhan nyeri perut bawah yang hebat
dan tiba-tiba, ataupun nyeri perut bawah yang muncul bertahap, disertain dengan keluhan
perdarahan pervaginam setelah keterlambatan haid, pada pemeriksaan fisik ditemukan
tanda-tanda akut abdomen, kavum douglas menonjol, nyeri goyang porsio, atau massa di
samping uterus (Mangkuji, 2013).

 Perdarahan pada Kehamilan Lanjut


Perdarahan Per Vaginam
Perdarahan pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester terakhir
dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan, dikatakan tidak normal jika darah berwarna merah,
banyak, dan kadang-kadang, tetapi tidak selalu, disertai dengan rasa nyeri. Perdarahan seperti
ini bisa menandakan adanya plasenta previa atau abrupsio placenta (Asrinah dkk, 2010).
Menurut Kusmiyati (2008) ada beberapa jenis perdarahan antepartum pada kehamilan
lanjut yaitu:
a) Plasenta Previa
Adanya plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh
ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan dan
belakang rahim atau di daerah fundus uteri. Gejala - gejalanya adalah:
 Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri, bisa terjadi secara tiba-tiba
dan kapan saja.
 Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada bagian bawah
rahim sehingga bagian terndah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
 Pada plasenta previa,ukuran panjang rahim berkurang maka plasenta previa lebih
sering disertai kelainan letak.
b) Solusio Plasenta
Adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya. Secara normal plasenta terlepas
setelah anak lahir. Tanda dan gejalanya adalah:
 Darah dari tempat plasenta keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan keluar
atau perdarahan tampak.
 Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul dibelakang plasenta (perdarahan
tersembunyi/perdarahan ke dalam)
 Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih
khas (rahim keras seperti papan) karena sseluruh perdarahan tertahan di dalam.
Umumnya berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan
beratnya syok.
 Perdarahan disertai nyeri
 Nyeri abdomen pada saat di pegang
 Palpasi sulit dilakukan
 Fundus uteri makin lama makin naik
 Bunyi jantung biasanya tidak ada
4. Sebutkan apa saja faktor resiko dan etiologi dari skenario?

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil

muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah

sebagai berikut:

- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.

- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

- Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, obat-obatan.

b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales

dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

c. Penyakit Ibu

Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan

keracunan.

d. Kelainan Traktus Genetalis

Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain

abortus dalam trisemester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan

oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi,

amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit.

5. Apa saja diagnosis dan DD dari scenario ?

ABORTUS

 Definisi:

Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa getasi belum mencapai 22
minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002). Kelainan dalam kehamilan ada
beberapa macam yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Biasanya abortus spontan
dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Abortus buatan merupakan pengakhiran
kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena
indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002).

 Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama dan angkanya menurun setelah itu
(Harlap dan Shiono, 1980). Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya setengah dari
abortus dini ini, dan insiden sepertinya menurun setelah itu. Risiko abortus spontan meningkat
dengan paritas sebagaimana usia ibu dan ayah (Warburton dan Fraser, 1964 ; Wilson dkk, 1986).

 Secara klinik frekuensi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun, dan 26%
pada wanita usia lebih dari 40 tahun (Williams, 1995:1573).

 Etiologi:

1. Defek anatomik uterus

2. AutoimunSLE, Antiphospholipid Antibodies

3. Infeksi:

Bakteria: Listeria monositogenes, klamidia trakomatis, dll

Virus: CMV, rubella, HSV, dll

Parasit: Toxoplasma gondii, Plasmodium falsiparum

Spirokaeta: treponema pallidum

4. Faktor lingkungan
5. Faktor hormonal
6. Faktor hematologik

ETIOLOGI

Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.

Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan

masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal

berikut ini:

a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau

cacat kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil


muda. Faktor-faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah

sebagai berikut:

- Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X.

- Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.

- Pengaruh dari luar akibat radiasi, virus, obat-obatan.

b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales

dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan

gangguan pertumbuhan dan kematian janin.

c. Penyakit Ibu

Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan

keracunan.

d. Kelainan Traktus Genetalis

Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain

abortus dalam trisemester ke 2 ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan

oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi,

amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit.

Kapita Selekta. Jakarta : balai penerbitFK UI, 2001

 Macam2:

1. Abortus iminens

2. Abortus kompletus

3. Abortus inkompletus

4. Missed Abortion

5. Abortus habitualis

6. Abortus infeksiosus, abortus septik

7. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)


Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa Printer.

 Abortus Pasca Coitus: abortus yang terjadi setelah pasangan melakukan coitus intercoure,
biasanya perdarahan terjadi kurang dari 24 jam setelelah intercourse. Diduga perdarahan ini trjadi
akibat prostaglandin yang terkandung dalam sperma.
 Pada dasarnya peristiwa ini sama dengan mekanisme timbulnya alergi pada umumnya.
Prostaglandin adalah salah satu jenis histamin yang di lepas oleh Mastcell yang terdegranulasi,
sehingga substrat ini hematogen. Jaringan yang mempunyai reseptor akan berikatan dengan
prostagandin, sehingga menimbulkan manifestasi klinis...Dalam hal ini myometrium juga
mengikat prostaglandin membentuk suatu komplek. Komplek ligand reseptor, menjadi pemicu
proses cascade intraseluler dengan hasil kontraksi uterus. sehingga mendorong isi uterus.
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
 Coitus sebaiknya dihentikan pada mereka yang sering mengalami keguguran. (Manuaba,
1998:139)

KLASIFIKASI

Abortus dapat dibagi atas dua golongan:

1. Abortus Spontan

Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-
mata disebabkan oieh faktor-faktor alamiah.

2. Abortus Provakatus (induced abortion)

Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi
menjadi:

1. Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)

Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.

2. Abortus Kriminalis

Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis.

Klinis Abortus Spontan

Dapat dibagi atas:


1. Abortus Kompletus (Keguguran lengkap): Artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan
(desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong. Perdarahan den nyeri minimal,
Seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan , Ukuran uterus dalam bates normal,Servik
tertutup

Terapi: hanya dengan uterotonika.

1. Abortus Inkompletus (Keguguran bersisa): Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan,
yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.

1. Gejala: didapati antara lain adalah

Manfes: amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya
berupa stolsel (darah beku); sudah ada keluar fetus atau jaringan; pada abortus yang sudah lama terjadi
atau pada abortus provakatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering teijadi infeksi. Pada
pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat
diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil
dari seharusnya. Perdarahan hebat sering menyebabkan syok ,Perdarahan disease gumpalan darah den
jaringan konsepsi , Servile terbuka , Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri

Terapi: Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri obat-
obat uterotonika dan antibiotika.

1. Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung): Adalah abortus yang sedang berlangsung,
dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
Perdarahan dengan gumpalan darah , Nyeri lebih kuat ,Servik terbuka den teraba ketuban ,Hasil
konsepsi masih berada dalam kavum uteri .

Manfes: nyeri abdomen ( kram suprapubik intermitten, progresif =kontraksi uterus yg menimbulkan
dilatasi serviks), perdarahn pervagina, abortus timbul sblm 12 minggu stlh siklus haid terakhir, kebocoran
amnion

Terapi: seperti abortus inkompletus.

2. Abortus Iminens (Keguguran membakat): Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini
keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika
serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan
apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif,
maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret). Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak ,Uterus
sesuai dengan umur kehamilan ,Servile belum membuka, Test hamil : positif , USG : Produk
kehamilan dalam betas normal

Manfes: perdarahan per vagina, nyeri abdomen, gejala hamil, satu siklus haid terlewatkan
Diagnosis:px pelvis: pd px spekulum ada darah kecoklatan dlm vagina, ostium uteri tertutup, pd px
bimanual: uterus membesar, lunak dan tidak nyeri tekan, px urinalisis: urin normal

Tatalaksana:

- tirah baring/batasi aktivitas, jika ada alat kontrasepsi dlm rahim haus diangkat,

1. Missed Abortion: keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan
tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang meninggal ini:

(a) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati

(b) bisa diresorbsi kembali sehingga hilang

(c) bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut: fetus papyraceus

(d) bisa jadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air
ketubannya diresorbsi.

1. Gejala: Dijumpai amenorea; perdarahan sedikdt-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta
selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah, Kalau tadinya ada
gejala-gejala kehamilan, belakangan menghilang, diiringi dengan reaksi kehamilan yang menjadi
negatif pada 2-3 minggu sesudah fetus mati. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darah sedikit. Sekali-sekali pasien merasa perutnya dingin atau kosong.Perdarahan minimal
,Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian menghilang spontan/setelah tempi
,Tanda den gejala laumil menghilang ,USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada
tanda ke` langsungan hidupnya

Terapi: Berikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan,
kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuretase. Dapat juga dilakukan histerotomia anterior.Hendaknya
pada penderita juga diberikan tonika dan antibiotika.

Komplikasi: Bisa timbul hipo atau afibrinogenemia. Fetus yang sudah mati begitu melekatnya pada rahim
sehingga sulit sekali untuk dilakukan kuretase

1. Abortus Habitualis (Keguguran berulang): keadaan dimana penderita mengalami keguguran


berturut-turut 3 kali atau lebih.

Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6 - 9,8%
dari abortus spontan.Kalau seorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturut-turut maka
optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%.Kalau abortus 3 kali berturut-
turut, maka kemungkinan kehamilan ke 4 berjalan normal hanya sekitar 16%.

Etiologi:
(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan hasilnya adalah pembuahan
yang patologis.

(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta,
yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis. Ini dapat
dibuktikan dengan mengukur kadar pregnandiol dalam urin. Selain itu juga bergantung kepada keadaan
gizi si ibu (malnutrisi), kelainan antomis dari rahim, febris undulands (contagious abortion), hipertensi
oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi terganggu dan fetus jadi mati.Dapat
juga gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.

Pemeriksaan:

(1) Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali
kongenital.

(2) BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula
thyroidea.

(3) Psiko analisis.

Terapi: Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi
atau dihentikan. Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR atau MC DONALD
(cervical cerclage),

2. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik: keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus septik
adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.

Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa
memperhatikan syarat- syarat asepsis dan antisepsis.Bahkan pada keadaan tertentu dapat terjadi perforasi
rahim.

Diagnosis:

(a) Adanya abortus: amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit

(b) Pemeriksaan: kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.

(c) Tanda-tanda infeksi alat genital: demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus besar dan lembek,
nyeri tekan, lekositosis

(d) Pada abortus septik: kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
turun sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada tanda perforasi atau akut abdomen.

Terapi:

(1) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
(2) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat):

- Berikan suntikan penisilin 1 juta satuan tiap 6 jam

- Berikan suntikan streptomisin 500 mg setiap 12 jam.

- Atau antibiotika spektrum luas lainnya.

(3) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
banyak; lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi

(4) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita

(5) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis
yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.

(6) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan; dilakukan bila keadaan umum
membaik dan panas mereda.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

Penatalaksanaan

1. Abortus iminens

1. Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang


mekanik berkurang.

2. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak panas
dan tiap empat jam bila pasien panas.

3. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil (-), mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.

4. Berikan obat penenang, biasanya fenobarbital 3x30 mg. berikan preparat


hematinik misalnya sulfas ferosus 600-1000 mg.

5. Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.

6. Bersihkan vulva minimal 2 kali sehari dengan cairan antiseptic untuk


mencegah infeksi terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.

2. Abortus insipiens

1. Bila perdarahan tidak banyak , tunggu terjadinya abortus spontan tanpa


pertolongan selama 36 jam dengan diberikan morfin.

2. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai


perdarahan, tangani dengan pengosongan uterus memakai kuret vakum
atau cunam abortus, disusul dengan kerokan memakai kuret tajam.
Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuscular.

3. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infuse oksitosin 10 IU


dalam dekstrose 5% 500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai
kontraksi uterus sampai terjadi abortus komplit.

4. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan


pengeluaran plasenta secara manual.

3. Abortus inkomplit

1. Bila disertai dengan syok karena perdarahan, berikan infuse cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.

2. Setelah syok diatasi, laukakn kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg i.m.

3. Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan


pengeluaran plasenta secara manual.

4. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi.

4. Abortus komplit

1. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3x1 tablet selama 3 sampai
5 hari.

2. Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau


transfuse darah.

3. Berikan antibiotic untuk mencegah infeksi.

4. Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.

5. Missed abortion

1. Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan


cunam ovum lalu dengan kuret tajam.

2. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.

3. Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks


dengan gagang laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks
dengan dilatator Hegar. Kemudian hasil konsepsi diambil dengan canum
ovum lalu dengan kuret tajam.
4. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3x5 mg
lalu infuse oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20
tetes per menit dan naikkan dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin
dapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila tidak berhasil, ulang
infuse oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.

5. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari di bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam cavum uteri
melalui dinding perut.

6. Abortus septic

Abortus septic harus dirujuk ke rumah sakit.

1. Penanggukangan infeksi :

1. Obat pilihan pertama : penisilin prokain 800.000 IU i.m tiap 12


jam ditambah kloramfenikol 1 g peroral selanjutnya 500 mg
peroral tiap 6 jam.

2. Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap


4 jam ditambah metronidazol 500 mg tiap 6 jam.

3. Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisil dan


metronidazol, ampisilin dan gentamisin, penisilin dan
gentamisin.

2. Tingkatkan asupan cairan.

3. Bila perdarahan banyak, lakukan transfuse darah.

4. Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotic atau lebih


cepat lagi bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari
uterus.

Pada pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang
hendak dirujuk, selama 10 hari.

Di rumah sakit :

7. Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi.

8. Berikan antibiotic intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g.

9. Infuse cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.

10. Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi dan suhu badan.

11. Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6-8 liter per menit.


12. Pasang katetr folley untuk memantau produksi urin.

13. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta


reaksi silang, analisis gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.

14. Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan
sumber infeksi.

15. Abortus septic dapat mengalami komplikasi menjadi syok septic yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardia, ikterus, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun dan sesak napas.

Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.

PATOGENESIS

Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti

oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan

dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan benda asing tersebut.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu vili

korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan

seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam

hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan.

Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada

plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap.

Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi

pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion

kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati

lama, mola kruenta, maserasi, fetus kompresus.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.

No. ABORTUS GEJALA KLINIS


1 Abortus inkomplit 1. Amenorhea
2. Sakit perut (kram / nyeri perut bagian bawah)
3. Mules-mules
4. Perdarahan biasanya berupa stolsel (darah beku)
5. Perdarahan bisa sedikit atau banyak
6. Sudah ada keluar fetus atau jaringan
7. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan
perdarahan berlangsung terus.
8. Pada VT untuk abortus yang baru tejadi didapati serviks
terbuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan
dalam kanalis servikalis atau kavum uteri.
2 Abortus imminens 1. Perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertain
kontraksi.
2. Serviks masih tertutup jika janin masih hidup, umumnya
dapat bertahan sampai kehamilan aterm dan lahir normal.
3 Abortus insipiens 1. Perdarahan pervagianam, dengan kontraksi makin lama
makin kuat dan makin sering.
2. Serviks terbuka.
3. Hasil konsepsi masih dalam rahim.
4 Abortus kompletus 1. Nyeri yang hebat.
2. Jaringan hasil konsepsi keluar semua.
3. Perdarahan sedikit.
4. OUE telah menutup
5. Uterus mengecil.
5 Missed abortion 1. Hipofibrinogenik gangguan penjendalan / koagulasi
darah. Dengan pemeriksaan CTBT (clothing time-bleeding
time) akan memanjang.

KET

 Definisi:
KE ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel
pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di
saluran telur (tuba fallopi),

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinomin dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars
interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan
implantasi hasil konsepsi pada tuba, kehamilan pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.

ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO

 Etiologi:
1. Faktor tuba
2. Faktor abnormalitas dari zigot
3. Faktor ovarium
4. Faktor hormonal
5. Faktor lain

 Etiologi
Faktor dalam lumen tuba :

 endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu
 pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk keluk dan hal ini sering disertai gangguan
fungsi silia endosalping
 operasi plastik tuba dan strelisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit

Faktor pada dinding tuba

 endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
 divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di
tempat itu

Faktor di luar dinding tuba

 perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur
 tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

Faktor lain

 migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri – atau sebaliknya – dapat
memperpanjang dari perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ; pertmbuhan telur yang terlalu cepat
dapat menyebabkan implantasi prematur
 fertilisasi invitro
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA

3. Pathogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.

Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di
resorbsi.

Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahankadang kadang tidak
tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.

Dibawah pengaruh hormone esterogen dan progesterone dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas,
uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan
pula perubahan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar
dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan kadang kadang ditemukan mitosis. Perubahan
tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan secara
berkeping keping, tetapi kadang kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.karena tuba bukan tempat untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.

1. hasil konsepsi mati dini dan di resorbsi pada implantasi secara kolumner, ovum yang telah di buahi
cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa apa, hanya haidnya terlambat beberapa hari.
2. abortus ke dalam lumen tuba
perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding
tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada
derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian di dorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Abortus ke
lumen tuba lebih sering terjadid pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba
oleh vili korialis kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini
disebabkan oleh villi koriales ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ampullaris
lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan
ismus dengan lumen sempit.

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung,
dari sedikit sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang terus
menerus akan menyebabkan tuba membesar dan kebiru biruan (hematosalping), dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.

3. ruptur dinding tuba


ruptur tuba sering tjd bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda.
Sebaiknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang
menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang sedikit,
kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka
terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui
ostium tuba abdominal. Bila pada abortus dalam tuba osteum tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat
terjadi. Dalam hal ini dinding tuba,yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan
darah dalam tuba. kadang kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligament antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan
intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi di keluarkan dari tuba. Bila penderita tidak
dioperasi dan tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada
kerusakan yang di derita dan tuanya kehmilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat di resorbsi
seluruhnya, kelak dapat diubha menjadi litopedion.

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta
masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut sehingga akan terjadi kehamilan
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamnetum latum,
dasar panggul, dan usus.

ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA

Manifestasi klinis
1. gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita
maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan,
sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
2. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan.
3. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek, walaupun muungkin tidak
sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya
sukar diraba pada pemeriksaan bimanual
4. Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda beda ; dari perdarahan
banyak yang tiba tiba dalm rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus dan ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
5. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya
pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri
mula mula terdapat pada satu sisi; tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam
rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan
bila membentuk hematokel retroutrina.
6. Terjadi perdarahan per vaginam
7. Amenorhea
8. Pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan
rasa nyeri, demikian pula kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan
9. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dalam
berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak
10. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum douglas.pada ruptur
tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat,
perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok
11. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan yang mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut
sampai gejala gejala yang samar samar, sehingga sukar membuat diagnosis

GAMBARAN GANGGUAN MENDADAK


1. peristiwa ini tidak sering ditemukan
2. penderita setelah mengalami amenore dengn tiba tiba, menderita nyeri yang hebat di
daerah perut bagian bawah dan sering muntah muntah.
3. Nyeri dapat demikian hebatnya, sehingga penderita jatuh pingsan
4. Dengan tekanna darah turun, nadi kecil dan cepat, ujung ekstremitas basah, pusat, dan
dingin. Seluruh perut agak membesar, nyeri tekan, dan tanda tanda cairan
intraperitoneal mudah ditemukan.
5. Pada pemeriksaan vaginal forniks posterior menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Kadang kadang uterus teraba sedikit membesar dengan
disebelahnya suatu adnex tumor, tetapi biasanya sulit karena dinding abdomen tegang
6. GAMBARAN GANGGUAN TIDAK MENDADAK
7. lebih sering berhubungan dengan abortus tuba atau yang terjadi perlahan lahan
8. setelah haid terlambat beberapa minggu; kadng kadang rasa nyeri ini dapat hebat pula
9. dengan adanya darah dalam rongga perut, rasa nyeri menetap
10. tanda tanda anemiamenjadi nyata karena perdarahan berulangg
11. mula mula perut masih lembek, ttp kmdn dapat menggembung karena tjd ileus parsialis
12. disebelah uterus tdpt hematosalping yang kadang menjadi satu dgn hematokel
retrouterina
13. dengan adanya hematokel retrouterina, kavum douglas sangat menonjol dan nyeri raba;
pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Selain itu, penderita mengeluh rasa
penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus. Selain seminggu mersa nyeri, biasanya
terjadi perdarahan dari uterus dengan kadnag kadang disertai oleh pengeluaran janin
desidua
14. GAMABARAN GANGGUAN ATIPIK
15. Kadang kadang gambaran klinik begitu tidak jelas, sehingga di diagnosis tidak dibuat.
Tidak jarang pada keadaan yang sebenarnya diketahui. Pada beberapa keadaan
diagnosis kehamilan ektopik baru dibuat pada laparotomi.
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA

Diagnosis
Anamnesis

1. haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang kadang terdapat gejala
subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat
dinyatakan.
2. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bag.bawah
Pemeriksaan Umum

3. penderita tampak kesakita dan pucat; pada perdarahan dalam rongga perut tanda tanda
syok dapat ditemukan.
4. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri
tekan
Pemeriksaan Ginekologik

5. tanda tanda kehamilan muda mungkn ditemukan


6. pergerakan serviks menyebbakan rasa nyeri
7. bila uterus dapat teraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang kadang teraba
tumor disamping uterus dengan batas yang sukar ditentukan
8. kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina
9. suhu kadang kadang naik, sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik
Pemeriksaan Laboratorium

10. pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam meneggakan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda tanda perdarahan dalam
rongga perut
11. pada kasus ini biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam
12. penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis
meningkat
13. tes kehamilan berguna apabila positif, akan tetapi tes negative tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan
degenerasi trofoblas menyebabkan produksi HcG menurun dan emnyebbakan tes
negative
Dilatasi dan kerokan

14. tidak dianjurkan


Kuldosentesis

15. suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah
16. membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu
USG

17. berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik


18. diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantong gestasi di luar uterus yang didalamnya
tampak denyut jantung janin
Laparoskopi

19.digunakan hanya sebagai alat Bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik,apabila
hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan.adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA

Dd
Infeksi pelvic
Abortus imminens atau insipiens
Rupture korpus luteum
Torsi kista ovarium dan appendicitis
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA

Penatalaksanaan
laparotomi
dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan : kondisi penderita pada
saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik
organ pelvis, kemmapuan tehnik bedah mkro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro
setempat
pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba, apabila keadaan penderita buruk misalnya dalam keadaan syok
lebih baik dilakukan salpingektomia.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan
menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA

 Patologi:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba

 Gambaran klinik:

1. Gejala2 kehamilan muda, nyeri sedikit di perut bagian bawah

2. Pada VT: uterus membesar dan lembek walaupun tdk sebesar tuanya kehamilan

3. Nyeri merupakan keluhan utama pada KET

4. Ruptur tubasakit perut mendadaksyok atau pingsan

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa Printer.


Anthonius Budi. M, Kehamilan Ektopik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2001.
Karsono, B. Ultrasonografi dalam Obstetri, dalam : Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. FKUI. Jakarta
2002

Mola hidatidosa

 Definisi:

Mola hidatidosa adalah kehamilan yang abnormal di mana hampir seluruh villi chorialis mengalami
degenerasi hidropik. Istilah awam: "hamil anggur".

 Etiologi:

Terjadi degenerasi hidropik dari jaringan trofoblas pada usia kehamilan muda. Kadar B-hCG meningkat
sangat tinggi, menyebabkan timbul gejala-gejala kehamilan muda yang berlebihan.

 Faktor resiko:

1. Usia kurang dari 20 tahun


2. Sosioekonomi kurang

3. Jumlah paritas tinggi

4. Riwayat kehamilan mola sebelumnya

 Patofisiologi:

1. B-hCG meningkataktifitas ovarium meningkat (ovarium kistik)estrogen tinggi


menimbulkan efek hipertiroidisme dari aktifitas B-hCG yang tinggi.

2. Teori Acosta-Sison: defisiensi protein.

3. Sitogenetika: mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46 xx


sering, 46 xy jarang, tapi 46 xx nya berasal dari reduplikasi haploid sperma dan tanpa
kromosom dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2
haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid, 69 xxx atau 69 xxy dari 1 haploid ovum
dan lainnya reduplikasi haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia).

 Gejala dan tanda:

1. Perdarahan: karena tekanan mola kepada dinding uteri, dan gejala kehamilan muda
berlebih: hiperemesis, hipertiroid, preeklampsia, anemia.

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor: Abdul Bari Saifuddin, Gulardi
Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2003.

1. Manifestasi klinik
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palapasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
5. Preeclampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.

2. Diagnosis
1. Anamnesis
1. Perdarahan pervaginam/gambaran mola.
2. Gejala toksemia pada trimester I.
3. Hiperemesis gravidarum.
4. Gejala tirotoksikosis.
5. Gejala emboli paru.
2. Pemeriksaan fisik
1. Uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2. Kista lutein.
3. Balotemen negative.
4. Denyut jantung janin negative.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan mola.
2. Pada tes Hanifa sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600
dengan deviasi sonde kurang dari 100.
3. Peningkatan kadar hCG darah atau rutin.
4. USG menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
5. Foto toraks ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.

3. Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretase dilanjutkan dengan kuret tajam.
Lakukan kuretase kedua bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah
hari ke tujuh.
3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebelumnya berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%).
Bila tidak dapat dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi.
4. Histerotomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan
cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup 3.
5. Terapi profilaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus
dengan risiko keganasan tinggi sepeti umur tua dan paritas tinggi.
6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar beta hCG lanjutan untuk deteksi
dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bias berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Pemeriksaan kadar beta hCG tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama
3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan. Pemeriksaan foto toraks tiap bulan
sampai kadar beta hCG negative.
7. Kontrasepsi, sebaiknya diberikan preparat progesterone selama 2 tahun.

6. Bagaimana pathogenesis dari scenario ?

PATOGENESIS

Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti

oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan

dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan benda asing tersebut.Pada kehamilan kurang dari 8 minggu vili

korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan

seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu penembusan sudah lebih dalam

hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak pendarahan.

Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap.

Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi

pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion

kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati

lama, mola kruenta, maserasi, fetus kompresus.

7. Bagaimana interpretasi dari px fisik dan px obstetric ?


- Ukuran uterus tidak normal harusnya sebesar telur bebek
- Oue terbuka danteraba jaringan  masih ada benda asing karena masih keluar sebagian

8. Apa saja pemeriksaan penunjang yg dilakukan pada scenario ? jawaban di nomer 5


9. Apa saja terapi pada scenario ? ada di jawaban no 5 tambahanya

Penanganan

a. Penanganan umum

1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.

2) Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan tekanan sistolik ˂ 90 mmHg, nadi ˃
112 x/i).

3) Jika dicurigai ada syok, segera mulai penanganan syok, jika tidak tidak terlihat tanda-tanda syok,
tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat, jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan
syok dengan segera.

4) Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.

5) Pasang infuse dengan jarum besar (16 G atau lebih besar) berikan larutan garam fisiologis atau RL
dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama), (saifuddin B, 2002).

b. Penanganan abortus inkomplit

1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan ˂ 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara
digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrium 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral.

2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan ˂ 16 minggu, evakuasi sisa hasil
konsepsi dengan :

a) Aspirasi Vacum Manual (AVM) merupakan metode yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia.

b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2 mg IM (dapat di ulangi setelah 4
jam jika perlu).

3) Jika kehamilan ˃ 16 minggu


a) Berikan infuse oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis atau RL) dengan kecepatan
40 tetes/menit sampai terjadi ekspulsi konsepsi.

b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi (maksimal 80 mg)

c) Evakuasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.

d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan, (saifuddin B, 2002).

10. HCG Kualitatif dan non kualitatif


11. Edukasi pada pasien
12. BO (blighted ovum)
Usg
Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH. Sinopsis Obstetri Jilid 1. 2002. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cet.I, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Fisiologi Guyton and Hall


ILMU KEBIDANAN

Anda mungkin juga menyukai

  • Journal Dokter Saugi
    Journal Dokter Saugi
    Dokumen8 halaman
    Journal Dokter Saugi
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • JURDING HERPES ZOOSTER Fix Dian
    JURDING HERPES ZOOSTER Fix Dian
    Dokumen10 halaman
    JURDING HERPES ZOOSTER Fix Dian
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • Kasus Ikterus Neonatorum
    Kasus Ikterus Neonatorum
    Dokumen27 halaman
    Kasus Ikterus Neonatorum
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Diare
    Tutorial Diare
    Dokumen12 halaman
    Tutorial Diare
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Dian
    Jurnal Dian
    Dokumen44 halaman
    Jurnal Dian
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • Nisa
    Nisa
    Dokumen23 halaman
    Nisa
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • PSB 2
    PSB 2
    Dokumen13 halaman
    PSB 2
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • CBD BRPN Novi
    CBD BRPN Novi
    Dokumen32 halaman
    CBD BRPN Novi
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • Refkas Primaswari
    Refkas Primaswari
    Dokumen25 halaman
    Refkas Primaswari
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat
  • DHF CBD
    DHF CBD
    Dokumen18 halaman
    DHF CBD
    Novi Dian Lestari
    Belum ada peringkat