- Fluxus : pendarahan , aliran darah dari vagina yg terjadi pada waktu yg tepat pada bulan itu
perdarahan pra menstruasi
Perdarahan fisiologis : mestruasi
Perdarahan patologis : infeksi , karsinoma dll
- Doppler : alat untuk aukultasi pada ANC pada trimester 1 untuk mengetahui detak janin
- DJJ : detak jantung janin
Step 2
b) MOLA HIDATIDOSA
Menurut Varney (2007) mola hidatidosa merupakan kehamilan yan secara genetik
tidak normal, yang muncul dalam bentuk kelainan perkembangan plasenta. Kehamilan mola
hidatidosa biasanya dianggap sebagai satu tumor jinak, tetapi berpotensi menjadi ganas.
Tanda dan gejala kehamilan mola adalah:
sebagai berikut:
b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales
c. Penyakit Ibu
keracunan.
Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain
ABORTUS
Definisi:
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana masa getasi belum mencapai 22
minggu dan beratnya kurang dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002). Kelainan dalam kehamilan ada
beberapa macam yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik. Biasanya abortus spontan
dikarenakan kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Abortus buatan merupakan pengakhiran
kehamilan dengan disengaja sebelum usia kandungan 28 minggu. Pengguguran kandungan buatan karena
indikasi medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002).
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama dan angkanya menurun setelah itu
(Harlap dan Shiono, 1980). Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya setengah dari
abortus dini ini, dan insiden sepertinya menurun setelah itu. Risiko abortus spontan meningkat
dengan paritas sebagaimana usia ibu dan ayah (Warburton dan Fraser, 1964 ; Wilson dkk, 1986).
Secara klinik frekuensi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun, dan 26%
pada wanita usia lebih dari 40 tahun (Williams, 1995:1573).
Etiologi:
3. Infeksi:
4. Faktor lingkungan
5. Faktor hormonal
6. Faktor hematologik
ETIOLOGI
Pada kehamilan muda abortus tidak jarang didahului oleh kematian mudigah.
Sebaliknya pada kehamilan lebih lanjut biasanya janin dikeluarkan dalam keadaan
masih hidup. Hal-hal yang menyebabkan abortus dapat disebabkan oleh hal-hal
berikut ini:
sebagai berikut:
b. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales
c. Penyakit Ibu
keracunan.
Mioma uteri, kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus. Sebab lain
Macam2:
1. Abortus iminens
2. Abortus kompletus
3. Abortus inkompletus
4. Missed Abortion
5. Abortus habitualis
Abortus Pasca Coitus: abortus yang terjadi setelah pasangan melakukan coitus intercoure,
biasanya perdarahan terjadi kurang dari 24 jam setelelah intercourse. Diduga perdarahan ini trjadi
akibat prostaglandin yang terkandung dalam sperma.
Pada dasarnya peristiwa ini sama dengan mekanisme timbulnya alergi pada umumnya.
Prostaglandin adalah salah satu jenis histamin yang di lepas oleh Mastcell yang terdegranulasi,
sehingga substrat ini hematogen. Jaringan yang mempunyai reseptor akan berikatan dengan
prostagandin, sehingga menimbulkan manifestasi klinis...Dalam hal ini myometrium juga
mengikat prostaglandin membentuk suatu komplek. Komplek ligand reseptor, menjadi pemicu
proses cascade intraseluler dengan hasil kontraksi uterus. sehingga mendorong isi uterus.
Winkjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Coitus sebaiknya dihentikan pada mereka yang sering mengalami keguguran. (Manuaba,
1998:139)
KLASIFIKASI
1. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau pun medisinalis, semata-
mata disebabkan oieh faktor-faktor alamiah.
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi
menjadi:
Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan
jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
2. Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi
medis.
1. Abortus Inkompletus (Keguguran bersisa): Hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan,
yang tertinggal adalah desidua atau plasenta.
Manfes: amenorea, sakit perut, dan mulas-mulas; perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, dan biasanya
berupa stolsel (darah beku); sudah ada keluar fetus atau jaringan; pada abortus yang sudah lama terjadi
atau pada abortus provakatus yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, sering teijadi infeksi. Pada
pemeriksaan dalam (V.T.) untuk abortus yang baru terjadi didapati serviks terbuka, kadang-kadang dapat
diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis servikalis atau kavum uteri, serta uterus yang berukuran lebih kecil
dari seharusnya. Perdarahan hebat sering menyebabkan syok ,Perdarahan disease gumpalan darah den
jaringan konsepsi , Servile terbuka , Sebagian basil konsepsi masih tertinggal dalam kavum uteri
Terapi: Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dulu dengan pemberian cairan dan transfusi darah.
Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri obat-
obat uterotonika dan antibiotika.
1. Abortus Insipiens (Keguguran sedang berlangsung): Adalah abortus yang sedang berlangsung,
dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba. Kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
Perdarahan dengan gumpalan darah , Nyeri lebih kuat ,Servik terbuka den teraba ketuban ,Hasil
konsepsi masih berada dalam kavum uteri .
Manfes: nyeri abdomen ( kram suprapubik intermitten, progresif =kontraksi uterus yg menimbulkan
dilatasi serviks), perdarahn pervagina, abortus timbul sblm 12 minggu stlh siklus haid terakhir, kebocoran
amnion
2. Abortus Iminens (Keguguran membakat): Keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini
keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat hormonal dan antispasmodika
serta istirahat. Kalau perdarahan setelah beberapa minggu masih ada, maka perlu ditentukan
apakah kehamilan masih baik atau tidak. Kalau reaksi kehamilan 2 kali berturut-turut negatif,
maka sebaiknya uterus dikosongkan (kuret). Perdarahan minimal dengan nyeri/tidak ,Uterus
sesuai dengan umur kehamilan ,Servile belum membuka, Test hamil : positif , USG : Produk
kehamilan dalam betas normal
Manfes: perdarahan per vagina, nyeri abdomen, gejala hamil, satu siklus haid terlewatkan
Diagnosis:px pelvis: pd px spekulum ada darah kecoklatan dlm vagina, ostium uteri tertutup, pd px
bimanual: uterus membesar, lunak dan tidak nyeri tekan, px urinalisis: urin normal
Tatalaksana:
- tirah baring/batasi aktivitas, jika ada alat kontrasepsi dlm rahim haus diangkat,
1. Missed Abortion: keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan
tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang meninggal ini:
(a) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati
(c) bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut: fetus papyraceus
(d) bisa jadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan mengalami degenerasi dan air
ketubannya diresorbsi.
1. Gejala: Dijumpai amenorea; perdarahan sedikdt-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta
selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah, Kalau tadinya ada
gejala-gejala kehamilan, belakangan menghilang, diiringi dengan reaksi kehamilan yang menjadi
negatif pada 2-3 minggu sesudah fetus mati. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada
darah sedikit. Sekali-sekali pasien merasa perutnya dingin atau kosong.Perdarahan minimal
,Sering didahului oleh tanda abortus iminen yang kemudian menghilang spontan/setelah tempi
,Tanda den gejala laumil menghilang ,USG : Hasil konsepsi masih dalam uterus namun tak ada
tanda ke` langsungan hidupnya
Terapi: Berikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan,
kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuretase. Dapat juga dilakukan histerotomia anterior.Hendaknya
pada penderita juga diberikan tonika dan antibiotika.
Komplikasi: Bisa timbul hipo atau afibrinogenemia. Fetus yang sudah mati begitu melekatnya pada rahim
sehingga sulit sekali untuk dilakukan kuretase
Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan abortus habitualis 3,6 - 9,8%
dari abortus spontan.Kalau seorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturut-turut maka
optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%.Kalau abortus 3 kali berturut-
turut, maka kemungkinan kehamilan ke 4 berjalan normal hanya sekitar 16%.
Etiologi:
(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan hasilnya adalah pembuahan
yang patologis.
(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta,
yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron sesudah korpus luteum atrofis. Ini dapat
dibuktikan dengan mengukur kadar pregnandiol dalam urin. Selain itu juga bergantung kepada keadaan
gizi si ibu (malnutrisi), kelainan antomis dari rahim, febris undulands (contagious abortion), hipertensi
oleh karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi terganggu dan fetus jadi mati.Dapat
juga gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
Pemeriksaan:
(1) Histerosalfingografi, untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali
kongenital.
(2) BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula
thyroidea.
Terapi: Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika
dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi
atau dihentikan. Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR atau MC DONALD
(cervical cerclage),
2. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik: keguguran yang disertai infeksi genital. Abortus septik
adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam
peredaran darah atau peritoneum.
Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa
memperhatikan syarat- syarat asepsis dan antisepsis.Bahkan pada keadaan tertentu dapat terjadi perforasi
rahim.
Diagnosis:
(a) Adanya abortus: amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit
(b) Pemeriksaan: kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.
(c) Tanda-tanda infeksi alat genital: demam, nadi cepat, perdarahan, berbau, uterus besar dan lembek,
nyeri tekan, lekositosis
(d) Pada abortus septik: kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah
turun sampai syok. Perlu diobservasi apakah ada tanda perforasi atau akut abdomen.
Terapi:
(1) Bila perdarahan banyak, berikan transfusi darah dan cairan yang cukup
(2) Berikan antibiotika yang cukup dan tepat (buat pemeriksaan pembiakan dan uji kepekaan obat):
(3) 24 sampai 48 jam setelah dilindungi dengan antibiotika atau lebih cepat bila terjadi perdarahan
banyak; lakukan dilatasi dan kuretase untuk mengeluarkan hasil konsepsi
(4) Infus dan pemberian antibiotika diteruskan menurut kebutuhan dan kemajuan penderita
(5) Pada abortus septik terapi sama saja, hanya dosis dan jenis antibiotika ditinggikan dan dipilih jenis
yang tepat sesuai dengan hasil pembiakan dan uji kepekaan kuman.
(6) Tindakan operatif, melihat jenis komplikasi dan banyaknya perdarahan; dilakukan bila keadaan umum
membaik dan panas mereda.
Penatalaksanaan
1. Abortus iminens
2. Periksa denyut nadi dan suhu badan 2 kali sehari bila pasien tidak panas
dan tiap empat jam bila pasien panas.
3. Tes kehamilan dapat dilakukan. Bila hasil (-), mungkin janin sudah mati.
Pemeriksaan USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens
3. Abortus inkomplit
1. Bila disertai dengan syok karena perdarahan, berikan infuse cairan NaCl
fisiologis atau ringer laktat dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2. Setelah syok diatasi, laukakn kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan
ergometrin 0,2 mg i.m.
4. Abortus komplit
1. Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3x1 tablet selama 3 sampai
5 hari.
5. Missed abortion
2. Bila kadar fibrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat
sebelum atau ketika mengeluarkan konsepsi.
5. Bila tinggi fundus uteri sampai 2 jari di bawah pusat, keluarkan hasil
konsepsi dengan menyuntik larutan garam 20% dalam cavum uteri
melalui dinding perut.
6. Abortus septic
1. Penanggukangan infeksi :
Pada pasien yang menolak dirujuk, beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada pasien yang
hendak dirujuk, selama 10 hari.
Di rumah sakit :
9. Infuse cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
10. Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah, denyut nadi dan suhu badan.
14. Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan
sumber infeksi.
15. Abortus septic dapat mengalami komplikasi menjadi syok septic yang tanda-
tandanya ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardia, ikterus, kesadaran
menurun, tekanan darah menurun dan sesak napas.
PATOGENESIS
Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi
pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati
KET
Definisi:
KE ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak menempel
pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95% kehamilan ektopik berada di
saluran telur (tuba fallopi),
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum
uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinomin dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars
interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga
perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan
implantasi hasil konsepsi pada tuba, kehamilan pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.
Etiologi:
1. Faktor tuba
2. Faktor abnormalitas dari zigot
3. Faktor ovarium
4. Faktor hormonal
5. Faktor lain
Etiologi
Faktor dalam lumen tuba :
endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu
pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk keluk dan hal ini sering disertai gangguan
fungsi silia endosalping
operasi plastik tuba dan strelisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit
endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba
divertikel tuba congenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di
tempat itu
perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur
tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
Faktor lain
migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri – atau sebaliknya – dapat
memperpanjang dari perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ; pertmbuhan telur yang terlalu cepat
dapat menyebabkan implantasi prematur
fertilisasi invitro
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA
3. Pathogenesis
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan halnya di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian di
resorbsi.
Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping.setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan
pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahankadang kadang tidak
tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot otot tuba
dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada
beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.
Dibawah pengaruh hormone esterogen dan progesterone dari korpus luteum graviditatis dan trofoblas,
uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan
pula perubahan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias Stella. Sel epitel membesar
dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan kadang kadang ditemukan mitosis. Perubahan
tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian dikeluarkan secara
berkeping keping, tetapi kadang kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada
kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.karena tuba bukan tempat untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian
besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. hasil konsepsi mati dini dan di resorbsi pada implantasi secara kolumner, ovum yang telah di buahi
cepat mati karena vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa apa, hanya haidnya terlambat beberapa hari.
2. abortus ke dalam lumen tuba
perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh pembuluh darah oleh villi koriales pada dinding
tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama sama dengan
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada
derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian di dorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Abortus ke
lumen tuba lebih sering terjadid pada kehamilan pars ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba
oleh vili korialis kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini
disebabkan oleh villi koriales ke arah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ampullaris
lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan
ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung,
dari sedikit sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang terus
menerus akan menyebabkan tuba membesar dan kebiru biruan (hematosalping), dan selanjutnya
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum douglas dan
akan membentuk hematokel retrouterina.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta
masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut sehingga akan terjadi kehamilan
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan
meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamnetum latum,
dasar panggul, dan usus.
Manifestasi klinis
1. gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas, dan penderita
maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam kehamilan,
sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.
2. Pada umumnya penderita menunjukkan gejala gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan.
3. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek, walaupun muungkin tidak
sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya
sukar diraba pada pemeriksaan bimanual
4. Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda beda ; dari perdarahan
banyak yang tiba tiba dalm rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas,
sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda bergantung pada lamanya
kehamilan ektopik terganggu, abortus dan ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat
perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil.
5. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada ruptur tuba
nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba tiba dan intensitasnya disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk kedalam syok. Biasanya
pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri
mula mula terdapat pada satu sisi; tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam
rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan
bila membentuk hematokel retroutrina.
6. Terjadi perdarahan per vaginam
7. Amenorhea
8. Pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan
rasa nyeri, demikian pula kavum douglas menonjol dan nyeri pada perabaan
9. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor disamping uterus dalam
berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak
10. Hematokel retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum douglas.pada ruptur
tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat,
perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok
11. Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala
perdarahan yang mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut
sampai gejala gejala yang samar samar, sehingga sukar membuat diagnosis
Diagnosis
Anamnesis
1. haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang kadang terdapat gejala
subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus, dapat
dinyatakan.
2. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bag.bawah
Pemeriksaan Umum
3. penderita tampak kesakita dan pucat; pada perdarahan dalam rongga perut tanda tanda
syok dapat ditemukan.
4. Pada jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan nyeri
tekan
Pemeriksaan Ginekologik
10. pemeriksaan haemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam meneggakan
diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda tanda perdarahan dalam
rongga perut
11. pada kasus ini biasanya ditemukan anemia; tetapi harus diingat bahwa penurunan
hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam
12. penghitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila leukositosis
meningkat
13. tes kehamilan berguna apabila positif, akan tetapi tes negative tidak menyingkirkan
kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena kematian hasil konsepsi dan
degenerasi trofoblas menyebabkan produksi HcG menurun dan emnyebbakan tes
negative
Dilatasi dan kerokan
15. suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah
16. membantu membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu
USG
19.digunakan hanya sebagai alat Bantu diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik,apabila
hasil penilaian prosedur diagnostic yang lain meragukan.adanya darah dalam rongga
pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi
untuk dilakukan laparotomi
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA
Dd
Infeksi pelvic
Abortus imminens atau insipiens
Rupture korpus luteum
Torsi kista ovarium dan appendicitis
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED
KETIGA
Penatalaksanaan
laparotomi
dalam tindakan demikian, beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan : kondisi penderita pada
saat itu, keinginan penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik
organ pelvis, kemmapuan tehnik bedah mkro dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi invitro
setempat
pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dalam arti hanya dilakukan
salpingostomi atau reanastomosis tuba, apabila keadaan penderita buruk misalnya dalam keadaan syok
lebih baik dilakukan salpingektomia.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan
menggunakan kemoterapi untuk menghindari tindakan pembedahan
ILMU KEBIDANAN, YAYASAN BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARJO. ED KETIGA
Patologi:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
2. Abortus ke dalam lumen tuba
3. Ruptur dinding tuba
Gambaran klinik:
2. Pada VT: uterus membesar dan lembek walaupun tdk sebesar tuanya kehamilan
Mola hidatidosa
Definisi:
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang abnormal di mana hampir seluruh villi chorialis mengalami
degenerasi hidropik. Istilah awam: "hamil anggur".
Etiologi:
Terjadi degenerasi hidropik dari jaringan trofoblas pada usia kehamilan muda. Kadar B-hCG meningkat
sangat tinggi, menyebabkan timbul gejala-gejala kehamilan muda yang berlebihan.
Faktor resiko:
Patofisiologi:
1. Perdarahan: karena tekanan mola kepada dinding uteri, dan gejala kehamilan muda
berlebih: hiperemesis, hipertiroid, preeklampsia, anemia.
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal & Neonatal. Editor: Abdul Bari Saifuddin, Gulardi
Hanifa Wiknjosastro, Biran Affandi, Djoko Waspodo. Ed. I, Cet. 5, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2003.
1. Manifestasi klinik
1. Amenore dan tanda-tanda kehamilan.
2. Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada
keadaan lanjut kadang keluar gelembung mola.
3. Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4. Tidak terabanya bagian janin pada palapasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusar atau lebih.
5. Preeclampsia atau eklampsia yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.
2. Diagnosis
1. Anamnesis
1. Perdarahan pervaginam/gambaran mola.
2. Gejala toksemia pada trimester I.
3. Hiperemesis gravidarum.
4. Gejala tirotoksikosis.
5. Gejala emboli paru.
2. Pemeriksaan fisik
1. Uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2. Kista lutein.
3. Balotemen negative.
4. Denyut jantung janin negative.
3. Pemeriksaan penunjang
1. Pada tes Acosta Sison dapat dikeluarkan jaringan mola.
2. Pada tes Hanifa sonde dapat masuk tanpa tahanan dan diputar 3600
dengan deviasi sonde kurang dari 100.
3. Peningkatan kadar hCG darah atau rutin.
4. USG menunjukkan gambaran badai salju (snow flake pattern).
5. Foto toraks ada gambaran emboli udara.
6. Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis.
Kapita Selekta Kedokteran, FK UI, jilid I, ed. 3.
3. Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum.
2. Keluarkan jaringan mola dengan vakum kuretase dilanjutkan dengan kuret tajam.
Lakukan kuretase kedua bila tinggi fundus uterus lebih dari 20 minggu sesudah
hari ke tujuh.
3. Untuk memperbaiki kontraksi, sebelumnya berikan uterotonik (20-40 unit
oksitosin dalam 250 cc darah atau 50 unit oksitosin dalam 500 ml NaCl 0,9%).
Bila tidak dapat dilakukan vakum kuretase, dapat diambil tindakan histerotomi.
4. Histerotomi perlu dipertimbangkan pada wanita yang telah cukup umur dan
cukup anak. Batasan yang dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup 3.
5. Terapi profilaksis dengan sitostatik metroteksat atau aktinomisin D pada kasus
dengan risiko keganasan tinggi sepeti umur tua dan paritas tinggi.
6. Pemeriksaan ginekologi, radiologi dan kadar beta hCG lanjutan untuk deteksi
dini keganasan. Terjadinya proses keganasan bias berlangsung antara 7 hari
sampai 3 tahun pasca mola, yang paling banyak dalam 6 bulan pertama.
Pemeriksaan kadar beta hCG tiap minggu sampai kadar menjadi negative selama
3 minggu lalu tiap bulan selama 6 bulan. Pemeriksaan foto toraks tiap bulan
sampai kadar beta hCG negative.
7. Kontrasepsi, sebaiknya diberikan preparat progesterone selama 2 tahun.
PATOGENESIS
Pada awal abortus terjadi pendarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti
oleh nekrosis jaringan disekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan
korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan
Pada kehamilan lebih 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu dari pada
plasenta. Pendarahan tidak banyak jika plasenta segera dilepas dengan lengkap.
Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur. Hasil konsepsi
pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion
kosong atau tampak kecil tanpa bentuk yang jelas, mungkin pula janin telah mati
Penanganan
a. Penanganan umum
1) Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital.
2) Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkeringat banyak, pingsan tekanan sistolik ˂ 90 mmHg, nadi ˃
112 x/i).
3) Jika dicurigai ada syok, segera mulai penanganan syok, jika tidak tidak terlihat tanda-tanda syok,
tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi wanita karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat, jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan
syok dengan segera.
4) Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu.
5) Pasang infuse dengan jarum besar (16 G atau lebih besar) berikan larutan garam fisiologis atau RL
dengan tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama), (saifuddin B, 2002).
1) Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan ˂ 16 minggu, evakuasi dapat dilakukan secara
digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika
perdarahan berhenti, beri ergometrium 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral.
2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan ˂ 16 minggu, evakuasi sisa hasil
konsepsi dengan :
a) Aspirasi Vacum Manual (AVM) merupakan metode yang terpilih. Evakuasi dengan kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia.
b) Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrium 0,2 mg IM (dapat di ulangi setelah 4
jam jika perlu).
b) Jika perlu berikan misoprostol 200 mg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi (maksimal 80 mg)
d) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan, (saifuddin B, 2002).
Prawirohardjo. S, Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cet.I, Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.