SKRIPSI
Oleh
ALFIATUR ROHMAH
NIM 142210101049
FAKULTAS FARMASI
ABSTRAK
2015
2
ABSTRAK
ABSTRAK
Alfiatur Rohmah. 2015. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas
Negeri Semarang. Pembimbing I: Dra. Henny Setyawati, M.Si, Pembimbing II : dr. Arulita
Ika Fibriana.
Kata Kunci : Kebiasaan Merokok (jumlah rokok, jenis rokok, lama merokok, cara
menghisap rokok), Hipertensi.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini yaitu adakah hubungan antara
kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok, cara menghisap dan lama meokok) dengan
kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu
dengan mempertimbangkan faktor keturunan, berat badan, aktivitas olahraga, asupan garam
dan stres pekerjaan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kebiasaan merokok
(jumlah rokok, jenis rokok, cara menghisap dan lama merokok) sebagai salah satu faktor
resiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah
Cepu disamping faktor keturunan, berat badan, aktivitas olahraga, asupan garam dan stres
perkerjaan.
Jenis penelitian ini adalah penelitian case control yaitu penelitian survey analitik yang
menyangkut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan
restrospektive. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien laki-laki perokok berusia
40 tahun di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu periode Januari-November 2006. Sampel yang
diambil sejumlah 30 orang kasus (mengalami hipertensi) dan 30 orang kontrol (tidak
mengalami hipertensi). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
Data primer diperoleh melalui penyebaran angket dan wawancara sedangkan data sekunder
diambil dari bagian rekam medik Badan Rumah Sakit Daerah Cepu. Data yang diperoleh
dalam penelitian ini diolah dengan menggunakan statistik uji Chi- Square dengan derajat
kemaknaan ( α) = 0,05.
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dipertahankan dalam sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Jember pada :
Hari : …Senin……………
Panitia Ujian
Dewan Penguji
iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Persembahan :
Karya kecilku ini aku persembahkan untuk Bapak dan Ibu tercinta. Terima kasih
atas doa dan pengorbanannya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi ini.
iv
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Hubungan antara kebiasaan merokok
dengan kejadian ipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah
Cepu”, disusun untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi di Universitas Jember.
Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan berbagai pihak, dengan rendah hati
disampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada:
Semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan dan
kerjasama yang diberikan dalam penelitian.
Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran demi
sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
v
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................................ii
BAB I ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
BAB II ......................................................................................................................... 5
LANDASAN TEORI................................................................................................... 5
vi
DAFTAR ISI
BAB IV ...................................................................................................................... 34
BAB V ....................................................................................................................... 52
vii
DAFTAR TABEL
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH ...................................................... 6
Tabel 2 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas
18................................................................................................................................................ 6
Tabel 3 Kategori ambang batas IMT ........................................................................... 9
Tabel 4 Daftar Bahan Kimia Yang Terdapat Dalam Asap Rokok Yang Dihisap ..... 18
Tabel 5 Distribusi Responden Menurut Umur........................................................... 34
Tabel 6 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan .................................................... 35
Tabel 7 Distribusi Responden Menurut Jumlah Rokok yang Dihisap ...................... 36
Tabel 8 Distribusi Responden Menurut Jenis Rokok Yang Dihisap ......................... 37
Tabel 9 Distribusi Responden Menurut Lama Menghisap Rokok ............................ 38
Tabel 10 Distribusi Responden Menurut Cara Menghisap Rokok ............................ 39
Tabel 11 Distribusi Responden Menurut Keturunan Hipertensi ............................... 40
Tabel 12 Distribusi Responden Menurut Berat Badan .............................................. 41
Tabel 13 Distribusi Responden Menurut Aktivitas Olahraga .................................... 42
Tabel 14 Distribusi Responden Menurut Asupan Garam .......................................... 43
Tabel 15 Distribusi Responden Menurut Stres Pekerjaan ......................................... 44
Tabel 16 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor yang Berhubungan Dengan
Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun Ke atas diBadan Rumah Sakit Daerah Cepu ......... 45
Tabel 17 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko
Jumlah Rokok yang Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi .................................................... 46
Tabel 18 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Jenis
Rokok yang Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi ................................................................. 46
Tabel 19 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Lama
Merokok terhadap Kejadian Hipertensi ................................................................................... 47
viii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
ix
PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut WHO batas normal tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan
80 – 90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan
darahnya > 140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII 2003 tekanan darah pada orang
dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan menderita hipertensi stadium I apabila
tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg.
Diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg
dan diastoliknya lebih dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan
sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg (sustrani,
2004, hal. 15).
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%. Hipertensi lebih
banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur 55-64 tahun. Hipertensi di
Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997, hipertensi dijumpai pada 4.400
per 10.000 penduduk. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi
1
PENDAHULUAN
hipertensi di Indonesia cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000
sekitar 15-20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi (DEPKES, 2003).
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor risiko yang tidak
dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor). Faktor risiko
yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti keturunan, jenis kelamin, ras dan umur.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan
makan garam), alkohol, stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan
pil kontrasepsi (pajario, 2002).
Merokok merupakan salah satu kebiasaan hidup yang dapat mempengaruhi tekanan
darah. Pada keadaan merokok pembuluh darah dibeberapa bagian tubuh akan mengalami
penyempitan, dalam keadaan ini dibutuhkan tekanan yang lebih tinggi supaya darah dapat
mengalir ke alat-alat tubuh dengan jumlah yang tetap. Untuk itu jantung harus memompa
darah lebih kuat, sehingga tekanan pada pembuluh darah meningkat (wardoyo, 1996, hal. 28).
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok akan
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan
sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (sitepoe, 1997, hal.
28). Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikan
tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap
rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun, antara lain Karbon
Monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah
kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (suparto, 2000,
hal. 74)
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
kebiasan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan
Rumah Sakit Daerah Cepu.
2
PENDAHULUAN
3
PENDAHULUAN
4
LANDASAN TEORI
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 HIPERTENSI
Hipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan
pada tekanan tersebut meskipun sudah relaks (imam, 2002, hal. 50). hipertensi adalah
desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh
kekuatan jantung ketika memompa darah. (hull, 1996)
Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah adalah
120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang dinyatakan mengidap
5
LANDASAN TEORI
hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan sistolik dan 90 mmHg tekanan
diastoliknya. Tabel 1
Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik disebut
hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi sistolik terisolasi
umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai pada masa dewasa muda lebih
banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan diramalkan dikemudian hari tekanan
diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun,
tidak dalam keadaan sakit mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih
kunjungan yang berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran
setiap kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau lebih
(kumar, 1995) . Tabel 2
Tabel 2 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah Orang Dewasa Dengan Usia Diatas 18
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan
hipertensi diastolik (Smith, 1986). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut
terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan
6
LANDASAN TEORI
tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan
maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah
sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit
secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya
dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan
dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi diantara dua denyutan. faktor yang
mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang
tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan
primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui
(sustrani, 2004). Penderita hipertensi sekunder ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab
dan patofisiologinya sudah diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau
pembedahan. Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah adanya kelainan dan
keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerolus nefritis akut),
kelainan endoktrin (tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta bisa diakibatkan oleh
penggunaan obat-obatan (kortikosteroid dan hormonal).
2.1.3 PATOGENESIS
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer. Berbagai faktor
yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah
seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik, stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah
jantung dan tahanan perifer sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium
kanan, tetapi tidak mempunyai banyak pengaruh.
Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah
secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat
7
LANDASAN TEORI
kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek
kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan saraf pusat
yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem pengendalian yang
bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang bereaksi kurang cepat, misalnya
perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol hormon
angiotensi dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam
jangka panjang misalnya kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh
sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh beberapa faktor
genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel, aktivitas saraf simpatis
dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan hemodinamik, asupan natrium dan
metabolisme natrium dalam ginjal serta obesitas dan faktor endotel.
Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi antara lain penyempitan arteri
yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini disebabkan karena jaringan otak
kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak dan akan
mengakibatkan kematian pada bagian otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke.
Komplikasi lain yaitu rasa sakit ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada
organ mata yang dapat mengakibatkan kebutaan (beevers, 2002). Gejala–gejala hipertensi
antara lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah,
sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering (tinnitus) dan dunia terasa
berputar (sustrani, 2004).
Penelitian yang dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau
bersama dan juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan
8
LANDASAN TEORI
seberapa besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya
hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan darah di antara
orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan separuhnya lagi merupakan
akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-kanak (beevers, 2002).
Cara mudah untuk mengetahui termasuk obesitas atau tidak yaitu dengan mengukur
Indeks Masa Tubuh (IMT) Rumus untuk IMT adalah berat badan (kg) dibagi dengan tinggi
badan dikuadratkan (m2). Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Depkes RI
dalam Supariasa adalah sebagai berikut: Tabel 3
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal 18,5-25,0
9
LANDASAN TEORI
memadai, peran dalam pekerjaan yang tidak jelas, tanggungjawab yang tidak jelas, masalah
dalam hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga (bart, 1994).
Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift malam.
Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18 jam setiap harinya)
digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan lain-lain. Dalam satu minggu
seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam, lebih dari itu terlihat kecenderungan yang
negatif seperti kelelahan kerja, penyakit dan kecelakaan kerja.
Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi
kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang.
Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat mengerjakan perhitungan aritmatika dalam
suatu lingkungan yang bising, atau bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan
perbedaan ukuran, menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba
(beevers, 2002).
stres diduga melalui aktivitas syaraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita
beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan
darah secara intermitten (tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara
dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres berat. Gangguan
tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap.
10
LANDASAN TEORI
Menurut Kaplon (1985) pria yang berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika
tekanan darah berbanding 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun
dinyatakan hipertensi jika tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih.
Natrium bersama klorida yang terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal
dapat membantu tubuh mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan
darah. Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga
meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompanya dan tekanan darah menjadi naik (sustrani, 2004)
11
LANDASAN TEORI
2.1.5.1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embulus
yang terlepas dari pembuluh non- otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri –arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah–daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri–arteri
otak yang mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya anurisma.
12
LANDASAN TEORI
sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik.
Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah stirahat yang
cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi
terbaring, duduk, dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran
manset harus cocok dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkari paling sedikit 80 %
lengan atas dan lebar manset paling sedikit 2 / 3 kali panjang lengan atas, pinggir bawah
manset harus 2 cm diatas fosa cubiti untuk mencegah kontak dengan stetoskop. Sebaiknya
13
LANDASAN TEORI
disediakan barbagai ukuran manset untuk dewasa, anak dan orang gemuk. Balon dipompa
sampai ke atas tekanan diastolik kemudian tekanan darah diturunkan perlahan-lahan dengan
kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung. Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi
yang pertama (korotkoff 1) sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi
(korotkoff V). Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan pada kedua lengan, pada
posisi berbaring, duduk dan berdiri.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil prevalensi perokok secara nasional sekitar
27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya laki-laki mengalami kenaikan menjadi 54,5%.
Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2% pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada
tahun 2001. Prevalensi kesehatan mantan perokok relatif kecil baik secara keseluruhan
(2,8%) maupun pada laki-laki dan perempuan (5,3%) pada laki-laki dan 0,3% pada
perempuan (anna maria, 2001).
Angka kekerapan merokok di Indonesia juga tinggi yaitu 60%-70% pada laki – laki
di perkotaan dan 80%-90 % pada laki-laki pedesaan. Berdasarkan data WHO tahun 2002 di
Indonesia menduduki urutan kelima terbanyak dalam konsumsi 215 miliar batang rokok
(vivi, 2004).
Dari survai secara nasional juga ditemukan bahwa laki-laki remaja banyak yang
menjadi perokok dan hampir 2/3 dari kelompok umur produktif adalah perokok. Pada pria
prevalensi perokok tertinggi adalah umur 25-29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok
pemula jauh lebih banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentan
populasi penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh dari
laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih, lebih dari perokok
14
LANDASAN TEORI
menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di Indonesia mulai merokok
sebelum mereka berusia 19 tahun (pdpersi, 2003).
Rata- rata merokok yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh
faktor psikologis meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan
kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor psikologis juga
dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap bahan yang dikandung rokok
seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap nikotin (sitepoe, 1997).
15
LANDASAN TEORI
Bila sebatang rokok dihabiskan dalam sepuluh kali hisapan asap rokok maka dalam
tempo setahun bagi perokok sejumlah 20 batang (satu bungkus) per hari akan mengalami
70.000 hisapan asap rokok. Beberapa zat kimia dalam rokok yang berbahaya bagi kesehatan
bersifat kumulatif (ditimbun), suatu saat dosis racunnya akan mencapai titik toksis sehingga
akan mulai kelihatan gejala yang ditimbulkan (sitepoe, 1997).
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok
akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah. Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai
pengaruh besar terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan
karena gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah
“kramp” sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (suparto,
2000).
16
LANDASAN TEORI
Dalam peraturan (PP) Nomor 19 tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi
kesehatan, pemerintah tidak menentukan kandungan kadar nikotin sebesar 1,5 mg dan
kandungan kadar tar serbesar 20 mg pada rokok kretek. Dan rokok kretek menggunakan
tembakau rakyat. Tetapi menurut Direktur Agro Departemen Perindustrian dan Perdagangan
(Deperindag) Yamin Rahman menyatakan kandungan kadar nikotin pada rokok kretek
melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg
yaitu 40 mg. Rokok kretek mengandung 60–70 tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan
ramuan lain. Cengkeh mengandung eugenol yang dianggap berpotensi menjadi penyebab
kanker pada manusia dan terkait dengan zat kimia satrol yang menjadi salah satu penyebab
kanker ringan (pdpersi, 2003).
Sesuai data Diperindag volume eksport rokok pernovember 2002 mencapai 6.463
ton dengan nilai 75,8 juta dolar AS. Kadar nikotin yang ada pada rokok seharusnya adalah
1,5 mg dan kadar tar sebesar 20 mg dan menggunakan tembakau Virginia.
Rokok yang dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Namun rokok
akan mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan pembuluh di ginjal sehingga
terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan
sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit (sitepoe, 1997).
Dengan menghisap sebatang rokok akan mempunyai pengaruh besar terhadap kenaikkan
tekanan darah, hal ini disebabkan oleh zat-zat yang terkandung dalam asap rokok. Asap
rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya beracun. Antara lain Karbon
monoksida (CO) yang dihasilkan oleh asap rokok dan dapat menyebabkan pembuluh darah
kramp, sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah dapat robek (suparto, 2000).
Gas CO dapat pula menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung peredaran
oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO menggantikan tempat oksigen di
hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran
atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain zat CO merokok juga mengandung nikotin.
17
LANDASAN TEORI
Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200 diantaranya bersifat racun antara
lain Karbon Monoksida (CO) dan Polycylic Aromatic hydrokarbon yang mngandung zat – zat
pemicu terjadinya kanker (seperti tar, byntopyrenes, vinylchlorida dan nitrosonornicotine)
(pdpersi, 2003). Tabel 4
2.2.6.1 Nikotin
Komponen ini paling banyak dijumpai di dalam rokok, nikotin bersifat toksik
terhadap saraf dengan stimulasi atau depresi. Nikotin merupakan aikaloid yang bersifat
stimulan dan pada dosis tinggi beracun. Zat ini hanya ada dalam tembakau, sangat aktif dan
mempengaruhi otak/susunan saraf. Dalam jangka panjang, nikotin akan menekan
kemampuan otak untuk mengalami kenikmatan, sehingga perokok akan selalu membutuhkan
18
LANDASAN TEORI
kadar nikotin yang semakin tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan dan ketagihannya. Sifat
nikotin yang adiktif ini dibuktikan dengan jarang adanya jumlah perokok yang ingin berhenti
merokok dan jumlah yang berhasil berhenti (pdpersi, 2003).
Nikotin yaitu zat atau bahan senyawa porillidin yang terdapat dalam Nicotoana
Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya yang sintesisnya bersifat adiktif yang dapat
mengakibatkan ketergantungan. Nikotin ini dapat meracuni syaraf tubuh, meningkatkan
tekanan darah, menyempitkan pembuluh perifer dan menyebabkan ketagihan serta
ketergantungan pada pemakainya. Jumlah nikotin yang dihisap dipengaruhi oleh berbagai
faktor kualitas rokok, jumlah tembakau setiap batang rokok, dalamnya isapan , lamanya
isapan, dan menggunakan filter rokok atau tidak.
Gas karbon monoksida bersifat toksis yang bertentangan dengan oksigen dalam
transpor maupun penggunaannya. Dalam rokok terdapat CO sejumlah 2%- 6% pada saat
merokok, sedangkan CO yang dihisap oleh perokok paling rendah sejumlah 400 ppm (parts
per million) sudah dapat meningkatkan kadar karboksi haemoglobin dalam darah sejumlah 2-
16% (sitepoe, 1997).
2.2.6.3. Tar
Tar merupakan bagian partikel rokok sesudah kandungan nikotin dan uap air
diasingkan, beberapa komponen zat kimianya karsinogenik (pembentukan kanker). Tar
adalah senyawa polinuklin hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik. Dengan adanya
kandungan bahan kimia yang beracun sebagian dapat merusak sel paru dan menyebabkan
berbagai macam penyakit. Selain itu tar dapat menempel pada jalan nafas sehingga dapat
menyebabkan kanker.
Tar merupakan kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat asap
rokok. Pada saat rokok dihisap, tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap
rokok. Setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada
permukaan gigi, saluran pernafasan dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi antara 3-40
mg per batang rokok, sementara kadar dalam rokok berkisar 24-45 mg. Sedangkan bagi
19
LANDASAN TEORI
rokok yang menggunakan filter dapat mengalami penurunan 5-15 mg. Walaupun rokok diberi
filter, efek karsinogenik tetap bisa masuk dalam paru-paru, ketika pada saat merokok
hirupannya dalam-dalam, menghisap berkali-kali dan jumlah rokok yang digunakan
bertambah banyak (sitepoe, 1997)
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar terhadap
kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang
dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah “kramp” sehingga tekanan
darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek (suparto, 2000).
Selain zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem
saraf simpatis dengan akibat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan
ketagihan merokok, nikotin juga merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi
20
LANDASAN TEORI
denyut jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan gangguan
irama jantung. Nikotin juga menggangu kerja otak, saraf dan bagian tubuh yang lain.
Walaupun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah diastole secara akut,
namun tidak tampak lebih sering di antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila
orang berhenti merokok. Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar
10-20 pon lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umurnya, tinggi badannya, jenis
kelaminnya. Bila mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua kekuatan, turunnya
tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan diastole karena peningkatan berat
badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain pada kebanyakan orang, sehingga tekanan
diastole sedikit berubah bila mereka berhenti merokok.
21
METODE PENELITIAN
Hipertensi
Curah Jantung
Usia
Merokok
- jumlah rokok
- jenis rokok
Jenis Kelamin - cara menghisap rokok
- lama menghisap rokok
Aktivitas Olahraga
Asupan Garam
Stres Pekerjaan
22
METODE PENELITIAN
BAB III
METODE PENELITIAN
Variabel Perancu :
- Keturunan
-Berat badan (Obesitas)
-Stres Pekerjaan
- Asupan Garam
- Jenis Kelamin
- Usia
23
METODE PENELITIAN
2) Ada hubungan antara jumlah rokok yang dhisap per hari dengan kejadian hipertensi pada
laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
3) Ada hubungan antara lama kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki
usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
4) Ada hubungan antara lama merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40
tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
3.3.1 HIPERTENSI
adalah tingkat tekanan darah yang tinggi yang dapat menyebabkan suatu gangguan
pada pembuluh darah yang menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa tersumbat
sampai jaringan tubuh. Data diperoleh dari rekam medik RSUD Cepu. Hipertensi apabila
tekanan darah diastolik >140 mmHg dan sistoliknya >90mmHg . Skala : Nominal Untuk
keperluan analisis skala dikategorikan menjadi :
1. Hipertensi
2. Tidak Hipertensi
24
METODE PENELITIAN
Skala : Nominal
1. Perokok Berat
2. Perokok Ringan
3. Menghisap dalam yaitu menghisap rokok dengan cara ditelan sampai kedalam
kerongkongan. (Bustan, 2003)
Skala: Ordinal
1. Dalam
2. Dangkal
Skala: Ordinal
25
METODE PENELITIAN
Skala: Nominal
1. Non Filter
2. Filter
Skala: Nominal
1. Ada
2. Tidak ada
3.3.7 OBESITAS
Adalah kondisi tubuh responden laki-laki usia 40 tahun ke atas pada waktu
dilakukan penelitian yang mengalami obesitas atau kegemukan.Ditentukan dengan
menghitung Indeks Masa Tubuh (IMT).
26
METODE PENELITIAN
Skala: Nominal
1. Tidak olahraga
2. Berolahraga
Skala: Nominal
kerja) terhadap suatu perubahan lingkungan kerja yang dirasakan mengganggu dan
Skala: Nominal
2. Tidak stres, jika tidak memenuhi 4 (<4) item pertanyaan tentang stres
27
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai kelompok kasus adalah lakilaki usia
40 tahun ke atas yang mengalami hipertensi dan mempunyai kebiasaan merokok. Penelitian
dimulai dengan mengindentifikasi kelompok dengan kasus (laki-laki dengan usia 40 tahun ke
atas dengan hipertensi) dengan kelompok bukan kasus atau kontrol, kemudian secara
restropektive (penelusuran ke belakang) diteliti dengan faktor risiko yang mungkin dapat
menerangkan apakah kasus dan kontrol terkena paparan atau tidak
Ditelusuri Retrospektif
Merokok
Kasus Hipertensi +
Tidak Merokok
Merokok
Kontrol Hipertensi -
Tidak Merokok
28
METODE PENELITIAN
1. Populasi kasus, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
2. Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
1. Populasi kasus yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
2. Populasi kontrol, yaitu seluruh pasien laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas
29
METODE PENELITIAN
1. Kriteria inklusi
a) Pasien memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di Rumah Sakit Daerah Cepu
Periode Januari-November 2006.
2. Kreteria eksklusi
1. Kriteria inklusi
a) Pasien tidak memiliki tekanan darah tinggi (hipertensi) di Rumah Sakit Daerah
Cepu Periode Januari-November 2006.
2. Kreteria eksklusi
30
METODE PENELITIAN
3.6.1 KUESIONER
Kuesioner yaitu daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang,
di mana responden dan interviewer tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan
tanda-tanda tertentu. Kuesioner ini berisi pertanyaan–pertanyaan yang berhubungan dengan
faktor faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
3.6.3 MICROTOISE
Microtoise sebagai pengukur tinggi badan dengan panjang 200 cm dan tingkat
ketelitian .1 cm, untuk mengukur tinggi badan responden
31
METODE PENELITIAN
3.6.5 DOKUMENTASI
Metode dokumentasi digunakan sebagai pelengkap guna mengungkap data terhadap
variabel-variabel penelitian, dengan kata lain sebagai bahan informasi yang digunakan
peneliti misalnya data sekunder. Data sekunder yang berasal dari bagian Rekam Medik di
Badan Rumah Sakit Daerah Cepu sebagai tempat penelitian, mengenai pasien yang menderita
hipertensi dan tidak menderita hipertensi.
Analisis hasil studi kasus kontrol da[pat dilakukan dengan melihat proporsi masing-
masing variabel bebas yang di teliti pada kasus dan kontrol dilakukan analisis variabel
dengan cara memasukkan setiap variabel yang di duga beresiko dengan kejadian hipertensi
pada laki-laki usia diatas 40 tahun ke atas ke dalam tabel dengan menghitung Odds Rasio
32
METODE PENELITIAN
(OR) dan Confuidence Interval (CI) 95 % dan kemaknaan p < 0.05. Odds Rasio digunakan
untuk menilai seberapa sering terdapat pajanan pada kasus dibandingkan pada kontrol.
33
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian besar
memiliki tingkat umur antara 51-60 tahun (40,00%), demikian pila responden pada kelompok
kontrol sebagian juga memiliki tingkat umur 51-60 tahun (46,67%).
34
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara jelas distribusi responden berdasarkan umur digambarkan dalam suatu grafik
sebagai berikut:
50
45
40
35
30
25 Series 1
Series 2
20
15
10
0
1 2 3 4 5
PNS 8 10 18
WIRASWASTA 4 6 10
KARYAWAN 3 3 6
TANI 9 7 16
BURUH 0 1 1
PENSIUNAN 4 2 6
TIDAK BEKERJA 2 1 3
Tabel 6 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok kasus sebagian besar
memiliki pekerjaan sebagai petani (15,00%) sedangkan pada kelompok kontrol sebagian juga
memiliki pekerjaan sebagai PNS (16,67%).
35
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 9 di atas paling banyak responden pada kelompok kasus dalam
penelitian ini menghisap rokok lebih dari 10 batang setiap hari (30,0%) sedangkan pada
kelompok kontrol hanya 13,3% yang menghisap rokok lebih 10 batang setiap hari.
40
35
30
25
20 Series 1
Series 2
15
10
0
1 2
36
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara jelas distribusi responden berdasarkan jenis rokok yang dihisap digambarkan
dalam suatu grafik sebagai berikut:
45
40
35
30
25
Series 1
20 Series 2
15
10
0
1 2
37
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
50
45
40
35
30
25 Series 1
20 Series 2
15
10
5
0
1 2
38
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
35
30
25
20
Series 1
15 Series 2
10
0
1 2
39
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
40
35
30
25
20 Series 1
Series 2
15
10
0
1 2
40
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Secara jelas distribusi responden berdasarkan berat badan digambarkan dalam suatu
grafik sebagai berikut:
45
40
35
30
25
Series 1
20 Series 2
15
10
0
1 2
41
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.2.7.Aktifitas Olahraga
Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini melakukan aktifitas olahraga. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
35
30
25
20
Series 1
15 Series 2
10
0
1 2
42
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.2.8.Asupan Garam
Berdasarkan data penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam
penelitian ini tidak beresiko menderita hipertensi dari asupan garam yang dilakukan. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
35
30
25
20
Series 1
15 Series 2
10
0
1 2
43
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
35
30
25
20
Series 1
15 Series 2
10
0
1 2
44
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 16 Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Faktor yang Berhubungan Dengan Hipertensi pada
Laki-laki Usia 40 Tahun Ke atas diBadan Rumah Sakit Daerah Cepu
Dari analisis bivariat tersebut diperoleh 6 (enam) variabel yang signifikan terhadap
kejadiaan hipertensi ditunjukkan dari harga p < 0,05. Keenam variabel tersebut adalah jumlah
rokok yang dihisap, jenis rokok, lama menghisap rokok, keturunan, asupan garam dan stres
pekerjaan. Kemudian tiga variabel yang tidak signifikan karena memiliki nilai p > 0,05 yaitu
cara menghisap rokok, berat badan, dan aktivitas olahraga.
45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel tersebut sebagai perancu atau tidak pada
risiko kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok yang di hisap, jenis rokok yang
dihisap dan lama mengisap rokok terhadap kejadian hipertensi. Hasil analisis berstrata dapat
disajikan sebagai berikut:
Tabel 17 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Jumlah Rokok yang
Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p untuk
seluruh variabel kurang dari 0,05, sedangkan cPOR ≠ aPOR dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan, berat badan, aktivitas olahraga, asupan
garam dan stres pekerjaan merupakan perancu pada risiko kebiasaan merokok pada indikator
jumlah rokok yang dihisap terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun keatas di
Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
Tabel 18 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Jenis Rokok yang
Dihisap terhadap Kejadian Hipertensi
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p untuk
seluruh variabel kurang dari 0,05 sedangkan cPOR ≠ aPOR, dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan berat badan, aktivitas olahraga, asupan
46
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
garam dan stres pekerjaan merupakan perancu pada risiko kebiasaan merokok pada indikator
jenis merokok terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan
Rumah Sakit Daerah Cepu.
Tabel 19 Rangkuman Analisis Berstrata Beberapa Variabel Pada Besar Risiko Lama Merokok
terhadap Kejadian Hipertensi
Berdasarkan hasil analisis data pada tabel di atas diketahui bahwa nilai p untuk
seluruh variabel kurang dari 0,05 sedangkan cPOR ≠ aPOR, dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa seluruh variabel yaitu keturunan berat badan, aktivitas olahraga, asupan
garam dan stress pekerjaan merupakan perancu pada risiko kebiasaan merokok pada indikator
lama merokok terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan
Rumah Sakit Daerah Cepu.
4.2. PEMBAHASAN
47
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
interval confidence 95%. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok yang lebih dari 10
setiap hari pada laki-laki usia 40 tahun ke atas berisiko menderita hipertensi dibanding laki-
laki usia 40 tahun ke atas menghisap rokok kurang dari 10 batang setiap hari.
Temuan dari penelitian ini dimana jumlah rokok yang dihisap memberikan faktor
risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu
sangat mungkin terjadi sebab berdasarkan data penelitian dari Aulia Sani (2004) yang
dilaksanakan di lombok dan Jakarta menunjukkan bahwa 75% pria dewasa memiliki
kebiasaan merokok lebih dari 20 batang setiap hari. Sedangkan menurut data dari WHO
tahun 2002 Indonesia menduduki urutan 5 terbanyak dalam mengkonsumsi rokok didunia
dan setiap tahunnya mengkonsumsi 2,6 milyar batang rokok. Data-data tersebut memberikan
gambaran bahwa masyarakat Indonesia termasuk di dalamnya adalah masyarakat di wilayah
kerja Badan Rumah Sakit Daerah Cepu merupakan perokok berat dengan konsumsi rokok
lebih dari 10 batang setiap hari sehingga sudah sangat diyakini kejadian hipertensi yang
dialami laki-laki usia 40 ke atas disebabkan oleh konsumsi rokok yang belebihan (perokok
berat).
48
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
melebihi 1,5 mg yaitu 2,5 mg dan kandungan kadar tar pada rokok kretek melebihi 20 mg
yaitu 40 mg. Dengan kandungan nikotin dan tar yag lebih besar serta tidak diserta penyaring
pada pangkat batang rokok, maka potensi masuknya nikotin dan tar ke dalam paru-paru dari
rokok non filter akan lebih besar daripada rokok filter yang berdampak buruk pada
pemakainya dan salah satunya akan terkena risiko hipertensi.
Kenyataan tersebut terbukti dalam penelitian ini dimana jenis rokok merupakan
faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu yang ditunjukkan dari hasil analisis bivariat yang memperoleh p = 0,196 >
0,05.
Hasil penelitian ini diperkuat pendapat Rusli A. Mustofa (2005:3), yang menyatakan
bahwa dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan. Dengan demikian
secara nyata dampak rokok berupa kejadian hipertensi akan muncul kurang lebih setelah
berusia lebih dari 40 tahun, sebabdipastikan setiap perokok yang menginjak usia 40 tahun ke
atas telah menghisap rokok lebih dari 20 tahun. Lebih tegas lagi Mangku Sitepoe (1997:19)
yang menyatakan bahwa beberapa zat kimia dalam rokok bersifat kumulatif(ditambahkan),
sehingga pada kurun waktu yang lama dosis racun akan mencapai titik toksin sehingga
kelihatan gejala yang ditimbulkannya.
Adanya dampak lama merokok dengan kejadian hipertensi sangat beralasan, sebab
semakin awal seseorang merokok, makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok juga punya
dose-respone effect, dimana semakin muda usia merokok, akan semakin besar pengaruhnya
karena mereka setelah usia lebih dari 40 tahun akan menumpuk toksin yang lebih banyak
pada paru-parunya dibandingkan seseorang yang merokok pada usia dewasa. Kondisi
tersebut ditegaskan oleh Smet, Bart (1994:293), bahwa risiko kematian bertambah
sehubungan dengan banyaknya merokok dan lama merokok.
49
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tidak adanya hubungan cara menghisap rokok dengan kejadian hipertensi dalam
penelitian ini bertentangan pendapat G. Sianturi (2003:12), yang menyatakan bahwa asap
rokok utamanya mengandung gas CO yang dapat menimbulkan desaturasi hemoglobin,
menurunkan langsung peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO
menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen, dan
mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah). Selain
zat CO asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin mengganggu sistem saraf simpatis
dengan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok,
nikotin juga merangsang peningkatan tekanan darah. Nikotin mengaktifkan trombosit dengan
akibat timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO
dan bahan lainnya dalam asap rokok terbukti merusak dinding pembuluh endotel (dinding
dalam pembuluh darah), mempermudah penggumpalan darah sehingga dapat merusak
pembuluh darah perifer. Dengan dihisap secara dalam maka zat-zat beracun tersebut
volumenya akan lebih banyak masuk ketubuh sehingga dampaknya akan lebih cepat nampak
bila dibandingkan denga merokok yang dihisap secara dangkal.
50
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bertolak belakangnya hasil penelitian ini dengan teori yang ada bukan semata
karena rokok dalam dan dangkal meliliki risiko yang sama, akan tetapi lebih dikarenakan
tidak spesifiknya responden yang ada pada kelompok kontrol maupun kelompok kasus terkait
dengan cara menghisap rokok. Pada kelompok kasus yang menderita hipertensi ada sebanyak
30% yang menghisap rokok dalam, demikian pula pada kelompok kontrol yang tidak
menderita hipertensi terdapat 21,7% yang menghisap rokok non filter dalam. Sehingga untuk
menyelidiki faktor risiko jenis rokok terhadap kejadian hipertensi perlu dilakukan pada
sampel yang lebih spesifik.
51
SIMPULAN DAN SARAN
BAB V
5.1 SIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian dengan mempertimbangkan keturunan, berat badan,
aktivitas olahraga, asupan garam dan stress pekerjaan, dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Jenis rokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke
atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
2. jumlah rokok yang di hisap merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki
usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
3. Lama menghisap rokok merupakan faktor risiko kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40
tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu.
4. Kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok lebih 10 dari batang perhari, jenis
rokok non filter dan lama merokok lebih dari 10 tahun pada laki-laki usia 40 tahun ke
atas mempunyai risiko lebih besar untuk mengalami hipertensi dibandingkan yang
memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah rokok kurang dari 10 batang per hari, jenis
rokok filter dan lama merokok kurang dari 10 tahun.
5. Selain kebiasaan merokok yang terdiri dari jumlah rokok, jenis rokok dan lama
merokok), keturunan, dan stres pekerjaan juga merupakan faktor risiko kejadian
hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit Daerah Cepu
6. Keturunan, berat badan, aktivitas olahraga, asupan garam dan stres pekerjaan merupakan
faktor perancu kebiasaan merokok (jumlah rokok, jenis rokok dan lama merokok)
terhadap kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40 tahun ke atas di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu di lihat dari nilai cPOR ≠ aPOR.
7. Merokok yang semula hanya coba-coba dapat menyebabkan ketagihan, dan dalam waktu
yang lama (10-20 tahun) akan menimbulkan dampak yang berbahaya seperti stroke,
infark miokardium, jantung, impotensi, kanker dan lain-lain.
52
SIMPULAN DAN SARAN
5.2. SARAN
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, beberapa saran yang dapat diberikan
antara lain:
3) Untuk penelitian selanjutnya, dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai acuan dan
diharapkan mengambil populasi yang lebih spesifik untuk variabel cara merokok, aktivitas
olahraga dan berat badan sehingga diperoleh hasil yang lebih dapat menyelidiki kaitan
variable-variabel tersebut dengan kejadian hipertensi.
4) Merokok yang semula hanya coba-coba lama kelamaan maka akan membawa seseorang
dalam kematian karena dampak bahan-bahan kimia dalam rokok, sehingga walaupun
sebatang rokok tetap berbahaya bagi kesehatan karena akan berakibat yang fatal.
5) Untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengendalikan faktor perancu atau counfounding
dengan analisis lebih lanjut sehingga dalam menilai kebiasaan merokok dengan indikator
jenis, jumlah, lama dan cara merokok dengan kejadian hipertensi pada laki-laki usia 40
tahun ke atas tidak di pengaruhi oleh variabel perancu.
53
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
54