Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

“Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih”

Kelompok 4 :

Afifah Nadia Balqis 183110241

Anne Silvana 183110242

Ayu Syuraya Asfia 183110245

Septri Annisa Azmi 183110272

Namira Syabadilla 183110264

Ratih Nofriani 183110269

Revita Sari 183110270

Weri Widiyanto 183110277

KELAS II.C

Dosen Pembimbing :

Wiwi Sartika, DCN.M.Biomed

PRODI D-III KEPERAWATAN PADANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI PADANG

T.A 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dalam menuntut
ilmu.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan juga
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki sangat kurang. Oleh Karena itu kami harapkan untuk memberikan masukan-
masukan yang bersikap membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Padang, 4 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C. Tujuan ........................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih ................... 6


B. Unsur Kepemerintahan yang Baik …........................................................ 7
C. Tata Kelola Pemerintahan ........................................................................ 10
D. Prinsip-Prinsip Good and Clean Governance .......................................... 13
E. Good And Clean Governance Dan Kontrol Sosial .................................. 16
F. Good And Clean Governance Dan Gerakan Anti Korupsi ..................... 17
G. Good And Clean Governance Dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
H. Good And Clean Governance Dalam Islam ........................................... 17
I. Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Govermence ...... 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .............................................................................................. 23

B. Saran ........................................................................................................ 23

Daftar Pustaka ................................................................................................. 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bahwa semua masyarakat menginginkan


pemerintahan yang bebas dari korupsi, masyarakat ingin agar sistem
pemerintahan yang ada dalam Negara ini harus berjalan dengan baik tanpa
menimbulkan dampak negative pada masyarakat, Terselenggaranya tata kelola
pemerintahan yang baik atau “good governance” merupakan ‘impian’sekaligus
harapan semua bangsa di dunia. Pandangan tersebut dapat dimengerti karena
melalui pelaksanaan good governance, upaya penciptaan aparatur pemerintah
yang bersih, bebas dari tindakan yang tidak terpuji serta tidak berpihak pada
kepentingan masyarakat diharapkan dapat diwujudkan secara nyata.

Berbicara Good governance maka sering di gunakan sebagai standar sistem


good local governance di katakan baik dalam menjalankan sistem disentaralisasi
dan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam suatu
negara.Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertangung jawabkan
kepada publik apa yang mereka lakukan baik secara pribadi maupun secara
publik.

Tata kepermerintahan yang baik (Good Governance) merupakan suatu


konsep yang akhir-akhir ini di pergunakan secara regule di dalam ilmu politik dan
administarsi publik (administarasi negara). Konsep ini lahir sejalan dengan
konsep-konsep dan terminologi demokrasi, masyarakat sipil, partisipasi rakyat,
hak asasi manusia dan pembangunan masyarakat secara berkelanjutan.
Berkembanglah kemudian sebuah konsep tata pemerintahan yang diharapkan
dapat menjadi solusi untuk berbagai permasalahan tersebut.

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada materi
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih ini yaitu sebagai berikut :

1. Apakah pengertian tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good
and clean governance) ?
2. Apa saja unsur kepemerintahan yang baik ?
3. Bagaimanakh tata kelola pemerintahan ?
4. Apa sajakah prinsip-prinsip good and clean governance ?
5. Apakah good and clean governance dan kontrol social itu ?
6. Bagaimanakah good and clean governance dan gerakan anti korupsi
7. Apakah good and clean governance dan kinerja birokrasi pelayanan public?
8. Bagaimanakah good and clean governance dalam islam ?
9. Bagaimanakah strategi penataan aparatur dalam pelaksanaan good
governance menuju pemerintahan yang bersih ?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian tata kelola pemerintahan yang baik dan
bersih (good and clean governance)
2. Untuk mengetahui unsur kepemerintahan yang baik
3. Untuk mengetahui tata kelola pemerintahan
4. Untuk mengetahui prinsip-prinsip good and clean governance
5. Untuk mengetahui good and clean governance dan kontrol sosial
6. Untuk mengetahui good and clean governance dan gerakan anti korupsi
7. Untuk mengetahui good and clean governance dan kinerja birokrasi
pelayanan publik
8. Untuk mengetahui good and clean governance dalam islam
9. Untuk mengetahui strategi penataan aparatur dalam pelaksanaan good
governance menuju pemerintahan yang bersih

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and
Clean Governance)

Good and clean governance memiliki pengertian segala hal yang berkaitan
dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau
memengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam khidupan

sehari-hari.
Di Indonesia, good governance dapat diartikan sebagai pemerintahan yang
baik,bersih, dan berwibawa. Maksudnya baik yaitu pemerintahan negara yang
berkaitan dengan sumber social, budaya, politik, serta ekonomi diatur sesuai dengan
kekuasaan yang dilaksanakan masyarakat. sedangkan pemerintahan yang bersih
adalah pemerintahan yang efektif, efesien, transparan, jujur, dan bertnggung jawab.
Good and clean governance dapat terwujud secara maksimal apabila unsur
negara dan masyarakat madani (yang di dalamnya terdapat sector swasta) saling
terkait. Syarat atau ketentuan agar pemerintahan bisa berjalan dengan baik yaitu : bisa
bergerak secara sinergis,tidak saling berbenturan atau berlawanan dan mendapat
dukungan dari rakyat,pembangunan dilaksanakan secara efektif dan efisien dalam hal
biaya dan waktu.
Menurut United Nations Development Program (UNDP) salah satu badan PBB,
governance (kepemerintahan) mempunyai tiga model, yaitu :

1. Economic Governance, meliputi proses pembuatan keputusan yang


memfasilitasi kegiatan ekonomi di dalam negeri dan transaksi di antara
penyelenggara ekonomi, serta mempunyai implikasi terhadap kesetaraan,
kemiski-nan, dan kualitas hidup.

6
2. Political Governance, mencakup proses pembuatan keputusan untuk
perumusan kebijakan politik negara.
3. Administrative Governance, berupa sistem implementasi kebijakan.

B. Unsur Kepemerintahan yang Baik

Dengan demikian, mengembangkan kapasitas dan mewujudkan good


governance merupakan instrumen utama untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Tantangan bagi semua masyarakat dewa ini
adalah bagaimana mewujudkan sistem governance yang mampu merealisasikan
terwujudnya kemakmuran semua orang serta mengantisipasi dampak negatif dari
perbuatan korupsi yang diduga kuat melibatkan sejumlah pejabat negara, baik di
tingkat pusat maupun daerah. Urgensi untuk mewujudkan good governance bukan
hanya dipandang cocok untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga
sangat relevan dengan kebutuhan untuk proses pemulihan, stabilitas ekonomi dan
krisis politik yang kia memburuk serta rendahnya kinerja dan pelayanan publik.
Itulah sebabnya, dalam pelaksanaan good governance pemerintah tidak dapat
berjalan sendiri, tetapi harus melibatkan berbagai pihak, baik masyarakat maupun
kalangan swasta. Pendapat tersebut sejalan dengan pandangan Taschereau dan
Compos (UNDP), 1997) juga menyatakan bahwa “Tata kepemerintahan yang baik
merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan,
kohesi dan keseimbangan peran, serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh
tiga komponen, yaitu Government, Civil Society, dan Business”.
Jadi tiga unsur istilah (Government, Pivate Sector dan Civil Society) yang
menjadi komponen pelaku dalam negara, untuk menciptakan suatu sinergi sehingga
tercipta suatu kesejahteraan dalam masyarakat. Negara berfungsimenciptakan
lingkungan politikdan hukum yang kondusif, sektor swasta mendorong terciptanya
lapangan kerja dan pendapatan masyarakat, sedangkan masyarakat sendiri mewadahi
interaksi sosial politik dan berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial dan

7
politik. Itulah sebabnya Miftah Thoha (2000) mengaris bawahi bahwa prinsip
demokratis yang melekat pada good governance meletakkan urgensi untuk
menempatkan kekuasaan ditangan rakyat bukan ditangan penguasa. Kemudian, tidak
adanya rasa takut untuk memasuki suatu perkumpulan atau serikat sesuai dengan
kebutuhan hati nurani, dan terakhir dihargainya moral perbedaan pendapat.
Sejalan dengan pemikiran, Riyaas Rasid dan Mostopadidjaja (2002)
menempatkan aparatur pemerintah sebagai ujung tombak penyelenggaraan good
governance yang bersih dari KKN tampaknya perlu juga ditelusuri sampai sejauh
mana bahaya perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hal ini sangat penting untuk dikaji mengingat perbuatan tersebut sangat
inheren dengan perilaku aparatur itu sendiri.
Sejalan dengan pandangan di atas, UNDP (1996) mengemukakan tiga unsure
utama (domains) yang perlu dilibatkan dalam penyelenggaraan kepemerintahan yang
baik (good governance), yakni the state (Negara), the private sector (sektor swasta),
dan civil society organizations (organisasi kemasyarakatan).
Secara fungsional tugas terpenting negara di masa yang akan datangadalah
bagaimana mewujudkan masyarakat yang sejahtera, melalui peningkatan kinerja
birokrasi pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Selain itu, negara
harus mampu mewujudkan pembangunan manusia yang berkelanjutan seraya
melakukan penataan ulang terhadap berbagai sektor yang mendukung terhadap
pembangunan kualitas sumber daya manusia. Berbagai sektor yang dimaksud antara
lain ; sektor ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, pertahanan, insfrastruktur,
penguatan demokrasi, desentralisasi, dan lain-lain.
Pemerintah (Negara) memiliki posisi dan peran yang sangat strategis dalam
melakukan penataan dan mengintegrasikan berbagai sektor sebagaimana dijelaskan di
atas, selain itu, pemerintah juga harus mampu mengupayakan perlindungan terhadap
masalah lingkungan terhadap masalah lingkungan, yang selama ini masih terabaikan.
Dalam konteks pelaksanaan good governance, sektor swasta jelas memiliki
peran yang sangat besar dan strategis, karena tanpa adanya keterlibatan pihak swasta,
agaknya sulit bagi pemerintah bahkan tidak mungkin untuk dapat melaksanakan

8
konsep good governance secara optimal. Salah satu peran penting sektor swasta
dalam mendukung terwujudnya konsep good governance adalah keterlibatan dalam
sektor ekonomi, tentu saja dengan tidak mengabaikan sektor-sektor lainnya, seperti
lingkungan hidup, sektor sosial, budaya dan lain-laain. Namun, pendekatan ekonomi
ini tampaknya merupakan salah satu pilar penting bagi pemerintah (Negara) dalam
mendorong pembangunan ekonomi bangsa, baik menyangkut investasi, pemasaran,
maupun produksi, sehingga pada akhirnya diharapkan mampu mendorong
pembangunan ekonomisecara nasional.
Seperti halnya sektor Negara dan swasta organisasi kemasyarakatan (civil
society organizations) pun tampaknya tidak boleh dipandang sebelah mata dalam
mendukung terwujudnya good governance. Secara fungsional, organisasi
kemasyarakatan berperan dalam memfasilitasi insteraksi sosial, politik, ekonomi,
hukum, lingkungan hidup maupun sektor lainnya. Selain itu, organisasi
kemasyarakatan juga berperan dalam melakukan “check and balance” terhadap
kewenangan dan kekuasaan pemerintah (Negara) dalam menjalankan tugasnya serta
aktifitas sektor swasta yang berkaitan dengan masalah kepentingan public. Peran lain
yang juga bisa dimainkan oleh organisasi kemasyarakatan dalam konteks pelaksanaan
good governance adalah menyalurkan partisipasi masyarakat trkait dengan aktivitas
sosial, ekonomi, politik, hukum, lingkungan hidup, ketenagakerjaan dan lain-lain.
Intinya, organisasi kemasyarakatan juga dapat berperan dalam memberikan kontribusi
pemikiran dan penekan dalam mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan oleh
pemerintah.
Dengan demikian, good governance merupakan sistem yang memungkinkan
terjadinya mekanisme penyelenggaraan pemerintah negara yang evisien dan efektif
dengan menjaga sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, sektor swasta, dan
masyarakat.

9
C. Tata Kelola Pemerintahan

Tata kelola yang buruk dalam masa orde baru dan pemerintahan penggantiannya
telah membuat Indonesia masuk kedalam daftar negara paling korup di dunia untuk
beberapa lama. Meskipun demikian, karena sebelum krisis Indonesia mengalami
pertumbhan ekonomi yang pesat, problem ini diabaikan oleh pembuat kebijakan.
Untuk banyak orang, pertumbuhan konomi ini sudah cukup sebagai kompensasi
kerugian yang timbul dari tata kelola pemerintahan yang buruk saat itu. Timbulnya
krisis ekonomimenunjukkan seriusnya KKN ini. MPR bahkan telah mengeluarkan
ketetapan untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan tata kelola pemerintahan
yang baik. Namun, upaya untuk menciptakan terbukti sangat sulit dan sepertinya
mustahil (Hamilton-Hart, 2001: dan Sherlock, 2002).
Kinutha-Njenga (1999) menyimpulkan bahwa praktek-praktek pemerintahan
yang mencirikan bahwa suatu Negara melaksanakan tata kelola pemerintahan yang
baik adalah sebagai berikut:
a) Pemerintah Negara yang bersangkutan terpilih secara demokratis dan
mempromosikan hak asasi manusia dan kepastian hukum

b) Terdapat gerakan masyarakat madani yang sehat dan kuat

c) Pemerintah tersebut dapat membuat dan melaksanakan kebijakan public yang


efektif

d) Pemerintah Negara tersebut mengatur ekonomi negaranya berdasarkan pasar


yang bebas, kompetitif dan efisiaen.

(Sumarto dkk., 2004)


Sejalan dengan semangat reformasi yang mengamanatkan pelak-sanaan
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, setiap instansi pemerintah dituntut
mampu menciptakan.
Aparatur yang bersih dari segala bentuk penyimpangan/pelanggaran baik
yang terjadi pada aparatur pemerintah pusat/daerah. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut antara lain disebabkan oleh lemahnya penerapan fungsi manajemen secara

10
konsisten dan bertanggungjawab, rendahnya disiplin dan kinerja sumber daya
manusia aparatur, lemahnya fungsi pengawasan terhadap kinerja aparatur pemerintah,
sistem karir berdasarkan prestasi kerja be-lum sepenuhnya diterapkan, gaji yang
belum memadai untuk hidup layak, dan lemahnya sistem pertanggungjawaban publik
yang kemudian berakibat rendahnya kualitas pembangunan.
Untuk dapat meminimalkan terjadinya penyimpangan tersebut, diperlu-kan
suatu pola penyelenggaraan pemerintahan yang mengatur hubungan antara
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.
Pola penyelenggaraan tata kepemerintahan tersebut dikenal den-gan Tata
Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Public Governance).

Dasar hukum penerapan tata kepemerintahan yang baik antara lain:


1. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelengga-raan Negara yang
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

2. UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

3. PP No. 19 Tahun 2000 tentang tim Gab. Pemberantasan Tipikor

4. UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK


5. Inpres RI No 5 Tahun 2004 tentan Percepatan pemberan-tasan korupsi

6. Perpres No. 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009, Bab 14 Tentang


Penciptaan Tata Pemerintahan Yang ber-sih dan berwibawa

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan (Good Public Governance)


1. Wawasan Kedepan (Visionary)

2. Keterbukaan (Transparancy)
3. Partisipasi Masyarakat (Participatory)
4. Akuntabilitas (Accountability)

11
5. Profesionalisme Dan Kompetensi (Professionalism And Competency)

6. Keefisienan Dan Keefektifan (Efficiency And Effectiv-Ity)

7. Keadilan/Kewajaran (Fairness)
8. Komitmen Pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment To Reduce
Inequality)

Kebijakan-Kebijakan yang Tidak Boleh Dilakukan


1. Melakukan suatu kegiatan tanpa ada komitmen.

2. Menerapkan sistem pengukuran yang tidak sesuai.

3. Menetapkan indikator kinerja yang terlalu kompleks dan tidak fokus.

4. Menerapkan sistem manajemen baru tanpa melalui proses manajemen


perubahan. (DPU, 2008)
Praktek-praktek Good Governance (tata kelola pemerintahan yang baik)
merupakan salah satu upaya pencegahan korupsi yang bisa dilakukan dan dipelopori
oleh pemerintah pusat maupun daerah. Didukung dengan ditetapkannya Rencana
Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK), maka pelaksanaan good
governance merupakan salah satu kunci aksi yang akan dilakukan.
Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota saat ini adalah unit
pemerintahan otonomi yang memiliki kewenangan dalam mengatur tata pemerintahan
sendiri. Mereka berhak membuat dan melaksanakan PERDA sehubungan dengan
praktek-praktek good governance sehingga pelaksanaan good governance dianggap
lebih mudah dan sederhana apabila dimulai dari pemprov/pemkab/pemkot daripada
pemerintah pusat. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa
pemkot/pemkab/pemprov telah memelopori pelaksanaan good governance di
daerahnya.
Praktek-praktek good governance yang dilaksanakan secara nyata
menciptakan sistem pemerintahan yang lebih bersih dan akuntable, sistem pelayanan

12
kepada masyarakat yang lebih baik dan bahkan di beberapa daerah mampu
meningkatkan kesejahteraan pegawai. Pemberantasan tindak pidana korupsi yang
dilakukan secara konvensional selama ini terbukti tidak secara efektif mampu
mengurangi/menghilangkan tindakan korupsi dalam jangka waktu yang panjang.
Olehkarena itu diperlukan upaya kegiatan pencegahan yang komprehensif
sehingga usaha-usaha tindakan yang secara langsung atau tidak langsung mengarah
ke korupsi tidak akan terjadi.
Korupsi di Indonesia sulit dibasmi dan terus berkembang disebabkan oleh:
a. Peraturan perundangan yang belum memadai
b. Lemahnya law enforcement
c. Sikap permisif terhadap korupsi
d. Kurangnya keteladanan dan kepemimpinan
e. Sistem penyelenggaraan negara dan pengelolaan dunia usaha tidak/kurang
mengindahkan prinsip-prinsip good governance
f. Beragam sebab lain
Pendekatan atau cara yang digunakan setiap daerah dalam menerapkan tata
kelola pemerintahan yang baik (good governance) tidak sama, namun semua
berorientasi pada masyarakat melalui peningkatan kualitas layanan dan perbaikan
sistem manajemen pemerintahan.
Jenis layanan yang diunggulkan dalam rangka peningkatan kualitas tata kelola
pemerintahan yang baik berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain.

D. Prinsip-Prinsip Good and Clean Governance

Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel,dengan


mengacu pada UNDP, Lembaga Administrasi Negara RI (LANRI) merumuskan 9-an
aspek fundamental (asas/prinsip) yang harus diperhatikan, yaitu :
a. Partisipasi ( participation ) yaitu keikutsertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang
sah dan mewakili kepentingan mereka. Bentuk partisipasi di maksud dibangun

13
atau dasar prinsip demokrasi, yakni kebebasan berkumpul dan menegluarkan
pendapat secara konstruktif. Dalam hal ini perlu deregulasi birokrasi, sehingga
proses sebuah usaha efektif dan efisen.
b. Penegakan hokum ( rule of law ), yaitu bahwa pengelolaan pemerintahan yang
professional harus didukung oleh penegakannya secara konsekuen, maka
partisipasi msyarkat dapat berubah menjadi tindakan yang anarkis. Dalam hal ini
perlu komitmen pemerintah yang mengandung unsure-unsur :

1) Supremasi hokum (supremacy of law);


2) Kepastian hukum (legal certainty);
3) Hukum yang responsif, yang disusun berdasarkan aspirasi masyarakat luas
dan mengakomodasi berbagai kebutuhan secara adil;
4) Konsisten dan nondiskriminatif;
5) Independensi peradilan.

c. Transparansi ( transparency )
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and
cleangovernance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan
tindakankorupsi. Ada 8 unsur yang harus diterpkan transparansi yaitu :
penetapanposisi/jabatan/kedudukan, kekayaan pejabat public, pemberian
penghargaan, penetapankebijakan, kesehatan, moralitas pejabat dan aparatur
pelayanan masyarakat, keamanan dan ketertiban, serta kebijakan strategis untuk
pencerahan kehidupan masyarakat.

d. Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus
tanggap terhadappersoalan-persoalan masyarakat, harus memhami kebutuhan
masyarakat, harus proaktif responsif mempelajari dan menganalisa kebutuhan
masyarakat.

14
e. Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui
prosesmusyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan consensus
memiliki kekuatanmemaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan
keputusan tersebut danmemuskan semua atau sebagian pihak, serta mengikat
sebagian besar komponen yang bermusyawarah.

f. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik.
Asas inimengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil
dalam halpelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin,
dan kelas social.

g. Efektivitas dan Efisiensi


Pemerintahan yang baik dan bersih harus memenuhi criteria efektif (berdaya
guna)dan efesien ( berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari seberapa besar produk
yang dapatmenjangkau kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi
umumnya diukurdengan rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan semua masyarakat.

h. Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat public terhadap
msyarakatyang memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap
pejabat publicdituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan,
moral, maupunnetralitas sikapnya terhadap masyarakat.

i. Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa
yangakan dating. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and
clengovernance. Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini,
harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau dua puluh tahun ke depan.

15
E. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial

Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-


prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui
prioritas program:

a) Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan,


b) Kemandirian lembaga peradian,
c) Profesionalitas dan integritas aparatur pemerinrtah,
d) Penguatan partisipasi masyarakatmadani, dan
e) Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.Dengan
pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran
dapatdiwujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan mendorong
kemandirian masyarakat.

F. Good and Clean Governance dan Gerakan Anti korupsi

Korupsi merupakan permasalahan besar yang merusak keberhasilan


pembangunannasional. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatnguna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum
dan negara secara spesifik.Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang
tidak sehat, dan kemerosotanmoral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan
keinginanberada dalam waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakanperubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat dikurangi
denagn caramembalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah” menjadi “laba rendah,
resiko tinggi”:dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif, dan
menegakkan mekanismeakuntabilitas.Penanggulangan korupsi dapat dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

16
Adanya political will dan political action dari pejabat negara dan pimpinan
lembagapemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan
langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
Penegakan hukum secara tegas dan berat ( mis. Eksekusi mati bagi para
koruptor) :

1) Membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.


2) Membangun mekanisme penyelenggaran pemerintahan yang
menjaminterlaksankannya praktik good and clean governance.
3) Memberikan pendidikan antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informal.
4) Gerakan agama anti korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan
dan mengembangkan spiritual antikorupsi.

G. Good and Clean Governance dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik

Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada
masyarakat,dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/ atau
kepentinganmasyarakat.Beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik
strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good and clean governance di
Indonesia.

H. Good and Clean Governance Dalam Islam

Dalam system pemerintahan islam, Imam (Khalifah) Mempunyai kawajiban


mensejahtrakan rakyatnya dengan segala cara yang di atur oleh syariat, salah satunya
adalah dengan memberikan subsidi atau pemberian yang meringankan beban hidup
rakyat, subsidi secara umum terbagi dua macam.

17
Pemberian, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada
orang-orang yang memiliki hak yang di berikan setiap tahunnya.
Rizki, Yaitu harta yang di berikan oleh imam dari baitul mal kepada orang-orang
yang memiliki hak yang di berikan setiap bulannya.

I. Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju


Pemerintahan Yang Bersih

Untuk mewujudkan pelaksanaan good governance secara konsisten dan


sustainable (berkelanjutan) bukanlah pekerjaan yang mudah, apalagi good
governance tersebut diarahkan pada upaya penciptaan aparatur yang bersih dan
berwibawa. Untuk itu, jajaran birokrasi pemerintahan harus memahami esensi
birokrasi itu sendiri dikatkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud.
Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep
birokrasi sebagai berikut :

1. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi


berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri
pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di
masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu
mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.
2. Community-owned government : empower communities to solve their own
problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus
memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya.
Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya,
perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah
keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.
3. Competitive government : promote and encourrage competition, rather than
monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam

18
setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan
pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien.
4. Mission-driven government : be driven by mission rather than rules”. Aparatur
dan birokrasi harus melakukan aktivitas yang menekankan kepada
pencapaianapa yang merupakan “misinya” dari pada menekankan pada
peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan
sesuatu sesuai dengan misinya.
5. Result-oriented government : result oriented by funding outcomes rather than
inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik.
Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding
instansi yang kinerjanya kurang.
6. Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the
bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan
kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri.
7. “ente prising government : concretrate on earning money rather than just
speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat
dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat
biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat.
8. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing
crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada
memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati
penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah.
9. Decentralilazed government : decentralized authority rahter than build
hierarcy. Diperlukan desentralisasi dalam pengelolaan pemerintahan, dari
berorientasi hirarki menjadi partisipasif dengan pengembangan kerjasama tim.
Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan
mengambil inisiatif yang diperlukan.
10. Market-oriented government : solve problemby influencing market forces
rather than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus
memperhatikan kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau

19
permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan
pada kebutuhan pasar.

Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan


lima (5) strategi untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang
dikenal dengan istilah “The Five C’S”, sebagai berikut :
a. Strategi inti (Core Strategi) yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan
penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan visi,
misi, tujuan, dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan serta
individu aparatur penyelenggara pemerintaha.
b. Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan
dan ditata kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik
melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi dan
privatisasi), atau manajemen kinerja(performance management).
c. Strategi pemakai jasa (customer strategi) aparatur birokrasi dalam hal ini perlu
melakukan reorientasi dari kepentingan politik pemerintahan, serta orientasi pada
kepentingan kelembagaannya, kearah kepentingan pemenuhan kebutuhan
berdasarkan pilihan-pilihan masyarakat (pemakai jasa publik), peningkatan
kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang sehat.
d. Strategi pengendalian ( control strategy), yaitu adanya perumusan kembali
dalam upaya pengendalian organisasi, mulai dari :

1) Pengendalian Strategi yang merupakan proses perumusan dan penetapan


organisasi.
2) Pengendalian mamajemen, yang merupakan pengendalian dalam menjaga
agar pelaksanaan telah ditetapkan.
3) Pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksana
(operasional).

20
Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan
struktur organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti
gugus kendali mutu ( total quality control).
e. Strategi budaya / kultur (cultur Strategi), yaitu adanya upaya reorientasi
perilaku dan budaya aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu
merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik budaya lama maupun
baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan hati nurani.

Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan


yang baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan
ciri-ciri sebagai berikut :

1) Memiliki struktur yang sederhana, dengan sunber daya manusia yang


memiliki kompetensi melaksanakan tugas-tugas kepemerintahan
(pengembangan kebijakan dan pelayanan) secara arif, efesien dan efektif.
2) Mengembangkan hubungan kemitraan ( partnership) antara pemerintah dan
setiap unsur dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan
internal diantara sesama jajaran instansi pemerintahan saja).
3) Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung jawab
bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam
pencapaian tujuan.
4) Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong
terciptanya motivasi, kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk
taking) berinisiatif, partisipatif, yang telah diperhitungkan secara realistik dan
rasional.
5) Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik)
administrasi publik, juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui
dengan junjungan tinggi secara sama dengan masyarakat yang dilayabi.

21
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada hakikatnya Good Governance bagaimana memberikan pelayanan kepada
masyarakat dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Kapan pelayanan dikatakan
baik apabil pelayanan yang efesian artinya, adalah perbandingan yang terbalik antara
input dan output yang di capai dengan input yang menimal maka tingkat efesiansi
menjadi lebih baik. Input pelayanan dapat berupa uang, tenaga dan waktu dan materi
yang di gunakan untuk mencapai output.
Harga pelayanan publik harus dapat terjangkau oleh kemampuan ekonomi
masyarakat. Kedua; pelayanan yang non-partisipan. Artinya adalah, sistem pelayanan
yang memberlakukan penguna pelayan secara adil tanpa membedakan dan
berdasarkan status sosial ekonomi, kesekuan etnik, agama kepartaian, latar belakang
pengunaan pelayanan tidak boleh di jadikan pertimbangan dalam memberikan
pelayanan.

B. Saran

Diharapkan makalah ini dapat dijadikan suatu refrensi atau informasi bagi
mahasiswa keperawatan khususnya dan kalangan umum untuk melanjutkan
pendidikan selanjutnya. Mohon maaf bila banyak kekurangan dalam makalah ini dan
mohon kritik dan saran yang membangun.

22
DAFTAR PUSTAKA

Agus Dwiyanto. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah

Mada University Press. 2005

Ubaedillah, A. & Rozak, Abdul. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic


Education); Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:
Prenada Media.

Noryao, Jackie and Bipasha Chatterjee. 2011. Briefing Paper “Governance Of The

Clean Development Mechanism (CDM)”. AEA Technology. SEI Stockholm

environment institute.

Komisi Pemberantasan Korupsi. 2006. Pelaksanaan Tata Kelola Pemerintahan Yang

Baik. Kab. Solok, Kota Pekanbaru, Prov. Gorontalo, Kab. Wonosobo, Kota

Yogyakarta, Kota Surakarta, Kab. Sragen, Kab. Gianyar dan Kab. Jembrana.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan.

23
24

Anda mungkin juga menyukai