HIV/AIDS
Disusun oleh
Ega Meliana Asiska D (106117006)
B. Etiologi
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system
imun dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human
Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam
kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang
memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup
penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang
sebenarnya tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005)
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati,
lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun
wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.
C. Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi
melalui hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang
mempunyai materi genetic RNA. Bilamana virus masuk kedalam tubuh
penderita ( sel hospes ), maka RNA virus diubah menjadi oleh ensim reverse
transcryptase yang dimiliki oleh HIV. DNA pro-virus tersebut kemudian
diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk
membentuk gen virus.
HIV cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang
memegang peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system
kekebalan tubuh. Selain tifosit T4,virus juga dapat menginfeksi sel monosit
makrofag, sel Langerhans pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar
limfe, makrofag pada alveoli paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel
mikroglia otak Virus yng masuk kedalam limfosit T4 selanjutnya
mengadakan replikasi sehingga menjadi banyak dan akhirnya
menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom
retroviral akut atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh
penurunan CD4 (Cluster Differential Four) dan peningkatan kadar RNA
Nu-HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa
tahun dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun
sebelum pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV
dalam darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun
pada suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan meningkat.
Pada fase akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian
diikuti timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan
muncul komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata –
rata kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun.
(DEPKES RI,2003)
D. Stadium Penyakit
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS
ada empat stadium yaitu
a. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif
menjadi positif. Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai
tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama
window period satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang berlangsung
sampai enam bulan.
b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan
gejala - gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun.
Pasien yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada
orang lain.
c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat
saja, dan berlangsung selama satu bulan.
d. Stadium keempat AIDS.
Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain
penyakit saraf, infeksi sekunder dan lain – lain.
E. Manifestasi Klinis
Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar
luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang
berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan
efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh
seseorang tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi
tidak akan menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama
(±7-10 tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang
tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun
darahnya mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi
kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat
menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke
keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam
F. Pencegahan Penularan
Dengan mengetahui cara penularan HIV, maka akan lebih mudah
melakukan langkah-langkah pencegahannya. Secara mudah, pencegahan
HIV dapat dilakukan dengan rumusan ABCDE yaitu:
a. A= Abstinence, tidak melakukan hubungan seksual atau tidak
melakukan hubungan seksual sebelum menikah
b. B = Being faithful, setia pada satu pasangan, atau menghindari berganti-
ganti pasangan seksual
c. C = Condom, bagi yang beresiko dianjurkan selalu menggunakan
kondom secara benar selama berhubungan seksual
d. D = Drugs injection, jangan menggunakan obat (Narkoba) suntik
dengan jarum tidak steril atau digunakan secara bergantian
e. E = Education, pendidikan dan penyuluhan kesehatan tentang hal-hal
yang berkaitan dengan HIV/AIDS
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV,
penegakan diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh
lain (cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja).
Kelebihan teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-
100% (Kresno). Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah
infeksi. Tes ELISA telah menggunakan antigen recombinan, yang
sangat spesifik terhadap envelope dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar
relatif dari suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein
atau molekul lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam
campuran adalah jenis antigen yang mempunyai makna klinik, seperti
gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam
(Hanum, 2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4
dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow
cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel
dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah,
yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen
sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan
menghitung jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran
(Kresno, 2001).
H. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi.
Aspek perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk
semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam
rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.Selama sakit,
penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga, dan
pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila
mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung,
seperti sarung tangan, masker, kacamata pelindung, penutup
kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
termasuk setelah melepas sarung tangan.
3) Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi
semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
5) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh
secara benar dan aman.
I. Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat
secara universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang
berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului
infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri
dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien
juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi rentan
terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan
malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan ,
merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh
darah dan limfe.
b. Neurologik
1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar
penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir atau sulit
berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat
menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium
akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial. Ensefalopati
HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS (ADC; AIDS
dementia complex), ensefalopati HIV terjadi sedikitnya pada dua
pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini berupa sindrom klinis
yang ditandai oleh penurunan progresif pada fungsi kognitif,
perilaku dan motorik. Tanda –tanda dan gejalanya dapat samar-
samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi atau efek
terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik,
dan menarik endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan
disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan
impotensi.
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat
badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritik.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus
influenza, pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas
pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis ,
reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2. Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Pertukaran Gas b.d Perubahan Membran Alveolar d.d
Hipoksemia
2. Ketidakefektivan Pola Napas b.d Hiperventilasi d.d Perubahan
Kedalaman Pernapasan
3. Hipertermia b.d Proses Penyakit d.d Peningkatan Suhu Tubuh Diatas
Normal
4. Kekurangan Volume Cairan b.d Kehilangan Cairan d.d Penurunan
Turgor Kulit dan Lidah
5. Diare b.d Proses Infeksi d.d Bising Usus Hiperaktif
6. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b.d Faktor
Biologis d.d BB 20% atau lebih dibawah BB ideal
7. Intoleransi Aktivitas b.d Ketidakseimbangan antara suplai dan
Kebutuhn Oksigen d.d Menyatakan Merasa Letih dan Lemah
DAFTAR PUSTAKA