Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah SWT sebagai pencipta telah menciptakan langit dan bumi, dan segala
sesuatu yang ada di antara keduanya. Salah satu ciptaan Allah itu adalah manusia,
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki peranan penting dalam
kehidupan di muka bumi. Manusia juga dipandang sebagai makhluk yang paling tinggi
derajatnya dibandingkan makhluk Allah SWT yang lainnya bahkan Allah menyuruh para
malaikat untuk bersujud kepada Adam Alaihi Salam.

Manusia diberi Allah SWT keistimewaan berupa kemampuan berpikir yang


melebihi jenis makhluk lain yang sama-sama menjadi penghuni bumi. Kemampuan
berpikir itulah yang diperintahkan Allah agar dipergunakan untuk mendalami wujud atau
hakikat dirinya dan tidak semata-mata dipegunakan untuk memikirkan segala sesuatu di
luar dirinya. Demikianlah kenyataannya bahwa manusia tidak pernah berhenti berpikir,
kecuali dalam keadaan tidur atau sedang berada dalam situasi diluar kesadaran.

Pada manusia terdapat perpaduan sifat yang berlawanan, sesuai dengan nama dan
sifat Tuhan yang berlawanan. Manusia adalah hadits (baru) ditinjau dari segi badaniyah
dan azali dari segi roh Illahinya

1.2 Rumusan Masalah


2. Bagaimana kedudukan manusia dalam kehidupan ?
3. Bagaimana eksistensi dan martabat manusia ?
4. Apa saja tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah ?
1.3 Tujuan
2. Mengetahui kedudukan manusia dalam kehidupan
3. Mengetahui eksistensi dan martabat manusia
4. Mengetahui dan memahami tanggung jawab manusia sebagai hamba dan khalifah
Allah

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kedudukan Manusia Dalam Islam Dan Tujuan Penciptaanya


Fungsi dan kedudukan manusia di dunia ini adalah sebagai khalifah di bumi.
Tujuan penciptaan manusia di atas dunia ini adalah untuk beribadah. Sedangkan tujuan
hidup manusia di dunia ini adalah untuk mendapatkan kesenangan dunia dan ketenangan
akhirat. Jadi, manusia di atas bumi ini adalah sebagai khalifah, yang diciptakan oleh
Allah dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, yang ibadah itu adalah untuk mencapai
kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat.
Apa yang harus dilakukan oleh khalifatullah itu di bumi? bagaimanakah manusia
melaksanakan ibadah-ibadah tersebut? Serta bagaimanakah manusia bisa mencapai
kesenangan dunia dan ketenangan akhirat tersebut? Banyak sekali ayat yang menjelaskan
mengenai tiga pandangan ini kepada manusia. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa
bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman:
“Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui“. (Q.S. Al-Baqarah: 30)
Khalifah adalah seseorang yang diberi tugas sebagai pelaksana dari tugas-tugas
yang telah ditentukan. Jika manusia sebagai khalifatullah di bumi, maka ia memiliki
tugas-tugas tertentu sesuai dengan tugas-tugas yang telah digariskan oleh Allah selama
manusia itu berada di bumi sebagai khalifatullah.
Di samping peran dan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, ia juga sebagai
hamba Allah. Seorang hamba berarti orang yang taat dan patuh kepada perintah tuannya,
Allah SWT. Esensi dari ‘Abd adalah ketaatan, ketundukan dan kepatuhan. Ketaatan,
ketundukan dan kepatuhan manusia itu hanya layak diberikan kepada Allah yang
dicerminkan dalam ketaatan, ketundukan dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan.
Jika kita menyadari diri kita sebagai khalifah Allah, sebenarnya tidak ada satu manusia
pun di atas dunia ini yang tidak mempunyai “kedudukan” ataupun “jabatan”. Jabatan-
jabatan lain yang bersifat keduniaan sebenarnya merupakan penjabaran dari jabatan
pokok sebagai khalifatullah.

2
3

Jika seseorang menyadari bahwa jabatan keduniawiannya itu merupakan penjabaran dari
jabatannya sebagai khalifatullah, maka tidak ada satu manusia pun yang akan
menyelewengkan jabatannya. Sehingga tidak ada satu manusia pun yang akan melakukan
penyimpangan-penyimpangan selama dia menjabat.
Jabatan manusia sebagai khalifah adalah amanat Allah. Jabatan-jabatan duniawi,
misalkan yang diberikan oleh atasan kita, ataupun yang diberikan oleh sesama manusia,
adalah merupakan amanah Allah, karena merupakan penjabaran dari khalifatullah.
Sebagai khalifatullah, manusia harus bertindak sebagaimana Allah bertindak kepada
semua makhluknya.
Pada hakikatnya, kita menjadi khalifatullah secara resmi adalah dimulai pada usia
akil baligh sampai kita dipanggil kembali oleh Allah. Manusia diciptakan oleh Allah di
atas dunia ini adalah untuk beribadah. Lantas, apakah manusia ketika berada di dalam
rahim ibunya tidak menjalankan tugasnya sebagai seorang hamba? Apakah janin yang
berada di dalam rahim itu tidak beribadah?
Pada dasarnya, semua makhluk Allah di atas bumi ini beribadah menurut
kondisinya. Paling tidak, ibadah mereka itu adalah bertasbih kepada Allah. Disebutkan
dalam Al-Qur’an Surah At-Taghabun ayat 1:
ِۖ ِ ‫ت َو َما أٱۡل َ أر‬
....‫ضفِي‬ ِِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬ َِّ ِ ‫ح‬
َّ ‫لِلِ َما فِي ٱل‬ ُِ ِ‫سب‬
َ ُ‫ي‬
Artinya : “Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi,....”
Bebatuan, pepohonan, gunung, dan sungai misalkan, semuanya beribadah kepada
Allah dengan cara bertasbih. Dalam hal ini, janin yang berada di dalam rahim ibu
beribadah sesuai dengan kondisinya, yaitu dengan cara bertasbih. Ketika Allah akan
meniupkan roh ke dalam janin, maka Allah bertanya dulu kepada janin tersebut. Allah
mengatakan “Aku akan meniupkan roh ke dalam dirimu. Tetapi jawab dahulu
pertanyaan-Ku, baru Aku akan tiupkan roh itu ke dalam dirimu. Apakah engkau
mengakui Aku sebagai Tuhanmu?” Lalu dijawab oleh janin tersebut, “Iya, aku mengakui
Engkau sebagai Tuhanku.”
Dari sejak awal, ternyata manusia itu sebelum ada rohnya, atau pada saat rohnya
akan ditiupkan, maka Allah menanyakan dahulu apakah si janin mau mengakui-Nya
sebagai Tuhan. Jadi, janin tersebut beribadah menurut kondisinya, yaitu dengan bertasbih
kepada Allah. Tidak ada makhluk Allah satupun yang tidak bertasbih kepada-Nya.
Manusia mulai melakukan penyimpangan dan pembangkangan terhadap Allah
yaitu pada saat ia berusia akil baligh hingga akhir hayatnya. Tetapi, jika kita ingat fungsi
kita sebagai khalifatullah, maka takkan ada manusia yang melakukan penyimpangan.
4

Makna sederhana dari khalifatullah adalah “pengganti Allah di bumi”. Setiap


detik dari kehidupan kita ini harus diarahkan untuk beribadah kepada Allah, seperti
ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya :
َِّ ‫س ْال ِج‬
ُِ‫ن َخلَ ْقت‬ ِ ْ ‫ّل َو‬
َِ ‫اْل ْن‬ ِ َّ ِ‫ُون إ‬
ِِ ‫َو َما ِليَ ْعبُد‬
Artinya : “Dan tidak Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah kepada-
Ku.”(Q.S Adz-Dzaariyaat : 56)

Kalau begitu, sepanjang hayat kita sebenarnya adalah untuk beribadah kepada
Allah. Dalam pandangan Islam, ibadah itu ada dua macam, yaitu: ibadah primer (ibadah
mahdhah) dan ibadah sekunder (ibadah ghairu mahdhah). Ibadah mahdhah adalah ibadah
yang langsung, sedangkan ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung.
Seseorang yang meninggalkan ibadah mahdhah, maka akan diberikan siksaan oleh Allah.
Sedangkan bagi yang melaksanakannya, maka akan langsung diberikan ganjaran oleh
Allah. Ibadah mahdhah antara lain: shalat, puasa, zakat, dan haji. Sedangkan ibadah
ghairu mahdhah adalah semua aktifitas kita yang bukan merupakan ibadah mahdhah
tersebut, antara lain: bekerja, masak, makan, dan menuntut ilmu.
Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang paling banyak dilakukan dalam
keseharian kita. Dalam kondisi tertentu, ibadah ghairu mahdhah harus didahulukan
daripada ibadah mahdhah. Nabi mengatakan, jika kita akan shalat, sedangkan di depan
kita sudah tersedia makanan, maka dahulukanlah untuk makan, kemudian barulah
melakukan shalat. Hal ini dapat kita pahami, bahwa jika makanan sudah tersedia, lalu kita
mendahulukan shalat, maka dikhawatirkan shalat yang kita lakukan tersebut menjadi
tidak khusyu’, karena ketika shalat tersebut kita selalu mengingat makanan yang sudah
tersedia tersebut, apalagi perut kita memang sedang lapar.
Seperti itulah penggambaran kedudukan manusia dalam islam, manusia
diciptakan sebagai sesuatu yang sempurna dan sesuatu yang baik, akan menjadi apa saat
mereka menjalani kehidupan ini adalah pilihan mereka sendiri yang akan dipertanggung
jawabkanya di akhirat nanti.

2.2 Konsep Manusia, Eksistensi Dan Martabat Manusia


Konsep manusia dalam Al-Qur’an dipahami dengan memperhatikan kata-kata
yang saling menunjuk pada makna manusia yaitu kata basyar, insan, al-nas. Allah
memakai konsep basyar dalam Al-Qur’an sebanyak 37 kali, salah satunya al-Kahfi : 110
5

ِ‫ـاو َل‬
َّ ‫صا ِل ًح‬ ِ ً ‫ع َم‬
َ ‫ل‬ َ ‫ل‬ ِْ ‫ي اَنَّ َماِ ا َِٰل ُه ُك ِْم ا َِٰلـهِ ۚ َّواحِِدِ فَ َم‬
ِْ ‫ن كَانَِ َي ْر ُج ْوا ِلقَا ٓ َِء َربِهِ فَ ْل َيـ ْع َم‬ َِّ َ‫ل اَنأَِا َبشَرِ ِمِثْلُ ُك ِْم ي ُْوحَٰ ى اِل‬
ِْ ُ‫اِنَّ َماق‬

‫ك َر ِبهِ ا َ َحدًا‬
ِْ ‫ِب ِعبَادَةِايُ ْش ِر‬
Konsep basyar selalu dihubungkan pada sifat-sifat biologis manusia, seperti
asalnya dari tanah liat atau lempung kering (al-Hijr : 33, ar-Ruum : 20), manusia makan
dan minum (al-Mu’minuun : 33). Basyar adalah makhluk yang sekedar berada (being)
yang statis.
Kata insan disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 65 kali, diantaranya al-‘Alaq: 5
ِ‫سانَِ َما لَ ِْم يَ ْع َل ْم‬ ِ ْ ‫علَّ َِم‬
َ ‫اّل ْن‬ َ

Konsep insan selalu dihubungkan pada sifat psikologis atau spiritual manusia
sebagai makhluk yang berfikir, diberi ilmu, dan memikul amanah (al-Ahzab : 72). Insan
adalah makhluk yang menjadi (becoming) dan terus bergerak maju kearah kesempurnaan.
Kata an-nas disebut sebanyak 240 kali, seperti al-Zumar : 27
َِ‫ل َمثَلِ لَّعَلَّ ُه ِْم يَتَذَ َّك ُرون‬ ِِ ‫اس فِى َٰ َهذَا ْٱلقُ ْر َء‬
ِِ ‫ان مِ ن ُك‬ َ ‫َِولَقَ ِْد‬
ِ ِ َّ‫ض َر ْبنَا لِلن‬
Konsep an-nas menunjuk pada semua manusia sebagai makhluk sosial atau
secara kolektif.
Dengan demikian Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk biologis,
psikologis, dan sosial. Manusia sebagai basyar tunduk pada takdir Allah, sama dengan
makhluk lain. Manusia sebagai insan dan an-nas bertalian dengan hembusan roh Allah
yang memiliki kebebasan dalam memilih untuk tunduk atau menentang takdir Allah.
Manusia memiliki fitrah dalam arti potensi, yaitu kelengkapan yang diberikan
saat dilahirkan ke dunia. Potensi yang dimiliki manusia dapat dikelompokkan dalam dua
hal, yaitu potensi fisik dan potensi rohaniah.
Ibnu Sina yang terkenal dengan filsafat jiwanya menjelaskan bahwa manusia
adalah makhluk sosial dan sekaligus makhluk ekonomi. Manusia adalah makhluk sosial,
untuk penyempurnaan jiwa manusia demi kebaikan hidupnya, karena manusia tidak bisa
hidup dengan baik tanpa ada orang lain. Manusia adalah makhluk ekonomi, karena ia
selalu memikirkan masa depannya dan menyiapkan segala sesuatu untuk masa depannya,
terutama mengenai barang atau materi untuk kebutuhan jasmaninya.
Pengertian Eksistensi martabat manusia adalah bahwasanya manusia diciptakan
kedunia ini oleh Allah melaui berbagai rintangan tentunya tiada lain untuk mengabdi
kepadaNya, sehingga dengan segala kelebihan yang tidak dimiliki mahluk Allah lainnya
5
tentunya kita dapat memanfaatkan bumi dan isinya untuk satu tujuan yaitu mengharapkan
ridho dari Allah SWT. dan dengan segala potensi diri masing-masing kita berusaha untuk
meningkatkan Keimanan dan Ketakwaan kita sehingga dapat selamat Dunia dan Akhirat.
Manusia pada hakikatnya sama saja dengan makhluk hidup lainnya, yaitu
memiliki hasrat dan tujuan. Perbedaannya terletak pada dimensi pengetahuan, kesadaran
dan tingkat tujuan.
Dibanding makhluk lainnya, manusia mempunyai kelebihan. Manusia diberikan
akal dan hati, sehingga dapat memahami ilmu yang diturunkan Allah, berupa Al-Qur’an.
Allah menciptakan manusia dalam keadaan sebaik-baiknya (at-Tin, 95:4). Manusia tetap
bermartabat mulia, kalau mereka sebagai khalifah tetap hidup dengan ajaran Allah (al-
An’am : 165)
Manusia di dunia untuk mengabdi kepada Allah SWT. Bentuk pengabdiannya
tersebut berupa pengakuan atas keberadaan Allah SWT, melaksanakan perintahNya serta
menjauhi laranganNya. Sebagai bentuk mengakui keberadaan Allah adalah dengan
mengikuti Rukun Iman dan Rukun Islam. Rukun Iman terdiri dari enam perkara, yakni
percaya kepada Allah SWT, Malaikat, Nabi-nabi Allah, Kitab-kitab Allah, percaya
kepada Hari Kiamat dan percaya terhadap Takdir (Qadha dan Qadar) Allah SWT.
Sebagai wujud keimanan terhadap Allah SWT, Allah SWT menyatakan bahwa manusia
tidak cukup hanya meyakini didalam hati dan diucapkan oleh mulut, tetapi manusia harus
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

2.3 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah Allah


Sebagai seorang khalifah, apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk
kepentingan diri pribadi dan tidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja. Oleh
karena itu semua yang dilakukan harus untuk kebersamaan sesama umat manusia dan
hamba Allah, serta pertanggung jawabannya pada tiga instansi, yaitu :
1. Pertanggung jawaban pada diri sendiri.
2. Pertanggung jawaban pada masyarakat.
3. Pertanggung jawaban pada Allah.

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba Allah

Makna yang esensial dari kata ‘abd (hamba) adalah ketaatan, ketundukan, dan
kepatuhan. Ketaatan, ketundukan dan kepatuhan hanya layak diberikan kepada Allah,

6
yang dicerminkan dalam ketaatan, kepatuhan, dan ketundukan pada kebenaran dan
keadilan.
Sebagai hamba, tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah) kepada Sang
Khaliq; menaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Hubungan manusia dengan Allah SWT bagaikan hubungan seorang hamba
(budak) dengan tuannya. Si hamba harus senantiasa patuh, tunduk, dan taat atas segala
perintah tuannya. Demikianlah, karena posisinya sebagai ‘abid, kewajiban manusia di
bumi ini adalah beribadah kepada Allah dengan ikhlas sepenuh hati .
َ ‫يَِّللاَِ ِليَ ْعبُدُواِإِّلِأُمِ ُر‬
‫واِو َما‬ َّ ‫ِص‬ ِ ‫صلة ََِويُقِي ُمواِ ُحنَفَا َءِال ِِدينَ ِلَهُِ ُم ْخل‬ َ ُ ‫ِالزكَاة َِت‬
َّ ‫واِويُؤْ ِال‬ َ ُ‫ْالقَيِ َمةِِ ِدين‬
َّ َ‫ِوذَلِك‬
Artinya “Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus." (QS.Al-Bayyinah (98):5)
Tanggung jawab abdullah terhadap dirinya adalah memelihara iman yang
dimiliki dan bersifat fluktuatif (naik-turun), yang dalam istilah hadist Nabi SAW
dikatakan yazidu wayanqushu (terkadang bertambah atau menguat dan terkadang
berkurang atau melemah).
Seorang hamba Allah juga mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga.
tanggung jawab terhadap keluarga merupakan lanjutan dari tanggung jawab terhadap diri
sendiri, karena memelihara diri sendiri berkaitan dengan perintah memelihara iman
keluarga. Oleh karena itu dalam al-qur’an dinyatakan dengan quu anfusakum waahlikum
naaran (jagalah dirimu dan keluargamu dengan iman, dari neraka).

Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah Allah


Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat yang harusdipertanggung
jawabkan dihadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia dimuka bumi adalah tugas
kekhalifahan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allahdi muka bumi untuk mengelola dan
memelihara alam.
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang kekuasaan.Manusia
menjadi khalifah, berarti manusia memperoleh mandat Tuhan untuk mewujudkan
kemakmuran di muka bumi. Kekuasaan yang diberikan kepadamanusia bersifat kreatif,
yang memungkinkan dirinya mengolah danmendayagunakan apa yang ada di muka bumi
untuk kepentingan hidupnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Allah.

7
Kekuasaan manusia sebagai khalifah Allah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan yang
telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu hukum-hukumTuhan baik yang tertulis
dalam kitab suci (al-qaul), maupun yang tersirat dalamkandungan pada setiap gejala alam
semesta (al-kaun).
Seorang wakil yangmelanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang
mengingkarikedudukan dan peranannya serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya.Oleh karena itu dia diminta pertanggungjawaban terhadap
penggunaankewenangannya dihadapan yang diwakilinya, sebagaimana firman Allah
ٓ َٰ ْ ‫ِٱل َٰ َكف ِِرِ َي ِزيد َُِو َّلِ ُك ْف ُرهُِفَعَلَِ ْيهِِ َكف ََرِفَ َم‬
ْ َ‫ِربِ ِه ْمِعِندَِ ُه ْمِ ُك ْف ُرِين‬
‫ِفِ َجعَلَ ُك ْمِٱلَّذِىِه َُِو‬ ِ ‫نِٱۡل َ ْر‬
َ ‫ضِفِىِ َخلَئ‬ َ ‫َم ْق ًۭت ًاِإِ َّّل‬
‫ِٱل َٰ َكف ِِرينَ ِيَ ِزيد َُِول‬ْ ‫اراِإِ َّّلِ ُك ْف ُِر ُه ْم‬
ً ًۭ ‫س‬
َ ‫َخ‬
Artinya : “Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi. Barangsiapa
yang kafir, maka (akibat) kekafirannya menimpa dirinya sendiri. Dan kekafiran orang-
orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya
dan kekafiran orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka”.(Q.S fathir : 39.)
Ketika memerankan fungsinya sebagai khalifah Allah di muka bumi, ada dua
peranan penting yang diamanahkan dan dilaksanakan manusia sampai hari kiamat.
1. Memakmurkan bumi (al ‘imarah).
Yakni dengan mengexploitasi alam dengan sebaik-baiknya dengan adil dan
merata dengan tetap menjaga kekayaan agar tidak punah, supaya generasi
berikutnya dapat melanjutkan exploitasi itu.
2. Memelihara bumi dari upaya-upaya perusakan yang datang dari pihak manapun
(ar ri’ayah).
Melihara bumi dalam arti luas termasuk juga memelihara akidah dan akhlak
manusianya sebagai SDM (sumber daya manusia). Memelihara dari kebiasaan
jahiliyah, yaitu merusak dan menghancurkan alam demi kepentingan sesaat.
Karena sumber daya manusia yang rusak akan sangat potensial merusak alam.
Oleh karena itu, hal semacam itu perlu dihindari.

Dua peran yang dipegang manusia dimuka bumi, sebagai khalifah dan‘abdun
merupakan keterpaduan tugas dan tanggung jawab yang melahirkan dinamika hidup yang
sarat dengan kreatifitas dan amaliyah yang selalu berpihak pada nilai-nilai kebenaran.
Dua sisi tugas dan tanggungjawab ini tertata dalam diri setiap muslim sedemikian
rupa. Apabila terjadi ketidakseimbangan, maka akan lahir sifat-sifat tertentu yang
8
menyebabkan derajat manusia meluncur jatuh ketingkat yang paling rendah, seperti
firman Allah
ِ‫ن ت َ ْق ِويم‬ َ ْ‫سانَِ فِي أَح‬
ِِ ‫س‬ ِ ْ ‫لَقَدِْ َخلَ ْقنَا‬
َ ‫اْل ْن‬
Artinya : ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-
baiknya."(QS.At-Tin (95):4).
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diciptakannya manusia mempunyai tujuan tertentu, diantaranya agar beribadah


kepada Allah SWT. untuk mencapai kesenangan di dunia dan ketenangan di akhirat. Hal
ini yang menjadikan manusia disebut sebagai khalifah. Manusia tetap bermartabat mulia,
kalau mereka sebagai khalifah tetap hidup dengan ajaran Allah
Manusia diciptakan sebagai sesuatu yang sempurna dan sesuatu yang baik, akan
menjadi apa saat mereka menjalani kehidupan ini adalah pilihan mereka sendiri yang
akan dipertanggung jawabkannya di akhirat nanti.
Sebagai seorang khalifah,apa yang dilakukan tidak boleh hanya untuk
kepentingan diri pribadi dantidak hanya bertanggung jawab pada diri sendiri saja, tetapi
juga memiliki tanggung jawab sebagai hamba Allah dan tanggung jawab sebagai khalifah
Allah.

3.2 SARAN
Sebagai civitas akademik yang berpendidikan, sebaiknya mahasiswa memahami
kedudukan manusia dalam kehidupan, eksistensi dan martabat manusia serta tanggung
jawab manusia sebagai hamba dan khalifah Allah

10
DAFTAR PUSTAKA

Covalenters. (2012). Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah. [Online]. Tersedia :


http://covalenters.blogspot.com/2012/11/tanggung-jawab-manusia-sebagai-khalifah.html
Diakses pada 26 September 2018 13:00 WITA.
Mansoer, Hamdan, dkk. 2003. Materi Intruksional Pendidikan Agama Islam Di
Perguruan Tinggi Umum.Jakarta: Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen
Agama RI.
Wahyudin, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Surabaya:
Grasindo.

11

Anda mungkin juga menyukai