Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah

satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat

adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan

angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian

penyakit yang bervariasi. Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus

meningitis.

Penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun.

Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per

100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus

meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per

100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun

untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental

17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan meningitis?

2. Bagaimana etiologi dari meningitis?

3. Bagaimana patofisiologi dari meningitis?

1
4. Bagaimana menifestasi klinis dari meningitis?

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik dari meningitis?

6. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan dari meningitis?

7. Bagaimana komplikasi dari meningitis?

8. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan dari meningitis?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak 1 pada semester IV, dan

diharapkan agar mahasiswa agar mampu memahami tentang konsep dasar penyakit persyarafan,

meningitis pada anak dan dapat membuat asuhan keperawatan anak dengan dengan meningitis.

Tujuan Khusus

1. Memahami dan mengetahui pengertian dari meningitis.

2. Memahami dan mengetahui etiologi dari meningitis.

3. Memahami dan mengetahui patofisiologi dari meningitis.

4. Memahami dan mengetahui manifestasi klinis dari meningitis.

5. Memahami dan mengetahui pemeriksaan diagnostik dan keperawatan dari meningitis.

6. Memahami dan mengetahui komplikasi dari meningitis.

7. Memahami dan mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan dari meningitis.

2
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Meningitis

Meningitis adalah infeksi pada meninges (selaput pelindung) yang menyelimuti otak dan saraf

tulang belakang yang biasanya menyerang pada anak- anak usia 1. Neonatus yang disebabkan oleh virus

Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes. 2. Anak di bawah 4 tahun

biasanya disebabkan oleh virus Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus. 3. Anak di atas 4

tahun dan orang dewasa biasanya disebabkan oleh virus Meningococcus, Pneumococcus. Meningitis

adalah peradangan yang terjadi pada selaput otak (araknoidea dan piamater ). (Nabiel, 2014) .

Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab meningitis

bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera traumatik atau secara tidak

langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke dalam cairan serebrospinal (CSS).

Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan

zat kimia (Betz, 2009).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal

column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi, 2006).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah

suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang mengelilingi otak dan sumsum tulang

belakang (spinal cord).

3
B. Etiologi

Penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang tidak spesifik (1 jenis tertentu

seperti penyakit typus). Mikroorganisme yang sering menyebabkan adalah :

1. Pneuomokokus

2. Haimofilus influenza

3. Stapilokokus

4. Streptokokus

5. Escherichia coli

6. Meningokokus

7. Salmonella

Bakteri tersebut di kenal sangat toksik karena dapat mengakibatkan jaringan cepat

rusak dan menghasilkan pustule sehingga sering disebut penyakitnya dengan

meningitis purulenta.

(Nabiel, 2014).

4
C. Patofisiologi

5
D. Manifestasi klinis

Gambaran klinis yang sering muncul pada anak dengan meningitis antara lain :

1. Pada fase akut gejala yang muncul antara lain :

a. Lesu

b. Mudah terangsang

c. Hipertermia

d. Anoreksia

e. Sakit kepala

2. Peningkatan tekanan intracranial. Tanda-tanda terjadinya tekanan intracranial :

a. Muntah yang sering proyektil (menyembur)

b. Tangisan yang merintih

c. Sakit kepala

3. Kejang baik secara umum maupun lokal.

4. Koma biasanya terjadi pada anak yang lebih tua (Willianms, 2008)

5. Ruam Purpura disebabkan oleh perjedarahan darah dibawah kulit (Willianms, 2008)

6. Kelumpuhan ekstermitas ( Paresis atau Paralisis).

7. Gangguan frekuensi dan irama pernafasan ( Cepat dengan irama kadang dangkal dan

kadang dalam).

8. Munculnya tanda-tanda meningeal seperti kaku kuduk (leher kaku yang dapat

berkembang menjadi opsitotanus atau melengkung kebelakang), refleks Kernig

(memfleksikan panggul dengan sudut 90 °, mengekstensikan tungkai bawah pada

6
persendian,lutut,positif bila ada tekanan dan rasa sakit sebelum mencapai ekstensi

maksimal) dan Brudzinky positif (pada saat fleksi leher lutut ikut fleksi juga). .

(Nabiel, 2014)

7
E. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara lain :

Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena

adanya desakan pada intracranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya

cairan dari lapisan otak ke daerah subdural. (Nabiel, 2014)

1. Peradangan pada daerah ventrikuler otak (ventikulitis). Abses pada meningen dapat

sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen

termasuk ke ventrikuler.

2. Hidrosepalus peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi

Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga

memungkinkan terjadinya sundapan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis.

Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial.

3. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena

meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat.

4. Epilepsi

5. Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang

sudah menyebar keserebrum sehingga menggangu gyrus otak anak sebagai tempat

menyimpan memori.

6. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak

tuntas atau mikrooranisme yang sudah resisten terhadap antibiotic yang digunakan

untuk pengobatan.

(Nabiel, 2014)

8
F. Pemeriksaan Penunjang dan Penatalaksanaan Medis

1. Pemeriksaan Penunjang

a. Hidrocepalus

b. Saraf

c. Tuli

d. Keterbelakangan mental

(Williams, 2008)

2. Penatalaksanaan Medis

a. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yan bersifat isotonik seperti asering atau

ringer laktat dengan dosis yang di pertimbangkan melalui penurunan berat badan

anak atau tingkat dehidrasi. Terapi diberikan karena anak yang menderita

meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan

akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia

dan intake cairan.

b. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Dosis awal diberikan

diazepam 0,5 mg/kgBB/pemberian secara intravena. Setelah kejang bisa diatasi

maka diberikan venobarbital.

c. Pemberian antiboitik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik

yang sering dipakai adalah ampisilin dengan dosis 300-400 mg/kgBB dibagi

9
dalam 6 dosis pemberian secara intravena dikombinasikan dengan kloramvenikol

500 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis pemberian.

G. Asuhan Keperawatan

a. Penempatan pada ruangan yang minimal ransangan seperti rangsangan suara,

cahaya, dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat

membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi

neuron yang dapat berlangsung cepat.

b. Pembebasan jalan nafas dengan penghisapan lendir melalui suction.

c. Memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi.

d. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang

masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.

( Nabiel, 2014).

H. Pengkajian
Pengkajian keperawatan meningitis meliputi: anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan diagnostik,
a. Anamnesis, meliputi:
1. Identitas klien, antara lain: nama, jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan, agama,
pendidikan, dsb.
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang,
dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Saat Ini

10
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahhui jenis kuman
penyebab. Disisi harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul sepertyi
kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajiian klien
meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari
infeksi dan peningkatan TIK.

b. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamneesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per system B3 (brain) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan-keluha dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien meningitis biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-410 C, dimulai dari
fase sistemik. Kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu
pusat pengatur suhu tubuh.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik
rutin (Hb, leukosit,LED, trombosit, retikulosit, glukosa) pemeriksaan faal hemostatis
diperlukan untuk mengetahui sacera awal adanya DIC. Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremia.

11
I. Analisa Data

No. Data Etiologi Problem

1. Frekuensi napas cepat dan Disfungsi Ketidakefektifan pola napas

irama dangkal dan kadang neuromuskuler

dalam

2. Penumpukan secret. Penumpukan secret Ketidakefektifan bersihan

Batuk. pada saluran napas jalan napas

Mudah terangsang.

3. Demam. Proses infeksi Hipertermia

Suhu badan tinggi.

Kejang.

4. Anoreksia. Kegagalan Kekurangan volume cairan

Mukosa kering. diaphoresis

Peningkatan suhu tubuh.

5. Mual dan muntah. Penurunan intake Ketidakseimbangan nutrisi

makanan kurang dari kebutuhan

tubuh

6. Penurunan kesadaran. Penurunan aliran Resiko ketidaksefektifan

Lesu. darah vena arteri perfusi jaringan otak

7. Sakit kepala. Proses infeksi Nyeri akut

Tangisan yang merintih.

12
8. Kejang. Peningkatan reaksi Resiko cidera

Kelumpuhan. otot

Tanda –tanda rangsangan

meningeal.

9. Suhu tubuh meningkat. Metabolism bakteri Resiko infeksi

J. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfusi neuromuskuler.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret.

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kegagalan diaphoresis.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan intake makanan.

6. Resiko ketidaksefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan aliran

darah vena arteri.

7. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

8. Resiko cidera berhubungan dengan peningkatan reaksi otot.

9. Resiko infeksi berhubungan dengan metabolism bakteri.

13
K. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan disfusi neuromuskuler.

Airway Management

a. Buka jalan nafas,gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafs buatan.

d. Pasang mayo bila perlu.

e. Lakukan fisioterapi dada jika perlu.

f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.

g. Auskultasi suara nafas,catat adanyan suara tambahan .

h. Lakukan suction pada mayo.

i. Berikan pelembab udara kassa basah NaCL lembab.

j. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

k. Monitor respirasi dan status O2.

Oxygen Therapy

a. Bersihkan mulut,hidung dan secret trakea.

b. Pertahankan jalan nafas yang paten.

c. Atur peralatan oksigenasi.

d. Monitor aliran oksigen.

e. Pertahankan posisi pasien.

f. Observasi adanya tanda – tanda hipoventinlasi.

14
g. Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi.

Vital sign Monitoring

a. Monitor TD,nadi,suhu,dan RR.

b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah.

c. Monitor VS saat pasien berbaring ,duduk,atau berdiri.

d. Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan.

e. Monitor TD,nadi,RR,sebelum,selam,dan setelah aktivitas.

f. Monitor kualitas dari nadi.

g. Monitor frekuensi dan irama pernafasan.

h. Monitor suara paru.

i. Monitor pola pernafasan abnormal.

j. Monitor suhu,waran dan kelembaban kulit.

k. Monitor sianosis perifer.

l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar,bradikardi,peningkatan

sistolik.

m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan akumulasi secret.

Airway suction

a. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal suctioning.

b. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning.

c. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning.

15
d. Minta klien napas dalam sebelum suction dilakukan.

e. Berikan O2 dengan menggunakan dengan nasal untuk memfasilitasi suction

nasotrakeal.

f. Gunakan alat yang steril setiap melakukan tindakan.

g. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari

nasotrakeal.

h. Monitor status oksigen pasien.

i. Ajarkan keluarga bagaimana cara menggunakan suction.

j. Hentikan suction dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi,

peningkatan saturasi O2, dll.

Airway management

a. Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu.

b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.

c. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan napas buatan.

d. Pasang mayo bila perlu.

e. Lakukan fisioterapi dada bila perlu.

f. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction.

g. Auskultasi jalan napas, catat adanya suara tambahan.

h. Lakukan suction pada mayo.

i. Berikan bronkodilator bila perlu.

j. Berikan pelembab udara kassa basah NaCl lembab.

k. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.

16
l. Monitor respirasi dan status O2.

3. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi.

Fever treatment

a. Monitor suhu sesering mungkin.

b. Monitor IWL.

c. Monitor warna dan suhu kulit.

d. Monitor tekanan darah, nadi, dan RR.

e. Monitor penurunan tingkat kesadaran.

f. Monitor WBC, Hb, dan Hict.

g. Monitor intake dan output.

h. Berikan antipiretik.

i. Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.

j. Selimuti pasien.

k. Lakukan tapid sponge.

l. Kolaborasi pemberian cairan intravena.

m. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila.

n. Tingkatkan sirkulasi udara.

o. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil.

Temperature Regulation

a. Monitor suhu minimal tiap 2 jam.

b. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu.

c. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan.

17
d. Monitor warna dan suhu kulit.

e. Monitor tanda-tanda hipertemi dan hipotermi.

f. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi.

g. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh.

h. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas.

i. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari

kedinginan.

j. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang

diperlukan.

k. Ajarkan indikasi hipotermi dan penanganan yang diperlukan.

l. Berikan anti piretik jika perlu.

Vital sign monitoring

a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan pernapasan.

b. Catat adanya fluktuasi tekanan darah.

c. Auskultasi tekanan darah pada kedua lengan dan bandingkan.

d. Monitor tekanan darah, nadi, dan pernapasan sebelum, selama, dan setelah aktivitas.

e. Monitor kualitas dari nadi.

f. Monitor frekuensi dan irama dari pernapasan.

g. Monitor suara paru.

h. Monitor pola pernapasan abnormnal.

i. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit.

j. Monitor sianosis perifer.

18
k. Monitor adanya chusing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, dan

peningkatan sistolik).

l. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign.

4. Kekuranan volume cairan berhubungan dengan kegagalan diaphoresis.

Fluid management

a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

b. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi edekuat, tekanan

darah osmotic).

c. Monitor vital sign.

d. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake kalori harian.

e. Kolaborasikan pemberian cairan IV.

f. Monitor status nutrisi.

g. Berikan cairan pada suhu ruangan.

h. Dorongan masukan oral.

i. Berikan penggantian nesogetrik sesuai output.

j. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan dan minum.

k. Kolaborasi dengan dokter.

l. Atur kemungkinan transfuse.

m. Persiapan untuk transfuse.

Hypovolemia Management

a. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan.

b. Pelihara IV line.

19
c. Monitor tingkat Hb dan hematocrit.

d. Monitor tanda vital.

e. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan.

f. Monitor berat badan.

g. Dorong pasien untuk menambah intake oral.

h. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan.

i. Monitor adanya tanda gagal ginjal.

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

penurunan intake makanan.

Nutrition Management

a. Kaji adanya alergi makanan.

b. Kolaborasi dengan ahli giziuntuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang di

butuhkan.

c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan vitamin dan protein.

d. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.

e. Berikan makanan yang terpilih.

f. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

g. Berikan informai pada keluarga tentang kebutuhan nutrisi.

Nutrition Monitoring

a. BB pasien dalam batas normal.

b. Monitor adanya penurunan BB.

c. Monitor tipe dan jumlah aktivitasyang biasa dilakukan.

20
d. Monitor lingkungan sebelum makan.

e. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan.

f. Monitor kulit kerin dan perubahan pigmentasi.

g. Monitor turgor kulit.

h. Monitor mual dan muntah.

i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah.

j. Monitor kadar albumin , total protein, Hb, dan kadar Ht.

k. Monitor pertumbuhan dan perkembangan.

l. Monitor pucat, kemerahan, kekeringan jaringan konjungtiva.

m. Monitor kalori dan intake nutrisi.

n. Catat adanya edema.

o. Catat jika lidah berwarna magenta, scariet.

6. Resiko ketidaksefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan

aliran darah vena arteri.

Peripheral Sensation Management (Mnajement sensasi perifer)

a. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap

panas/dingin/tajam/tumpul.

b. Monitor adanya paretese.

c. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulitjika ada isi atau laserasi.

d. Gunakan sarung tangan untuk proteksi.

e. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.

f. Kolaborasi pemberian analgetik.

21
g. Monitor adanya tromboplebitis.

h. Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi.

7. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi.

Pain management

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

f. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri

masa lampau

g. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

h. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pebcahayaan,

dan kebisingan

i. Kurangi faktor presipitasi nyeri

j. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non fakmakologi dan interpersonal)

k. Kaji tipe dari sumber nyeri untuk menentukan intervensi

l. Ajarkan tentang teknik non farmakologi

m. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

n. Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri

o. Tingkatkan intirahat

22
p. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

q. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic administration

a. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.

b. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, obat, dan frekuensi.

c. Cek riwayat alergi.

d. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih

dari satu.

e. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri.

f. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal.

g. Pilih rute secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur.

h. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali.

i. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat.

j. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala .

8. Resiko cidera berhubungan dengan peningkatan reaksi otot.

Environment Management (managemen lingkungan)

a. Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien.

b. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi

kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien.

c. Mengidentifikasi lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan

perabotan).

23
d. Memasang side rail saat tidur.

e. Menyediakan tempat tiduryang nyaman dan bersih.

f. Menenmpatlan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.

g. Membatasi pengunjung.

h. Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.

i. Mengontrol lingkungan dari kebisingan.

j. Memindahkan barang – barang yang dapat membahayakan.

k. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan

status kesehatan dan penyebab penyakit.

9. Resiko infeksi berhubungan dengan metabolism bakteri.

Infection Control (Kontrol Infeksi)

a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

b. Pertahankan teknik isolasi.

c. Batasi pengunjung bila perlu.

d. Intruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan

setelah berkunjung meninggalkan pasien.

e. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan.

f. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

g. Gunakan baju,sarung tangan sebagai alat pelindung.

h. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat.

i. Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk

umum.

24
j. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing.

k. Tingkatkan intake nutrisi .

l. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection (proteksi terhadap

infeksi).

m. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

n. Monitor hitung granulosit,WBC.

o. Monitor kerentanan terhadap infeksi.

p. Batasi pengunjung.

q. Sering pengunjung terhadap penyakit menular.

r. Pertahankan teknik aspesis pada pasien yang berisiko.

s. Pertahankan teknik isolasi.

t. Berikan perawatan kuliat pada area epidema.

u. Inspeksi kulit kondisi luka / insisi bedah.

v. Dorong masukan nutrisi yang cukup.

w. Dorong masukan cairan .

x. Dorong istirahat.

y. Intruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep.

z. Ajarkan cara menghindari infeksi.

aa. Laporkan kecurigaan infeksi.

bb. Laporkan kultur positif.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah

suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang mengelilingi otak dan sumsum tulang

belakang (spinal cord). Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau

mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar

antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.

B. Saran

Makalah ini dibuat agar pembaca mampu menegtahui tentang menangani anak yang

terdiagnosa meningitis. Khususnya untuk mahasiswa keperawatan agar mengetahui peran dan

fungsi pelayanan kesehatan pada anak. Memberikan tindakan yang sesui dengan penyebab

meningitis yang di alami seseorang. Banyak faktor penyebab terjadinya meningitis dan cara

merawat anak yang terdiagnosa meningitis untuk itu makalah ini dapat di gunakan sebagai

referensi agar angka kematian anak karena meningitis dapat berkeurang.

Dalam penulisan makalah ini belum sempurna dan masih terdapat bahasa asing yang

belum difahami oleh pembaca. Untuk itu penulis sanagat menyarankan agar pembaca meresensi

makalah ini.

26
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012 – 2014. Jakarta :
EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta : Salemba Medika.

Pillitteri, 2010, Maternal and Child Health Nursing care of childbearing and childrearing family,
Lippincolt Williams & Wilkins, Philadelphia.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA (North America Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC.
Yogyakarta : Mediaction Publishing Jogja.

27

Anda mungkin juga menyukai