Anda di halaman 1dari 2

Hikayat Abu Nawas: Pesan Bagi Hakim

Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad. Adapun Abu
Nawas itu sangat cerdik dan terlebih bijak daripada orang banyak. Bapanya seorang Kadi.
Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia meminta Abu Nawas mencium
telinganya. Telinga sebelah kanannya sangat harum baunya, sedangkan telinga kiri sangat
busuk . Bapanya menerangkan bahwa semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah
mendengar aduan seorang dan tiada mendengar adua yang lain. Itulah sebabnya sebelah
telinga menjadi busuk. Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus
mencari helah melepaskan diri. Hatta bapa Abu Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun
Ar-rasyid mencari Abu Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu Nawas pun
membuat gila dan tidak tentu kelakuannya. Pada suatu hati, Abu Nawas berkata kepada
seorang yang dekatnya, ”Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi makan rumput kuda
itu.” Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi. Permintaan
dikabulkan dan si polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu Nawas itu,
pekerjaannya tiap hari ialah mengajar kitab pada orang negeri itu. Pada suatu malam,
seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri Baghdad bermimpi menikah dengan anak
perempuan kadi yang baru itu. Tatkala kadi itu mendengar mimpi anak Mesir itu, ia
meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak Mesir itu menolak, segala
hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas. Abu Nawas lalu
menyuruh murid-muridnya memecahkan rumah kadi itu. Tatkala dihadapkan ke depan
Sultan, Abu Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu menyuruhnya berbuat begitu. Dan
memakai mimpi sebagai hukum itu sebenarnya adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan
demikian terbukalah perbuatan kadi yang zalim itu. Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan.
Kemudian anak Mesir itu pun diamlah di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun
kembali ke negerinya.

Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang kematiannya ia
memanggil anak-anaknya dan disuruh mencium telinganya. Jika telinga kanan harum
baunya, itu pertanda akan baik. Akan tetapi jika yang harum telinga kiri, berarti bahwa
sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik. Ternyata yang harum yang kiri.

Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak diangkat
menggantikan ayahnya sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya ialah Lukman.
Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan kadi baru kawin gelap,
akan tetapi tanpa emas kawin sama sekali kecuali berupa lelucon-lelucon, sehingga diusir
bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu mengembara ke Mesir, dan dengan demikian
kehormatan kadi baru itu pulih kembali.

Unsur Intrinsik :
Tema : keadilan
Alur : Menggunakan alur maju mundur. Karena penulis menceritakan cerita tidak berurutan
dari awal hingga akhir.

Setting/ Latar :

-Setting Tempat : Negeri Baghdad, Rumah Abunawas.Rumah Kadi

Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.

Amanat :

-kita harus banyak-banyak bersyukur.

Jangan selalu melihat ke atas, sekali-kali lihatlah kebawah, karena masih banyak orang yang
hidupnya lebih menderita dari kita.

- Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.

-Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.

-Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.

-Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.

-Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya
dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.

-kita harus selalu bersikap adil

Anda mungkin juga menyukai