Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislokasi atau ketidaksempurnaan garis dalam bidang ilmu sains material


adalah gangguan yang bersifat linear seperti ketidaksempurnaan satu dimensi pada
paham geometris dari susunan. Dislokasi traumatik adalah dislokasi yang terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan di
sekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem
vaskular.

Dislokasi traumatik akan menyebabkan nyeri yang sangat menyakitkan


dikarenakan terdapat jaringan yang rusak ,misalnya ligamen, tendon, dan otot.
Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi adalah cidera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau
bergeser dari mangkoknya. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-
ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang
menurun ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang
melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh (Stevenson et al, 2000). Dislokasi
traumatik akan menyebabkan nyeri yang sangat menyakitkan dikarenakan terdapat
jaringan yang rusak ,misalnya ligamen, tendon, dan otot. Dislokasi menyebabkan
kehilangan fungsi pada jaringan yang cedera, baik pada jaringan itu sendiri maupun
jaringan disekitarnya.

Penyebab utama dislokasi bahu adalah cedera traumatik. Hamper 95% dari
dislokasi bahu yang terjadi pertama kali adalah akibat dari beberapa kejadian seperti
benturan kuat, jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba- tiba yang dapat
1
mengakibatkan bahu terkilir. Pada individu-individu ini, struktur yang berfungsi
menstabilkan gerakan ditarik paksa secara spontan. Sekitar 5% dari dislokasi yang ada
disebabkan oleh kejadian yang atraumatik (misalnya, overuse, mengangkat lengan).
Individu-individu ini mungkin memiliki kelemahan kapsuler atau pengontrolan otot
pada kompleks bahu atau dapat disebabkan oleh keduanya.

Dislokasi elbow adalah suatu injuri berupa keadaan yang abnormal pada regio
elbow, dimana olekranon tidak berhubungan secara normal dengan epicondilus humeri,
atau bergesernya tulang ulna ke belakang dari ujung bawah tulang humeri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah konsep dislokasi traumatik ?
2. Bagaimanakah konsep dislokasi shoulder ?
3. Bagaimanakah konsep dislokasi acromiclavicular joint?
4. Bagaimanakah konsep dislokasi elbow ?
5. Bagaimanakah konsep dislokasi metacarpal dan intraphalangeal?
6. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien dengan kasus dislokasi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dislokasi traumatik.
2 Untuk mengetahui tkonsep dislokasi shoulder.
3 Untuk mengetahui konsep dislokasi acromiclavicular join.
4 Untuk mengetahui konsep dislokasi elbow.
5 Untuk mengetahui konsep dislokasi metacarpal dan intraphalangeal.

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Dislokasi Traumatik

A. Definisi
Dislokasi traumatik adalah dislokasi yang terjadi karena trauma yang kuat
sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan di sekeilingnya dan mungkin
juga merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem vaskular.

Dislokasi adalah cidera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau
bergeser dari mangkoknya. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-
ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang
menurun ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang
melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh (Stevenson et al, 2000).

B. Etiologi
Secara umum dislokasi traumatic disebabkan oleh :
a. Cedera olahraga
Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko.
b. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan
dislokasi.
c. Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

C. Patomekanisme
a. Klasifikasi
Berdasarkan tipe kliniknya dislokasi traumatik dibagi atas (Brunner & Suddart,

3
2002, KMB, edisi 8, vol 3,Halaman 2356) :
a) Dislokasi Akut
Dislokasi akut umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai
nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.

b) Dislokasi Kronik

c) Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint. Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang atau fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus
atau kontraksi otot dan tarikan.

b. Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi traumatik ini baik jika tidak
menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang terjadi pada dislokasi, yaitu :
1. Komplikasi yang dapat menyertai dislokasi antara lain :
a) Fraktur
b) Kontraktur
c) Trauma jaringan

2. Komplikasi yang dapat terjadi akibat pemasangan traksi :

a) Dekubitus

b) Kongesti paru dan pneumonia

c) Konstipasi

d) Anoreksia

4
e) Stasis dan infeksi kemih

f) Trombolus vena ke dalam

c. Patogenesis

5
E. Gambaran Klinis
a. At the time of injury
1. An intense sickening pain (nyeri yang menyakitkan)

Dislokasi traumatik akan menyebabkan nyeri yang sangat menyakitkan


dikarenakan terdapat jaringan yang rusak ,misalnya ligamen, tendon, danotot

1) Deformity (cacat)
Dislokasi dapat menyebabkan defomitas pada tubuh, misalnya dislokasi
traumatik pada acromioclavicular yang disebabkan benturan keras pada tulang
clavicula yang berdampak pada rupturnya ligamen acromioclavicular dan
coracoclavicular yang menyebabkan deformitas berupa tonjolan yang jelas oleh
tulang clavicula.

2) Loss of function (kehilangan fungsi)

Dislokasi menyebabkan kehilangan fungsi pada jaringan yang cedera, baik pada
jaringan itu sendiri maupun jaringan disekitarnya.

Gangguan gerakan, dikarenakan kehilangan fungsi pada jaringan yang cedera, baik
pada jaringan itu sendiri maupun jaringan disekitarnya menyebabkan gangguan

gerakan pada regio yang terkait.

b. Later Features

1) Pembengkakan (Swelling)

2) Memar (Bruising)

3) Kaku (Stifness)

4) Kelemahan Otot (Muscle Weaknes)

6
2.2 Dislokasi Shoulder

A. Definisi

Dislokasi adalah cidera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau
bergeser dari mangkoknya. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah ligamen-
ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot yang menurun
ataupun karena faktor eksternal yang berupa tekanan energi dari luar yang melebihi
ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh (Stevenson et al, 2000).
Dislokasi bahu adalah suatu kerusakan yang terjadi saat bagian atas tulang
humerus tidak menempel lagi dengan scapula. Hal ini terjadi saat caput humerus
keluar dari glenoid, maka dislokasi bahu ini fokus pada dislokasi dari sendi
glenohumeral (Dr H. Subagyo, Sp.B, Sp.OT, 2013).

B. Epidemiologi
Dislokasi dan subluksasi sendi glenohumeral sering terjadi pada atlet. Seorang
peneliti mengidentifikasi distribusi dimodal dislokasi sendi bahu primer dengan
puncak dalam dekade kedua dan keenam. Dalam 95% kasus, dislokasi bahu yang terjadi
mengarah ke anterior. Terdapat beberapa fraktur yang berhubungan dengan dislokasi
bahu anterior yaitu kelainan Hill-Sachs dengan kasus sebanyak 35-40% dari kasus yang
ada, lesi Bankart dan fraktur dari greater tuberosity dengan kasus sebanyak 10-15%
dari kasus yang ada.

Sekitar 4% dari kasus yang ada, dislokasi terjadi ke arah posterior. Sekitar 0,5%
dari semua dislokasi yang ada, terjadi dislokasi ke arah inferior (luxatio erecta). Dan
dislokasi ke arah superior jarang sekali ditemukan, angka kejadiannya lebih kecil dari
dislokasi ke arah inferior.
Komplikasi penting dari dislokasi primer adalah dislokasi berulang. Berdasarkan
studi yang dilakukan, sekitar 70% dari mereka yang telah mengalami dislokasi
memiliki kemungkinan untuk mengalami dislokasi berulang dalam waktu 2 tahun

7
sejak cedera pertama.
Penderita yang lebih muda dan lebih tua memiliki insiden dislokasi bahu primer
yang sebanding. Namun keadaan dislokasi berulang sangat bergantung pada usia dan
lebih sering terjadi pada populasi remaja dibandingkan dengan populasi yang lebih tua.
Telah dilaporkan bahwa dislokasi rekuren pada 66% sampai 10% pada individu berusia
20 tahun atau lebih muda, 13% sampai 63% dari individu berusia antara 20 tahun dan 40
tahun. Dan 0% sampai 16% dari individu berusia 40 tahun atau lebih. (Donnateli,
1991)
Dislokasi bahu cenderung lebih sering terjadi pada pria dibandingkan dengan
wanita. Hal ini mungkin disebabkan karena tipe olahraga yang dilakukan.

C. Etiologi
Penyebab utama dislokasi bahu adalah cedera traumatik. Hamper 95% dari
dislokasi bahu yang terjadi pertama kali adalah akibat dari beberapa kejadian seperti
benturan kuat, jatuh pada lengan terulur, atau gerakan tiba- tiba yang dapat
mengakibatkan bahu terkilir. Pada individu-individu ini, struktur yang berfungsi
menstabilkan gerakan ditarik paksa secara spontan. Sekitar 5% dari dislokasi yang ada
disebabkan oleh kejadian yang atraumatik (misalnya, overuse, mengangkat lengan).
Individu-individu ini mungkin memiliki kelemahan kapsuler atau pengontrolan otot
pada kompleks bahu atau dapat disebabkan oleh keduanya.

D. Patomekanisme
a. Klasifikasi
Terdapat empat jenis dislokasi pada bahu yaitu :
1. Dislokasi Anterior

Adalah Pergeseran caput humerus dari sendi glenohumeral dapat terjadi pada
bagian anterior dan medial glenoid, sehingga caput humeri bergeser ke medial di
bawah processus coracoideus.
Dislokasi sendi bahu anterior biasanya terjadi setelah cedera akut karena

8
lengan dipaksa berabduksi, berotasi eksternal dan ekstensi sendi bahu.

2. Dislokasi Posterior
Adalah pergeseran posterior caput humeri yang masih terletak di lateral
dan berada di posterior dalam fosa infraspinatus.

9
3. Dislokasi Inferior
Adalah dislokasi dimana bagian leher dari tulang humerus terangkat atau
menekan melawan akromion yang disebabkan oleh tekanan hiperabduksi. Jenis
dislokasi ini jarang ditemukan.

4. Dislokasi Superior
Adalah dislokasi dimana caput humerus terdorong ke atas melawati rotator
cuff. Dislokasi superior sangatlah jarang.

B. Patofisiologi
1. Dislokasi Anterior
Sekitar 95% dari dislokasi bahu yang terjadi, bagian atas humerus berada di
depan shoulder blade dan menyebabkan dislokasi anterior. Mekanisme umum dari
kerusakan yang terjadi, yaitu abduksi yang ekstrim, eksorotasi, ekstensi, dan
suatu tekanan langsung dari posterior terhadap humerus. Abduksi atau rotasi
eksternal secara paksa sendiri dapat menyebabkan dislokasi (sekitar 30% dari kasus
yang ada), begitu juga suatu tekanan kuat langsung terhadap bagian posterior
humerus (29%), elevasi dan eksorotasi yang terjadi secara paksa (24%), dan jatuh

10
dengan tangan terbuka lebar (17%).
2. Dislokasi Posterior
Dalam kurang dari 5% dari kasus yang ada, bagian atas humerus berada di
belakang shoulder blade, suatu dislokasi posterior. Dislokasi posterior terjadi
akibat berat axial yang ditumpukan pada lengan yang sedang berada dalam
keadaan adduksi dan endorotasi. Seperti jatuh dalam posisi lengan adduksi dan
endorotasi, atau adanya tekanan langsung pada bagian depan bahu.

Dislokasi posterior yang klasik dapat juga terjadi akibat tersengat listrik
ataupun kejang karena ketidakseimbangan kekuatan antara otot internal rotators
(subscapularis, latissimus dorsi, pectoralis mayor), yang menekan otot-otot
eksternal rotatos (teres minor dan infraspinatus). Jika terjadi kejang, perlu dilihat
adanya dislokasi bilateral.

3. Dislokasi Inferior
Mekanisme cedera dari dislokasi bahu inferior adalah adanya berat aksial yang
ditumpukan saat lengan sedang abduksi atau hiperabduksi secara paksa seperti
menangkap atau menggenggam suatu objek yang berposisi di atas kepala saat jatuh.

4. Dislokasi Superior
Pada dislokasi superior, caput humerus terdorong ke atas melewati rotator
cuff. Dislokasi superior dapat terjadi akibat tekanan yang ekstrim ke arah atas
pada lengan yang adduksi.

C. Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi shoulder ini baik jika tidak
menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang terjadi pada dislokasi, yaitu :
1. Dislokasi Anterior
Dislokasi bahu anterior rekuren disebabkan karena stabilitas dari bahu
bergantung pada integritas dari kapsul sendi, dan karena kapsul dan labrum

11
anterior hampir selalu mengalami cedera atau terlepas dari glenoid dan leher dari
scapula pada saat dislokasi bahu yang pertama kali terjadi, maka tidaklah
mengagetkan jika pada beberapa individu dapat terjadi dislokasi berulang yang
lebih sering akibat tekanan yang semakin lama semakin kecil. Selain cekungan
jaringan lunak yang dapat menyebabkan caput humerus untuk bergeser, sering
juga ditemukan cekungan pada aspek posterior dari caput humerus akibat
fraktur kompresi saat dislokasi pertama terjadi. Cekungan ini (lesi Hill-Sachs)
menyebabkan caput humerus yang eksorotasi untuk bergeser ke arah margin
anterior dari rongga glenoid.

Pada pasien remaja, dislokasi berulang sangatlah merugikan dan mengganggu.


Pasien sangat waspada jika lengan abduksi dan exorotasi maka akan terjadi
dislokasi kembali. Kondisi ini merupakan indikasi dilakukannya perbaikan secara
pembedahan pada jaringan lunak. Dari berbagai macam dan banyaknya tipe operasi
yang ada, dua tipe operasi yang paling sering dilakukan yaitu operasi Bankart,
dimana labrum dan kapsul disambungkan kembali pada margin anterior dari
rongga glenoid; dan operasi Putti-Platt, dimana kapsul dan otot subskapularis
dipotong kemudian disambung secara bertumpuan sehingga mengurangi gerak
exorotasi. Setelah operasi, lengan pasien akan diberikan sling dan diperban pada
badan dengan bahu yang berada dalam keadaan endorotasi selama 6
minggu. Pasien dapat beraktifitas seperti normal kembali jika perbaikan ini
berhasil dilakukan dengan baik.

Selain dislokasi anterior rekuren, dislokasi bahu anterior biasanya


berhubungan dengan fraktur dari tuberositas mayor, lesi Bankart (Fraktur dari
glenoid rim) (15%) dan defek Hill-Sachs (fraktur impaksi pada permukaan
posterolaterl dari caput humerus karena impaksi dari caput humerus dengan
glenoid rim anterior saat terjadi dislokasi) (50%).

12
Komplikasi yang cukup umum terjadi akibat dislokasi inisisal yaitu cedera
traksi pada N.aksilaris. Pasien tidak dapat abduksi bahu karena paralisis deltoid
dan terdapat daerah kecil dengan sensasi kulit yang berkurang. Prognosis
penyembuhan baik. Kadang-kadang dapat terjadi secara bersamaan yaitu robekan
pada muskulotendinous cuff yang dapat memperburuk dislokasi yang ada, dimana
pada keadaan ini bahu yang sudah direduksi perlu untuk dilakukan imobilisasi
selama 3 minggu dalam posisi abduksi. Jarang terjadi interposisi tendon dari otot
biceps longus yang memerlukan reduksi terbuka yaitu secara pembedahan.

2. Dislokasi Posterior
Komplikasi yang dapat terjadi pada dislokasi bahu posterior yaitu dislokasi
yang tidak dapat direduksi. Sekurang-kurangnya setengah dari pasien dengan
dislokasi posterior memiliki lesi yang tidak dapat direduksi saat pertama kali
ditemukan. Tipikalnya pasien memegang lengan dalam keadaan endorotasi,
pasien tidak dapat mengabduksi lengannya lebih daro 70-800, dan jika pasien
mengangkat lengannya ke arah depan, ia tidak dapat memutar telapak tangannya
ke arah atas. Komplikasi lainnya yaitu dislokasi bahu posterior rekuren dan
habitul.
Jika bahu yang sebelumnya pernah terdislokasi mengalami dislokasi berulang
oleh karena suatu cedera lain, dislokasi keduan dan seterusnya disebut sebagai
dislokasi rekuren. Perbaikan jaringan lunak posterior secara pembedahan
dianjurkan. Akan tetapi jika pasien dapat melakukan dislokasi bahu sesuai dengan
keinginannya ataupun mereduksi kembali bahu tersebut, maka kondisi ini
disebutsebagai dislokasi habitual, dan biasanya berhubungan dengan kelainan
congenital yaitu kelemahan umum congenital dari ligament yang membentuk
bahu. Atau hal ini dapat berhubungan dengan remaja atau orang dewasa yang
mencari perhatian. Maka perhatian khusus harus diberikan pada mereka agar
tidak melakukan hal itu secara sengaja.

13
3. Dislokasi Inferior
Mendiagnosa dislokasi inferior sangatlah penting oleh karena tingginya angka
kejadian untuk komplikasi. Sebanyak 60% dari kasus yang ada, kerusakan
neurologi (biasanya lesi pada N. Aksilaris) berhubungan dengan dislokasi inferior.
Kerusakan vaskularisasi terjadi dalam 3,3% dari kasus yang ada, robekan rotator
cuff terjadi dalam 80-100% dari kasus yang ada. Dan fraktur greater tuberosity dan
avulsi pectoralis major juga berhubungan dengan dislokasi inferior.

4. Dislokasi Superior
Kerusakan yang dapat terjadi bersamaan dengan dislokasi superior yaitu
kerusakan pada akromioclavicular, fraktur pada akromion, clavicula, dan
tuberositas.

D. Gambaran Klinis
a. Dislokasi Anterior
Pasien yang mengalami dislokasi bahu akan merasa sangat kesakitan dan
mencegah untuk siapapun untuk melakukan pemeriksaan karena sakitnya itu. Jika
pasien mengalami dislokasi bahu, rentang gerak (ROM) dari pasien itu tidak luas. Jika
bahu terdislokasi ke arah anterior, lengan berada dalam posisi sedikit abduksi dan
exorotasi.
Pada pasien yang kurus, caput humerus yang menonjol dapat dirasakan berada di
anterior dan cekungan dapat dilihat posterior pada bahu. Rotator cuff seringkali
mengalami kerusakan dan harus diperiksa setelah dilakukan reduksi. Penting untuk
menilai fungsi neurovascular aksila dengan meraba nadi dan melakukan uji sensasi
pada daerah bahu. Gerakan biasanya sangat menyakitkan akibat dari spasme otot.
Lokasi dislokasi anterior yang paling sering terjadi yaitu subkorakoid. Dapat juga
terjadi dislokasi subglenoid, subclavicula, dan yang sangat jarang yaitu intratorakal
atau retroperitoneal.

14
b. Dislokasi Posterior
Dislokasi bahu posterior mudah untuk terlewatkan dalam diagnosa, karena
lengan pasien biasanya terletak dalam keadaan endorotasi dan adduksi (yaitu,
pasien memegang lengannya dan meletakkannya pada perutnya). Pasien tidak dapat
melakukan supinasi pada tangannya. Pada lengan tidak dapat dilakukan eksorotasi
ke posisi netral. Pada pasien yang kurus, caput humerus yang menonjol dapat
dilihat dan teraba diposterior dibawah prosesus acromion, bahu anterior menjadi
rata, dan processus coracoids lebihb menonjol. Dislokasi bahu posterior seringkali
terlewatkan, karena pasien hanya tampak seperti memegang ekstremitasnya.

Sebelumnya, dislokasi ini pernah terlewatkan atau disalah diagnosiskan


sebagai frozen shoulder. Jika gambaran radiografi yang tepat tidak dapat
diperoleh, diagnosis akan terlewatkan. Cedera pada saraf dan vaskuler tidak
umum terjadi.

c. Dislokasi Inferior
Dislokasi inferior akan menjadi kondisi yang disebut sebagai luxato erecta,
yang menjelaskan mengenai presentasi klasik dimana lengan atas abduksi 110-1600
dengan lengan bawah diistirahatkan pada atau dibelakang kepala pasien. Pada
pemeriksaan, ditemukan lengan yang berada di atas kepala pada posisi yang tetap
dengan siku yang fleksi. Caput humerus teraba pada atau di bawah aksila.
d. Dislokasi Superior
Pada pemeriksaan dapat ditemukan caput humerus yang meninjol yang dapat
dirasakan berada di superior.

E. Diagnosis Banding
Diagnosis banding utama dari dislokasi anterior adalah fraktur kolum humerus dan
dislokasi fraktur. Frekuensi fraktur ini lebih kecil dibandingkan dengan kasus
dislokasi sederhana. Kesalahan fatal dapat terjadi saat melewatkan kasus ini dan
menganggapnya sebagai dislokasi sederhana lalu menatalaksananya sesuai prosedur

15
tatalaksana dislokasi sederhana.
Jika pemeriksa dapat membuat siku pasien menyentuh pinggang atau humerus dapat
bergerak pada scapula, maka kemungkinan adanya fraktur kolum humerus atau dislokasi
fraktur lebih besar. Selain itu adanya pembengkakan yang hebat juga dapat
menyingkirkan kemungkinan dislokasi sederhana.

2.3 Dislokasi Acromioclavicular Joint

A. Definisi
Dislokasi adalah cidera pada persendian yang mana kepala tulang lepas atau
bergeser dari mangkoknya. Faktor yang meningkatkan resiko dislokasi adalah
ligamen-ligamennya yang kendor akibat pernah mengalami cedera, kekuatan otot
yang menurun ataupun karena factor eksternal yang berupa tekanan energi dari
luar yang melebihi ketahanan alamiah jaringan dalam tubuh (Stevenson et al,
2000).
Dislokasi Acromioclavicular Joint adalah dislokasi yang terjadi pada sendi
antara ujung distal clavicula dengan acromion. Dislokasi AC Joint dapat terjadi
karena adanya ruptur ligamen acromioclavicular dan ligamen coracoclavicular
(Apley, 1993).

B. Epidemiologi
Dislokasi acromioclavucular joint kebanyakan terjadi pada usia 15 – 40
tahun karena aktivitas olah raga dan kecelakaan lalu lintas (Apley, 1993).
C. Etiologi
Dislokasi acromioclavicular terjadi karena adanya strain pada ligamen
acromioclavicular yang disebabkan oleh trauma.
Ketika seseorang jatuh dengan bahu bagian anterior, maka akan ada gaya
yang mendorong bahu tersebut ke arah posterior sementara clavicula tetap berada
di posisi anatominya, sehingga menyebabkan ligamen acromioclavicular tertarik

16
dan terjadi ruptur.
D. Patomekanisme
a. Klasifikasi
Tipe dislokasi pada acromioclavicular joint antara lain (Allman and Rockwood) :
1. Tipe I
Pada ligamen acromioclavicular terjadi stretch yang menyebabkan ligamen
tersebut mengalami ketegangan dan dapat juga menyebabkan ruptur parsial.
2. Tipe II
Pada ligamen acromioclavicular terjadi ruptur total dan ligamen
coracoclavicular terjadi rupture parsial.
3. Tipe III
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan
tulang clavicula terangkat ke atas.
4. Tipe IV
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan
tulang clavicula terdorong kea rah posterior.
5. Tipe V
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan
tulang clavicula mengalami ketidakstabilan.
6. Tipe VI
Pada ligamen acromioclavicular dan coracoclavicular terjadi ruptur total, dan
tulang clavicula masuk diantara kepala humerus dan tendon otot biceps dan
coracobrachialis.

17
E. Patofisiologi
Ruptur pada ligamen acromioclavicular yang disebabkan oleh trauma yang
dapat menyebabkan dislokasi acromioclavicular.
Ketika seseorang jatuh dengan bahu bagian anterior, maka akan ada gaya yang
mendorong bahu tersebut ke arah posterior sementara clavicula tetap berada di
posisi anatominya, sehingga menyebabkan ligament acromioclavicular tertarik
dan terjadi rupture.
Mekanisme yang paling umum untuk dislokasi acromioclavicular adalah
benturan langsung pada bagian acromion dengan lengan adduksi.

F. Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi acromioclavicular ini baik jika
ditangani dengan benar.
G. Gambaran Klinis
Pasien mengalami nyeri di atas sendi acromioclavicular. Terjadi
18
pembengkakan, memar, dan clavicula menonjol secara jelas.
H. Diagnosis Banding
a. Cedera rotators cuff
b. Dislokasi bahu

2.4 Dislokasi Elbow


A. Defenisi
Dislokasi elbow adalah suatu injuri berupa keadaan yang abnormal pada regio
elbow, dimana olekranon tidak berhubungan secara normal dengan epicondilus humeri,
atau bergesernya tulang ulna ke belakang dari ujung bawah tulang humeri.

19
B. Epidemiologi

Dislokasi elbow dapat terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa akibat
suatu trauma tidak langsung.
C. Etiologi
Dislokasi elbow terjadi karena trauma, misalnya jatuh lalu menumpu dengan
tangan dimana elbow dalam keadaan sedikit fleksi.
D. Patomekanisme
a. Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada arah dari dislokasi tersebut :
1. Dislokasi posterior
2. Dislokasi posterolateral
3. Dislokasi posteromedial
4. Dislokasi lateral
5. Dislokasi medial
6. Dislokasi divergen
b. Patofisiologi
Mekanisme traumanya yaitu jatuh lalu menumpu dengan tangan dimana elbow
dalam keadaan sedikit fleksi dan mekanisme cederanya yaitu jatuh pada tangan
yang dapat menimbulkan dislokasi sendi siku ke arahposterior.
Pada dislokasi yang paling besar terjadi kerusakan jaringan lunak berupa
kerobekan kapsul sendi bahkan arteri brachialis. Dan jika dislokasi ke arah lateral
atau medial, ligament akan terulur bahkan ruptur, avulsi tendon pleksor dan
epicondilus medial.
c. Prognosis
Tingkat kesembuhan pada kasus dislokasi elbow ini baik jika tidak
menimbulkan komplikasi. Adapun komplikasi yang terjadi pada dislokasi, yaitu
berupa kelumpuhan nervus medianus, hal ini kadang terjadi namun prognosisnya

20
sembuh adalah baik, maka dapat diberikan elektrical stimulation. Selain itu
komplikasi yang mungkin terjadi adalah kerusakan nerve ulnaris, kerusakan arteri
brachialis (tetapi jarang terjadi), fraktur caput radii atau processus olecrani, m
yositis ossifican (kaku tidak bisa digerakkan), recurrent dislokasi, dan deformitas
yang menetap.

E. Gambaran Klinis
a. Gambaran klinis dari kasus dislokasi elbow yaitu terdapat rasa sakit yang
berulang di bagian luar lengan atas, tepat di bawah siku (lateral epikondilus) dan
kadang-kadang ada rasa sakit yg menjalar ke lengan bawah menuju pergelangan
tangan. Rasa sakit ini menyebabkan karena adanya lipatan pada lengan. Biasanya
rasa sakit ini berlangsung selama 6 – 12 minggu. Selain itu pasien sulit untuk
memperpanjang lengan sepenuhnya, karena adanya peradangan otot, tendon dan
ligamen.

2.5 Dislokasi Metacarpal Dan Interphalangeal

A. Definisi
Dislokasi metacarpal dan interphalangeal adalah dislokasi yang disebabkan oleh
gerakan hiperekstensi atau ekstensi persendian metacarpal dan interphalangeal.

B. Epidemiologi

21
C. Etiologi

Dislokasi metacarpal disebabkan oleh trauma langsung maupun tidak langsung.


Contoh jenis trauma langsung misalnya fraktur yang mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). Sedangkan contoh jenis trauma
tidak langsung misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi,
sehingga dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.

D. Patomekanisme
a. Klasifikasi

1. Metacarpal
Dislokasi metacarpal dapat disebabkan oleh adanya perubahan patologis pada
rheumatoid arthritis (RA) dan pada metacarpophalangeal paling
memungkinkan dislokasi akibat hiperekstensi injuri.
2. Interphalangeal
Dislokasi interphalangeal dapat disebabkan oleh adanya gerakan hiperektensi
yang dipaksa dan karena dislokasi intherphalangeal tersebut direduksi.

22
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien dan Penanggung Jawab
b. Nama
c. Jenis kelamin
d. Usia
e. Status
f. Agama
g. Alamat
h. Pekerjaan
i. Pendidikan
j. Bahasa
k. Suku bangsa
l. Dx Medis

2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama pada pasien dislokasi adalah psien mengeluhkan
adanya nyeri. Kaji penyebab, kualitas, skala nyeri dan saat kapan nyeri
meningkat dan saat kapan nyeri dirasakan menurun.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluhkan nyeri pada bagian yang terjadi dislokasi,
pergerakan terbatas, pasien melaporkan penyebab terjadinya cedera.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta
penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat
memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.

23
3. Kebutuhan Dasar
a. Makan minum: pasien yang mengalami dislokasi terutama pada
rahang sehingga klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan.
Efeknya bagi tubuh yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
b. Rasa nyaman : pasien dengan dislokasi biasanya mengeluhkan nyeri
pada bagian dislokasi yang dapat mengganggu kenyamanan klien.
c. Gerak dan aktivitas: pasien dengan dislokasi dimana sendi tidak
berada pada tempatnya semula harus diimobilisasi. Klien dengan
dislokasi pada ekstremitas dapat mengganggu gerak dan aktivitas
klien.
d. Rasa aman(ansietas): klien dengan dislokasi tentunya mengalami
gangguan rasa aman atau cemas(ansietas) dengan kondisinya.
e. Tidur : klien dengan dislokasi biasanya mengalami gangguan pola tidur
f. Eliminasi : klien dengan dislokasi terkadang mengalami gangguan
dalam eleminasi urin maupun feses.
g. Aktivitas : Klien dengan dislokasi biasanya terhambat dalam
melakukan aktivitas, sehingga dalam melakukan aktivitas dibantu
perawat dan keluarga.

4. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umun
2. Tb dan bb
3. Tekanan darah
4. Nadi
5. Pernafasan
6. Suhu
7. Rambut
8. Telinga

24
9. Hidung
10. Leher
11. Thoraks
12. Abdomen
13. Kulit
14. Ektremitas

5. Data ekonomi sosial


6. Data psikologis
7. Data spritual
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan rontgen untuk melihat lokasi dari dislokasi.\
2) Pemeriksaan CT-Scan digunakan untuk melihat ukuran dan lokasi
tumor dengan gambar 3 dimensi.
3) Pemeriksaan MRI untuk pemeriksaan persendian dengan
menggunakan gelombang magnet dan gelombang frekuensi radio
sehingga didapatkan gambar yang lebih detail.

B. Diagnosa Keperawatan
1 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2 Gangguan Mobilitas fidik berhubungan dengan gangguan
muskoloskletal
3 Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan muskoloskletal
4 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur/bentuk
tubuh
5 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.

25
C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa
No SLKI SIKI
keperawatan
Nyeri akut Tingkat nyeri : Manajemen Nyeri
berhubungan dengan
1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi Skala
agen pencedera fisik
menurun Nyeri
2. Meringis menurun 2. Identifikasi respon
3. Sikap protektif nyeri nonverbal
menurun 3. Identifikasi faktor
4. Gelisah menurun yang memperberat
5. Kesulitan tidur dan memperingan
menurun nyeri.
4. Identifikasi
Kontrol nyeri :
1 pengetahuan dan
keyakinan tentang
1. Kemampuan
nyeri.
mengenali penyebab
5. Identifikasi
nyeri meningkat
pengaruh nyeri pada
2. Kemampuan
kualitas hidup.
menggunakan teknik
6. Fasilitasi istirahat
non-farmakologis
dan tidur
meningkat
7. Jelaskan strategi
3. Keluhan nyeri
meredakan nyeri
menurun
8. Kolaborasi
pemberian

26
analgetik, jika perlu

Gangguan Mobilitas Mobilitas fisik : Dukungan Ambulasi:


fidik berhubungan
1. Pergerakan 1. Identifikasi adanya
dengan gangguan
ekstremitas nyeri atau keluhan
muskoloskletal
meningkat fisik lainnya.
2. Kekuatan otot 2. Identifikasi
meningkat toleransi fisik
3. Rentang gerak melakukan
2 (ROM) meningkat ambulasi.
4. Nyeri menurun 3. Monitor kondisi
5. Gerakan terbatas umum selama
menurun melakukan
6. Kelemahan fisik ambulasi.
menurun 4. Anjurkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan.

Defisit perawatan diri Perawatan Diri : Dukungan perawatan diri


berhubungan dengan
1 Kemampuan mandi 1. Monitor tingkat
gangguan
meningkat kemandirian.
muskoloskletal
2 Kemampuan 2. Sediakan
mengenakan pakaian lingkungan yang
meningkat terapeutik.
3 Kemampuan makan 3. Identifikasi
meningkat kebiasaan
4 Kemampuan ke BAK/BAB sesuai
toilet (BAB/BAK) usia.

27
meningkat 4. Sediakan pakaian
5 Verbalisasi pada tempat yang
keinginan mudah di jangkau.
melakukan 5. Sediakan pakaian
perawatan diri pribadi, sesuai
meningkat kebutuhan.
6 Minat melakukan 6. Berikan pujian
perawatan diri terhadap
meningkat kemampuan
berpakian secara
mandiri.

Gangguan citra tubuh Citra tubuh : Promosi Citra Tubuh:


berhubungan dengan
1. Verbalisasi perasaan 1. Identifikasi harapan
perubahan
negatif tentang citra tubuh
struktur/bentuk tubuh
perubahan tubuh berdasarkan tahap
menurun perkembangan
2. Verbalisasi 2. Diskusikan
kekhawatiran pada perubahan tubuh
penolakan/reaksi dan fungsinya.
4
orang lain 3. Latih fungsi tubuh
3. Meliht bagian tubuh yang dimiliki
membaik 4. Latih peningkatan
4. Menyentuh bagian penampilan diri.
tubuh membaik 5. Identifikasi budaya,
5. Verbalisasi agama, agama, jenis
kecacatan bagian kelamin, dan umur
tubuh membaik terkait citra tubuh
6. Verbalisasi 6. Anjurkan

28
kehilangan bagian mengungkapkan
tubuh membaik gambaran diri
terhadap citra
tubuh.

Defisit nutrisi Status Nutrisi : Manajemen Nutrisi:


berhubungan dengan
1. Porsi makanan yang 1. Identifikasi status
ketidakmampuan
dihabiskan nutrisi
menelan makanan
meningkat 2. Identifikasi alergi
2. Kekuatan otot dan intoleransi
pengunyah makanan.
meningkat 3. Identifikasi
3. Kekuatan otot makanan yang
5 menelan meningkat disukai
4. Berat badan 4. Monitor berat badan
membaik 5. Monitor asupan
5. Indeks massa tubuh makanan
(IMT) membaik 6. Berikan makan
6. Nafsu makan tinggi kalori dan
membaik tinggi protein
7. Ajarkan diet yang
diprogramkan.

29
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dislokasi atau ketidaksempurnaan garis dalam bidang ilmu sains material


adalah gangguan yang bersifat linear seperti ketidaksempurnaan satu dimensi pada
paham geometris dari susunan. Dislokasi traumatik adalah dislokasi yang terjadi
karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan di
sekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem
vaskular.

Dislokasi bahu adalah suatu kerusakan yang terjadi saat bagian atas tulang
humerus tidak menempel lagi dengan scapula. Hal ini terjadi saat caput humerus
keluar dari glenoid, maka dislokasi bahu ini fokus pada dislokasi dari sendi
glenohumeral

30
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2005. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Bedah RSCM. Jakarta

Apley, A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi Ketujuh.
Jakarta: Widya Medika

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta: Yarsif


Watampone

Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Subagyo. 2013. Dislokasi Sendi Shouldher. Jakarta : Klinik Jakarta


Orthopedic

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
: DPP PPNI

31
32
33

Anda mungkin juga menyukai