Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana
untuk menciptakan kondisi atau keadaan yang lebih baik dari keadaan sekarang. Namun
konsepsi pembangunan sesungguhnya tidak perlu dihubungan dengan aspek-aspek spasial.
Pembangunan yang sering dirumuskan melalui kebijakan ekonomi dalam banyak hal
membuktikan keberhasilan. Hal ini antara lain dapat dilukiskan dinegara-negara seperti
Singapura, Hongkong, Australia, dan negara-negara maju lain. Kebijakan ekonomi di negara-
negara tersebut umumnya dirumuskan secara konsepsional dengan melibatkan aspek sosial,
dan politik. Sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat.
Aspek spasial walaupun bukan aspek utama namun adalah aspek penting sebagai dasar
pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan pembangunan.

Indonesia yang berkomitmen melalui otonomi daerah tentunya akan membawa


konsekuensi pada kebijakan pembangunan wilayah dari masing-masing daerah. Kota sebagai
salah satu objek pembangunan memiliki peran penting dalam pembangunan sebuah wilayah.
Perencanaan pembangunan wilayah dimaksudkan agar setiap wilayah dapat melaksanakan
pembangunannya berdasarkan potensi yang dimiliki. Pembangunan wilayah harus
menempatkan aspek sosial dan lingkungan bukan saja sebagai kerangka dasar tetapi juga
memprioritaskannya sebagai tujuan secara umum.

Masalah umum yang sering muncul pada pembangunan khususnya pembangunan


perkotaan dan juga pembangunan wilayah adalah kesenjangan. Selama ini pelaksanaan
pembangunan perkotaan menitik beratkan pada pembangunan ekonomi masyarkatnya.
Pembangunan yang hanya berfokus pada ekonomi ini lambat laun akan menciptakan
kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial menyangkut terabaikannya pembangunan sumber
daya sosial yang akan menyebabkan lemahnya modal sosial seperti kurang rasa percaya,
jaringan kerja, ataupun norma untuk membangun transaksi ekonomi yang efisien. Tanpa
modal sosial aktivitas ekonomi akan mengalami kemundurunan dan sumber daya alam akan
mengalami ancaman kerusakan. Begitu juga sebaliknya.

Salah satu pembangunan perkotaan dan wilayah yang menarik untuk menjadi suatu
topik pembahasan adalah pembangunan perkotaan di kota Badung Provinsi Bali. Kota ini
merupakan kota yang mengandalkan aspek pariwisata dengan modal sosial dan budayanya
untuk melakukan pembangunan. Sehingga Badung terkenal dengan destinasi wisatanya.
Dengan modal good will tersebut Badung melakukan pembangunan wilayah dari segala
aspek kehidupan seperti pembangunan infrasturkrur maupun suprastruktur. Berdasarkan latar
belakang, maka kelompok kami tertarik untuk mengadakan penelitiaan pembangunan
perkotaan di kota Badung.

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Perkembangan Kota Badung ?

2. Bagaimana Strategi Pembangunan Kota Badung ?

3. Bagaimana Modal Sosial menjadi Aspek Penting Pembangunan Kota Badung ?

4. Apa saja Wujud Pembangunan di Kota Badung ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui perkembangan Kota Badung, Provinsi Bali.

2. Untuk mengetahui strategi pembangunan Kota Badung, Provinsi Bali.

3. Untuk mengetahui bagaimana modal sosial menjadi aspek penting pembangunan Kota
Badung.

4. Untuk mengetahui wujud pembangunan di Kota Badung.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua yakni :

1. Manfaat Akademis

Manfaat dari segi akademis adalah dapat membantu sivitas akademika yang ingin mengetahui
tentang bagaimana modal sosial menjadi aspek penting dalam pembangunan wilayah di Kota
Badung, Provinsi Bali.

2. Manfaat Praktis

Penyusun berharap agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan informasi terkait dengan
pembangunan di kota Badung dan modal sosial sebagai suatu aspek penting pelaksanaan
pembangunan di Kota Badung.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Wilayah

Menurut Parr (1999), perkembangan wilayah senantiasa disertai dengan perubahan


struktural. Pada Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah merupakan suatu proses
kontinu sebagai hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang
mempengaruhi suatu wilayah. Proses yang terjadai sangat kompleks, melibatkan aspek
ekonomi, aspek sosial, lingkungan, dan poltik (pemerintah) sehingga hakikatnya merupakan
suatu “sistem” pembangunan wilayah yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Teori sektor
diadopsi dari Fisher dan Clark yang mengemukakan bahwa berkembang wilayah, atau
perekonomian nasional, dihubungakan dengan transformasi struktur ekonomi dakam tiga
sektor utam, yakni prime (pertanian, kehutanan, perikanan), sekunder (pertambangan,
manufaktur, konstruksi, utilitas public), dan tersier (perdagangan, transportasi, keuangan,
jasa) perkembangan ditandai oleh penggunaan sumber daya-dan manfaatnya- yang menurun
di sektor tersier, dan meningkat hingga pada suatu tingkat tertentu di sektor sekunder.

Secara umum, sejarah pembangunan dan perkotaan dapat dibagi menjadi empat fase
yakni (1) zaman purba, (2) fase pertanian tradisional, (3) fase perkotaan tradisional, (4) fase
industri modern. Transisi dari fase perkotaan tradisional ke fase industri modern berkaitan
erat dengan perubahan struktuk ekonomi, yaitu dorongan proses transformasi ekonomi dari
sektor pertanian (primer) dengan produktivitas rendah di wilayah pedesaan menuju sektor
industri (sekunder) dan jasa (tersier) dengan produktivitas lebih tinggi di wilayah perkotaan.
Selanjutnya, aktivitas perekonomian berjalan makin efisien, canggih, dan modern. Kota
merupakan suatu sistem keseimbangan umum yang mengandung interaksi aneka aktivitas
ekonomi yang berkaitan dengan kegiatan produksi dan konsumsi. Dalam dimensi spasial,
ternyata ada keuntungan yang diperoleh dengan berkumpulnya aktivitas ekonomi baik oleh
perusahaan maupun industri. Dalam sisi produksi, melimpahnya tenaga kerja dikota
menyediakan faktor produksi yang memberikan karakteristik skala ekonomi, yakni
menurunnya kurva biaya rata-rata sejalan dengan hasil. Dari segi konsumsi biaya informasi
akan turun dengan mengumpulnya pasar di sekitar pusat kota (CBD). Dalam pandangan
strukturalis, perkembangan kota tidak dapat dilepaskan dari aktivitas investasi dan
perdagangan internasional.

Perkembangan kota yang didalamnya didominasi oleh sektor sekunder dan tersier
memiliki substitusi yang tinggi antara lahan dan non lahan. Penggunaan modal dan tenaga
kerja di dua sektor terakhir sangat intensif, memperlihatkan intensitas kegunaannya dalam
satuan luas lahan. Hal ini sejalan dengan konsepsi sewa lahan (von Thunen), yang
menunjukkan kecenderungan makin menurun semakin jauh dari CBD. Karakteristik ini

3
kemudian akan menentukan alokasi permintaan lahan dan ruang bagi industri, pemukiman,
pemerintahan, dan ruang bagi penyediaan daya dukung lingkungan kota.

2.2 Modal Sosial

Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial adalah suatu kumpulan dari


asosiasiasosiasi yang bersifat horisontal di antara orang-orang yang mempunyai pengaruh
terhadap produktivitas dari masyarakat setempat. Asosiasi-asosiasi yang dimaksud, termasuk
jejaring dari pertalian warga masyarakat (civic engagement\ dan norma-norma sosial. Putnam
(1993) menilai bahwa rasa saling percaya (trust) adalah suatu komponen yang penting dari
modal sosial. Menurut Granovetter (1985),trust di dalam masyarakat muncul terutama karena
relasi-relasi sosial. Sebaliknya, bagi Levi (1998)frusl yang muncul pada asosiasi-asosiasi
tingkat menengah dapat saja tidak mencukupi untuk menghasilkan generalized social trust,
sementara itu, institusi-institusi negara dapat pula menyediakan dasar bagi generalized trust.
Trust dari pendekatan perilaku dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil
dalam situasi yang beresiko, tetapi terdapat suatu alasan untuk memercayai seseorang yang
ingin dipercaya. Sumber bagi kepercayaan ini bervariasi (pengetahuan aktual, sanksi-sanksi
institusional, keyakinan terhadap keyakinan seseorang, dan lain-lain), tetapi semuanya relatif
memerlukan pengorbanan kecil terhadap individu yang diputuskan untuk dipercaya.
Tentunya, mekanisme-mekanisme kognitif akan memainkan peran dalam hal ini.

Pantoja (2000) membedakan bentuk-bentuk modal sosial sebagai berikut: (1)


hubungan-hubungan keluarga dan kekerabatan, meliputi rumah tangga, keluarga luas, atau
klien berdasarkan pada kuatnya pertalian darah dan afnitas; (2) jejaring sosial atau kehidupan
asosiasional; (3) keterkaitan lintas sektor, termasuk jejaring yang menghubungakan
organisasi-organisasi dari berbagai sektor di dalam masyarakat (LSM, organisasi akar
rumput, perwakilan pemerintah, perusahaan swasta) yang memungkinkan kombinasi
sumberdaya dan tipe pengetahuanyang berbeda-beda guna menentukan pemecahan maslah
dari masalah-masalah yang kompleks. Bentuk modal sosial ini menyediakan artikulasi antara
asosiasi dan organisasi yang bersifat horizontal dan vertical; (4) norma-norma dan nilai-nilai
sosial, mencikup kepercayaan budaya yang luas dan pengaruh kepercayaan yang dimaksud
terhadap berfungsinya masyarakat secara umum. Norma-norma dan nilai-nirai mendukung
bentuk-bentuk sosial lainnya sekaligus merepresentasi bentuk paling umum dan paling sulit
dari modal sosial.

2.3 Strategi dan Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencaan dapat diartikan sebagai upaya untuk menghubungkan pengetahuan atau


teknik yang dilandasi kaidah-kaidah ilmiah kedalam praktek yang dilandasi teori perpesktif
kepentingan orang banyak atau publik. Pengertian wilayah tidak dapat dilepaskan dengan
penggunannya dalam berbagai tujuan. Dalam tulisan ini, yang dimaksud wilayah religion
adalah suatu are geografis yang memiliki ciri tertentu dan merupakan media bagi segala

4
sesuatu lokasi dan berinteraksi. Dalam menganalisi wilayah secara umum dikenal tiga
tipe, yang pertama adalah wilayah fungsional. Wilayah tipe ini adanya derajat intergrasi
antara komponen-komponen didalamnya yang terbentuk wilayah fungsional ini akan tampak
dalam keadaan pelaku-pelaku ekonomi lokal saling berinteraksi diantara mereka sendiri pada
derajat atau tingkatan kualitas atau kuantitas. Salah satu wujud wilayah fungsional yang
paling umum adalah wilayah nodal. Wilayah nodal didasarkan pada susunan (sistem) yang
berhierarki dari satu hubungan simpul-simpul perdagangan. Konsep wilayah nodal
berimplikasi bahwa ada wilayah didalam wilayah yang lebih besar atau kota-kota kecil
sebagai wilayah pinggiran. Yang kedua adalah wilayah homogen, dicirikan oleh adanya
relatif kemiripan relatif dalam wilayah. Kemiripan ciri tersebut dapat dilihat dari aspek
sumber daya alam (misalnya iklim dan komoditas), sosial (agama, suku, kelompok ekonomi),
dan ekonomi (sektor ekonomi). Ketiga wilayah administratif, wilayah ini dibentuk untuk
kepentingan wilayah secara geografis sangat jelas dilandasi keputusan politik dan hukum.
Pembagian wialyah berdasarkan provinsi, kota, Kota, kecamatan dan perdesaan adalah untuk
maksud tersebut. Dalam perencanaannya, wilayah administratif sering menjadi penentu
perkembangan wilayah homogen bahkan wilayah fungsional. Berdasarkan pengertian dasar
dan uraian yang telah dikemukakan. Perencanaan pembangunan wilayah adalah konsep yang
utuh dan menyatu dengan pembagian wilayah.

Menurut Hoover dan Giarratani perencanaan pembangunan wilayah menyimpan tiga


pilar penting. Pertama, keunggungan komporatif (imperfect mobility of factor). Pilar ini
berhubungan dengan keadaan ditemukannya sumber-sumber daya tertentu yang secara fisik
realtif sulit atau memiliki hambatan untuk digerakan antar wilyah. Kedua, aglomerasi
(imperfect divisibility). Pilar aglomerasi merupakan fenomena yang berpengaruh terhadap
pelaku ekonomi berupa meningkatnya keuntungan (imperfect mobility) sebagai akibat
pemutusan ekonomi secara spasial. Hal ini terjadi karena kuarangnya biaya produksi akibat
penurunan jarak antar wilayah. Ketiga, biaya transport (imperfect mobility of good and
servies). Pilar ini adalah yang paling kasatmata mempengaruhi aktivitas perekonomian.
Implikasinya adalah biaya yang terkait dengan jarak dan lokasi tidak dapat lagi diabaikan
dalam proses produksi dan pembangunan wilayah.

Konsep kesinambungan dan kenaikan modal per kapita memandang bahwa


pembangunan akan berkesinambungan jika memberikan generasi mendatang pendapatan
yang disertai kesempatan pertumbuhan modal yang dapat diperlihatkan dengan modal per
kapita yang relatif lebih tinggi dari generasi sekarang. Modal modal itu dapat dilukiskan
sebagai modal manusia – investasi dalam pendidikan, kesehatan, atau gizi. Modal sosial
dapat diartikan sebagai gungsi dan keberadaan kelembagaan dan budaya dalam masyarakat;
modal alam - fungsi dan keberadaan sumber daya alam dan lingkungan; dan modal karya
manusia – investasi yang umumnya terhitung dalam anggaran perekonomian. Dinamika
pembangunan perkotaan menurut konsep aliran energi yang melihat berbagai aliran energi,
materi dan informasi diantara komponen yang ada didalamnya. Interaksi dari aliran energi ini
mempengaruhi tingkat perkembangan perkotaan.

Output pembangunan perkotaan dapat dilihat langsung pada pertumbuhan ekonomi


dan GNP. Tingginya pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh pertumbuhan pendudukan

5
perkotaan untuk menangkap aliran energi. Output lainnya dapat dilihat melalui kemampuan
pemerintah untuk menyediakan barang-barang publik. Kota-kota dewasa pada umumnya
telah memiliki keadaan yang mantap (steady state). Modal sosial yang dibangun atas
kerjasama pemerintah, swasta, dan masyarakat berjalan sangat baik dalam
mengakomodasikan beragam kepentingan didalam tujuan pembangunan perkotaan.
Pengakuan adanya fenomena dualisme perkotaan, sekaligus mengangkat potensi modal sosial
masyarakat tradisional perkotaan sebagai investasi dalam peningkatan investasi dalam
meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan pembangunan perkotaan. Kemajuan
pembangunan selama ini sejalan dengan peningkatan kegiatan sosial budaya.

2.4 Kebijakan Pembangunan Perkotaan

Kota sebagai suatu sistem yang terdiri atas subsistem sosial dan ekologis hendaknya
dipandang secara menyeluruh dalam berbagai kaitannya, baik pada tataran ekonomi mikro
maupun makro. Selain itu, hal yang penting untuk dilakukan adalah terselenggaranya iklim
yang kondusif bagi berkembangnya modal sosial – interaksi antara pemerintah, swasta, dan
masyarakat – yang secara otonom mampu mengoperasikan pengambilan keputusan yang
efektif (mekanisme kepengelolaan) bagi tercapaiannya output dan keadaan yang mantap
disertai keberlanjutannya. Kerangka konseptual untuk menyusun kebijakan pembangunan
perkotaan, setidaknya mencakup hal-hal berikut:

1. Peningkatan Aktivitas Ekonomi, perencanaan pembangunan perkotaan dirumuskan


secara komprehensif atas dasar kebutuhan stakeholders dan aliran intensif ekonomi. Proses
tersebut diharapkan semaksimal mungkin mengalirkan investasi, pertumbuhan aktivitas
UKM, lansekap dan infrastruktur yang nyaman. Paling tidak harus dipecahkan empat kendala
yang berpotensi menghambat peningkatan produktivitas, yakni :

 Penyediaan sarana infrastruktur perkotaan untuk mengefisienkan proses aktivitas


ekonomi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja
 Peningkatan efektivitas pengaturan alokasi lahan atau penzonaan untuk memberikan
kepastian dalam aktivitas produksi dan keberlanjutannya
 Peningkatan efektivitas manajemen perencanaan dan pembangunan sarana
infrastruktur perkotaan sehingga tidak menimbulkan masalah dalam pembiayaan
 Peningkatan dukungan sektor financial bagi investasi dan perbaikan sarana
infrastruktur, perumahan dan kegiatan ekonomi lainnya

2. Pembangunan Modal Sosial, penyamaan persepsi antar stakeholders dalam memutuskan


kebijakan pembangunan dengan mengidentifikasikan permasalahan perkotaan dan kaitannya
secara objektif. Kepaduan sosial untuk upaya pemberdayaan sehingga dapat diarahkan pada
pengutan fungsi – fungsi pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanan, pengawasan,
dalam pembangunan kota, dan peningkatan ketahanan sosial.

6
2.5 Pengambilan Keputusan atas dasar Lokasi

Logika ekonomi manusia umumnya telah mampu memberi kan penilaian-penilaian


tertentu. Hal ini dapat dihadapi oleh siapapun rumah tangga, organisasi, lembaga pemerintah,
bahkan yang terpenting pelaku ekonomi (firm) yang berorientasi keuntungan. Penentu
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan lokasi dikelompokan menjadi dua, yaitu yang
berkaitan langsung (locational factors) dan tidak langsung (non-locational factors). Yang
berkaitan tidak langsung dengan faktor lokasi antara lain adalah sebagai berikut:

a. Kebijakan Pemerintah. Beberapa kebijakan pajak meliputi pajak pribadi,pajak


korporat, dan pajak properti mungkin menjadi perhatian dalam pengambilan
keputusan.
b. Keadaan Lingkungan dan Sosial. Faktor-Faktor yang berkaitan dengan kualitas
hidup tidak hanya dapat berkaitan dengan peluang besar.
c. Iklim dan stabilisasi politik. Faktor politik umumnya mempengaruhi pengambilan
keputusan secara psikologis.

2.6 Proses Perencanaan Pembangunan Nasional

Perencanaan dengan dimensi pendekatan regional pemerintah daerah mempunyai


kepentingan yang berbeda dengan instansi-instansi dipusat dalam melihat aspek didalam
suatu daerah. Wilayah/daerah melihat “kegiatan untuk lokasi”. Hal ini dapat menghasilkan
hal yang sama namun sangat mungkin mengasilkan usulan yang berbeda. Pilihan daerah
terhadap alternative yang tersedia dapat menghasilkan pertumbuhan yang tidak optimal dari
sudut pandang sector yang melihat kepentingan nasional secara sektoral. Perencanaan
pembangunan berdasarkan prosesnya dibagi menjadi perencaan dari bawah ke atas (bottom
up planning) dan perencanaan dari atas kebawah (top-down planning). Pendekatan
perencanaan sektoral sering ditunjuk sebagai pendekatan perencanaan dari atas kebawah,
karena target yang ditentukan secara nasional dijabarkan ke dalam rencana kegiatan
diberbagai daerah seluruh Indonesia yang mengacu kepada pencapaian target nasional
tersebut. Dalam implementasinya ketersediaan tabungan pemerintah sebagai sumber
pembiyaan pembangunan dan kepentingan sektoral nasional, masih menuntut penerapan
pendekatan dari atas ke bawah. Namun, kini penekatan tersebut tidak dapat dijalankan
sepenuhnya karena proses perencanaan rinci menuntut peran serta masyarakat. Untuk itu,
diupayakan untuk memadukan pendekatan perencanaan dari atas ke bawah dengan
perencanaan dari atas kebawah dengan perencanaan dari bawah ke atas. Secara operasioanl,
pendekatan perencanaan tersebut ditempuh melalui mekanisme yang disebut pedoman
penyusunan perencanaan dan Pengendalian Pembangunan di Daerah (P5D). Proses
berjenjang ini diharapkan dapat mempertajam analisis di berbagai tingkat forum konsultasi
perencanaan pembangunan tersebut.

Program-program pokok pembangunan nasional lintas sektoral sebagai upaya


mewujudkan prioritas pembangunan sebagaimana tertuang dalam Repeta. Untuk itu
merumuskan kebijakan sektoral pemerintah pusat ke dalam pembangunan daerah beserta

7
mekanisme pendapatan dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Oleh Karena itu forum
Rakorbangas berfungsi sebagai informasi bagi pemerintah provinsi, kota dan Kota didalam
penyusunan RAPBD. Dan bagian terpenting dalam proses perencanaan pembangunan yang
memadukan kepentingan pemerintah pusat dan daerah otonom.

2.7 Agenda Pembangunan Wilayah

Fenomena Aktual dalam Pembangunan Wilayah

1. Liberalisasi Perdagangan

Fenomena yang menonjol didalam pasar global adalah peran penanaman modal asing.
Fenomena tersebut menjelaskan beberapa hal mendasar berikut:

a. Jalinan kerja sama (cooperative network) antar perusahaan makin penting melebihi
peran perusahaan perantara (arm length). Perusahaan menyadari bahwa kemajuan
teknologi dan komunikasi selain dapat wilayah pasar, juga dapat menurunkan biaya
koordinasi dan menjaga kualitas barang dan jasa yang diperdagangkan.
b. Sumber daya ciptaan (created) makin penting melebihi sumber daya alami(natural).
Sumber daya ciptaan yang tidak bergantung pada lokasi seperti informasi,
pengalaman, kemampuan organisasi, infrastruktur kelembagaan atau lingkungan
ekonomis lainnya, relati lebih menentukan keunggulan sumber daya.
c. Peran organisasi nonpasar berkembang dalam mendukung proses transaksi dan
perekonomin. Kehadiran organisasi seperti hierarki, jaringan kerja sama, kalangan
konsumen, dan pemerintah ternyata menjadikan pasar berfungsi lebih efektif.

2. Teknologi Informasi dan Internet

Konsepsi perkembangan wilayah sangat dipengaruhi penggunaan internet. Pertama,


dengan teknologi ini tidak lagi dibedakan perusahaan kecil atau besar karena luas wilayah
pasarnya sama. Hanya saja, konsekuensi biaya transport masih dihadapi oleh sektor
manufaktur atau kebutuhan fisik. Sector-sektor jasa keuangan dan perkantoran mungkin
sepenuhnya mengandalkan teknologi digital ini. Kedua, teknologi internet dapat melahirkan
fenomena kematian jarak sehingga diperkirakan akan mengubah paradigma penilaian
terhadap jarak,ruang, dan nilai lahan. Hal ini berarti bahwa penggunaannya tidak lagi
mementingkan aspek lokasi sekaligus menggugurkan konsep rent-bid curve.

3. Otonomi Daerah

Hakikat otonomi daerah selain kewenangan mengatur dan mengurus daerah adalah
mementingkan pemecahan masalah dianatara pelaku ekonomi yang terlibat dalam alokasi
sumber daya di daerah (Field 1994).

8
4. Kemiskinan

Memandang kemiskinan secara terintegrasi akan menghasilkan analisis dengan


perspektif yang luas. Hal ini perlu diperhatikan dalam pembangunan wilayah karena
kemiskinan berkaitan dengan ukuran-ukuran yang dipengaruhi situasi nasional dan
internasional. Secara umum program pembangunan untuk menghapuskan kemiskinan
berjalan seiring dengan mekanisme pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah dapat
menyediakan mekanisme perlindungan secara kelmbagaan dan opersional kepada kelompok
atau orang-orang yang tergolong miskin.

5. Hak Asasi Manusia dan Demokrasi

Penegakan HAM dan demokrasi dapat member landasan bagi pelaksanaan


pembangunan wilayah. Dua isu tersebut secara langsung meningkatkan fungsi-fungsi
kelembagaan dan mengoperasikan system produksi ekonomi yang lebih dinamis.setiap pihak
(stakeholder dan shareholder) yang terlibat dalam pembangunan dapat dijamin memperoleh
hak-haknya. Sebagai akbatnya, suatu wilayah akan menjadi benteng penegakan HAM
sepanjang HAM diakui dan memberikan manfaat bagi penduduknya. Sebaliknya, pengabaian
HAM hanya akan melahirkan kemiskinan dan ketimpangan yang melahirkan kemiskinan dan
ketimpangan, yang mengakibatkan kerentanan terhadap pelanggaran HAM.

2.8 Pembangunan Ekonomi

 Aktualisasi dan redefinisi nilai-nilai HAM

Mangaktualisasikan nila-nilai HAM sama artinya dengan upaya secara terus menerus
meletakkan harkat manusia pada tempat yang mulia baik secara moral maupun kemanusiaan.
Hal ini akan menempatkan setiap manusia dalam posisi yang sama dalam pembangunan,
tanpa peduli latar belakang ras, agama,kelompok, dan kepentingan. Sebagai manusia setiap
kompone bangsa memiliki kelemahan dan kelbihan. Sepanjang hal tersebut dapat diperbaiki
atau diperbaharui dengan cara dan sikap yang santunatau manusiawi, dipastikan pertumbuhan
pembangunan bisa terjadi. Penegakan HAM dapat pula kiranya memustkan pada agenda
peningkatan kesejahteraan buruh, petani, nelayan, dan masyarakat ekonomi lemah
dipermudah.

 Pemberantasan kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih sangat banyak. Oleh sebab itu, program
subsidi faktor-faktor produksi terutama sektor pertanian, perikanan, dan industri kecil harus
dipertahankan. Sementara itu pemberantasan kemiskinan wilayah diyakini menjadi sangat
efektif bila diiringi pencanangan gerakan pengembangan ekonomi rakyat. Bila pengentasan
kemiskinan berorientasi ada subsidi langsung, “gerakan ekonomi rakyat” dapat
dikonsentrasikan pada pembangunan infrastruktur yang disertai oleh keberpihakan untuk
membantu masyarakat bawah dalam cakupan yang lebih luas, mencakup buruh di perkotaan,
pedagang kecil, industri kecil. Mekanisme pembiayaan program-program diatas yang

9
dipastikan “lebih besar” dengan pelaksanaan otonomi,memerlukan berbagai terobosan aru
untuk mencapai efektivitas program dan intensif wilayah. Oleh karena itu, pemerintah perlu
mempertimbangkan pendapat dan kepentingan para pembayar pajak, selain mempergunakan
mekanisme politik yang ada.

 Penguatan keuangan daerah

Berdasarkan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara


Pemerintah Pusat dan Daerah, harapan bagi penguatan keuangan daerah memang benar
ada,namun implementasinya hingga saat ini masih dirumuskan dan belum mengarah pada
ketuntasan. Nuansa hambatan institusional sangat terasa karena UU tersebut,khusunya untuk
menangkap sumber-sumber keuangan daerah,diikat oleh banyak prasyarat lahirnya UU baru.
Sejalan dengan itu, penyajian system informasi keuangan daerah harus dirumuskan dalam
rangka transparansi dan pengawasannya.

 Antisipasi perdagangan bebas

Agenda ini hendaknya lebih dari sekedar mengikuti momentum fenomena global,tetapi
merupakan upaya konsisten untuk mendisiplinkan diri dan secara terencana menjadi bangsa
yang maju, mandiri,dan bermartabat ditengah pergaulan dunia. Oleh karena itu, strategi
industrialisasi seharusnya mengikuti tahapan substitusi,promosi ekspor,dan penanaman
modal keluar (Aggarwal dan Agmon 1990).

 Pembangunan sektor teknologi informasi

Harus diakui pengenalan bangsa Indonesia terhadap sektor digital ini relative baru. Di
dalam jangka panjang pun sisi rekayasa (engineering) kemungkinan tidak terkuasai, terlebih
sisi korporasi ( corporate). Sebagai konsekuensinya, sector ini harus dipandang sebagai biaya
investasi bagi beragam pemanfaatannya. Oleh karena itu, tidak ada alasan mendistorsikan
term of trade atau dengan kata lain, tidak perlu ada rintangan dalam memanfaatkan teknologi
dibidang informasi. Bahkan, untuk kepentingan mendukung edukasi,mungkin pemerintah
harus menerapkan subsidi.

2.9 Pembangunan Sosial dan Kelembagaan

 Peraturan perundang-undangan HAM

Penegakan HAM dapat didirikan di atas kelembagaan-kelembagaan seperti hukum (


Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP), media massa atau berfungsinya
mekanisme politik. KUHAP berperan menciptakan keadilan dan perlindungan hukum. Media
massa berperan,misalnya dalam memberikan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, atau
kebenaran. Sementara itu, lembaga-lembaga politik berperan menyambung dan
meningkatkan kepekaan politik masyarakat. Proses demikian juga merupakan bagian dari
sosialisasi, pembelajaran, atau pendidikan social politikuntuk menghargai apapun mekanisme
kelembagaan sepanjang di dalam kerangka sistem hukum nasional.

10
 Kelembagaan penghapusan kemiskinan

Pengembangan kelembagaan mengenai penghapusan kemiskinan ini sudah seharusnya


dipikirkan secara matang dan dapat dipertanggungjawabkan metodologinya. Integrasi
kelembagaan pengentasan kemiskinan dapat di mulai dari penyusunan database yang
terstruktur dan sistematis. Data kependudukan antara departemen dalam negeri dan BPS
harus menyatu. Data itu dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penghapusan kemiskinan atau
program-program social lainnya. Makin detail dan mendalam statistika wilayah yang
mencakup gambaran kelembagaan social,ekonomi dan lingkungan local,potensi ekonomi
wilayah dan peluang-peluang pemecahan pembangunan wilayah diyakini dapat diekspos.
Selanjutnya pada masa mendatang ,kelembagaan penghapusan kemiskinan tidak cukup hanya
setingkat menteri,terlebih bila struktur departemen masih “gemuk” dan belum berorientas
pada otonomi daerah. Agar fungsi koordinasi –mulai dari perumusan program hingga
pembiayaan- dan pencapaian sasaran berjalan efektif, lembaga penghapusan kemiskinan
dapat diserahkan kepada wakil presiden, didampingi suatu komisi nasional. Koordinasi di
daerah dapat dilimpahkan kepada gubernur sejalan dengan tugas-tugasnya sesuai dengan asas
desentralisasi. Di lain pihak,di kota atau Kota, progam ini dapat melibatkan lembaga-lembaga
kemasyarakatan untuk pendampingan, pengawasan dan umpan balik.

 Political will dalam hal otonomi dan pembenahan administrasi daerah

Keadaan pesimis terhadap otonomi terlihat dalam ketidaksiapan pada banyak bidang,
misalnya dalam pembenahan administrasi kepemerintahan,kepegawaian, status BUMN di
daerah, atau birokrasi perizinan dan investasi. Di dalam implementasi otonomi,pemerintah
harus membuat terobosan terhadap hal-hal yang mendasar terutama dalam administrasi pubik
mengantisipasi ekonomi global. Dambaan administrasi yang mapan itu tidak hanya tercermin
dari indepedensi,kontinyuitas roda administrasi dan system yang ramping,tetapi juga mampu
mendefenisikan hubungan kelembagaan eksteral dan internal untuk memperoleh efisiensi di
setiap departemen.

 Kelembagaan dalam mengantisipasi globalisasi

Dilihat dari sisi ekonomi yaitu perdagangan internasionalnya bagi negara yang tidak siap
untuk berdagang di tingkat internasional lebih fokus pada ekspor sumber daya alamnya.
Karena itu, ekonominya mudah dipengaruhi krisis akibat naik turunnya harga misalnya bagi
kapas, coklat dan gandum di pasar internasional. Dampak positif globalisasi di bidang
ekonomi adalah mampu memacu produktivitas dan inovasi para pelaku ekonomi agar produk
yang dihasilkan mampu bersaing dengan produk-produk yang lain. Pada era globalisasi ini
menuntut manusia yang kreatif dan produktif.Sedangkan dampak negatifnya adalah mampu
menimbulkan sifat konsumerisme di kalangan generasi muda. Sehingga tidak mampu
memenuhi tuntutan zaman karena sudah terbiasa menerima teknologi dan hanya mampu
membeli tanpa membuatnya.

11
 Kelembagaan teknologi digital

Kemajuan dalam teknologi informasi adalah salah satu landasan bagi beroperasinya
mekanisme pasar. Namun, karakter dari dunia teknologi informasi yang cepat dalam hal ini
internet meleburkan batas-batas budaya dan sosial. Keadaan ini menimbulkan problem
hukum dan negara yang tidak bisa mengelak dari bersentuhan dengan system nilai negara dan
wiayah lainnya. Indonesia mungkin tidak mampu membangun kelembagaan
mengikutikecepatan perkembanganteknologi digital. Akan tetapi, Indonesia harus belajar dari
pengalaman negara maju dsamping menggali nilai-nilai sosial dan merumuskan definisi-
definisi hukum yang strategis.

2.10 Pembangunan Sektor Lingkungan

 Pemberdayaan partisipasi masyarakat

Intinya, pengembangan masyarakat merupakan suatu penggunaan berbagai pendekatan


dan teknik dalam suatu program tertentu pada masyarakat lokalsebagai kesatuan tindakan dan
mengusahakan integrasi diantaranya bantuan yang berasal dariluar dengan keputusan dan
upaya masyarakat yang terorganisir. Untuk itu maka pengembangan masyarakat harus
didasarkan pada asumsi, nilai dan prinsip-prinsip agar dalam pelaksanaannya dapat
memberdayakan masyarakat berdasarkan inisiatif, kemampuan dan partisipasi mereka
sendiri.

 Pembangunan dan rehabilitasi lingkungan masyarakat miskin

Faktor-faktor kemiskinan adalah gabungan antara faktor internal dan faktor eksternal.
Kebijakan pembangunan yang keliru termasuk dalam faktor eksternal. Korupsi yang
menyebabkan berkurangnya alokasi anggaran untuk suatu kegiatan pembangunan bagi
kesejahteraan masyarakat miskin juga termasuk faktor eksternal. Sementara itu, keterbatasan
wawasan, kurangnya ketrampilan, kesehatan yang buruk, serta etos kerja yang
rendah, semuanya merupakan faktor internal.

 Desentralisasi pengelolaan lingkungan

Secara prinsip kebijakan desentralisasi ditujukan untuk memperkuat kapasitas pemerintah


dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik dan memperkuat
demokrasi ditingkat lokal. Desentralisasi PPLH diharapkan dapat meningkatkan kualitas
lingkungan dengan memberikan pelayanan prima bagi masyarakat, kemudahan dalam
mengakses informasi, peningkatan peran serta masyarakat serta penegakan hukum
lingkungan. Untuk mencapai hal tersebut tentunya pemerintah daerah harus mempunyai
kapasitas yang memadai dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik dalam
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

12
 Perlindungan factor-faktor produksi dan penataan ruang

Agenda memiliki dua tujuan mendasar yaitu pertama, biaya investasi terhadap faktor-
faktor produksi yang penting,terutama sumber daya manusia, teknologi dan sumber daya
alam dalam rangka pemulihan dan terjaminnya peningkatan produktivitas dalam jangka
panjang dan kedua mekanisme perlindungan faktor-faktor produksi dan ruang dari eksploitasi
mekanisme pasar (perdagangan global) yang diyakini makin besar pengaruhnya. Peringatan
Hari Tata Ruang yang jatuh pada 8 November telah dilakukan di Indonesia sejak 2008
dengan mengusung tema permasalahan-permasalahan penataan ruang. Aspek penataan ruang
di Indonesia telah memiliki piranti regulasi yang memadai dengan adanya UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang. Melalui peraturan tersebut, pemerintah berupaya mendorong
pemanfaatan ruang di Indonesia sesuai dengan kapasitas daya dukungnya.

 Pengumpulan dan penyebaran data lingkungan

Informasi jenis akan terkumpul atas prakarsa dan lembaga afiliasinya dalam rangka
mengembangkan indikator-indikator dalam konsep pembangunan berkelanjutan misalnya
Natural Capital Indicator (NCI) atau Human DevelopIndex (HDI). Dengan data-data tersebut
diharapkan memberi gambaran secara utuh tentang pemahaman kesejahteraan, tidak hanya
dari ukuran-ukuran ekonomi,tetapi juga menyentuh dimensi sosial dan lingkungan di
belakangnya.

13
BAB III

METODE PENGUMPULAN DATA

3.1 Metode Jenis Penelitian

Pada penelitian ini kami menggunakan jenis/pendekatan penelitian yang berupa Studi
Kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan merupakan suatu studi yang digunakan
dalam mengeumpulkan informasi dan data dengan bantuan berbagai macam material yang
ada di perpustakaan seperti dokumen, buku, majalah, kisah-kisah sejarah, dsb
(Mardalis:1999). 4 Studi kepustakaan juga dapat mempelajari beberbagai buku referensi serta
hasil penelitian sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori
mengenai masalah yang akan diteliti (Sarwono:2006). Studi kepustakaan juga berarti teknik
pengumpulan data dengan melakukan penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, serta
berbagai laporan yang berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir:1988).
Sedangkan menurut ahli lain studi kepustakaan merupakan kajian teoritis, referensi serta
literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan budaya, nilai dan norma yang berkembang
pada situasi sosial yang diteliti (Sugiyono:2012).

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Kota Badung

Kota Badung adalah salah satu kota di provinsi Bali, Indonesia. Ibu kotanya berada di
Mengwi, dahulu berada di Denpasar. Secara Geografi Kota Badung terletak membujur dari
Utara ke Selatan, hampir di tengah-tengah Pulau Bali. Badung berada pada koordinat
08°14’17”- 08°50’57”LS, 115°05’02”-115°15’09”BT. Batas wilayahnya adalah Kota
Buleleng di sebelah Utara, Kota Tabanan di Barat, dan Kota Bangli, Gianyar serta kota
Denpasar di sebelah Timur. Adapun luas wilayahnya sebesar 418,52 km2. Penduduknya
berjumlah 358.311 jiwa (2004) dengan kepadatan 8.629,8 jiwa/km2. Secara administratif
Kota Badung di bagi menjadi 6 kecamatan, yaitu: Kecamatan Petang, Mengwi, Abiansemal,
Kuta, Kuta Utara dan Kuta Selatan. Visi jangka panjang pembangunan Kota Badung adalah,
Melangkah bersama membangun Badung berdasarkan “Trihita Karana” menuju masyarakat
adil sejahtera dan ajeg. Yang dimaksud dengan “Trihita Karana” sendiri adalah tiga pilar
pembangunan yang diharapkan dapat berdiri secara bersamaan dan seimbang. 3 pilar ini
kemudian diimplementasi dalam MISI pembangunan daerah yang meliputi 3 bidang, yaitu
bidang Ketuhanan, Sumber Daya Manusia (SDM) dan Wilayah. Lingkup dari masing-masing
bidang tersebut dirinci dalam misi pembangunan Kota Badung.

Bidang Parhyangan (ketuhanan): Peningkatan srada dan bhakti masyarakat terhadap


ajaran agama, serta peningkatan eksistensi adat budaya dalam rangka mengajegkan Bali di
era kekinian. Bidang Pawongan (SDM): Meningkatkan kualitas dan daya saing sumber daya
manusia di Badung dengan langkah langkah.

15
a. Menata sistem kependudukan dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat
b. Meningkatkan perekonomian yang berbasis kerakyata dan ditunjang oleh iklim
kemitraan
c. Mewujudkan kepastian hukum serta menciptakan ketentraman & ketertiban
masyarakat
d. Mewujudkan kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa (Good Governance &
Clean government )

Bidang Palemahan (wilayah) dengan memantapkan pelaksanaan Otonomi Daerah,


mewujudkan pembangunan yang selaras & seimbang sesuai fungsi wilayahnya, melestarikan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Dengan mencermati visi dan misi Kota Badung
tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa arah pembangunan Kota ini telah sejalan
dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, yang secara substansial terangkum
dalam 4 pilar, yaitu: pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan governance

Sektor Ekonomi dan Pariwisata PDRB Kota Badung sejak tahun 2003-2007 selalu
mengalami peningkatan setiap tahunnya. PDRB tahun 2007 adalah sebesar 9.799,21 milyar
rupiah (harga berlaku), dan sebesar 4.850,13 milyar rupiah (harga konstan). Dengan demikian
berarti kinerja perekonomian Kota Badung sampai dengan tahun 2007 mengalami
peningkatan ratarata sebesar 16,92 % (harga berlaku) dan sebesar 6,34 % (harga konstan)
setiap tahunnya. Distribusi sektor – sector dominan dalam struktur PDRB Kota Badung
berturut-turut adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 45,19 %; angkutan dan
komunikasi sebesar 25,17 % kemudian disusul sector pertanian 9,01 %. Pendapatan perkapita
penduduk tahun 2007 sebesar 21,56 juta rupiah (harga berlaku) dan 11,91 juta rupiah (harga
konstan). Angka ini merupakan angka terbesar se-Propinsi Bali. Berdasarkan distribusi sector
PDRB tersebut di atas, sector pariwisata merupakan sector andalan Kota Badung, hal ini
dimungkinkan karena dukungan potensi sumber daya alamnya. Bermodalkan potensi fi sik
lingkungan yang berkontur dengan variasi ketinggian 0 – 3000 m dari muka laut, membuat
Kota Badung memiliki ragam bentang alam yang kaya, mulai dari rona pantai hingga
pegunungan. Maka dengan potensi ini tidak mengherankan bila Kota Badung merupakan
tempat tujuan wisata utama di Pulau Bali. Obyek-obyek wisata ini sebagian besar berada di
kawasan Badung Selatan, seperti kawasan Kuta dan Nusa Dua.

Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) menarik yang bias dijadikan obyek wisata di
Kota Badung meliputi wisata alam maupun buatan, seperti : Air terjun Nungnung, Atraksi
Makotek, Ayung Rafting, Bumi Perkemahan Dukuh, Blahkiuh, Bungy Jumping, Desa
Petang, Desa Wisata Baha, Garuda Wisnu Kencana (GWK), Geger Sawangan, Kawasan
Nusa Dua, Mandala Wisata, Monumen Tragedi Kemanusiaan, Panggung Kesenian Kuta
Timur, Pantai Canggu, Pantai Jimbaran, Pantai Kedonganan, Pantai Kuta, Legian, Seminyak,
Pantai Labuan Sait, Pantai Nyang-Nyang, Pantai Suluban 699, Patung Satria Gatot Kaca,
Penangkaran Penyu Deluang Sari, Pura Peti Tenget, Pura Pucak Tedung, Pura Sadha, Pura
Taman Ayun, Pura Uluwatu, Safari Kuda, Sangeh, Taman Reptil Indonesia Jaya, Tanah Wuk,
Tanjung Benoa, Waka Tangga, Water Boom Park, Wisata Agro Pelaga.

16
17
Pengembangan wilayah Kota Badung didasarkan pada potensi dan kendala aspek fisik
lingkungannya. Berdasarkan karakteristik topografi dan kelerengannya, wilayah Kota ini
memiliki variasi yang sangat beragam, yaitu ketinggiannya antara 0 – 3.000 m dpl dengan
kelerengan datar hingga jurang yang curam. Penataan ruang pada wilayah seperti ini relative
sulit dibandingkan dengan wilayah yang datar. Kondisi ini telah mendorong Pemda Kota
Badung untuk bersikap berhati-hati dan bijaksana dalam merencanakan pengembangan
wilayahnya. Kota Badung dibagi menjadi 3 Wilayah Pengembangan yaitu: Badung Utara,
Badung Tengah dan Badung Selatan. Masing-masing wilayah memiliki perbedaan
karakteristik fisik lingkungan yang mencolok. Wilayah Badung Utara, merupakan kawasan
pegunungan yang subur dengan hutan dan RTH yang luas, karena itu sesuai untuk fungsi
konservasi lingkungan. Wilayah Badung Tengah, merupakan kawasan dengan ketinggian dan

18
kesuburan sedang,karena itu sesuai untuk fungsi transisi antara fungsi lindung dan budidaya
alamiah seperti pertanian. Wilayah Badung Selatan, merupakan kawasan yang datar, tidak
subur dan pesisir.

4.2. Strategi Pembangunan Kota Badung

Melihat kondisi wilayah diatas sehingga Pemerintah Kota Badung berupaya dengan
strategi dalam upaya penataan ruang wilayah Kota Badung.

a. Strategi keterpaduan pengembangan pusat-pusat pelayanan Kota dengan sistem


perkotaan nasional terdiri atas :

 Menterpadukan sistem perkotaan berdasarkan hierarki pelayanan dan fungsi pusat


pelayanan.
 Mengintegrasikan pusat-pusat kegiatan kepariwisataan, pusat pemerintahan Kota,
pusat pendidikan tinggi, pusat pelayanan kesehatan dan pusat pelayanan transportasi
ke dalam sistem perkotaan secara terpadu.
 Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan dan pusat-pusat kegiatan
berpotensi cepat tumbuh dan sedang tumbuh.
 Meningkatkan aksesibilitas dan keterkaitan antar kawasan perkotaan, antar kawasan
pedesaan, serta antar kawasan perkotaan dan wilayah sekitarnya.
 Memantapkan dan meningkatkan peran kota-kota kecil sebagai pusat pelayanan dari
wilayah belakangnya terutama ibukota kecamatan.

b. Strategi peningkatan kualitas kepariwisataan yang didukung sistem prasarana wilayah


berstandar internasional terdiri atas :

 Menyediakan infrastruktur berstandar internasional yang mendukung kepariwisataan.


 Mengoptimalkan pemanfaatan ruang untuk kegiatan kepariwisataan dengan
mempertimbangkan daya dukung lahan dan daya tampung kawasan.
 Meningkatkan kualitas obyek-obyek wisata dan fasilitas pendukungnya.
 Mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak harmonis dengan kegiatan
kepariwisataan pada koridor menuju kawasan pariwisata.
 Mengembangkan sistem jaringan transportasi terpadu dan berkualitas antar moda dan
antar pusat kegiatan kepariwisataan.

c. Strategi pengembangan Badung Utara dengan fungsi utama konservasi dan pertanian
terintegrasi terdiri atas :

 Melindungi dan melestarikan kawasan hutan lindung yang terdapat di Desa Pelaga,
Kecamatan Petang.
 Mengembangkan hutan rakyat sebagai kawasan penyangga hutan lindung yang
berorientasi pada keberlanjutan lingkungan hidup.

19
 Mengendalikan pemanfaatan ruang pada kawasan tangkapan air hujan dan kawasan
resapan air.
 Mengembangkan pertanian terintegrasi yang berorientasi agribisnis meliputi
penyediaan sarana-prasarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan dukungan
lembaga keuangan , penyuluhan dan penelitian.
 Mengembangkan kelembagaan usaha ekonomi petani yang efektif, efesien, dan
berdaya saing dengan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
 Mengembangkan ekonomi berbasis agrowisata dan ekowisata.

d. Strategi pengembangan Badung Tengah dengan fungsi utama pertanian berkelanjutan,


ibukota Kota dan pusat pelayanan umum skala regional terdiri atas :

 Mengembangkan kawasan peruntukan pertanian berkelanjutan dan mengendalikan


alih fungsi lahan pertanian beririgasi dalam rangka ketahanan pangan, pelestarian
lingkungan dan pelestarian budaya.
 Mengembangkan sistem jaringan prasarana pada kawasan perkotaan Mangupura yang
terintegrasi dengan sistem jaringan prasarana perkotaan Sarbagita.
 Mengoptimalkan pemanfaatan ruang kawasan perkotaan Mangupura sehingga
mencerminkan perannya sebagai ibukota Kota dan pusat pelayanan umum skala
regional.
 Melindungi, merevitalisasi, rehabilitasi, preservasi dan/atau restorasi warisan budaya
yang memiliki nilai-nilai sejarah.
 Mengembangkan industri kecil dan menengah ( IKM ) yang berkualitas yang ramah
lingkungan melalui pengembangan kapasitas sumberdaya manusia, permodalan,
teknologi serta akses terhadap pasar.

e. Strategi pengembangan Badung selatan dengan fungsi utama kepariwisataan terdiri atas :

 Mengoptimalkan pemanfaatan ruang Kawasan Pariwisata Nusa Dua, Tuban dan Kute
didukung penyediaan infrastruktur yang memadai berstandar internasional.
 Mengembangkan sistem jaringan trasportasi terpadu untuk meningkatkan aksesbilitas
menuju pusat-pusat kegiatan kepariwisataan.
 Mengembangkan kawasan wisata belanja yang dilengkapi sarana-prasarana pariwisata
dan pusat perbelanjaan.
 Melestarikan kawasan lindung dan mengendalikan pembangunan pada kawasan
rawan bencana yang berbasis mitigasi
 .Mengembangkan kawasan pesisir dan laut secara terpadu sebagai aset utama
kepariwisataan yang berkelanjutan.

f. Strategi perwujudan dan peningkatan keserasian, keterpaduan dan keterkaitan antar


kegiatan budidaya terdiri atas :

 Mengembangkan kawasan budidaya melalui pemanfaatan ruang sesuai peruntukan,


daya dukung lahan dan daya tampung kawasan.

20
 Mensinergikan pembangunan antar sektor dan antar wilayah yang berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
 Memgembangkan kawasan pariwisata secara komprehensif dan terpadu dengan
kegiatan pertanian yang berorientasi agribisnis.
 Mengembangkan permukiman perkotaan di wilayah Badung Tengah dan Wilayah
Badung Selatan secara proporsional, dan membatasi pengembangan permukiman
skala besar di wilayah Badung Utara.
 Mengembangkan sistem jaringan prasarana wilayah yang menjangkau pusat-pusat
kegiatan budidaya.
 Mengendalikan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan fungsi utamanya serta
tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.

g. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara terdiri atas :

 mendukung penetapan kawasan strategis dengan fungsi pertahanan dan keamanan


negara sesuai kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat.
 mengendalikan pengembangan kegiatan budidaya didalam dan disekitar kawasan
pertahanan dan keamanan negara.
 dan mengendalikan perubahan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara serta
aset-aset pertahanan dan keamanan lainnya.

4.3 Modal Sosial sebagai Aspek Penting Pembangunan Kota Badung

Kepercayaan masyarakat Bali dengan mayoritas agama Hindu memiliki tatanan cara
ibadah dan budaya yang khas. Budaya yang terbentuk dalam lingkungan masyarakatnya
merupakan kombinasi antara ketaatan beribadah dan pernyataan syukur kepada Sang
Pencipta yang berwujud tindakan pemeliharaan terhadap alam ciptaanNya. Budaya ini secara
prinsip merupakan modal social yang sangat bermanfaat dalam menjaga kelestarian
lingkungan. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap budaya masyarakatnya, Pemda
Badung telah mewujudkannya dalam pengendalian pemanfaatan ruang, berupa peraturan
zonasi untuk kawasan suci dan kawasan tempat suci. Peraturan zonasi pada dua kawasan ini
antara lain dinyatakan:

a. Pengendalian secara ketat pembangunan di dalam kawasan suci.


b. Pura sad kahyangan dengan radius kesucian sekurang-kurangnya 5 kilometer dari sisi
luar penyengker pura.
c. Pura dang kahyangan dengan radius kesucian sekurang-kurangnya 2 kilometer dari
sisi luar penyengker pura.
d. Pura kahyangan jagat, pura tiga dan pura swagina dengan radius kesucian sesuai
ditetapkan dalam Bhisama Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat dan/atau awig
awig desa adat/pekraman setempat.

Pemahaman yang mendalam mengenai budaya ketuhanan dari masyarakat Badung ini
dimanfaatkan sebagai pusat kegiatan sosial keagamaan masyarakatnya. Dimana religiusitas

21
masyarakat Badung menjadi daya tarik wisatawan, baik domestik maupun manca negara.
Potensi religiusitas budaya tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu potensi ekonomi
untuk pelaksanaan proses pembangunan. Selain menjadi suatu potensi ekonomi,
kereligiusitasan masyarakat Badung ini menjadi sumber pelaksanaan kegiatan-kegiatas sosial
antar masyarakatnya. Sehingga intensitas interaksi yang tinggi akan mengalirkan arus energi
berupa informasi, rasa percaya, jejaring sosial menjadi lebih lancar/baik. Arus energy yang
baik ini nantinya akan mempermudah pelaksanaan proses pembangunan.

Modal-modal sosial pada masyarakat Badung ini dapat menggambarkan bentuk-


bentuk modal sosial sebagaimana yang dijelaskan oleh Pantoja, seperti:

1. Hubungan kekerabatan yang kuat yang dicerminkan melalui kuatnya


solidaritas antar banjar dalam satu wilayah
2. Jejaring sosial yang tercermin melalui kegiatan kepemudaan serta gotong
royong untuk melaksanakan ritual-ritual keagamaan
3. Hubungan lintas sektor yang tercermin melalui harmonisasi hubungan
organisasi formal (contoh: polisi) dengan organisasi non-formal (contoh:
pecalang) dalam melaksanakan pembangunan
4. Nilai-nilai norma lokal yang terinternalisasi pada kehidupan masyarakat
sehari-hari.

Kota Badung sebagai suatu daerah pusat pertumbuhan memiliki pola keruangan yang
sangat kompleks. Kota Badung tidak hanya memiliki satu titik pertumbuhan, namum
memiliki banyak titik. Hal tersebut dikarenakan banyaknya potensi yang dapat digali pada
industri tersebut, baik dari potensi alam maupun potensi manusia. Masyarakat Badung yang
sangat terbuka dan ramah kepada penduduk non-lokal membuat aliran investasi yang sangat
besar dikota ini. Sehingga, laju pertumbuhan ekonomi pun juga ikut meningkat. Selain arus
investasi, arus penduduk juga sangat besar di kota Badung. Banyaknya pendatang membawa
konsekuensi terhadap keberagaman dan heterogenitas kebutuhan. Hal tersebut dipenuhi
dengan banyaknya peluang-peluang industri baru tercipta dan angka teterserapatan tenaga
kerja pun juga menjadi tinggi. Kota Badung sebagai suatu kota yang masih memiliki
karakteristik tradisional membawa konsekuensi pada penataan keruangan kota dan strategi
pembangunannya. Seperti yang sudah diuraikan diatas, pembangunan dikota Badung tidak
hanya dikhususkan pada kepariwisataan dan industri namun juga pertanian. Hal tersebut
dikarenakan karakteristik penduduk Badung yang agraris.

Wilayah Kota Badung yang terbagi menjadi beberapa sub wilayah memiliki tingkat
pembangunan yang kesemuanya adalah baik/maju. Hal ini dikarenakan penggunaan modal
sosial masyarakat Badung baik berupa budaya, sikap penduduk, maupun kearifan lokal untuk
menarik investasi. Partisipasi dari masyarakat untuk melakukan pembangunan, baik untuk
pembangunan infrastruktur maupun pembangunan manusia juga dilakukan. Contoh
konkretnya adalah keterlibatan banjar-banjar maupun karang taruna/kepemudaan untuk
membangun karakter masyarakat yang siap menghadapi perubahan tanpa mengubah akar
budaya mereka. Hal inilah yang membuat Badung menjadi wilayah dengan karakteristik
perkotaan dengan nilai-nilai tradisional yang masih melekat.

22
Modal sosial dari masyarakat Kota Badung berperan pada peningkatan pertumbuhan
dan pembangunan wilayahnya melalui peningkatan penyediaan akses masyarakat pada
ketersediaan modal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tersedianya stok modal sosial
yang besar pada masyarakat kota Badung akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar
individu dan/atau kelompok yang efisien melalui:

1. Tersedianya informasi dengan biaya yang rendah


2. Terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk mencapai kebutuhan kolektif
3. Berkurangnya perilaku oportunis dari anggota masyarakat

Modal sosial dari masyarakat Badung terlihat pada pembangunan aktivitas


administrasi dalam bentuk banjar dinas dan banjar pakraman/ banjar adat. Interaksi yang
terbangun melalui banjar-banjar tersebut akan akan membangun modal sosial pada suatu
kelompok yang homogen. Dalam hal pembangunan penyediaan fasilitas publik, terdapat
suatu organisasi yang disebut subak yang dibentuk untuk mengelola sumber daya air untuk
pertanian.

Modal sosial yang didukung oleh modal alam menciptakan suatu kondisi ekonomi
Kota Badung yang baik. Hal tersebut dibuktikan dengan menjamurnya industri-industri baik
jasa (perhotelan, spa, dll) maupun barang (outlet, mall, dll) yang mendorong tingginya PAD
dan PDRB kota tersebut. Kondisi industri yang demikian memicu peningkatan aksesibilitas
untuk menuju fasilitas-fasilitas publik demikian juga dengan dinamika masyarakatnya.
Dengan peningkatan dinamika kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, maka akan
semakin tinggi kebutuhan dan keinginan.

Modal sosial juga berkaitan dengan interaksi di wilayah terkait. Intensitas interaksi
pada kota Badung ini terkait dengan mata pencaharian. Dominasi pekerjaan dibidang non-
pertanian membutuhkan interaksi yang intensif dengan daerah lainnya yang mengharuskan
penduduk Kota Badung untuk memiliki mobilitas yang tinggi. Pembangunan di kota Badung
sendiri lebih difokuskan pada sektor pariwisata, sedangkan untuk sektor pertaniannya
difokuskan pada daerah kabupaten Badung yang merupakan daerah penyokong kota Badung
sendiri.

23
4.4 Wujud Pembangunan Kota Badung

Modal sosial maupun modal alam yang mendorong adanya arus energi berupa
informasi, modal, dan IPTEK memicu terlaksananya pembangunan di beberapa bidang,
antara lain sebagai berikut:

1. Infrastruktur

Badung memiliki keunggulan alam, budaya dan infrastruktur dibandingkan dengan


daerah lainnya. Potensi ini mempengaruhi kegiatanperekonomian Badung yang banyak
bergerak di sektor pariwisata. Segalaupaya terus ditempuh untuk mensinergikan
pembangunan industripariwisata dengan sektor lainnya. Selain sebagai destinasi pariwisata,
Kabupaten Badung jugamenjadi tempat pertemuan-pertemuan penting yang berskala nasional
daninternasional. Hal ini berpengaruh terhadap berbagai sektor yangberkembang di Badung
terutama sektor-sektor yang berkaitan erat denganpariwisata. Seperti misalnya sektor
perdagangan hotel dan restoran sertasektor pengangkutan dan komunikasi masih menjadi
sektor yang berperanpenting dalam perkembangan perekonomian di Badung. Bahkan
keduasektor ini berkontribusi hampir mencapai tiga per empat (73,10 persen) dari
keseluruhan PDRB Badung.

Dari kelebihan yang terdapat di Kota maupun Kabupaten Badung maka pemerintah
sebegai pelaksana pembangunan infrasturktrur yang dibantu masyarkat, maupun privat harus
menyediakan infrastruktur yang baik untuk masyarakat, wisatawan asing maupun wisatawan
dalam negerti. Infrastruktur yang sudah tersedia dikota Badung yaitu:

a) Transportasi udara hingga tahun 2005 didukung oleh Bandar Udara (Bandara)
Internasional Ngurah Rai di Kabupaten Badung, Air Strip Kolonel Wisnu di Grokgak untuk
pengembangan kawasan pertahanan keamanan (Hankam), dan Helipad di Nusa Penida untuk
pengembangan wilayah Nusa Penida. Selama tahun 2005 melalui Bandara Internasional
Ngurah Rai untuk penerbangan domestik dan internasional arus keberangkatan pesawat udara
mencapai 31.441 kali penerbangan dan kedatangan sebanyak 31.315 kali penerbangan.
Kapasitas dari landasan pacu (runway) pada tahun 2005 dapat menampung 40 pergerakan per
jam, sedangkan saat ini volume jam puncaknya baru 20 pergerakan per jam atau baru
setengah dari total kapasitas. Dilihat dari landasan pacu yang ada saat ini dibandingkan
dengan kecenderungan jenis pesawat terbang yang membutuhkan landasan pacu yang lebih
panjang maka kondisi saat ini belum memadai. Pertumbuhan kedatangan penumpang selama
sepuluh tahun terakhir cenderung meningkat dengan rata-rata 6,18% per tahun, sedangkan
penerbangan pesawat mengalami pertumbuhan sekitar 6,66% per tahun, dan pengiriman
barang (cargo) mengalami pertumbuhan sekitar 10,20% per tahun

b) Tersedianya infrastruktur Cipta Karya di Provinsi Bali untuk mendukung kawasan Bali
Selatan yang dikenal dengan Sarbagita (Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten
Gianyar, Kabupaten Tabanan). Infrastruktur tersebut terdiri dari Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM), penanganan drainase, dan sanitasi. Salah satu kendala dalam pengembangan
SPAM untuk kawasan Sarbagitaku adalah ketersediaan air baku yang tidak merata di
kabupaten/kota dalam kawasan tersebut. Oleh karena itu, pembangunan SPAM untuk

24
kawasan ini dilakukan dengan berbasis SPAM Regional yang bersifat lintas kabupaten/kota
Salah satunya yang saat ini diresmikan adalah SPAM Petanu yang menjadi bagian dari
rencana besar pengembangan SPAM Regional Sarbagitaku yang akan memberikan tambahan
pelayanan air minum bagi Kota Denpasar, Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar,
Kabupaten Tabanan, dan Kabupaten Klungkung.

c) Jalan tol Nusa Dua-Ngurah Rai dan Tanjung Benoa sepanjang 12,7 kilometer (km).
Proyek tersebut merupakan jalan tol pertama di Indonesia yang dibangun di atas laut.
pembangunan jalan tol ini juga memberikan dampak yang nyata bagi perekonomian
masyarakat Bali dan sekitarnya. Pada saat pembangunannya, sekitar 3.000 pekerja terlibat
langsung, belum lagi para pekerja yang menyiapkan pasir dari mulai penambangan sampai
pada saat menurunkan pasir, pekerja di pabrik besi dan semen yang produksinya juga
semakin meningkat. dampak ekonominya juga akan semakin dirasakan oleh masyarakat, baik
berupa pengurangan kemacetan maupun peningkatan aktifitas ekonomi. Selain dampak
ekonomi, Jasa Marga juga memperhatikan kelestarian lingkungan sekitar, khususnya hutan
bakau. Upaya penanaman hutan bakau selama ini telah dilakukan dan akan tetap dilakukan
untuk menjaga keseimbangan kepentingan ekonomi dan lingkungan.

2. Industri Jasa dan Perdagangan

Tingginya minat pariwisata pada Kota Badung membawa dampak pada pembangunan
sektor jasa dan perdagangan. Berbagai industri jasa tumbuh subur seperti hotel, villa,
resource, spa, penyewaan kendaraan bermotor maupun sepeda, dan lain sebagainya.
Demikian pula dengan industri perdagangan, banyaknya migrasi penduduk serta wisatawan
mendorong untuk memenuhi tuntutan akan kebutuhan perbagai barang, baik barang
kebutuhan sehari-hari maupun souvenir. Berbagai macam jenis usaha dagang berkembang
didaerah ini, mulai dari unit usaha kecil seperti koperasi, factory outlet, café, restaurant, toko
souvenir, toko waralaba, hingga mall. Pusat-pusat perdagangan atau pusat industri di Kota
Badung tidak hanya berada pada sekumpulan titik, namun menyebar merata diseluruh
wilayah Badung. Walau letaknya menyebar, namun masih ada unit-unit dagang yang
menggelombol atau beraglomerasi. Dengan kata lain, pusat pertumbuhan bukan hanya dari
satu titik melainkan dari banyak titik. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi mengenai
pemilihan lokasi industri, lokasi yang mengikuti aglomerasi akan menguntungkan pemilik
usaha karena mengurangi biaya produksi maupun biaya jarak.

Pantai dan riligiusitas budaya merupakan modal kota Badung dalam melakukan
pembangunannya, sehingga unit-unit industri baik barang maupun jasa umumnya
beraglomerasi pada kisaran kedua daerah tersebut. Berikut adalah gambaran umum mengenai
pusat-puat kegiatan masyarakat Badung baik kegiatan ekonomi maupun sosial budaya yang
mendorong adanya unit-unit dagang dikisaran daerah tersebut.

25
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pusat-pusat kegiatan ekonomi
masyarakat kota Badung ini berada dikisaran area pantai atau tepat-tempat budaya. Hal
tersebut sangat jelas tergambar pada peta industri dan pariwisata disalah satu wilayah di kota
Badung. Dimana pusat-puast kegiatan industrinya berada disepanjang garis pantai, semakin
jauh dari kawasan pantai akan semakin jarang pusat-pusat kegiatan ekonomi ditemui. Dengan
demikian jika dihubungkan dengan teori sewa dan nilai lahan maka nilai lahan didaerah
sekitar pantai akan tinggi dan akan semakin turun jika semakin jauh dari pantai. Demikian
pula dengan harga sewa lahan, maka akan masuk akal jika harga hotel dikawasan sekitar
pantai akan lebih mahal dengan daerah yang jaraknya lebih jauh dari pantai walaupun dengan
kualitas pelayanan dan spesifikasi hotel yang sama. Untuk lebih jelasnya digambarkan
melalui peta berikut:

3. Perumahan Mewah

Dengan banyaknya jumlah penduduk migrant di kota Badung dan juga sebagai
konsekuensi atas pendapatan per kapita penduduknya yang tinggi, maka di kota init telah
muncul kawasan perumahan-perumahan mewah dibeberapa titik. Harga rumah rumah mewah
ini bervariasi tergantung pada desain, luasan, dan jarak dengan CBD. Rentang harganya
adalah diatas Rp 1.000.000.000 per unit rumah. Titik-titik ini tersebar pada semua daerah di
wilayah Badung, seperti di Seminyak, Jimbaran, Sanur, Kuta, dst. Dengan demikian,
segregasi perumahan di kota Badung tidak hanya terbatas disatu titik tetapi dibanyak titik.
Adanya perumahan mewah ini membuktikan bahwa kota Badung sudah pada tahap kota
dewasa awal atau maju.

4. Kesehatan

Dengan konsekuensi dari laju pertumbuhan pendudukan dan pertumbuhan ekonomi


dalam hal pendapatan per kapita tentunya akan membawa konsekuensi langsung pada
kualitas kesehatan penduduknya. Penyediaan layanan kesehatan merupakan hal yang patut
dikaji dari pembangunan di suatu wiayah. Badung dengan jumlah penduduk yang terus
meningkat tiap tahunnya dan juga salah satu daerah dengan jumlah pendapatan bruto regional
tertinggi di provinsi Bali memiliki kualitas pelayanan kesehatan yang baik. Hal ini dapat
dilihat dari jumlah dan kualitas rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang dimilikinya.
Selain itu, angka harapan hidup masyarakat Badung juga tergolong tinggi.

5. Pendidikan

Dengan adanya Badung sebagai suatu pusat pariwisata dan memiliki pendapatan bruto
yang tinggi dan berbagai keunggulan kota Badung lainnya belum tentu menjamin kualitas
pelayanan pendidikannya. Kota Badung walaupun penyediaan layanan pendidikannya baik,
namun kualitas pendidikan masih kalah jika dibandingkan dengan ibukota provinsi yakni
Denpasar. Sehingga banyak dari pelajar-pelajar Badung yang memilih untuk menempuh
pendidikan diluar kota Badung atau diluar provinsi.

26
27
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menurut Parr (1999), perkembangan wilayah senantiasa disertai dengan perubahan


struktural. Pada Pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah merupakan suatu proses
kontinu sebagai hasil dari berbagai pengambilan keputusan di dalam ataupun yang
mempengaruhi suatu wilayah.

Dalam proses penyusunan tata ruang kota telah dirumuskan berbagai potensi yang
ada, keunikan, kultur yang melandasi dan harapan harapan yang ingin dicapai, sehingga
wujud desa nantinya menjadi khas, seperti desa wisata, desa tambang, desa kebun, desa
peternakan, desa nelayan, desa agribisnis, desa industri, desa tradisional dan lain sebagainya.
Dalam tata ruang tersebut, harus tersusun rencana infrastruktur, site plan untuk office,
pemukiman, comercial area, lahan usaha/budidaya berbasis sentra(satu hamparan),
kemampuan daya dukung lingkungan (berdasarkan estimasi jumlah penduduk maksimal),
lokasi pendidikan, sarana pelayanan kesehatan, pasar, terminal dan ruang publik (alun alun,
taman) dan sebagainya sesuai kebutuhan dan kesepakatan masyarakat.

5.2 Saran

Dalam pembangunan desa dan kota terdapat kesenjangan yang terjadi oleh karena itu
diperlukannya sikap tegas dari pemerintah untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi
dalam pembangunan antara desa dan kota.

28
DAFTAR PUSTAKA

https://blog-mue.blogspot.com/2016/03/makalah-modal-sosial-pembangunan.html 10
September 2019 [online]

Vipriyanti, Nyoman Utari. 2011. Modal Sosial dan Pembangunan Wilayah: Mengkaji
Success Story Pembangunan di Bali. Malang: UB Press 10 September 2019 [online]
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Kabupaten Badung Tahun 2013
:2012). 10 September 2019 [online]

29

Anda mungkin juga menyukai