Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh

tubuh (Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut

usia (lansia) karena penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat

menjadi kronik apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti hipertensi,

penyakit katub jantung, kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi

kondisi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.

CHF (Congestive Heart Failure) merupakan salah satu masalah kesehatan

dalam system kardiovaskular, yang angka kejadiannya terus meningkat.

Menurut data dari WHO dilaporkan bahwa ada sekitar 3000 warga Amerika

menderita CHF. Menurut American Heart Association (AHA) tahun 2012

dilaporkan bahwa ada 5,7 juta penduduk Amerika Serikat yang menderita

gagal jantung (Padila, 2012). Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia

pada tahun 2012 menurut data dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449

jiwa penderita yang menjalani rawat inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di

Jawa Tengah terdapat 520 penderita CHF dan menjalani rawat inap. Selain itu,

penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit

adalah gagal jantung (readmission), walaupun pengobatan dengan rawat jalan

telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga dibenarkan oleh Rubeinstein

(2007) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang dirawat dengan diagnosis

CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.

1
Pada umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF

merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit

(usia 65–75 tahun mencapai persentase sekitar 75.2% pasien yang dirawat

dengan CHF). Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-

10% per tahun pada kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-

40% pada gagal jantung berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang

didiagnosis menderita CHF tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun (Kowalak,

2011).

Data WHO menunjukkan 17 juta orang meninggal setiap tahunnya karena

penyakit jantung dan pembuluh darah di seluruh dunia. Terdapat 36 juta

penduduk atau sekitar 18% total penduduk Indonesia 80% diantaranya

meninggal secara mendadak setiap tahunnya dan 50% tidak menunjukkan

gejala. Data di RS Jantung dan Pembuluh Darah pasien penyakit jantung

koroner baik rawat jalan maupun rawat inap mengalami peningkatan 10%

setiap tahunnya dan di AS 1,5 juta orang mengalami serangan jantung dan

478.000 orang meninggal karena jantung koroner setiap tahunnya (Hediyani,

2012).

Berdasarkan masalah tersebut, kami sebagai mahasiswa keperawatan perlu

memahami dan mengetahui konsep teoritis dan keterampilan profesional yang

harus dimiliki dalam melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan

asuhan keperawatan pasien dengan penyakit Congestive Heart Failure (CHF)

atau gagal jantung, maka kelompok 5 tutorial membuat laporan mengenai

2
Congestive Heart Failure (CHF) dan Asuhan Keperawatan klien dengan

Congestive Heart Failure (CHF).

B. Perumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan CHF di

Bangsal Gardenia RSUD Wates?

C. Tujuan

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Tn. A dengan CHF di

Bangsal Gardenia RSUD Wates.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Gagal jantung kongestif atau CHF (Congestive Heart Failure)

merupakan kondisi patofisiologik dimana fungsi jantung sebagai pompa

untuk mengantarkan darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk

memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan tubuh terhadap oksigen dan

nutrien (Saferi, 2013).

CHF (Congestive Heart Failure) adalah suatu kegagalan jantung

dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh (Junadi,

1982). Kegagalan jantung kongestif adalah suatu kegagalan pemompaan

(di mana cardiac output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh), hal

ini mungkin terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung, pembuluh

darah atau kapasitas oksigen yang terbawa dalam darah yang

mengakibatkan jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada

berbagai organ (Brunner & Suddarth, 2012).

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah keadaan patofisiologis berupa

kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya

hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.

Penamaan gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi

gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer, 2011).

4
Suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung

berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai

peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald, 2009).

B. Etiologi

Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013) :

1. Meningkatnya preload : regurgitasi oarta, cacat septum ventrikel,

2. Meningkatnya afterload : stenosis aorta, hypertensi sistemik,

3. Menurunnya kontraktilitas ventrikel : IMA, kardiomiopati,

4. Gangguan pengisian ventrikel : stenosis katup antrioventrikuler,

pericarditif konstriktif, tamponade jantung,

5. Gangguan sirkulasi : aritmia melalui perubahan rangsangan listrik

yang melalui respon mekanis,

6. Infeksi sistemik/infeksi paru : respon tubuh terhadap infeksi akan

memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme

yang meningkat

7. Emboli paru, meningkatkan resistensi terhadap ejaksi ventrikel kanan.

C. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya & Putri (2013), manifestasi gagal jantung sebagai

berikut:

1. Gagal jantung kiri

Menyebabkan kongestif, bendungan pada paru dan gangguan pada

mekanisme kontrol pernapasan, dengan gejala :

5
a. Dispnea, terjadi kerena penumpukan atau penimbunan cairan

dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Dispnea bahkan

dapat terjadi saat istirahat atau di cetuskan oleh gerakan yang

minimal atau sedang.

b. Orthopnea, menyebabkan pasien yang mengalami orthopnea tidak

akan mau berbaring, tetapi akan menggunakan bantal agar bisa

tegak di tempat tidur atau duduk di kursi, bahkan saat tidur.

c. Batuk, disebabkan oleh gagal ventrikel bisa kering dan tidak

produktif, tetapi yang sering adalah batuk basah yaitu batuk yang

menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang

disertai dengan bercak darah.

d. Mudah lelah, terjadi akibat curah jantung yang kurang,

menghambat jaringan dari srikulasi normal dan oksigen serta

menurunya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat

meningkatnya energi yang di gunakan untuk bernafas dan insomnia

yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.

e. Ronkhi

f. Gelisah dan cemas, akibat gangguan oksigen jaringan, stress akibat

kesakitan berfasan dan pengetahuan bahkan jantung tidak berfungsi

dengan baik.

2. Gagal jantung kanan

Menyebabkan peningkatan vena sistemik, dengan gejala : Oedem

perifer, peningkatan BB, distensi vena jugularis, hepatomegali, asites,

6
pitting edema, anoreksia, mual, secara luas peningkatan CPO dapat

menyebabkan perfusi oksigen kejaringan rendah, sehingga

menimbulkan gejala pusing, kelelahan, tidak toleran terhadap aktivitas

dan panas, ekstrimitas dingin, dan erfusi pada ginjal dapat

menyebabkan pelepasan renin serta sekresi aldosteron dan retensi

cairan dan natrium yang meningkatkan volume intravaskuler.

D. Patofisiologi

Gagal jantung diklasifikasi menjadi dua yaitu gagal jantung kanan

dan gagal jantung kiri. Pada gagal jantung kanan, ventrikel kanan tidak

dapat memompa darah ke dalam arteri pulmonalis, sehingga kurang darah

yang beroksigen oleh paru-paru dan meningkatkan tekanan di atrium

kanan dan sirkulasi vena sistemik. Hipertensi vena sistemik menyebabkan

edema pada ekstremitas. Pada gagal jantung sisi kiri, ventrikel kiri tidak

stabil untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik, sehingga terjadi

peningkatan tekanan di atrium kiri dan pembuluh darah paru. Paru-paru

menjadi sesak dengan darah, menyebabkan tekanan paru relevated dan

edema paru. Ketika kedua sisi jantung tergantung pada fungsi yang

memadai dari sisi lain, kegagalan satu ruang menyebabkan perubahan

timbal balik di ruang berlawanan. Misalnya, dalam peningkatan

kegagalan sisi kiri kemacetan vaskular paru akan menyebabkan tekanan

meningkat pada ventrikel kanan, sehingga benar hipertrofi ventrikel,

penurunan efisiensi miokard, dan akhirnya mengumpulkan darah dalam

sirkulasi vena sistemik (Syaifuddin, 2011).

7
E. Komplikasi

Menurut Wijaya & Putri (2013), komplikasi gagal jantung sebagai

berikut:

1) Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri

2) Syok kardiogenik : stadium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat

penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke

organ vital (jantung dan otak)

3) Episode trombolitik : Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan

gangguan sirkulasi dengan aktivitas trombus dapat menyumbat

pembuluh darah.

4) Efusi perikardial dan tamponade jantung : Masuknya cairan kekantung

perikardium, cairan dapat meregangkan perikardium sampai ukuran

maksimal. CPO menurun dan aliran balik vena kejantung menuju

tomponade jantung.

F. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Wijaya & Putri (2013), pemeriksaan penunjang gagal jantung

sebagai berikut:

1. EKG; mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan


aksis, iskemia dan kerusakan pola.mengetahui adanya sinus takikardi,
iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit
katub jantung.
2. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.

8
3. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan
gerakan jantung.
4. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis
katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
5. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau
penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
6. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF
memperburuk PPOM.
7. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
G. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah :


1. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi
oksigen dengan pembatasan aktivitas.
2. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
3. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
4. Membuang penumpukan air tubuh yang berlebihan dengan cara
memberikan terapi antidiuretik, diit dan istirahat.
5. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
a) Terapi Medis
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas,
2) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung untuk mengatasi keadaan
yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema, dan aritmia dan
digitalisasi.
3) Dosis digitalis : Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4-
6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
4) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
5) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.

9
6) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
7) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
8) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat: Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan, Cedilamid 0,4 -
0,8 IV perlahan-lahan.
b) Terapi Farmakologis
Glikosida jantung. Digitalis, meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Efek yang dihasilkan :
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena dan volume darah dan
peningkatan diuresisidan mengurangi edema.
1) Terapi diuretik. Diberikan untuk memacu eksresi natrium dan air
mlalui ginjal. Penggunaan harus hati – hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia.
2) Terapi vasodilator. Obat-obat fasoaktif digunakan untuk mengurangi
impadansi tekanan terhadap penyemburan darah oleh ventrikel. Obat
ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan peningkatan kapasitas
vena sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dapat diturunkan.
3) Diet
Pembatasan Natrium untuk mencegah, mengontrol, atau
menghilangkan edema.
c) Terapi Lain
1) Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain:
lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium
diinduksi alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2) Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3) Posisi setengah duduk.
4) Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5) Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan
untuk mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada
hipertensi dan gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada

10
gagal jantung ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan
1 liter pada gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6) Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas,
tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur.
Latihan jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban
70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau
sedang.
7) Hentikan rokok dan alkohol
8) Revaskularisasi koroner
9) Transplantasi jantung
10) Kardoimioplasti

H. Pathways

Disfungsi Beban systole Beban


miokard (AMI) Tekanan
Berlebih

Hambatan
Pengosongan
Kontraktilitas
Ventrikel

Beban jantung COP

Gagal Jantung

11
Metabolisme Sinkop Tekanan vena
anaerob
pulmonalis

Hepar

Hepatomegali
Asidosis Tekanan vena
pulmonalis
Metabolik

Edema Paru Nyeri


Fatique Penurunan
Curah
Jantung
Ronkhi basah
Intoleransi
aktifitas
Penumpukan
sekret

Ketidakefe
ktivan
bersihan
jalan nafas

12
I. Data Fokus Intervensi

1) Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas

Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran

nafas untuk mempertahankan bersihan jalan nafas (Herdman, 2014).

a) Batasan Karakteristik :

1. Tidak ada batuk

2. Suara nafas tambahan

3. Perubahan irama nafas

4. Sianosis

5. Dispnea

6. Sputum dalam jumlah yang berlebih

7. Batuk yang tidak efektif

8. Gelisah

b) Faktor yang berhubungan :

1. Lingkungan

a) Perokok pasif

b) Mengisap asap

c) Merokok

2. Obstruksi jalan nafas

a) Spasme jalan nafas

b) Mukus dalam jumlah berlebih

c) Sekresi yang tertahan atau sisa sekresi

c) Fisiologis :

1. Jalan nafas alergik

13
2. Penyakit paru obstruksi kronis

3. Infeksi

4. Disfungsi neuromuscular

d) Nursing Outcomes Classification (NOC) :

Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24 jam, diharapakan pola

nafas menjadi efektif, dengan kriteria hasil:

1. Sianosis, gelisah, dan keletihan tidak ada (mampu mengeluarkan

sputum, mampu bernafas dengan mudah),

2. Dispneu saat istirahat dan aktivitas tidak ada,

3. Status neurologis dalam rentang yang di harapkan.

e) Nursing Internation Classification(NIC) :

Setelah dilakukan tindakan keperwatan selama 3x24 jam, diharapakan pola

nafas menjadi efektif, dengan kriteria hasil:

1. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning

2. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suktion

nasotrakeal

3. Gunakan alat setril setiap melakukan tindakan

4. Anjurkan pasien untuk istirahat

5. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan

brakikardi, peningkatan saturasi O2, dll

6. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

7. Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau section

8. Auskultasi suara nafas catat adanya suara nafas tambahan

9. Monitor respirasi dan status O2.

14
2) Penurunan Curah Jantung

Menurut Herdman (2014) penurunan curah jantung didefinisikan sebagai

suatu keadaan dimana pompa darah oleh jantung yang tidak adekuat untuk

mencapai kebutuhan metabolisme tubuh.

A. Batasan Karakteristik :

a. Perubahan frekuensi/irama jantung

1. Aritmia

2. Brakikardia

3. Perubahan EKG

4. Palpitasi

5. Takikardia

b. Perubahan Preload

1. Edema

2. Penurunan tekanan vena sentra (centra venous pressure/CVP)

3. Penurunan tekana baji arteri paru (pulmonary artery wedge

pressure/PAWP)

4. Keletihan

5. Peningkatan CVP

6. Peningkatan PAWP

7. Distensi vena jungularis

8. Mur-mur

9. Kenaikan berat badan

c. Perubahan Afterload

1. Kulit lembab

15
2. Dispnea

3. Penurunan nadi perifer

4. Penurunan resistansi vaskuler paru ( pulmonari vascular

resistance/PVR)

5. Penurunan resistansi vaskuler sistemik (systemic vaskular

resistance/SVR)

6. Peningkatan PVR

7. Peningkatan SVR

8. Oliguria

9. Pengisian ulang kapiler memanjang

10. Perubahan warna kulit

11. Variasi pada pembacaan tekanan darah.

d. Perubahan Kontraktilitas

1. Crockle

2. Batuk

3. Penurunan left ventricular stroke work indek (LVSWI)

4. Penurunan stroke volume indek ( SVI )

5. Penurunan indeks jantung

6. Ortopnea

7. Dispnea paroksimal noktural

8. Bunyi S3

9. Bunyi S4

e. Perilaku/Emosional

1. Ansietas

16
2. Gelisah

B. Faktor yang berhubungan :

1. Perubahan frekuensi/irama jantung

2. Perubahan Irama

3. Perubahan Volume Sekuncup

4. Perubahan afterload

5. Perubahan kontraktilitas

6. Perubahan preload

C. Nursing outcomes classification (NOC):

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

curah jantung pasien normal, dengan kriteria hasil :

1. Tekanan darah sitolik dan diastolik dalam rata-rata dalam rentang yang

diharapkan

2. Melakukan aktivitas tanpa dispneu dan nyeri

D. Nursing Intervention classivication ( NIC )

Cardiac care

1. Monitor gejala gagal jantung CO menurun termasuk nadi perifer yang

kualitasnya menurun, kulit dingin dan ekstremitas, RR, dispneu, HR

yang tinggi, distensi vena jungularis,penurunan kesadaran dan adanya

edema.

2. Auskultasi bunyi jantung, cacat frekuensi dan ritme

3. Observasi bingung,pusing dan kurang tidur

4. Observasi adanya nyeri dada

5. Jika ada nyeri dada,baringkan klien

17
6. Monitor intake dan output per 24 jam

7. Catat hasil EKG dan X-RAY

8. Posisikan klien dalam posisi semi fowler

3) Nyeri kronis berhubungan dengan agen injuri biologis

Pengalaman sensorik atau emosional yang tidak menyenangkan dan

muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan

dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Menurut international association for the study of pain adalah awitan yang

tiba-tiba atau lambat dengan intensitas dari ringan hingga berat, terjadi secara

konstan atau berulang tanpa akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan

berlangsung >6 bulan (Herdman, 2014).

1. Nursing outcomes classification (NOC):

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

curah jantung pasien normal, dengan kriteria hasil :

1) Melaporkan bahwa nyeri berkurang atau hilang

2) Pasien tampak lebih rileks

3) Melaporkan rasa nyaman setelah nyeri hilang

2. Nursing international classification (NIC)

i. Pain management:

a) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor

presipitasi.

b) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien.

18
c) Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan dan kebisingan.

d) Kurangi faktor presipitasi nyeri

e) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

f) Tingkatkan istirahat

g) Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non

farmakologi, dan inter personal)

h) Kolaborasikan dengan dokter tentang pemberian terapi

yang sesuai

ii. Analgetik administration

Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat.Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian

analgesik dan berikan analgesik tepat waktu.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum

Keadaan yang tidak cukup mempunyai energi fisiologi atau psikologi

untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang

diinginkan (Herdman, 2014).

I. Nursing outcomes classification (NOC):

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

curah jantung pasien normal, dengan kriteria hasil :

1) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

2) Tanda vital normal

3) Level kelemahan

4) Status respirasi : pertukaran gas dan ventilasi adekuat

19
II. Nursing international classification (NIC)

i. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang

mampu dilakukan

ii. Bantu pasien untuk mengembangakn motivasi

diri dan penguatan

iii. Monitor respon fisik, emosi. Dan spiritual

iv. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi untuk

merencakan program yang tepat

v. Mengubah posisi pasien setiap 2 jam

vi. Bantu pasien untuk membuat jadwal aktivitas di waktu luang

vii. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas

viii. Batasi aktivitas yang berlebih

ix. Pantau dan dokumentasikan pola tidur dan lamanya waktu tidur

pasien

x. Monitor pola tidur dan lamanya tidur istirahat klien

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal jantung (Congestive Heart Failure/CHF) merupakan

penyakit degeneratif yang cukup banyak ditemukan dari segala jenis

usia mulai dari masa neonatus, bayi, anak-anak sampai dewasa lansia.

Yang dari seluruhnya disebabkan karena faktor pola hidup yang tidak

sehat cenderung menkonsumsi makanan yang berakibat memberatkan

kerja jantung. Komplikasi yang dialami para pasien juga berakibat

fatal yang dapat menyebabkan angka morbidibitas dan mortalitas

meningkat, maka diperlukan adanya terapi diet khusus bagi penderita

CHF.

B. Saran

Diharapkan di masa yang akan datang dapat lebih dikembangkan

lagi seiring teknologi untuk penyembuhan pasien dan mengurangi

terjadinya komplikasi. Terlepas dari ketidaksempurnaan seorang

manusia, saya mengharapkan dimasa yang akan datang pembahasan

tentang penyakit ini akan lebih sempurna.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdurachman N. 2017. Gagal Jantung dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Balai


penerbit FKUI. Jakarta. Hal 193 – 204

Kabo P, Karim S. 2016. Gagal Jantung Kongestif. Dalam : EKG dan


penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter umum.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 187 – 205

Mappahya, A.A. 2014. Dari Hipertensi Ke Gagal Jantung. Pendidikan


Profesional Berkelanjutan Seri II. FKUH. Makassar. 2004.

Oesman I.N, 2009. Gagal Jantung. Dalam: Buku ajar kardiologi anak. Binarupa
Aksara. Jakarta. Hal 425 – 441

Ontoseno T. 2009. Gagal Jantung Kongestif dan Penatalaksanaannya pada Anak.


Simposium nasional perinatologi dan pediatric gawat darurat. IDAI
Kal-Sel. Banjarmasin. Hal 89 – 103

Price, Sylvia A 2014. Gangguan Fungsi Mekanis Jantung dan Bantuan Sirkulasi.
Dalam : Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. EGC.
Jakarta. 582 – 593

Sibuea Herdin W, Marulam Panggabean, et al. 2015. Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta : Rineka Cipta.
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK
Padjajaran Bandung, September 2016
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3,
Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2012
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku
2, Edisi 4, Tahun 2015
Jayanti, N. 2010. Gagal Jantung Kongestif. Dimuat
dalam http://rentalhikari.wordpress.com/2010/03/22/lp-gagal-
jantung-kongestif/
Santosa, Budi. 2017. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medik

22

Anda mungkin juga menyukai