Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerjasama Indonesia Cina Bidang Ekonomi
Pada Sektor Pertanian”. Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas yang diberikan dalam mata
kuliah Hubungan Internasioanl. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak
terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak oleh karena itu, penulis menyampaikan
ucapan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu hingga terseelesaikannya makalah
ini.
Dalam kesempurnaan makalah ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi
pihak yang membutuhkan.
Penulis

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi seperti sekarang ini persaingan di dunia akan semakin ketat. Persaingan dari segi
ekonomi ideologi dan keamanan makin gencar terjadi. Ukuran pertumbuhan/ perkembangan suatu
negara akan berbeda dengan negara lain. Faktor yang sangat mempengaruhi adalah ketersediaan
sumber daya manusia dan sumber daya alam. Untuk sumber daya alam merupakan sebuah kekayaan
yang sudah ada, sedangkan untuk sumberdaya manusia perlu untuk membangun atau melakukan
pembentukan untuk masing-masing negara yang berbeda.
Cina merupakan negara yang berada di Asia timur dan berbatasan dengan negara negara seperti
Jepang, India, Pakistasn, Uzbekistan. Dengan julukan negara yang memiliki kepadatan penduduk
tertinggi di dunia, dan wilayahnya yang sangat luas. Kegiatan penduduknya yang terpusat pada
perdagangan, industri, dan berbagai pelayanan jasa, dikenal sebagai masyarakat yang gigih, ulet dan
pantanag menyerah. Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Cina yang terus mengalami
perkembangan ke arah yang lebih baik membuat negara ini menjadi salah satu tolak ukur ekonomi
dunia.
Selanjutnya tentang Indonesia, negara yang memiliki posisi strategis dan kekayaan alam yang
melimpah serta sejarahnya yang panjang. Bagian dari negara berkembang di kawasan ASEAN.
Dengan jumlah penduduk yang besar dan bisa dikatakan rendah dalam sisi SDM. Kekayaan alam
yang melimpah tidak semerta-merta bisa menjadikan Indonesia sebagai negara Maju, karena dalam
sistem pengelolaannya masih lemah. Dalam artian bahwa Indonesia sampai saat ini baru bisa
melakukan penggalian/eksploitasi tambang tanpa mengolahnya menjadi barang jadi.
Melihat gambaran umum antara Cina dan Indonesia, dalam melakukan kegiatan ekonomi pada suatu
negara dua unsur yakni SDA dan SDM sangat diperlukan. Ada negara dengan SDA yang melimpah
tetapi tidak bisa mengolahnya karena tingkat SDM yang rendah, dan ada yang sebaliknya
2
negara dengan tingkat SDM tetapi tidak memiliki SDA yang melimpah. Hubungan kerjasama
antarnegara antara yang membutuhkan SDM dan yang membutuhkan SDA telah lama terjalin.
Fenomena diatas identik SDM tinggi berada pada negara maju sedangkan SDA yang melimpah
berada di negara berkembang. Tidak ada negara yang mampu memenuhi kebutuhan negaranya tanpa
ada bantuan dari negara lain. Seperti yang telah diketahui, tiap negara mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-masing.
Timbul adanya rasa saling membutuhkan antara keduanya, oleh sebab itu rasa saling membutuhkan
tersebut dapat dijangkau dengan adanya hubungan/kerjasama bilateral/multirateral negara-negara.
Kita ambil contoh hubungan kerjasama yang dilakukan antara Cina dan Indonesia. Bntuk-bentuk
kerjasama yang dilakukan baik dari segi ekonomi, sosial dan budaya serta keamanan menjadi isu
penting. Dari sisi ekonomi hubungan Indonesia Cina adalah saling ketergantungan, Cina
membutuhkan bahan mentah sebagai alat produksi yang tentunya didapat dari ekspor yang dilakukan
Indonesia. Sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar dan kebutuhan penduduknya
yang besar pula belum bisa memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Kerjasama Indonesia dan China dalam memenuhi kebutuhan negara salah satunya berupa kerjasama
di bidang pertanian. Kerjasama yang termasuk dalam bidang pertanian antara lain: perkebunan,
perikanan, kehutanan, tanaman pangan, dan hortikultura. Dalam bidang pertanian, antara Indonesia
dan China telah terbrntuk forum kerjasama bilateral di bidang pertanian yang diharpkan mampu
menjembatani kebutuhan kedua negara seperti dalam hal pertukaran teknologi, kerjasama dalam
pengembangan riset dan penelitian bidang pertanian ataupun kepentingan pengembangan agrobisnis
seperti peningkatan ekspor-impor produk-produk pertanian kedua negara. Oleh sebab itu dilakukan
impor barang jadi dari Cina, dengan harga yang rendah sesuai dengan kemampuan penduduk
Indonesia umumnya. Kerjasama ekonomi yang dilakukan juga mencakup pada bidang pertanian.
Dari fenomena diatas kami tertarik membahas tentang hubungan kerjasama ekonomi antara
Indonesia dan Cina. Kerjasama ekonomi merupakan suatu isu
3
yang paling banyak dibicarakan, dan umumnya kerjasama dilakukan berawal dari sisi ekonomi untuk
kemudian berlanjut pada bidang-bidang yang lain. Dengan mengambil judul “

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kerjasama bilateral Indonesia dengan Cina di bidang ekonomi dan perdagangan pada
sektor pertanian?

2. Apa dampak dari kerjasama Indonesia dengan China (Tiongkok) di bidang ekonomi pada sektor
pertanian

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui sejauh mana kerjasama kedua negara di bidang ekonomi dan perdagangan pada
sektor pertanian

2. Agar kita mengetahui dampak yang ditimbulkan dari kerjasama antara Indonesia dan Cina
Bab II

Pembahasan

1. Sejarah hubungan internasional antara Indonesia dengan rrc

Hari Senin 13 april 1952, 65 tahun silam Republik Indonesia (RI) dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT)
resmi menjalin hubungan diplomatik.

Hubungan yang dijalin Indonesia dengan Tiongkok merupakan komitmen nyata kebijakan luar negeri
Indonesia yang bebas dan aktif, dalam konstelasi perang dingin kala itu.

Era Soekarno menjadi tonggak penting hubungan persahabatan Indonesia-Tiongkok. Liu Hong, dalam
China and the Shaping of Indonesia, 1949-1965, mengungkap pada masa itu Tiongkok bagaikan
mercusuar, penunjuk ke arah mana dan bagaimana Indonesia harus dibangun.

Model pembangunan ala Tiongkok diperbincangkan para cendekiawan. Kisah-kisah mengenai Tiongkok
dimuat dalam surat-surat kabar, dan bahkan karya-karya sastra, sehingga menyentuh luas di
masyarakat.

Tidak berlebihan apabila masa itu dijuluki sebagai masa bulan madu hubungan Indonesia-Tiongkok.
Interaksi dan pertukaran bukan hanya terjadi di tingkat elite, melainkan juga di akar rumput.

Hubungan kedua negara terus menunjukkan perkembangan positif, dengan kehadiran Perdana Menteri
Tiongkok Zhou En Lai pada Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 18-25 April 1955.

Dalam KAA Bandung "Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai" yang dikemukakan Tiongkok dan
disponsori bersama Pemerintah India dan Myanmar, mendapat dukungan dari para peserta.

Indonesia dan Tiongkok pun sepakat untuk mempererat hubungan yang telah berjalan baik kala itu,
ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian persahabatan serta persetujuan kerja sama kebudayaan
pada 1 April 1961.
Dalam konteks hubungan luar negeri yang lebih luas, Indonesia amat penting bagi Tiongkok yang saat itu
bukan anggota dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tiongkok, bagi Indonesia, juga tak kalah penting,
apalagi setelah Indonesia memutuskan untuk keluar dari PBB pada awal 1965.

Keduanya menjalin suatu kemitraan dalam membangun solidaritas di antara negara-negara New
Emerging Forces (NEFO).

Pola interaksi saling menguntungkan ini terus berulang dalam evolusi hubungan bilateral keduanya.

Namun, pada 30 Oktober 1967 kedua negara membekukan hubungan.

Berawal dari Tokyo

Lalu 22 tahun kemudian, tepatnya pada 24 Februari 1989, ketika Presiden Soeharto bertemu Menteri
Luar Negeri Tiongkok saat itu Qian Qichen, dalam upacara pemakaman Kaisar Hirohito di Tokyo,
dibahaslah kemungkinan normalisasi hubungan kedua negara yang tengah membeku.

Pembahasan dilanjutkan dalam pertemuan Menlu Ali Alatas dan Qian Qichen pada 4 Oktober 1989 di
Tokyo. Hasilnya, pada 3 Juli 1990 kedua menlu menandatangani Komunike Bersama "The Resumption of
The Diplomatic between The Two Countries" di Beijing, diikuti kunjungan Perdana Menteri Li Peng ke
Indonesia sekaligus menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman Pemulihan Hubungan
Diplomatik kedua negara pada 8 Agustus 1990.

Pada era Soeharto, normalisasi hubungan Indonesia-Tiongkok pada awal 1990-an amat bernilai bagi
Tiongkok, yang saat itu tengah dikecam Barat setelah peristiwa Tiananmen.

Presiden Soeharto pun melakukan kunjungan balasan pada 14-18 November 1990, dan menyaksikan
penandatanganan pembentukan Komisi Bersama Bidang Ekonomi, Perdagangan, dan Kerja Sama Teknik.
Normalisasi hubungan tersebut kemudian secara bertahap membuka hubungan ASEAN dan Tiongkok,
hingga akhirnya pada 1996 Tiongkok menjadi mitra dialog penuh ASEAN.

Bagi Indonesia, dalam sektor ekonomi, hubungan dengan Tiongkok menjadi sangat penting, terutama
setelah negara ini dihantam badai krisis finansial Asia pada 1997.

Di lain pihak, era tersebut menjadi saksi perekonomian Tiongkok, pasca reformasi ekonomi yang
dilakukan oleh Deng Xiaoping pada 1978, hingga tinggal landas dengan pertumbuhan ekonomi dua digit
tiap tahun.

Interaksi positif antara kedua negara pun dilanjutkan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Di masanya, Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional, beragam atribut dan simbol berbau Tiongkok
mulai bermunculan di Nusantara.

Gus Dur yang menetapkan Tiongkok sebagai negara tujuan pertama lawatannya ke luar negeri setelah
dilantik sebagai orang nomor Indonesia, bahkan mengusulkan pembentukan poros Jakarta-Beijing-New
Delhi.

Kunjungan Presiden Wahid ke RRT tersebut menandai babak baru peningkatan hubungan antara kedua
negara, ditandai kesediaan Tiongkok memberi bantuan keuangan serta fasilitas kredit termasuk kerja
sama keuangan, pariwisata, dan imbal beli atau counter trade di bidang energi, yaitu menukar LNG
dengan produk-produk Tiongkok.

Selanjutnya, dalam wacana publik, ikon kedekatan hubungan Indonesia-Tiongkok terpelihara melalui
"diplomasi dansa" Megawati.

Di era kepemimpinan Megawati kedua sepakat membentuk forum energi yang merupakan payung
investasi Tiongkok di Indonesia di bidang energi.
Mitra strategis

Beberapa capaian yang sudah dirintis tersebut kemudian dikelola lebih baik oleh Susilo Bambang
Yudhoyono, dalam dua periode kepemimpinannya.

Dalam periode itu, dua perjanjian penting, monumen kedekatan hubungan Indonesia-Tiongkok
ditandatangani yaitu Kemitraan Strategis pada 25 April 2005, yang kemudian ditingkatkan menjadi
Kemitraan Strategis Komprehensif pada Oktober 2013.

Sejak itu hubungan politik, pertahanan, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya kedua negara terus
meningkat.

Makin eratnya hubungan Indonesia-Tiongkok juga ditunjukkan kedua pihak pada forum internasional,
semisal dalam penetapan Declaration of Conduct of Parties in The South China Sea (DoC) pada 2002,
termasuk dalam "Guidelines for The Implementation of DoC" pada 2011.

Indonesia dan Tiongkok juga sepakat menandatangani protokol Southeast Asian Nuclear Weapon Free
Zone (SEANWFZ) pada 2011. Keduanya juga sepakat untuk menjadikan ASEAN sebagai the main driving
force dalam pembentukan forum Pertemuan Tingkat Tinggi Asia Timur.

Tiongkok senantiasa menghargai dan mendukung setiap keputusan yang diambil ASEAN.

Hubungan antara Indonesia dan Tiongkok adalah yang paling dinamis di Asia Pasifik, katanya. Selain
menyepakati delapan nota kerja sama, pada kunjungan Presiden Jokowi pada Maret silam, Indonesia
dan Tiongkok terus menyinergikan ide Poros Maritim Dunia milik Indonesia dengan Jalur Sutra Maritim
milik Tiongkok.
Hubungan antarwarga

Kokohnya hubungan sebuah negara dengan lainnya, tidak melulu didominasi interaksi pejabat resmi
yang cenderung elitis. Meksi kebijakan luar negeri utamanya tetap menjadi domain para birokrat, publik
termasuk pemegang saham utama yang dapat mempengaruhi secara signifikan, baik pembuatan
maupun pelaksanaan kebijakan luar negeri.

Maka interaksi antarwarga kedua bangsa akan sangat menentukan dinamika hubungan Indonesia-
Tiongkok. Amat penting mendorong warga kedua bangsa untuk dapat lebih saling memahami, setelah
hubungan kedua negara sempat membeku selama dua dekade lebih.

Ia bersama tujuh saudaranya, sang ibu dan kakek, menumpang kapal yang dikirim Tiongkok untuk
membawa para warga keturunan karena situasi politik yang kurang bersahabat di Indonesia, kembali ke
tanah leluhurnya di Negeri Panda.

Karena rasa cintanya kepada Indonesia, Huang Hui Lan membuat sanggar tari tradisional Indonesia di
Guangzhou.

Kecintaan kepada Indonesia juga kuat melekat di hati Kenny Lai, warga keturunan Tionghoa yang juga
terpaksa meninggalkan Jakarta pada 1966.

Kini, lanjut Kenny, meski hubungan kedua negara terus mengalami peningkatan positif, tetap harus
didukung hubungan antarmasyarakat kedua bangsa yang lebih baik.

Ketua China Overseas Harbin Chi Guo Qiang mengatakan masih banyak warga Tiongkok, khususnya
Harbin, yang belum mengenal Indonesia.
Hubungan antara Indonesia dan China yang sebelumnya sempat kurang baik dan tidak terlaru
dekat pada era rezim orde lama kini berangsur membaik dan bahkan sekarang menjadi mitra dagang
yang cukup strategis, salah satu perwujudan dari hubungan mitra dagang yang baik antara China dan
juga Indonesia adalah dengan adanya CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) yang dimana CAFTA ini
sebenarnya dimulai ketika era Megawati namun itu hanya pondasi awal, dan implementasi yang nyata
dari perjanjian CAFTA itu dimulai pada 1 januari 2010. Pada awal dimulainya CAFTA ini, Indonesia sudah
diresahkan dengan membanjirnya produk-produk China di pasaran lokal, yang membuat pengusaha
dalam negeri kita kewalahan dan bahkan ada yang gulung tikar, dan ini merupakan hal yang sangat
harus diperhatikan oleh pemerintah, yang dimana pemerintah harus bisa melindungi masyarakatnya
dari serbuah produk-produk asing. Oleh karena itu perlu pemerintah harus mengkaji benar manfaat dan
juga kerugian yang di dapat dari CAFTA ini, karena kalau tidak secepatnya diantisipasi bukan tidak
mungkin pasar lokal akan diisi penuh oleh produk China dan pengusaha lokal hanya bisa tertunduk lesu
dan melihat toko-tokonya tutup gulung tikar.

2. HUBUNGAN BILATERAL INDONESIA – REPUBLIK RAKYAT CHINA

Bidang Politik

1. Dalam pembicaraan antara Presiden RI, Abdurrahman Wahid dengan President RRC, Jiang Zemin, di
sela-sela kunjungan kenegaraan ke RRC pada bulan Desember 1999, telah disepakati mengenai perlunya
peningkatan pertukaran kunjungan antar pejabat tinggi pemerintah, anggota Parlemen, masyarakat
bisnis, partai politik dan tokoh masyarakat. Tujuan kunjungan ini dalam upaya meningkatkanpeople to
people contact. Kunjungan Presiden Wahid tersebut menghasilkan Komunike Bersama Indonesia –
China.

2. Dalam rangka memperingati hubungan RI-RRC ke 50, Menlu RI, Dr. Alwi Shihab telah berkunjung ke
China, 7- 11 Mei 2000. Dalam kunjungan tersebut telah ditandatangani dua dokumen penting yakni
MOU tentang pembentukan Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral (Establishment of the Joint
Commission for Bilateral Cooperation) dan Dokumen kerangka Kerjasama Bilateral yang berorientasi ke
Abad 21 (Joint Statement on the Future Directions of Bilateral Cooperation). Kunjungan ini dapat
diartikan sebagai upaya untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah diambil pada waktu kunjungan
Presiden Abdurrahman Wahid, Desember 1999. Komisi Bersama untuk Kerjasama Bilateral dimaksud
merupakan nomenklatur baru pada tingkat Menlu dan disepakati untuk digunakan sebagai payung bagi
berbagai mekanisme bilateral lainnya yang bersifat sektoral.

3. Mekanisme hubungan dan kerjasama di bidang politik terjalin dalam bentuk Konsultasi Bilateral
Tingkat Pejabat Tinggi (SOM) sebagai hasil kesepakatan antar kedua Menlu pada 1990 dan dilaksanakan
secara reguler bergantian. Pada Pertemuan ke-5 di Jakarta, April 1999 disepakati pembentukan
mekanisme: Dialog keamanan; Forum Konsultasi Kekonsuleran dan Keimigrasian ; serta Pertukaran
kunjungan antar pejabat Kemlu kedua negara guna menunjang peningkatan dan pengembangan
hubungan bilateral. Terakhir, pada bulan April 2004, kedua Menlu telah melakukan pertemuan pertama
Komisi Bersama di Beijing.

4. Pada kesempatan kunjungan Wakil Presiden RRC saat itu, Hu Jintao ke Indonesia, 22-25 Juli 2000 telah
ditandatangani Treaty on Mutual Legal Assistance in Criminal Matters, masing-masing oleh Dubes RRC di
Jakarta dan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Departemen Kehakiman RI.

5. Pemerintah RRC senantiasa mendukung segala upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia
dalam membangun dan menjaga keutuhan dan integritas wilayah RI.

6. Kunjungan yang dilakukan oleh PM RRC, Zhu Rongji ke Indonesia pada 7–11 November 2001 dan
kunjungan Presiden Megawati ke Beijing, Maret 2002 lebih mengokohkan lagi hubungan dan kerjasama
Indonesia– China di semua sektor. Pada tahun 2001-2003 kontak-kontak antar pejabat tinggi terus
berjalan dengan semakin intens dan produktif.

7. Hubungan Indonesia – China juga terjalin pada tingkat regional seperti dialog ASEAN, ARF, ASEAN-
CHINA Joint Coordinating Commitee (JCC) mengenai kerjasama ekonomi dan perdagangan, KTT informal
ASEAN + 1 (China) dan ASEAN + 3 (China, Jepang dan Korea Selatan ).

8. Hubungan baik RI-RRC juga terlihat dari saling memberikan dukungan dalam pencalonan untuk
menduduki jabatan di Organisasi Internasional. Pemerintah Indonesia juga selalu berpegang teguh pada
Kebijakan Satu China (One China Policy).

Bidang Ekonomi
1. Hubungan bilateral RI-RRC dalam bidang ekonomi, perdagangan dan kerjasama teknik secara umum
semakin meningkat, terlihat dari tingginya volume perdagangan timbal balik dan berbagai pertemuan
yang dilakukan oleh pejabat terkait pemerintah maupun swasta kedua negara.

2. Tercatat kunjungan pada tingkat Kepala Pemerintahan dilakukan oleh PM Zhu Rongji ke Indonesia, 7-9
Nopember 2001 dan menghasilkan penandatanganan 5 persetujuan yaitu MoU Kerjasama Pertanian,
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), Persetujuan Kebudayaan, Persetujuan mengenai
Pengaturan Kunjungan Wisatawan RI – RRC, dan Persetujuan Pemberian Hibah sebesar 40 juta Yuan.
Presiden RI, Megawati Soekarnoputri pada bulan Maret 2002 telah melakukan kunjungan balasan ke
RRC dan menandatangani Exchange of Notes mengenai pembukaan Konsulat Jenderal RI di RRC dan
Konsulat Jenderal RRC di Indonesia, Nota Kesepahaman mengenai bantuan hibah yang berkenaan
dengan kerjasama ekonomi dan teknik, MoU pembentukan Indonesia-China Energy Forum mengenai
kerjasama di sektor energi dan MoU Kerjasama Ekonomi dan Teknik dalam Proyek Jembatan, Jalan Tol
serta proyek infrastuktur lainnya.

3. Sementara pada tingkat pejabat tinggi, Menlu RRC, Tang Jiaxuan juga telah mengadakan kunjungan ke
Indonesia pada Mei 2002 dan pertemuan antara Menlu RI dengan Menlu RRC yang baru, Li Zhaoxing
telah berlangsung di sela-sela ACD, di Chiang Mai, Juni 2003. Menlu RI, Dr. N. Hassan Wirajuda juga telah
mengadakan kunjungan ke RRC pada bulan April 2004 dalam rangka Komisi Bersama tingkat Menlu.

4. Komoditi ekspor utama Indonesia ke China mencakup 131 jenis, 5 komoditi utama adalah minyak
bumi, kayu lapis, besi baja batangan, kertas dan kertas karton, serta pupuk buatan. Sedangkan komoditi
impor Indonesia dari China mencakup 262 jenis dengan 5 komoditi utama berupa kapas, jagung, biji-biji
buah yang mengandung lemak, mesin produksi kulit dan tekstil, dan minyak mentah.

5. Neraca perdagangan antara China dan Indonesia selama ini selalu surplus bagi Indonesia, baik untuk
mata dagangan migas maupun non-migas, dimana pada tahun 2002 mencapai US$ 1,07 milyar. Surplus
Indonesia pada bulan Januari-November 2003 mencapai nilai US$ 1,29 milyar. Surplus perdaganan non-
migas bagi Indonesia mencapai nilai US$ 2.050,34 juta. Hal ini menandakan bahwa produk non-migas
Indonesia yang masuk pasar China tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan produk non-migas China
yang masuk pasar Indonesia.
6. Dari sudut pandang perdagangan luar negeri China, saat ini Indonesia merupakan negara tujuan
ekspor urutan ke-17 dengan nilai US$ 3,59 milyar atau 1,01% dari total ekspor China yang mencapai nilai
US$ 390,41 milyar, dan negara asal impor urutan ke 16 dengan nilai US$ 5,24 milyar atau 1,41% dari
total impor China yang mencapai nilai US$ 370,76 milyar.

7. Dalam hubungan investasi langsung timbal balik RI-RRC, berdasarkan sumber RRC terlihat investasi
Indonesia dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 nilai aktual
investasi Indonesia di RRC sebesar US$ 146,94 juta dengan 60 proyek, tahun 2001 nilai aktual investasi
meningkat menjadi US$ 159,64 juta dengan 82 proyek dan pada tahun 2002 nilai aktual investasi
mencapai US$ 14,12 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 94 buah.

8. Menurut data BKPM, investasi RRC di Indonesia di luar sektor Migas, Perbankan, Lembaga Non Bank,
Asuransi dan Sewa Guna Usaha dalam tiga tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000,
investasi RRC senilai US$ 153.9 juta dengan 43 proyek, pada tahun 2001, investasi RRC mengalami
peningkatan secara drastis dengan nilai US$ 6,054 milyar dengan jumlah proyek sebanyak 34 buah.
Peningkatan arus investasi RRC di Indonesia ini merupakan wujud nyata dari kebijakan Pemerintah RRC
yang kin mendorong perusahaannya untuk melakukan investasi ke luar (going-out strategy/go to the
world). Namun dalam tahun berikutnya (2002), investasi RRC menurun, juga secara drastis menjadi SU$
58,8 juta dengan 41 buah pryek karena kekhawatiran masalah keamanan di Indonesia.

9. Dalam bidang migas, Pemerintah Indonesia telah mendapatkan tender proyek menyediaan LNG ke
Propinsi Fujian dengan nilai tender US$ 8,5 billion pada tahun 2002. Proyek ini akan mulai beroperasi
pada 2006 dan akan menyuplai gas ke RRC selama 25 tahun.

10. Dalam rangka Kerjasama Teknik Antar Negara Berkembang (KTNB) hingga 2003. Indonesia telah
menawarkan kepada China pelatihan bidang telekomunikasi, peran media dan televisi, perumahan dan
irigasi. Sebaliknya Pemerintah China juga menawarkan program pelatihan teknologi kepada pihak
Indonesia.

11. Di bidang pariwisata, kerjasama Indonesia-RRC semakin mengalami kemajuan pesat dengan
ditunjuknya Indonesia sebagai negara tujuan wisata RRC.

12. Kedua negara juga mengupayakan diadakannya hubungan “sister province” antara kota-kota lain di
Indonesia dengan kota-kota di RRC yang dinilai serupa karakteristiknya yang bertujuan untuk lebih
meningkatkan hubungan kedua negara khususnya pada propinsi/kota yang tergabung dalam kerjasama
dimaksud. Sehubungan dengan hal tesebut, para pejabat Pemerintah Daerah (PEMDA) ke dua negara
saling mengadakan kunjungan.

Bidang Sosial Budaya

1. Hubungan dan kerjasama di bidang sosial-budaya antara kedua negara dilandasi oleh Persetujuan
Kebudayaan yang ditandatangani 1 April 1961. Selama ini hubungan sosial budaya Indonesia – China
mencakup bidang kesenian, pendidikan, olah raga, dan kemanusiaan. Peningkatan hubungan kedua
negara di berbagai bidang selama beberapa tahun belakangan ini telah ditandai dengan naiknya jumlah
lalu lintas kunjungan warga negara RI dan RRC. Pertukaran misi-misi kesenian dan olah raga juga
terlaksana dengan baik. Pada tahun 1992 telah ditandatangani kerjasama “sister city” antara Jakarta –
Beijing dan kini tengah diupayakan hubungan “sister province” antara kota-kota lain di Indonesia
dengan kota-kota di RRC yang dinilai serupa karakteristiknya.

2. Kerjasama kebudayaan RI–RRC telah berkembang pesat terbukti dengan telah ditandatanganinya
perjanjian kerjasama di bidang kebudayaan pada 7 Nopember 2001 oleh Menteri Kebudayaan RRC
dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI di Jakarta yang menggantikan perjanjian kebudayaan
kedua negara yang dilakukan pada tahun 1960. Perjanjian ini lebih luas menyangkut bukan hanya
kebudayaan tetapi juga meliputi pemuda, olahraga, wartawan, atau media.

3. Misi kebudayaan Indonesia juga telah beberapa kali melakukan pertunjukan di berbagai kota di China
seperti : Beijing, Shanghai, Xiamen, Guangzhou, Guilin, dan Kunming, dan juga mendapat sambutan
hangat dari masyarakat setempat. Sebaliknya misi kebudayaan RRC juga beberapa kali berkunjung ke
Indonesia. Selain itu dalam rangka melakukan studi banding di bidang permuseuman DKI Jakarta ke
China. Untuk bidang olahraga, beberapa atlit Indonesia telah memperoleh pelatihan di China dan
melakukan perundingan di China.

4. Kerjasama pendidikan RI – RRC dilakukan antara lain melalui pemberian beasiswa bagi 2 orang
mahasiswa Indonesia oleh RRC dan sebaliknya, serta kerjasama penyelenggaraan ujian standarisasi
Bahasa Mandarin (HSK) di Indonesia dimana tenaga pembimbing atau pengajar disediakan oleh
pemerintah RRC. Pelajar atau mahasiswa Indonesia yang belajar di RRC sampai 2001 diperkirakan 2500
orang dari tersebar di berbagai kota di Beijing, Tianjin, Shanghai, Shenzen, Guangzhou, dan Xiamen.
Pemerintah China untuk tahun 2001 – 2002 telah menawarkan beasiswa untuk Indonesia sebanyak 2
orang. Selain itu, kerjasama pendidikan antara Deplu RI dengan Kemlu RRC juga telah diadakan. 3
diplomat Indonesia telah dikirim ke China Foreign Affairs University untuk pelatihan pengenalan bahasa
Mandarin dan budaya China. Sedangkan pihak RRC juga berencana untuk mengirimkan 2 diplomatnya ke
Indonesia untuk pelatihan dan pengenalan bahasa dan budaya Indonesia.

5. Kerjasama di bidang pariwisata antara RI – RRC diharapkan mengalami kemajuan pesat dengan
ditunjuknya Indonesia sebagai negara kunjungan wisata. Kunjungan wisata oleh wisatawan RRC ke
Indonesia segera dapat dilaksanakan dengan telah ditandatanganinya pengaturan pelaksanaan
kunjungan wisatawan luar negeri oleh wisatawan RRC ke Indonesia pada tanggal 9 Nopember 2001 di
Jakarta antara Menteri Pendidikan RRC dengan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata RI yang
pelaksanaannya dimulai 1 Maret 2002. RRC sangat menghartai Pemerintah RI yang tidak melarang
kedatangan wisatawan RRC ditengah-tengah merebaknya wabah SARS pada Mei 2003 lalu.

Bidang Pertahanan dan Keamanan

Hubungan militer bilateral secara lambat laun juga mengalami peningkatan meskipun masih terbatas
sifatnya. Beberapa kegiatan yang mengindikasikan peningkatan hubungan dan kerjasama di bidang
pertahanan dan keamanan antara lain adalah :

1. Kunjungan timbal balik antar pejabat militer baik dari China maupun pejabat militer dari Indonesia.
Kegiatan ini diawali kunjungan Jenderal Try Sutrisno, selaku Panglima ABRI ke RRC pada 1992,
sedangkan kunjungan balasan dari pejabat militer China dilaksanakan pada 1994 oleh Jenderal Liu Hua
Qing, Wakil Ketua Komisi Militer Sentral RRC, kemudian setelah itu kegiatan kunjungan timbal antar
pejabat tinggi militer menjadi semakin meningkat intensitasnya.

2. Disamping kunjungan pejabat, sejak 1998, negara RRC telah menjadi salah satu negara tujuan yang
dikunjungi dalam program WWLN perwira siswa Lemhannas dan Sesko TNI.

3. Pertukaran Perwira Siswa untuk mengikuti pendidikan yang diselenggarakan oleh masing-masing
institusi militer seperti pada 1999, untuk pertama kalinya PLA menerima perwira TNI dari Pusbasa
Dephan untuk melanjutkan pendidikan bahasa China. Kemudian PLA mengirim seorang perwira ke
Indonesia untuk mengikuti pendidikan di Seskoal, sedangkan TNI mengirimkan seorang perwira senior
untuk mengikuti pendidikan di NDU disamping pengiriman beberapa perwira TNI dan Polri untuk
menghadiri seminar dan simposium yang diselenggarakan PLA.
4. Pembelian beberapa peralatan militer oleh TNI AD.

5. Saling berpartisipasi aktif dalam kegiatan ASEAN Regional Forum ARF

Kerja sama
a. RI-RRC Sepakati Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Industri

Dalam rangka mengembangkan dan mendukung kegiatan investasi antar pengusaha Indonesia dan
China, pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Provinsi Shaanxi Republik Rakyat China (RRC)
menandatangani nota kesepakatan tentang kerjasama penelitian dan pengembangan industri.

Nota kesepakatan itu ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Departemen Perindustrian Agus Tjahajana
dan Sekjen Provinsi Shaanxi Mr. Qing Zheng di sela-sela penyelenggaraan Forum Kerjasama Industri
Republik Indonesia dan Republik Rakyat China di Gedung Departemen Perindustrian, Jakarta, 27
Nopember 2008. Turut menyaksikan acara penandatanganan nota kesepakatan tersebut antara lain
Menteri Perindustrian Fahmi Idris dan Gubernur Shaanxi RRC Mr.Yuan Chun-Qing serta Dubes RRC untuk
RI Mrs. Zhang Qi-Yue.

Penandatanganan nota kesepakatan tersebut merupakan bagian dari tindak lanjut Trade Agreement
antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Republik Rakyat China yang ditandatangani
tanggal 8 Agustus 1990 di Jakarta dan Deklarasi antara Presiden RI dengan Presiden RRC mengenai
Strategic Partnership yang ditandatangani tanggal 25 April 2005 di Jakarta. Di dalam kedua dokumen
kerjasama disebutkan bahwa pengembangan sektor industri dilakukan melalui kerjasama di bidang
investasi, manajemen serta penelitian dan pengembangan.

Ruang lingkup kerjasama yang disepakati adalah meningkatkan pemanfaatan dan pembangunan sumber
daya serta kerjasama penelitian dan pengembangan industri; meningkatkan promosi investasi dengan
menyediakan petunjuk bagi sektor industri Provinsi Shaanxi untuk memasuki pasar ASEAN dengan
memanfaatkan segi geografis dan produksi Indonesia; mengembangkan hubungan kemitraan bisnis di
sektor industri; mengembangkan kerjasama penelitian dan pengembangan sektor industri serta
pertukaran magang dan riset; mendorong pertukaran informasi kebijakan, peraturan dan hukum yang
berlaku; meningkatkan kerjasama industri, alih teknologi, dan isu-isu terkait dengan kerjasama ekonomi;
serta kerjasama lain yang disepakati kedua belah pihak di bidang penelitian dan pengembangan industri.

Usai penandatanganan nota kesepakatan itu Menperin Fahmi Idris mengatakan Shaanxi merupakan
salah satu provinsi terbesar di China. Dengan berbagai kemampuan yang dimiliki, Indonesia dapat
menjalin kerjasama yang saling menguntungkan dengan provinsi Shaanxi.

Provinsi Shaanxi, lanjut menperin, juga mengklaim sebagai salah satu produsen apel terbesar di dunia
yang juga memiliki industri hilir yang cukup maju seperti industri jus apel dan lain-lain. “Jadi, karena
perkembangan dan kemajuan provinsi inilah maka Depperin merasa perlu kerjasama terutama di bidang
investasi dan mereka memang sudah mempersiapkan juga untuk melakukan investasi di beberapa
bidang yang mereka tertarik untuk melakukannya. Saat ini Depperin menganggap strategis
pengembangan teknologi industri, karena itu hari ini kita menandatangani nota kesepakatannya dengan
provinsi Shaanxi.”

Melalui kerjasama itu, tambah Menperin, Indonesia akan menggunakan perkembangan dan kemajuan
serta kompetensi Provinsi Shaanxi untuk mendorong berbagai pertumbuhan di bidang industri di
Indonesia. Selain itu, pemerintah Indonesia juga terus mendorong para pengusaha Shaanxi untuk
melakukan investasi di Indonesia.

Menperin mengakui bahwa dalam pembicaraannya dengan Duta Besar RRC Zhang Qi-yue antara lain
disepakati bahwa kedua negara akan mengembangkan standardisasi industri dari kedua belah pihak.
Dengan kerjasama standardisasi industri tersebut maka Indonesia dan RRC dapat menyatakan bahwa
suatu produk itu layak diperdagangkan atau sebaliknya, berdasarkan standardisasi yang kita tetapkan
bersama.

Untuk sementara ini, kata Menperin, pemerintah Indonesia akan mendorong para pengusaha RRC untuk
mengembangkan investasinya di Indonesia. Karena, selama ini kebanyakan mereka itu masuk ke
Indonesia masih dalam bentuk trading atau dagang. “Karena itu, sekarang kita dorong agar mereka
melakukan kegiatan bisnis dalam bentuk investasi.”

Menurut Menperin, dalam Forum Kerjasama Industri Indonesia-RRC itu hadir sekitar 150 orang
pengusaha dari Provinsi Shaanxi.
Karena itu, lanjut Menperin lagi, investasi dari China sangat diharapkan. Karena dalam situasi krisis
dewasa ini saja China telah menjadi investor terbesar di bidang tresury atau bond di AS. Saat ini di AS
terdapat 10 negara dan badan keuangan (bank dan non bank) yang merupakan investor terbesar di AS,
tapi nomor satunya adalah China. Sampai dengan Oktober 2008 China melakukan investasi dengan total
nilai US$ 585 miliar, nomor dua Jepang sekitar US$ 560-an miliar.

b. Indonesia-China Jalin Kerjasama Energi dan Pertambangan

Sektor usaha Indonesia dan China sepaham untuk menjalin enam kerjasama bidang energi dan
pertambangan menyusul penandatanganan nota kesepahaman sejumlah pelaku bisnis Indonesia dan
China dalam forum bisnis di Shanghai, China, Senin, dan disaksikan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono.

Keenam kerjasama bidang energi dan pertambangan itu adalah penunjukan Shanghai Know-How Marine
Equipment sebagai distributor pelumas Marine Pertamina.

Wilayah distribusi pelumas itu adalah China dengan nilai penjualan sebesar 600 ribu dolar AS per tahun.
Kedua pihak mematok target penjualan sebesar 1.500 dolar AS pada tahun kedua.

Kerjasama kedua adalah pengelolaan proyek Madura Strait PSC, yaitu proyek blok gas yang terletak di
selat Madura. Kerjasama itu melibatkan tiga perusahaan, yaitu Samudera Energy, CNOOC Limited, dan
Husky Oil.

Kemudian PT Aneka Tambang menggandeng Hangzhou Jinjiang Group Co. Ltd untuk melakukan proyek
eksplorasi, eksploitasi, dan pengembangan bauksit.

Selain itu, Jinchuan Group Ltd berniat untuk berinvestasi di Indonesia dengan nilai mencapai dua miliar
dolar AS guna membangun pabrik nikel di Sulawesi Tenggara. Perusahaan China itu akan menggandeng
PT Barong Baragas Energy.

Kerjasama berikutnya adalah pembangunan pembangkit listrik dan eksploitasi nikel senilai 700 juta dolar
AS antara PT Bumi Makmur Selaras dan Hanking Industrial Group.
Kerjasama eksploitasi nikel juga dikerjakan oleh PT Indonesia Mitra Jaya dan Super Power International
Holding Ltd. Kedua perusahaan itu sepakat untuk mengolah nikel di daerah Pulau Seram.

Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang hadir dalam acara penandatanganan nota kesepahaman
tersebut mengatakan, kerjasama dengan China akan menguntungkan Indonesia.

Menurut dia, kerjasama dengan negeri tirai bambu itu membuka peluang bagi Indonesia untuk
melakukan transfer teknologi sekaligus meningkatkan nilai jual produk dalam negeri.

Mari Elka menegaskan, yang terpenting dalam sebuah kerjasama adalah kesetaraan. Dengan
kesetaraan, Mari yakin kedua pihak akan sama-sama mendapat keuntungan.

Panandatanganan enam nota kesepahaman kerjasama bidang energi dan pertambangan itu adalah
bagian dari penandatanganan 27 nota kesepahaman dalam berbagai bidang antara Indonesia dan China.

Kerjasma lainnya adalah dalam bidang pertanian, seperti pengembangan benih hibrida, bioteknologi
sayuran, dan riset hortikultura.

Kemudian kerjasama di bidang infrastruktur, misalnya pembangunan jembatan dan serat optik. Selain
itu, juga ada kerjasama dalam bidang perikanan dan kebudayaan, khususnya film animasi.

Forum bisnis yang digelar di China Hall, Pudong Shangri-La Hotel, Shanghai, itu diikuti oleh sedikitnya
500 pengusaha dari Indonesia dan China.

Forum bisnis itu terselenggara atas kerjasama Kedutaan Besar Republik Indonesia di Beijing, China, dan
Dewan Promosi Perdagangan Internasional China (CCPIT).
c. RI-China Jajaki Kerja Sama Pelatihan Tenaga Kerja

China dan Indonesia memiliki kerja sama ekonomi yang sangat baik. Pembangunan infrasruktur,
transportasi dan pertambangan di Indonesia banyak didukung oleh investor dari China.

Sejalan dengan itu, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri memprakarsai pertemuan
bilateral dengan Vice Minister China, You Jun, di sela-sela Konferensi Buruh Internasional Ke-106.

Hanif menambahkan, pihaknya mengundang investor China untuk mendirikan dan mengelola lembaga
pelatihan vokasi di Indonesia. Instruktur senior untuk lembaga ini dapat didatangkan dari China yang
sekaligus dapat melatih instruktur lembaga pelatihan Indonesia.

Hanif juga mengusulkan kerja sama dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan untuk dua tujuan.
Pertama, untuk meningkatkan kapasitas serta kualitas pengawasan tenaga kerja. Kedua, untuk
meningkatan kepatuhan perusahaan China dalam penggunaan tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia.

Pemerintah China merespons positif permintaan Hanif dan akan menindaklanjutinya kepada Menaker
China dan Kedubes China di Indonesia.

Wakil Menaker RRT mengatakan bahwa isu ketenagakerjaan sangat penting dibicarakan dalam kerangka
kerja sama ekonomi dan investasi antara RRT dengan Indonesia.

Terlebih lagi paska pertemuan tingkat kepala negara dalam pertemuan One Belt One Road (OBOR) pada
14-15 Mei di Beijing di mana Presiden Joko Widodo hadir. OBOR merupakan inisiatif China untuk
ekspansi investasi dan commercial di dengan negara-negara Asia termasuk Indonesia.
Hanif mengharapkan OBOR dapat memberi peluang kerja sama dibidang pelatihan vokasi, pertukaran
instruktur pelatihan, serta membangun jejaring pengawas tenaga kerja.

d. INDONESIA DAN CHINA KERJASAMA BIDANG PENDIDIKAN

Beijing, 17 Jumadil Awal 1434/28 Maret 2013 (MINA) – Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing
menjalin hubungan kerjasama dengan anggota ASEAN–China Center dan SEAMOLEC, menyelenggarakan
workshop partnership Indonesia China.

Workshop menjadi jembatan antar perguruan tinggi vokasi Indonesia dan China dalam bidang
pertukaran tenaga akademik, saling bertukar pengalaman dan kurikulum, riset bersama serta
pertukaran mahasiswa Indonesia dan China.

Sekretaris Jenderal Kemdikbud, Ainun Na’im telah membuka Workshop partnership, Na’im mengatakan
Indonesia saat ini sedang giat mendirikan akademi komunitas bagi dunia pendidikan vokasi.

Melalui kerjasama antar indonesia dan China tersebut, diharapkan dapat memperluas kesempatan bagi
generasi Indonesia untuk mengembangkan diri ke dunia internasional, sebagai bagian dari persiapan
dalam menyongsong era pasar bebas ASEAN, katanya.

Pembukaan workshop Partnership atas kerjasama Indonesia dan China yang dihadiri oleh wakli kepala
kedutaan besar China di Jakarta, Duta besar Ri di Beijing, Imron Cotan, Yubian Education Officer ASEAN-
China Center Beijing.

Delegasi China berjumlah 22 orang yang terdiri dari para pimpinan universitas, sekitar 12 universitas
vokasi bertemu dengan pimpinan 42 universitas vokasi indonesia dan 16 kepala SMK seluruh Indonesia.

Hasil dari diskusi diperoleh kesepakatan untuk menjalin kerjasama yang lebih erat dalam bentuk saling
kunjung, penyediaan beasiswa dan sharing pembiayaan bagi mahasiswa program sandwich serta saling
berbagi pengalaman dalam pengelolaan program studi sejenis.
Acara pembukaan workshop Partnership diakhiri dengan penandatanganan nota kesepahaman antara
peserta workshop. Dalam kesempatan ini telah ditanda tangani sebanyak 125 kesepakatan diantara para
peserta workshop.

Penandatanganan disaksikan oleh Gatot Hari Priowijanto Direktur SEAMOLEC, Atase Pendidikan KBRI
Beijing, Chaerun Anwar dan Education Officer ASEAN-China Center,Shen Yubian.

Bentuk bantuan
Pemerintah melalui Kementerian Koordinator bidang Perekonomian hari ini melakukan pertemuan
tingkat tinggi tahap dua dengan pemerintah China. Pada pertemuan ini, dibahas beberapa isu stategis
dalam bidang perekonomian.

Terkait Bilateral Currency Swap Agreement (BCSA) pemerintah Indonesia telah menindaklanjuti
pembicaraan dengan pihak People’s Bank of China (PBOC) untuk perpanjangan kerja sama BCSA.

Kerja sama BCSA yang diperpanjang pada 2013 ini akan berakhir pada Oktober 2016. Perpanjangan kerja
sama BCSA tersebut mencakup kenaikan niIai kerja sama yang telah disepakati oleh Kepala Negara RI
dan China dari 100 miliar Renminbi (Yuan) menjadi 130 miliar yuan atau setara Rp266,09 triliun (Rp2047
per Yuan). Pinjaman dari PBC ini akan dipakai untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur di
Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah menindaklanjuti dengan pihak Bank of China dengan kerja sama yang akan
berakhir pada Oktober 2016. Dari 100 miliar Renminbi menjadi 130 milliar Renminbi," kata Darmin di
Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (9/11/2016).

Dalam pertemuan ini, Indonesia juga menyambut baik rencana kerja sama mangenai pemanfaatan dana
hibah dari pemerintah China untuk mendanai penyiapan proyek (assessment dan perencanan) yang
akan didanai melalui pinjaman PBC.

Untuk diketahui, percepatan pembangunan infrastruktur merupakan saIah satu prioritas pemerintah
saat ini. Pemerintah Indonesia berencana membangun jalan sepanjang 2.000 km dan jaIan toI sepanjang
1.000 km, 15 bandar udara den 24 pelabuhan hingga tahun 2019.
Selain itu, untuk meningkatkan rasio penggunaan listrik dari 87 persen saat ini menjadi 97 persen pada
Iahun 2019, pemerintah mencanangkan proyek listrik 35.000 mw, membangun 33 waduk dan 30
pembangkit Iistrik serta mengembangkan sistim irigasi.

Untuk membiayai semua Itu. Indonesia membutuhkan dana USD368,9 miliar di mana 36,5 persen
diantaranya berasaI dari sektor swasta.

“Anggaran pemerintah Indonesia terbatas dan hanya dapat memenuhi 41 persen dari total pendanaan.
OIeh karena itu, pemerintah IeIah meluncurkan skema kemitraan pemerintah-swasta (PPP) untuk
mempercepat pembangunan proyek infrastruktur.” jelas Darmin.

Dalam pertemuan ini, juga dibahas berbagai isu yang menyangkut masalah perdagangan, industri dan
investasi. Di antaranya termasuk masalah perbedaan data statistik perdagangan antara kedua negara,
defisit neraca perdagangan Indonesia pada perdagangan Indonesia-Tiongkok dan hambatan akses
perdagangan terkait dengan hambatan non-tarif, dan isu izin tinggal bagi tenaga kerja asing.

Selain itu juga di bahas kawasan industri terpadu, masalah pembebasan lanah untuk pembangunan
infrastruktur, kerjasama energi, pertanian dan perikanan, dan kerjasama keuangan.

Anda mungkin juga menyukai