Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Paru-Paru

Paru-paru manusia terletak pada rongga dada, bentuk dari paru paru adalah

berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya

berada pada diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu bagian yaitu, paru kanan dan

paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paru-paru kiri

mempunyai dua lobus. Setiap paruparu terbagi lagi menjadi beberapa sub-bagian,

terdapat sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-

paru bagian kanan dan bagian kiri dipisahkan oleh sebuah ruang yang disebut

mediastinum (Evelyn, 2009).


Paru-paru manusia dibungkus oleh selaput tipis yang bernama pleura. Pleura terbagi

menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput tipis yang

langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel

pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut cavum pleura

(Guyton, 2007).

Menurut Juarfianti (2015) sistem pernafasan manusia dapat dibagi ke dalam

sistem pernafasan bagian atas dan pernafasan bagian bawah.

a. Pernafasan bagian atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus paranasal, dan

faring.
b. Pernafasan bagian bawah meliputi laring, trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus paru.
Menurut Alsagaff (2015)sistem pernapasan terbagi menjadi dari dua proses,

yaitu inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru,

sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses
ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan

elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :


a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,

sternsternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma.


b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus

1. Anatomi Pleura
Pleura merupakan membran serosa yang tersusun dari lapisan sel yang

embriogenik berasal dari jaringan selom intraembrional dan bersifat memungkinkan

organ yang diliputinya mampu berkembang, mengalami retraksi atau deformasi

sesuai dengan proses perkembangan anatomis dan fisiologis suatu organisme. Pleura

viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura interlobaris,

sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari otot dada dan

tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servika. Pleura viseral dan

parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral diinervasi saraf-

saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner, sementara pleura

parietal diinervasi sarafsaraf interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran

darah sistemik. Pleura viseral dan pleura parietal terpisah oleh rongga pleura yang

mengandung sejumlah tertentu cairan pleura.


A. Struktur Mikroskopis Pleura
Pleura terbagi menjadi lima lapisan, yaitu lapisan selapis mesotel, lamina

basalis, lapisan elastik superfisial, lapisan jaringan ikat longgar dan lapisan jaringan

fibroelastik dalam. Kolagen tipe I dan III yang diproduksi oleh lapisan jaringan ikat

merupakan komponen utama penyusun matriks ekstraseluler pleura dan merupakan

80% berat kering struktur ini. Lapisan jaringan fibroelastik dalam menempel erat

pada iga, otot-otot dinding dada, diafragma, mediastinum dan paru. Lapisan jaringan

ikat longgar tersusun atas jaringan lemak, fi broblas, monosit, pembuluh darah, saraf

dan limfatik. Pengamatan pada hewan domba mengungkapkan bahwa ketebalan

pleura dari permukaan rongga pleura dengan lapisan jaringan ikat yang menaungi

pembuluh kapiler dan pembuluh limfatik adalah 25 – 83 μm pada pleura viseral dan

10 – 25 μm pada pleura parietal. Proses inflamasi mengakibatkan migrasi sel-sel

inflamasi harus melewati lapisan jaringan ikat longgar menuju lamina basalis

kemudian menuju rongga pleura setelah melewati mesotel.


Mesotel berdasarkan pengamatan mikroskop elektron berbentuk gepeng,

berbenjolbenjol dan berukuran sekitar 4 μm. Mesotel memiliki retikulum endoplasma

kasar dan halus, mitokondria dan beberapa jenis vesikel mikropinositotik terikat

membran sehingga memiliki fungsi fagositik dan eritrofagositik saat terlepas dari

tautan antarsel. Mesotel saling terhubung oleh desmosom di tautan antarsel bagian

basal. Bentuk komunikasi antar mesotel adalah tautan antar sel bagian apikal dan

tautan tipe ZO-1. Mesotel memiliki mikrovili berdiameter sekitar 0,1 μm dan panjang

sekitar 1 – 3 μm dengan kepadatan 2 – 3 sel/μm2 yang meningkatkan luas permukaan

sel sehingga meningkatkan fungsi-fungsi terkait fisiologi membran dan sekresi asam

hialuronat. Mikrovili terutama ditemukan pada mesotel pleura parietal sementara

kepustakaan lain menyebutkan lebih banyak ditemukan di pleura viseral.


B. Cairan Pleura
Cairan pleura mengandung 1.500 – 4.500 sel/ mL, terdiri dari makrofag

(75%), limfosit (23%), sel darah merah dan mesotel bebas. Cairan pleura normal

mengandung protein 1 – 2 g/100 mL. Elektroforesis protein cairan pleura

menunjukkan bahwa kadar protein cairan pleura setara dengan kadar protein serum,

namun kadar protein berat molekul rendah seperti albumin, lebih tinggi dalam cairan

pleura. Kadar molekul bikarbonat cairan pleura 20 – 25% lebih tinggi dibandingkan

kadar bikarbonat plasma, sedangkan kadar ion natrium lebih rendah 3 – 5% dan kadar

ion klorida lebih rendah 6 – 9% sehingga pH cairan pleura lebih tinggi dibandingkan

pH plasma. Keseimbangan ionik ini diatur melalui transpor aktif mesotel. Kadar

glukosa dan ion kalium cairan pleura setara dengan plasma.


C. Struktur Makroskopis Pleura
Pleura normal memiliki permukaan licin, mengkilap dan semitransparan.

Luas permukaan pleura viseral sekitar 4.000 cm2 pada laki-laki dewasa dengan berat

badan 70 kg.14 Pleura parietal terbagi dalam beberapa bagian, yaitu pleura kostalis

yang berbatasan dengan iga dan otot-otot interkostal, pleura diafragmatik, pleura

servikal atau kupula sepanjang 2-3 cm menyusur sepertiga medial klavikula di

belakang otot-otot sternokleidomastoid dan pleura mediastinal yang membungkus

organ-organ mediastinum. Bagian inferior pleura parietal dorsal dan ventral

mediastinum tertarik menuju rongga toraks seiring perkembangan organ paru dan

bertahan hingga dewasa sebagai jaringan ligamentum pulmoner, menyusur vertikal

dari hilus menuju diafragma membagi rongga pleura menjadi rongga anterior dan

posterior. Ligamentum pulmoner memiliki pembuluh limfatik besar yang merupakan

potensi penyebab efusi pada kasus traumatik.


D. Fisiologi Pleura
Pleura berperan dalam sistem pernapasan melalui tekanan pleura yang

ditimbulkan oleh rongga pleura. Tekanan pleura bersama tekanan jalan napas akan

menimbulkan tekanan transpulmoner yang selanjutnya akan memengaruhi

pengembangan paru dalam proses respirasi. Pengembangan paru terjadi bila kerja otot

dan tekanan transpulmoner berhasil mengatasi recoil elastik (elastic recoil) paru dan

dinding dada sehingga terjadi proses respirasi. Jumlah cairan rongga pleura diatur

keseimbangan Starling yang ditimbulkan oleh tekanan pleura dan kapiler,

kemampuan sistem penyaliran limfatik pleura serta keseimbangan elektrolit.

Ketidakseimbangan komponen-komponen gaya ini menyebabkan penumpukan cairan

sehingga terjadi efusi pleura.


Fisiologi tekanan pleura Tekanan pleura secara fisiologis memiliki dua pengertian

yaitu tekanan cairan pleura dan tekanan permukaan pleura. Tekanan cairan pleura

mencerminkan dinamik aliran cairan melewati membran dan bernilai sekitar -10

cmH2O. Tekanan permukaan pleura mencerminkan keseimbangan elastik rekoil

dinding dada ke arah luar dengan elastik rekoil paru ke arah dalam. Nilai tekanan

pleura tidak serupa di seluruh permukaan rongga pleura lebih negatif di apeks paru

dan lebih positif di basal paru. Perbedaan bentuk dinding dada dengan paru dan faktor

gravitasi menyebabkan perbedaan tekanan pleura secara vertikal perbedaan tekanan

pleura antara bagian basal paru dengan apeks paru dapat mencapai 8 cmH2O.

Tekanan alveolus relatif rata di seluruh jaringan paru normal sehingga gradien

tekanan resultan di rongga pleura berbeda pada berbagai permukaan pleura. Gradien

tekanan di apeks lebih besar dibandingkan basal sehingga formasi bleb pleura

terutama terjadi di apeks paru dan merupakan penyebab pneumotoraks spontan.

Gradien ini juga menyebabkan variasi distribusi ventilasi.


Pleura viseral dan parietal saling tertolak oleh gaya potensial molekul

fosfolipid yang diabsorpsi permukaan masing-masing pleura oleh mikrovili mesotel

sehingga terbentuk lubrikasi untuk mengurangi friksi saat respirasi. Proses tersebut

bersama tekanan permukaan pleura, keseimbangan tekanan oleh gaya Starling dan

tekanan elastik rekoil paru mencegah kontak antara pleura viseral dan parietal

walaupun jarak antarpleura hanya 10 μm.2,5 Proses respirasi melibatkan tekanan

pleura dan tekanan jalan napas. Udara mengalir melalui jalan napas dipengaruhi

tekanan pengembangan jalan napas yang mempertahankan saluran napas tetap

terbuka serta tekanan luar jaringan paru (tekanan pleura) yang melingkupi dan

menekan saluran napas.Perbedaan antara kedua tekanan (tekanan jalan napas

dikurangi tekanan pleura) disebut tekanan

transpulmoner. Tekanan transpulmoner memengaruhi pengembangan paru sehingga

memengaruhi jumlah udara paru saat respirasi. (Pratomo and Yunus, 2014)

B. Fisiologi Paru – Paru


Paru-paru dan dinding dada mempunyai struktur yang elastis. Dalam keadaan

normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-

paru dengan mudah bergeser pada dinding dada karena memiliki struktur yang elastis.

Tekanan yang masuk pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di

bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2007).


Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk pertukaran gas antara darah dan

atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan

dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus

berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, akan tetapi
pernafasan harus tetap dapat berjalan agar pasokan kandungan oksigen dan karbon

dioksida bisa normal (Jayanti, 2013).


Udara yang dihirup dan masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang

menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-paru utama

(trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembunggelembung paru-paru (alveoli) yang

merupakan kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan

dari tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru
manusia dan bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka

oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan alveoli untuk

mengempis (Yunus, 2007).


Menurut Guyton (2007) untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat

dibagi menjadi empat mekanisme dasar, yaitu :


a. Ventilasi paru yang berfungsi untuk proses masuk dan keluarnya udara

antara alveoli dan atmosfer.


b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari pasokan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan

cairan tubuh ke dan dari sel.

d. Pengaturan ventilais pada sistem pernapasan.


Pada waktu menarik nafas atau inspirasi maka otot-otot pernapasan

berkontraksi, tetapi pengeluaran udara pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika

diafragma menutup, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar

paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup

dan berada pada posisi semula (Evelyn, 2009).


Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Selama bernafas tenang,

tekanan intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai 6mmHg dan paru-paru ditarik ke posisi yang

lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga menjadi sedikit negatif

dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada akhir inspirasi, recoil menarik dada

kembali ke posisi ekspirasi dimana tekanan recoil paru-paru dan dinding dada

seimbang. Tekanan dalam jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga

udara mengalir ke luar dari paru-paru (Algasaff, 2015)


Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas

dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi, dinding

dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,

menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini

meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan

antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar

dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir

ekspirasi (Miller et al, 2011). Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan

oksigen dari alveoli ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk

karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan

rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu,

faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses

transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru

dengan bantuan aliran darah (Guyton, 2007).


C. Efusi Pleura
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan melebihi

normal di dalam cavum pleura diantara pleura parietalis dan visceralis dapat berupa
transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura hanya

mengandung cairan sebanyak 10- 20 ml. Penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan

efusi pleura adalah tuberkulosis, infeksi paru non tuberkulosis, keganasan, sirosis

hati, trauma tembus atau tumpul pada daerah ada, infark paru, serta gagal jantung

kongestif. Di Negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal

jantung kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri, sementara di.

Negara-negara yang sedang berkembang, seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh

infeksi tuberkulosis.
Efusi pleura ganas merupakan salah satu komplikasi yang biasa ditemukan

pada penderita keganasan dan terutama disebabkan oleh kanker paru dan kanker

payudara. Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada

sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer atau metastatik. Sementara 5%

kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura dan sekitar

50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami efusi pleura.

Gejala yang paling sering timbul adalah sesak, dipsneu. Nyeri bisa timbul

akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul. Diagnosis

efusi pleura dapat ditegakkan melalui anamnesis serta pemeriksaan fisik yang teliti,

diagnosis yang pasti melalui pungsi percobaan, biopsy dan analisa cairan pleura.

Penatalaksanaan efusi pleura dapat dilakukan dengan cara pengobatan kausal,

thorakosintesis, Water Sealed Drainage (WSD), dan pleurodesis.


Klasifikasi efusi pleura
Efusi cairan dapat berbentuk transudat dan eksudat.
1. Efusi transudat terjadi karena penyakit lain bukan primer dari penyakit paru

seperti pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindroma nefrotik, dialisis
peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis

konstriktiva, mikaedema, glomerulonefritis, obstruksi vena kava superior,

emboli pulmonal, atelektasis paru, hidrotoraks, dan pneumotoraks.


2. Efusi eksudat, terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan

permabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial

berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam

rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah akibat

M. tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Sebab

lain seperti parapneumonia, parasit (amuba, paragonimiosis, ekinokokus),

jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, legionella), keganasan paru,

proses imunologik seperti pleuritis lupus (karena Systemic Lupus ), pleuritis

rematoid, sarkoidosis, radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis,

pleuritis uremia, dan akibat radiasi.

1. Etiologi
Etiologi dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan

melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui

torakosentesis. Torakosentesis adalah pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang

dimasukkan diantara sel iga ke dalam rongga dada di bawah pengaruh pembiusan

lokal dalam dan berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik.

Pelaksanaan torakosentesis sebaiknya dilakukan pada penderita dengan posisi duduk.

Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior

dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura

sebaiknya tidak melebihi 1000 – 1500 cc pada setiap kali aspirasi. Aspirasi lebih baik
dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat

menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.


Etiologi efusi pleura menurut ( Davey,2002)
a. Efusi pleura transudat
1) Gagal jantung
2) Syndrome nifrotik
3) Hypoalbuminemia
4) Sirosis hepatis

b. Efusi pleura eksudat


1) Pneumonia bakterialis
2) Karsinoma
3) Infark paru
4) Pleurtis
c. Etilogi efusi pleura secara umum ( Mansjor, 2001)
1) Neoplasma seperti broncogenetik dan metastasik
2) Kardiovaskuler seperti CHF, embolus pulmonas, dan pericarditis
3) Penyakit pada abdomen seperti pankreatitis, asites, abses, syndroma

meigs
4) Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, mikrobakterial dan

parasit
5) Trauma

2. Patofisiologi
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan

hanya dipisahkan oleh selaput tipis cairan serosa lapisan tipis dari selaput

ini memperlihatkan adanya keseimbangan antara transudasi dan kapiler –

kapiler pleura dan reabsorbsi oleh vena visceral dan parietal dan saluran

getah bening. efusi pleura didasari ketidakseimbangan antara produksi

dan absorpsi cairan di kavum pleura, sehingga menyebabkan akumulasi

cairan pleura, baik berupa transudat maupun eksudat. Keduanya terbentuk


melalui mekanisme yang berbeda, meskipun tidak jarang cairan pleura

ditemukan memiliki karakteristik transudat dan eksudat bersamaan.


a. Cairan pada Kavum Pleura
Pada dasarnya, kavum pleura sudah mengandung cairan sekitar 0.1

ml/kg sampai 0.3 ml/kg yang berfungsi sebagai pelumas antara

permukaan pleura viseral dan parietal. Cairan pleura ini terus

diproduksi oleh sistem vaskular di permukaan pleura parietal dan

diabsorpsi oleh sistem limfatik di permukaan diafragma dan

mediastinum dari pleura parietal secara kontinu sehingga volumenya

tetap dalam batas normal tersebut. Walau demikian, pada efusi pleura,

terjadi ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi cairan ini

sehingga terjadi akumulasi cairan pleura.

b. Cairan Pleura Transudat

Cairan pleura transudat terjadi akibat ketidakseimbangan tekanan

hidrostatik dan onkotik. Tekanan hidrostatik sistem vaskular pleura

parietal akan mendorong cairan interstisial ke kavum pleura sehingga

terjadi akumulasi cairan transudat yang kadar proteinnya lebih rendah

dari serum. Penyakit yang umum menyebabkan cairan pleura transudat

adalah penyakit jantung kongestif, dan sirosis.

c. Cairan Pleura Eksudat

Cairan pleura eksudat terjadi akibat inflamasi pleura.

Inflamasi parenkim/pleura akan meningkatkan


permeabilitas sel mesotel dan kapiler sehingga terjadi

akumulasi cairan di kavum pleura. Selain itu,

terganggunya drainase limfatik juga merupakan proses

yang dapat menyebabkan terjadinya cairan pleura

eksudat ini. Akibat peningkatan permeabilitas membran

pleura, cairan yang terakumulasi akan memiliki kadar

protein yang lebih tinggi dari serum. Contoh kondisi

yang umum menyebabkan cairan pleura eksudat adalah

infeksi dan malignans

3. Patologi
Dalam rongga Plaura terdapat kurang lebih 5 ml cairan yang cukup untuk

membasahi seluruh permukaan pleura parietalis dan pleura Viseralis.

Cairan ini dihasilkan oleh kapiler Plaura parietalis karena adanya sebagian
cairan ini diserap kembali oleh kapiler paru dan plaura Viseralis sebagian

kecil lainnya (10%-20%) mengalir ke dalam pembuluh limfe. Bila

kesinambungan antara produksi dan absorbsi terganggu maka akan terjadi

penumpukan cairan dirongga plaura (R. Syamsuhidayat, 1997 : 526).

Anda mungkin juga menyukai