MAKALAH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Tugas Praktik Klinik D-IV Fisioterapi di RSUD SLEMAN
Disusun Oleh:
Mengetahui,
Pembimbing lahan
Haryono, SST.Ft
NIP:
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur yang tak terhingga penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu tugas bukti laporan
Daerah Sleman. Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati
3. Bapak Ftr. Saifudin Zuhri, M.Kes selaku Ketua Prodi DIV Jurusan Fisioterapi
4. Ibu dr. Sulistiwi, Sp.KFR selaku kepala instalasi rehab medik RSUD Sleman
5. Bapak Haryono, SST.Ft, Ibu Endah Supeni, SMPh selaku pembimbing praktik
di RSUD Sleman
6. Fisioterapis di IRM RSUD Sleman, Mas Faisal, Mbak Rina, Mbak Sinta selaku
pembimbing kedua
Penulis berharap makalah yang telah tersusun ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ..................................................................................................i
Halaman Pengesahan ..................................................................................... ii
Kata Pengantar .............................................................................................. iii
Daftar Isi.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................. 3
D. Manfaat ............................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI................................................................................. 5
A. Definisi ................................................................................................ 4
B. Anatomi dan Fisiologi ......................................................................... 4
C. Etiologi .............................................................................................. 10
D. Patofisiologi ...................................................................................... 12
E. Tanda dan Gejala............................................................................... 13
F. Manifestasi Klinis ............................................................................. 15
G. Epidemiologi ..................................................................................... 16
BAB III STATUS KLINIS ........................................................................... 17
A. Keterangan Umum Penderita ............................................................ 17
B. Data-Data Medis Rumah Sakit ......................................................... 17
C. Segi Fisioterapi ................................................................................. 18
BAB IV PENUTUP ...................................................................................... 28
A. Kesimpulan ....................................................................................... 28
B. Saran .................................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Kelumpuhan otot fasialis ini juga disebut bell’s palsy. Bell’s Palsy adalah nama sejenis
penyakit kelumpuhan perifer akibat proses (non suppuratif, non neoplasmatik, non
degeneratif primer), namun sangat mungkin akibat edema pada nervus fasialis pada
distal kanalis fasialis. Penyebab secara pasti belum diketahui, tetapi beberapa
penelitian mendukung adanya infeksi sebagai penyebab bell’s palsy terutama HSV.
Dari beberapa penelitian dan penyelidikan yang telah dilakukan ternyata 75% dari
Di Indonesia, insiden penyakit Bell’s Palsy banyak terjadi namun secara pasti
sulit ditentukan. Dalam hal ini didapatkan frekuensi terjadinya Bell’s Palsy di
Indonesia sebesar 19,55%, dari seluruh kasus neuropati terbanyak yang sering dijumpai
terjadi pada usia 20 – 50 tahun, dan angka kejadian meningkat dengan bertambahnya
usia setelah 60 tahun. Biasanya mengenai salah satu sisi saja (unilateral), jarang
masalah kosmetika dan psikologis. Adanya kelumpuhan pada otot wajah menyebabkan
merasa minder dan kurang percaya diri. Diagnosis dapat ditegakkan secara klinik
1
setelah penyebab yang jelas untuk lesi nervus fasialis perifer disingkirkan. Terapi yang
dianjurkan saat ini ialah pemberian prednison, fisioterapi dan kalau perlu operasi.
Tanda dan gejala yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy biasanya bila dahi di
kerutkan lipatan dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja, kelopak mata tidak dapat
menutupi bola mata dan berputarnya bola mata keatas dapat di saksikan. Dalam
mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Dalam
menjunlurkan bibir, gerakan bibir tersebut menyimpang ke sisi yang tidak sehat serta
air mata yang keluar secara berlebihan di sisi kelumpuhan dan pengecapan pada dua
per tiga lidah sisi kelumpuhan kurang tajam (Sidharta, 2008). Dari tanda dan gejala di
Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama.
Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-
laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun
lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2
minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsi lebih tinggi daripada
wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat . Tidak didapati juga perbedaan
insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
2. Bagi Masyarakat
3. Bagi Institusi
4. Bagi Pembaca
3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Kasus
Bell’s palsy adalah kelumpuhan saraf fasialis perifer akibat proses non-
tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
memiliki serat yang jauh lebih tipis yaitu intermediate yang membawa
4
Nervus fasialis mengandung 4 macam serabut, yaitu:
4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan
rasa raba dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh
5
(tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus
Digastrikus
superior submandibular)
membrane timpani
(sensibilitas)
b. Nervus Fasialis
dekat medula oblongata. Sewaktu di tegmentum pons, akson pertama motorik berjalan
dari arah sudut pontoserebelar dan muncul di depan nervus vestibularis. Saraf
6
Nervus intermediate, nervus fasialis, dan nervus vestibulokoklearis berjalan
Pada ujung kanalis tersebut, nervus fasialis keluar kranium melalui foramen
glandula parotis. Nukleus motorik merupakan bagian dari arkus refleks yakni refleks
kornea dan refleks berkedip. Refleks kornea berasal dari membran mukosa mata
dengan nervus fasialis pada sisi yang sama. Bagian eferen dari refleks tersebut berasal
kedua refleks tersebut, impuls akustik yang berasal dari nervus vestibulokoklearis
mencapai nukleus dorsalis dan menghasilkan arkus refleks berupa tegangan otot
serebri untuk otot dahi, sedangkan otot wajah sisanya mendapat persarafan dari girus
7
2). Anatomi Otot-otot wajah
berkerut
halus
hidung
berkerut
berkerut
keatas gigimu
8
Levator Anguli Oris LAO Membantu LLS dalam Ekspresi tunjukkan
berkerut
menjaga gerakan
tersebut
merajuk
mencium
Depresor Labii Inferior DLI Menjaga otot DAO Ekspresi masam dan
gerakan tersebut
mengencangkan dagu
9
C. Etiologi
beberapa tahun terakhir ini dapat dibuktikan etiologi ini secara logis karena
pada umumnya kasus Bell’s Palsy sekian lama dianggap idiopatik. Telah
10
diidentifikasi gen Herpes Simpleks Virus (HSV) dalam ganglion genikulatum
virus herpes (HSV 1 dan virus Herpes zoster). Virus tersebut dapat dormant
(tidur) selama beberapa tahun, dan akan aktif jika yang bersangkutan
terkena stres fisik ataupun psikik. Sekalipun demikian Bell's palsy tidak
menular.
diteruskan.
c. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan
kaca jendela
f. Trauma kepala
D. Patofisiologi
11
Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s Palsy terjadi proses inflamasi
dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral.
Penyakit ini dapat berulang atau kambuh Patofisiologinya belum jelas, tetapi
terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal
(Bahrudin, 2011)
fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu
keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut,
dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa
supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras
12
di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus
lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bergandengan
dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan
utama Bell’s palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus
herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster
karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes
(Bahrudin, 2011).
2011)
yang sehat - makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi
13
pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi di sisi yang terkena
antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus
- Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b) - ditambah dengan adanya
hiperakusis.
genikulatum) - Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) - disertai
dengan nyeri di belakang dan di dalam liang telinga. Kasus seperti ini
dapat terjadi pasca herpes di membran timpani dan konka. Ramsay Hunt
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna - Gejala dan tanda klinik seperti
(a), (b), (c), (d) - ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya
nervus akustikus.
f. Lesi di tempat keluarnya nervus fasialis dari pons. Gejala dan tanda
klinik sama dengan di atas, disertai gejala dan tanda terlibatnya nervus
14
F. Manifestasi Klinis
awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur,
menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Setelah merasakan adanya
b. Gangguan pengecapan
g. Kesukaran untuk merasa bagian hadapan lidah pada bagian yang diserang,
h. Bunyi pendengaran yang lebih kuat dari pada biasanya pada satu bagian telinga.
i. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar
j. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh.
k. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang
l. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.
15
G. Epidemiologi
Serikat angka kejadian Bell’ Palsy 15 sampai 30 kasus dari 100.000 orang
setiap tahunnya. Angka kejadian terendah ditemukan pada usia kurang dari 10
tahun dan angka kejadian tertinggi pada usia kurang dari 60 tahun (Talavera,
2006). Bell’s Palsy pada orang dewasa lebih banyak dijumpai pada pria
sedangkan pada anak tidak terdapat perbedaan yang mencolok antar kedua
16
BAB III
STATUS KLINIS
Nama : Tn. I
Umur : 26 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
No RM : 381879
A. DIAGNOSIS MEDIS:
17
III. SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
1. KELUHAN UTAMA:
Pasien mengeluhkan wajah sisi kanannya lemah dan terasa kebas, mata tidak
Pada tanggal 4 Februari 2020 pasien terbangun dari tidurnya dengan keadaan
wajah sisi kanannya lemah dan terasa kebas. Semalaman pasien tidur di lantai dengan
HT (-), DM (-)
B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
18
a) Tekanan darah : 120/80 mmHg
c) Pernapasan : 19x/menit
d) Temperatur : 36,5 °C
f) Berat Badan : 65 kg
2. INSPEKSI
Statis:
Dinamis:
3. PALPASI
19
4. PEMERIKSAAN FUNGSI DASAR
Pemeriksaan motorik:
5. MUSCLE TEST
MMT
Otot Nilai
M. Frontalis 1
M. Corugator Supercili 1
M. Obricularis Oculi 1
M. Obricularis Oris 1
M. Zygomaticum 1
20
7. PEMERIKSAAN KHUSUS
Tersenyum 30 x 30% = 9
TOTAL SKOR 38
normal)
b. Tes sensibilitas
21
Halus – Kasar : Normal
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI
a. Impairment
b. Functional Limitation
D. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan
22
a. Jangka Pendek
b. Jangka Panjang
2. TEKNOLOGI INTERVENSI
a. Teknologi Fisioterapi:
- MWD
- ES
b. Edukasi:
dengan terpapar langsung kipas angin, AC, dan kontak langsung dengan sesuatu yang
dingin.
23
- Pasien diminta untuk melatih gerakan-gerakan pada wajahnya seperti
mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup mata, beriul / mecucu dan mengembang
F. RENCANA EVALUASI
G. PROGNOSIS
H. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
1. MWD
24
Penatalaksanaan: pasien tidur terlentang diatas bed senyaman mungkin. Tempatkan
I : 50 watt
T : 12 menit
T : thermal therapy
2. ES
pad elektrode (+) pada cervical dan pad elektrode (-) pada setiap
motor point.
Time : 12 menit
MMT
25
M. Frontalis 1 1 1
M. Corugator 1 1 1
Supercili
M. Obricularis 1 1 1
Oculi
M. obriculris Oris 1 1 1
M. Zygomaticum 1 1 1
TOTAL SKOR 38 38 38
Pasien atas nama Tn. I yang berusia 26 tahun dengan diagnose Bell’s Palsy
26
1. Penurunan rasa kebas pada wajah sisi kanan
2. Belum ada peningkatan yang signifikan pada kekuatan otot dan kemampuan
27
UNDERLYING PROCCESS / CLINICAL REASONING
Bell’s Palsy
- MWD
- Electical Stimulation
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stimulation pada Tn. I yang menderita Bell’s Palsy Dextra memberikan efek berupa
penurunan rasa kebas pada wajah sisi kanan, Belum ada peningkatan yang signifikan
B. Saran
Palsy, kami menyarankan agar memberikan terapi didasari dengan bukti ilmiah yang
terbaru. Dalam memberikan terapi MWD, pelu ditanyakan dan diperiksa apakah pasien
dan neuropati perifer lebih mungkin untuk terkena hipoalgesi local dan beresiko
agar terdapat kontraksi otot-otot wajah yang terlihat sehingga efek terapi bisa tercapai.
Intensitas juga harus diperhatikan agar tidak menimbulkan rasa tidak nyaman kepada
pasien, mencapai ambang batas kontraksi dan tidak sampai mencapai ambang batas
fortis.
29
DAFTAR PUSTAKA
Annsilva. 2010. Bell’s Palsy (Case Report). Diakses: pada tanggal 4 April 2010, dari
http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsycase-
report/
Bahrudin, M. (2011) ‘Vol. 7 no. 15 Desember 2011 Bell’s Palsy (BP)’, 7(15), p20-25
Djamil, 2003. Paralisis Bell: Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press. P297-300
Fehrenbach, and Herring. 2012. Illustrated anatomy of the Head and Neck. Elseview.
p89
Mardjono, Sidharta. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2000; 159-163.
Netter FH, Craig JA, Perkins J, Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and
Neurophysiology. USA: ICON; 2002.
Ngurah, Gede. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Universitas
Airlangga. Surabaya. 1990: 37–40
Sidharta P, Mardjono M,. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat, pp: 169-
73.
Sidharta, Priguna, 1995; Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi, cetakan ketiga,
Dian Rakyat, Jakarta.
Sukardi, 2008. Bell’s Palsy, Cermin dunia kedokteran edisi IV, p73-76
Tsementzis, 2000. Differential diagnosis in Neurology and Neurosurgery. New York:
Thieme Stuttgart, 85-92
30