BELL’S PALSY
Oleh :
LAPORAN PREKLINIK
BELL’S PALSY
MAKALAH
Disusun Oleh:
Makalah ini telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Clinical Intructur pada
tanggal 26 Januari 2022
Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang
ii
Daftar Isi
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................................iii
Daftar Gambar........................................................................................................iv
Daftar Tabel.............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
A. Bell’s palsy....................................................................................................3
B. Epidemiologi.................................................................................................3
C. Anatomi.........................................................................................................3
D. Etiologi..........................................................................................................4
E. Patofisiologi...................................................................................................5
F. Faktor Resiko.................................................................................................6
G. Tanda dan Gejala Bell’s palsy.......................................................................6
H. Komplikasi....................................................................................................7
I. Diagnosis Bell’s palsy...................................................................................8
J. Pemeriksaan Spesifik.....................................................................................9
K. Pemeriksaan Penunjang...............................................................................11
L. Penatalaksanaan Bell’s palsy.......................................................................11
M. Prognosis.....................................................................................................13
BAB III PENATALAKSANAAN (STATUS KLINIS)........................................14
BAB IV PENUTUP...............................................................................................25
A. Kesimpulan..................................................................................................25
B. Saran............................................................................................................25
Daftar Pustaka........................................................................................................26
iii
Daftar Gambar
iv
Daftar Tabel
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
A. Bell’s palsy
1. Definisi
Bell’s palsy merupakan kelemahan atau kelumpuhan saraf fasialis
perifer, bersifat akut, dan penyebabnya belum diketahui secara pasti
(idiopatik). Bell’s palsy ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1812
oleh Sir Charles Bell, seorang peneliti Scotlandia, yang mempelajari
mengenai persarafan otot-otot wajah (Adam, 2019). Bell’s palsy
didiagnosis secara klinis, yaitu ditemukannya paralisis fasialis tipe Lower
Motor Neuron (LMN) akut, mengenai otot wajah atas dan bawah, yang
mencapai puncaknya dalam 72 jam (Setiarini, 2021).
B. Epidemiologi
Kejadian sindrom Bell’s palsy ini berkisar 23 kasus per 100.000 orang
setiap tahunnya. Penelitian epidemiologi melaporkan bahwa tiap tahun
terdapat 11-40 orang per 100.000 menderita Bell’s palsy dengan insiden
puncaknya pada usia 15 dan 50 tahun. Prevalensi rata-rata laki-laki dan
perempuan adalah sama (Setiarini, 2021). Berdasarkan manifestasi klinisnya,
terkadang masyarakat awam mengganggap sindrom Bell’s palsy sebagai
serangan stroke atau yang berhubungan dengan tumor sehingga perlu
diketahui penerapan klinis sindrom Bell’s palsy tanpa melupakan diagnosa
banding kemungkinan diperoleh dari klinis yang sama (Adam, 2019).
C. Anatomi
1. Neurologi
N. Facialis memiliki nucleus yang terletak di dalam medulla
oblongata. Serabut sarafnya muncul di permukaan anterior antara pons dan
medulla oblongata. Akar sarafnya berjalan bersama N. Vestibulocochlearis
dan masuk ke meatus acusticus internus. N. Facialis memiliki beberapa
percabangan, diantaranya adalah N. Petrosus Superficialis Mayor
(menginervasi glandula lacrimalis dan kelenjar hidung), N. Stapedius
(menginervasi M. Stapedius), cabang pada chorda timpani, N. Auricularis
Posterior (menginervasi auricular dan M. Temporalis), dan lima cabang
3
4
yang paling sempit, foramen meatus dalam segmen ini hanya mempunyai
diameter 0,66 mm. Yang bertempat dan diduga paling sering terjadi kompresi
saraf facialis pada Bell’s palsy. Karena sempitnya canalis facialis, keadaan ini
nampaknya wajar apabila inflamasi, demyelinasi, iskemia, atau proses
kompresi mungkin mengganggu konduksi neural pada tempat ini (Adam,
2019).
Lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion
geniculatum. Jika lesi proksimal dari ganglion geniculatum, kelemahan
motorik diikuti dengan abnormalitas pengecapan dan autonom. Lesi antara
ganglion geniculatum dan chorda tympani menyebabkan efek sama, namun
tanpa gangguan lakrimasi. Jika lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini
mungkin hanya menyebabkan paralisis wajah (Adam, 2019).
F. Faktor Resiko
Wanita hamil, terutama saat trimester ke-tiga dan awal pos partum
memiliki risiko terjadinya Bell’s palsy sampai 3 kali dibandingkan populasi
umum. Kelompok rentan lainnya adalah penderita diabetes, usia tua, pasien
hipotiroid, obesitas dan hipertensi (Zandian et al., 2014).
G. Tanda dan Gejala Bell’s palsy
Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus
mencapai kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan
dalam waktu lima hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului
kelumpuhan selama satu atau dua hari. Terganggunya saraf facial di foramen
stylomastoid dapat menyebabkan kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah.
Sudut mulut jatuh, garis dan lipatan kulit juga terpengaruh, garis dahi
menghilang, lipatan palpebra melebar, dan lid margin mata tidak tertutup.
Kantong mata bawah dan punctum jatuh, disertai air mata yang menetes
melewati pipi. Makanan yang mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva yang
menetes dari sudut mulut. Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati
rasa dan terkadang mengeluh nyeri di wajah (Adam, 2019).
Jika lesi berada di saluran saraf facialis di atas chorda tympani tetapi di
bawah ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul ditambah kehilangan
rasa di lidah 2/3 anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi
mempengaruhi
7
J. Pemeriksaan Spesifik
a. Skala Ugo Fisch
Ugo Fish Scale adalah pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengevaluasi kemajuan motorik otot-otot wajah pada penderita Bell’s
palsy. Ugo Fish Scale menilai kondisi simetrisasimetris antara sisi dextra
dan sisi sinistra wajah pada lima posisi berbeda yaitu saat istirahat,
mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul (Qudus &
Nurjanah, 2020).
Tabel 2.1 Penilaian Ugo Fisch Scale
Nilai Keterangan
Asimetris komplit, tidak ada gerakan
0%
volunteer
Simetris jelek/poor kesembuhan
30 % cenderung asimetris, ada gerakan
volunteer
Simetris cukup/fair kesembuhan parsial
70 %
kearah simetris
100 % Normal, Simetris komplit
Tabel 2.2 Poin Penilaian Ugo Fisch Scale
Poin Keterangan
20 Istirahat/diam
10
10 Mengerutkan Dahi
30 Menutup Mata
30 Tersenyum
b. MMT Wajah
Manual Muscle Testing (MMT) merupakan suatu pemeriksaan
kekuatan otot dengan menggunakan metode gerakan melawan tahanan
dengan skala penilain dari 0 sampai 5 dan masing-masing tingkatan nilai
yang berbeda (Afandi & Rahman, 2021). Untuk menilai kekuatan otot
fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel and
Worthinghom’s Manual Muscle Testing, yaitu (Hargiani, 2019):
Tabel 2.5 Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing Scale
Nilai Interpretasi
K. Pemeriksaan Penunjang
dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku
pada wajah (Rafid et al., 2021). Teknik-teknik massage yang biasa
diberikan pada otot-otot wajah, antara lain stroking, effleurage, finger
kneading, dan tapotement (Amanati et al., 2017).
a. Stroking adalah manipulasi gosokan yang ringan dan halus tanpa
adanya penekanan, dan biasanya digunakan untuk meratakan pelicin.
b. Euffleurrage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang
ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan,
sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah dahi
turun kebawah menuju ke telinga. Ini harus dikerjakan dengan lembut
dan menimbulkan ransangan pada otot-otot wajah.
c. Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan
cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan keseluruh
otot wajah yang terkena lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga.
d. Tapotement adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang
ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah terutama pada sisi
lesi. Tapotement ini dilakukan dengan ujung-ujung jari.
4. Mirror exercise
Mirror exercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan dengan
menggunakan cermin yang akan memberikan efek “biofeedback”. Dalam
pelaksanaan mirror exercise ini, sebaiknya dilakukan ditempat yang
tenang dan tersendiri agar pasien bisa lebih berkonsentrasi terhadap
latihan-latihan gerakan pada wajah. Latihan biofeedback pada penderita
Bell’s palsy adalah dengan melakukan gerakan aktif otot wajah dengan
tujuan untuk meningkatkan kekuatan otot wajah dan mencegah terjadinya
potensial kontraktur otot wajah. Dengan kontraksi yang berulang, maka
secara bertahap kekuatan otot wajah akan meningkat sehingga sifat
fisiologis akan terpelihara elastisitasnya. Jenis-jenis latihannya yaitu,
mengangkat alis dan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul,
mencucu, menarik sudut mulut kesamping kanan maupun kiri,
mengembang-kempiskan cuping hidung, mengucapkan kata labial dengan
konsonan (Qudus, 2020).
13
M. Prognosis
Prognosis umumnya sangat baik. Tingkat keparahan kerusakan syaraf
menentukan proses penyembuhan. Perbaikannya bertahap dan durasi waktu
yang dibutuhkan bervariasi. Dengan atau tanpa pengobatan, sebagian besar
individu membaik dalam waktu dua minggu setelah onset gejala dan membaik
secara penuh, fungsinya kembali normal dalam waktu 3-6 bulan. Tetapi untuk
beberapa penderita bisa lebih lama. Pada beberapa kasus, gangguan bisa
muncul kembali di tempat yang sama atau di sisi lain wajah (Adam, 2019).
BAB III
PENATALAKSANAAN (STATUS KLINIS)
B. CATATAN KLINIS
(Medika mentosa, hasil lab, foto rontgen, MRI, CT-Scan, dll)
CT-Scan
14
1
B. ANAMNESIS (AUTO/HETERO)
1. KELUHAN UTAMA
Wajah pasien perot ke sisi kanan, kesulitan menutup mata kiri
2 bulan yang lalu pasien mengalami sakit telinga selama 2 hari, setelahnya
wajah pasien perot ke sisi kanan akhirnya pasien pergi ke RS dan dirawat
selama beberapa hari. Karena tidak kunjung pulih setelah 1 bulan di rawat di
RS, pasien pergi ke Dokter saraf dan dirujuk ke Fisioterapi untuk melakukan
rehabilitasi medik.
5. RIWAYAT KELUARGA
Kakak dari pasien pernah mengalami Bell’s Palsy
6. ANAMNESIS SISTEM
a. Kepala dan Leher : (+) Tidak bisa mengangkat alis, menutup mata,
tersenyum, menguncupkan mulut ke depan
C. PEMERIKSAAN
1. PEMERIKSAAN FISIK
a. TANDA-TANDA VITAL
Tekanan Darah : 150/80 mmHg
Denyut nadi : 90x/menit
Pernapasan : 18x/menit
1
Temperatur : 36 ℃
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 65 Kg
b. INSPEKSI (STATIS & DINAMIS)
(Posture, Fungsi motorik, gait, dll)
Dinamis : pasien tidak mampu menutup mata kiri dan tidak jelas dalam
berbicara
c. PALPASI
(Nyeri, Spasme, Suhu lokal, Tonus, Bengkak, dll)
d. PERKUSI
Tidak dilakukan
e. AUSKULTASI
Tidak dilakukan
f. GERAK DASAR
Gerak Aktif :
Gerakan Kemampuan
Mengangkat alis dan mengerutkan
Tidak kontraksi
dahi
Menutup Mata Sedikit kontraksi
Ekspresi Senyum Tidak kontraksi
Mengucupkan mulut ke depan Tidak kontraksi
Mengangkat hidung Tidak kontraksi
Gerak Pasif :
- Tidak dilakukan
1
Isometrik :
- Tidak dilakukan
2. PEMERIKSAAN SPESIFIK
(Nyeri, MMT, LGS, Antropometri, Sensibilitas, Tes Khusus, dll)
- Sensoris
Tajam-tumpul : (-)
Panas-dingin : (-)
Kasar-halus : (-)
Idiopatik
Penjepitan N. Facialis
Pembengkakan N. Facialis
Bell’s palsy
- Kesulitan dalam
- Kesulitan bersosialisasi
Weakness Asimetri Rasa tebal saat
wajah sinistra wajah sinistra berbicara
- Kesulitan saat makan
dan minum
- Kemampuan
ekspresi menurun
- Fungsional
wajah terganggu
IR, ES, Home
Exercise (Massage,
Mirror Exercise)
2
E. DIAGNOSA FISIOTERAPI
(International Clatification of Functonal and disability)
Impairment :
- Weakness otot wajah sinistra
- Rasa tebal pada wajah sinistra
- Penurunan fungsional wajah
Functional Limitation :
- Tidak dapat menutup mata kiri
- Tidak dapat berbicara dengan jelas
- Penurunan kemampuan ekspresi wajah
- Kesulitan saat makan, minum, berkumur
Disability :
Pasien terganggu dalam bersosialisasi dan melakukan aktivitas sehari hari
F. PROGNOSIS
Qua at Vitam : Bonam
Qua at Sanam : Dubia ad Bonam
Qua at Fungsionam : Dubia ad Bonam
Qua at Cosmeticam : Dubia ad Bonam
G. PROGRAM/RENCANA FISIOTERAPI
1. Tujuan treatment
a. Jangka Pendek
- Meningkatkan kekuatan otot wajah sisi kiri
- Meningkatkan fungsional wajah
- Mencegah potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan oleh
karena kontraksi terus menerus pada sisi wajah kanan
- Mencegah potensial terjadinya kontraktur otot wajah sisi kanan
b. Jangka Panjang
- Melanjutkan tujuan jangka pendek
- Meningkatkan aktivitas fungsional pasien
2. Rencana tindakan
a. Teknologi Fisioterapi
1. Infrared: memperlancar sirkulasi darah dan meningkatkan metabolisme
2. Electrical Stimulation: untuk membantu stimulasi otot dan menjaga
elastisitas otot
2
H. PELAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Infrared
a) Persipan alat
- Pastikan kabel sudah terhubung
- Atur waktu selama 15 menit dan jarak 30-45 cm
- Siapkan kacamata hitam
b) Persiapan pasien
- Posisi pasien supine lying senyaman mungkin dengan mata
ditutup kacamata.
- Jelaskan kepada pasien rasa yang di dapat
- Jelaskan kepada pasien tujuan daripemberian IR
c) Pelaksanaan
- Nyalakan IR
- Arahkan sinar IR tegak lurus pada wajah dengan jarak 30 cm
selama 15 menit.
- Kontrol setiap 5 menit
- Tanyakan pada pasien terlalu panas atau tidak
- Matikan alat
- Rapihkan alat dan tempat
- Kembalikan alat ketempat semula.
d) Dosis
F : 2x seminggu
I : toleransi pasien
T : continus
T : 15 menit
2. ES
a) Persiapan Alat:
- Pastikan kabel sudah terhubung
- Basahi kedua pad
b) Persiapan Pasien
- Posisi pasien supine lying senyaman mungkin
c) Pelaksanaan
- Mesin masih dalam posisi off dan tombol intensitas dalam posisi nol.
- Letakkan elektroda pasif pada cervical 7
- Aktif elektroda pada motor poin otot wajah kanan. Stimulasi diberikan
pada wajah kiri/ wajah yang lesi.
- Hidupkan alat dan naikkan intensitas sesuai toleransi pasien.
- Masing-masing motor point memerlukan 15 kali kontraksi.
2
3. Massage
a) Persiapan alat
- Menyiapkan media pelicin, bedak dan tisu untuk membersihkannya.
b) Persiapan pasien
- Posisi pasien tidur terlentang senyaman mungkin. Area terapi yang
hendak dimassage dalam keadaan bersih. Sebelum massage dilakukan,
berikan penjelasan mengenai terapi yang akan dilakukan
c) Pelaksanaan terapi
- Terapis berada di sebelah atas wajah pasien. Massage diberikan pada
wajah yang lesi. Sebelumnya tuangkan media pelicin ditangan terapis.
- Kemudian usapkan pada wajah pasien dengan gerakan stroking dengan
menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua
belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu.
- Lakukan gerakan efflurage secara gentle, gerakan dari dagu kearah
pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga.
- Dilanjutkan dengan finger kneading dengan jari-jari dengan cara
memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot
wajah yang terkena lesi dari dagu, pipi, pelipis dan tengah dahi menuju
ke telinga.
- Kemudian lakukan tapping dengan jari-jari dari tengah dahi menuju ke
arah telinga, dari dekat mata menuju ke arah telinga, dari hidung ke
arah telinga, dari sudut bibir ke arah telinga dan dari dagu menuju
kearah telinga. Khusus pada bibir, lakukan stretching kearah yang lesi.
- Gerakan massage dilakukan dengan pengulangan 15x / menit dan
dilakukan selama kurang lebih 5-10 menit.
d) Dosis
F : 2x seminggu
I : tekanan minimal
T : manual terapi
T : kondisional
4. Mirror Exercise
a) Persiapan alat
Persiapkan cermin dengan ukuran lebih besar dari wajah pasien agar pasien
dapat bercermin dengan jelas, serta disediakan kursi sebagai tempat duduk
pasien didepan cermin.
b) Persiapan pasien
2
Gerakan T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
M. Frontalis 0 0 0 0 0 0 0
M. Oblicularis Occuli 1 1 1 1 3 3 3
M. Zygomaticus
Mayor dan M. Rizorius 0 0 0 0 0 0 0
M. Oblicularis Oris 0 0 0 0 0 0 0
M. Procerus 0 0 0 0 0 0 0
M. Buccinator 0 0 0 0 1 3 3
M. Depressor Septi 0 0 0 0 0 0 0
M. Corrugator
Supercilli 0 0 0 0 0 0 0
M. Nasalis 0 0 0 0 0 0 0
M. Depresor Labii
Inferior 0 0 0 0 0 0 0
M. Mentalis 0 0 0 0 0 0 0
2. Skala Ugo Fisch
Gerakan T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Diam 20 x 20 x 20 x 20 x 20 x 20 x 20 x 0% = 0
0% = 0 0% = 0 0% = 0 0% = 0% = 0 0% = 0
0
Mengerutkan 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 0% = 0
Dahi 0% = 0 0% = 0 0% = 0 0% = 30% = 0% = 0
0 3
Menutup 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 70% =
Mata 30% = 30% = 30% = 30% = 30% = 30% = 21
9 9 9 9 9 9
2
Tersenyum 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 30 x 30% =
0% = 0 0% = 0 0% = 0 0% = 0% = 0 30% = 9
0 9
Bersiul 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 10 x 0% = 0
0% = 0 0% = 0 0% = 0 0% = 0% = 0 0% = 0
0
Jumlah 9 poin 9 poin 9 poin 9 poin 9 poin 18 30
poin poin
L. CATATAN TAMBAHAN
.................., .........................................2022
Pembimbing
( )
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasien Ny. K usia 50 tahun dengan diagnosa Bell’s palsy dengan keluhan
wajah merot kesebalah kanan dan mengakibatkan adanya rasa tebal-tebal pada
bagian wajah kiri, kelemahan pada otot-otot wajah kiri, dan penurunan
fungsional wajah. Setelah mendapatkan intervensi fisioterapi sebanyak 6 kali
berupa IR, ES, Mirror exercise, dan massage hasilnya: terdapat peningkatan
kekuatan otot dan terdapat peningkatan kemampuan fungsional.
B. Saran
Saran yang di berikan kepada pasien pada kasus ini adalah dengan tidak
boleh tidur di lantai secara langsung, tidak terlalu lama di depan kipas angin,
bepergian dengan menggunakan masker, tidak terlalu lama di tempat ber-AC
atau dingin. Serta melakukan home program yaitu mirror exercise dan
massage secara mandiri di rumah supaya proses kesembuhan bisa lebih cepat.
25
Daftar Pustaka
Abidin, Z., Kuswardani, & Haryanto, D. (2017). Pengaruh Infra Red , Massage
Dan Mirror Exercise Pada Bell ’ S Palsy Infra Red , Massage and Mirror
Exercise Effect in Bell ’ S Palsy. Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi (JFR),
1(2).
Amanati, S., Purnomo, D., & Abidin, Z. (2017). Pengaruh Infra Red dan
Elektrical Stimulation serta Massage terhadap Kasus Bell’s Palsy Dekstra.
Jurnal Fisioterapi Dan Rehabilitasi, 1(1), 9–15.
https://doi.org/10.33660/jfrwhs.v1i1.5
Eviston, T. J., Croxson, G. R., Kennedy, P. G. E., Hadlock, T., & Krishnan, A. V.
(2015). Bell’s palsy: Aetiology, clinical features and multidisciplinary care.
Journal of Neurology, Neurosurgery and Psychiatry, 86(12), 1356–1361.
https://doi.org/10.1136/jnnp-2014-309563
Qudus, A., & Nurjanah, A. (2020). Penatalaksanaan Fisiotrapi pada Pasien Kasus
Bell’s Palsy Sinistra dengan Modalitas Infra Red Radiation dan Mirror
Exercise Di RSUD Cibabat Kota Cimahi. Jurnal INFOKES, 1–13.
Rafid, M., Utami, I. T., & Inayati, A. (2021). Efektifitas Facial Massage dan
Facial Expression terhadap Kesimetrisan Wajah Pasien Stroke Non
Hemoragik dengan Face Dropping. Jurnal Cendikia Muda, 1(2), 136–141.
Zandian, A., Osiro, S., Hudson, R., Ali, I. M., Matusz, P., Tubbs, S. R., & Loukas,
M. (2014). The neurologist’s dilemma: A comprehensive clinical review of
Bell’s palsy, with emphasis on current management trends. Medical Science
Monitor, 20, 83–90. https://doi.org/10.12659/MSM.889876
27