Anda di halaman 1dari 35

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN INTERVENSI

INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN

MIROR EXERCISE DI RS DUSTIRA

KARYA TULIS ILMIAH

Karya Tulis ilmiah Ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk
Memperoleh Gelar Ahli Madya Kesehatanprogram Diploma III Fisioterapi

YOGI ARDIANSYAH

NIM: 20.050

PROGRAM STUDI DIII FISIOTERAPI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS.DUSTIRA
2023
HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH INI TELAH DISETUJUI

OLEH PEMBIMBING

Cimahi,.....................................2023

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Budi Susanto, S.ST.Ft., Ftr., M.Fis Pandu Dwi Panulat, S.Fis., M.H
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut World Health Organization tahun 2015, kesehatan adalah

keadaan sempurna baik fisik, mental, maupun social, tidak hanya terbebas

dari penyakit atau kelemahan/cacat. Sedangkan menurut Peremenkes, UU No.

36 tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,

spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomis.

Menurut Zainal Abidin dkk. Bell's palsy adalah suatu bentuk kelumpuhan

saraf perifer yang terjadi secara akut untuk alasan yang tidak diketahui tanpa

kelainan neurologis lainnya. Kebanyakan orang dengan Bell's palsy sembuh

total dari kelumpuhannya, tetapi kelumpuhannya sembuh dan meninggalkan

efek sisa. Konsekuensi ini dapat berupa kontraktur, sinenia, atau kejang

spontan (Afandi & Rahman, 2021)

Menurut Bahrudin, gangguan fisik yang sering terjadi akibat Bell's

palsy terjadi dalam kondisi statis dan dinamis. Keadaan statis, yaitu mulut

terkulai ke sisi yang sehat, bentuk lubang hidung asimetris, kerutan terlihat di

dahi sisi yang sakit, alis lebih turun , celah mata membesar, dan lipatan

nasolabial menghilang . Dalam keadaan dinamis, pasien kesulitan

mengangkat atau mengerutkan alisnya, menutup matanya sepenuhnya,


menggembungkan pipinya, bersiul, mengerutkan kening, mengencangkan

otot-otot wajahnya, dan menutup bibirnya. Mereka mungkin menyimpang

(atau meletup) ke sisi yang sehat saat menyodorkan. Semua kondisi ini dapat

memengaruhi estetika wajah dan aktivitas fungsional sehari-hari seperti

makan, minum, tertawa, dan tertawa. (Nurhaliza & Agustin, 2022). Menurut

Munilson Selain itu, penderita juga merasakan nyeri yang bervariasi sekitar

telinga ipsilateral. Walaupun tidak ada gangguan sensorik, penderita Bell’s

Palsy juga merasa bengkak atau tebal pada wajah (Nurhaliza & Agustin,

2022).

Ada banyak kasus Bell's palsy di Indonesia, namun sulit untuk didiagnosis

secara pasti. Insidensi Bell's palsy di Indonesia adalah 19,55%, dan diantara

semua kasus neuropatik, yang paling sering terjadi antara usia 20 dan 50

tahun, dengan insidensi yang terus meningkat. Dengan usia setelah 60 tahun.

Biasanya unilateral (unilateral), jarang bilateral, bisa berulang (Hargiani,

2019)

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada

individu dan/ atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan

memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak peralatan (fisik,

elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi ( PMK no. 65

Tahun 2015 ). Pada kasus ini fisioterapi berperan untuk mengembalikan

kekuatan otot yang mengalami kelemahan dan mengembalikan kemampuan


fungsional dengan metode Infra red, Electrical Stimulation, dan Miror

exercise.

B. Rumusan masalah

Apakah Pemberian Infra red dapat mengurangi nyeri, Electrical

Stimulation dapat meningkatkan kekuatan otot dan miror exercise dapat

meningkatkan aktivitas fungsional pada kasus Bell’s Palsy Sinistra

C. Pembatasan Masalah

Oleh karena ada beberapa modalitas yang dapat di gunakan penulis

hanya membatasi pemberian Infra red dalam mengurangi nyeri, Electrical

Stimulation dalam Meningkatkan kekuatan otot dan Miror exercise dalam

Meningkatkan Fungsional pada Kasus Bell’s Palsy Sinistra

D. Tujuan

Penulis Ingin mengetahui efektifitas pemberian Infra Red dapat

Mengurangi Nyeri, Electrical Stimulation dapat meningkatkan kekuatab otot

dan miror exercise dapat meningkatkan fungsional pada kasus Bell’s Palsy

Sinistra

E. Manfaat

1. Bagi penulis
Menambah pengetahuan dari ilmu yang di dapat serta memberikan bekal

keterampilan penanganan pada kasus bell’s palsy dalam penatalaksanaan nya

menggunakan infra red, electrical stimulation dan miror exercise

2. Bagi institusi

Memberikan tambahan wawasan tentang penatalksanaan fisioterpi

dengan intervensi infra red, electrical stimulation dan miror exercise

3. Bagi masyarakat

Di harapkan dapat memberikan sumber informasi yang benar kepada

pasien,keluarga pasien, masyarakat. Sehingga dapat lebih jauh mengenal dan

memahami gambaran bell’s palsy dalam pendekatan fisioterapi


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

Menurut kasho Bell's palsy adalah disfungsi saraf wajah yang memengaruhi

ekspresi otot wajah. Bell's palsy menyumbang 80% dari semua mononeuropati

wajah, mempengaruhi 12-13 per 100.000 orang setiap tahunnya. Penyebab Bell's

palsy masih belum diketahui, tetapi kekambuhan virus herpes di ganglion wajah,

trauma, paparan dingin, dan operasi wajah dapat memicu peradangan saraf wajah.

Tanda dan gejala Bell's palsy muncul tiba-tiba dalam hitungan jam dan

menyebabkan kelemahan pada otot wajah. (Muhammad & Prihati, 2022)

Menurut Heckmann Kelemahan otot wajah unilateral mempengaruhi

pasien dengan Bell's palsy secara signifikan,pasien mengeluhkan kesulitan untuk

mengekspresikan wajah, kesulitan dengan aktivitas yang melibatkan mulut,

kesulitan berbicara dan gangguan penglihatan (dry eyes), dan nyeri di belakang

telinga. Hal ini sesuai dengan apa yang di katakan. (Muhammad & Prihati, 2022)

Menurut Robinson dan baiungo Selain dari itu, kualitas hidup sering juga

terganggu, dan kecemasan serta depresi berkembang. Rehabilitasi untuk Bell's

palsy berfokus pada aspek fisik dan emosional. Perawatan yang tidak memadai

dikaitkan dengan regenerasi saraf yang tidak lengkap, menyebabkan disfungsi

gerakan wajah dan memengaruhi tingkat kepercayaan diri. (Muhammad & Prihati,

2022)
B. Anatomi Fungsional
1. Osteologi
Osteologi adalah studi ilmiah tentang tulang. Tulang-tulang wajah

terdiri dari tulang berikut ini, dua diantaranya tidak berpasang : 2 buah Os

Zygomaticum (Tulang Pipi), 2 buah Maxilla (Tulang Rahang Atas), 2 buah

Os Lacrimale (Tulang Air Mata), 2 buah Os Nasale, 1 buah Vomer (Tulang

Bentuk Najam), 2 buah Os Palatinum, 2 buah Concha Nasalis Inferior, 1

buah Mandibula (Richard S. Snell, 2014, Hal. 536).


Gambar 2. 1 Tulang Wajah (Paulsen & Waschke, 2013, Hal. 33).

Keterangan Gambar 2.1 :


a) Os Frontal
b) Os Lacrimale
c) Os Zygomaticum
d) Os Conca Nasalis Media
e) Os Concha Nasalis Inferior
f) Os Mandibula
g) Os Vomer
h) Os Maxila
i) Os Nasal

2. Myologi

Myologi adalah studi ilmiah yang mempelajari tentang jaringan otot. Otot

adalah sebuah jaringan ikat yang tugasnya utamanya adalah berkontraksi, yang

berfungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tubuh baik yang secara sadar

maupun tidak sadar. Sementara fungsi otot-otot mimik adalah untuk menutup

(sphincter) dan membuka (dilator) struktur fungsi otot-otot mimik adalah

membuat ekspresi wajah. Semua otot ini mendapatkan suplai darah dari arteri

facialis (Sunardi, 2020, Hal. 39).


Otot-otot ini ditemukan di sekitar mata, hidung dan mulut serta telinga secara

umum polanya berbentuk sfingter sirkuler. Otot-otot yang disarafi nervus VII

yang punya arti penting klinis ialah:

a) M.Occipito Frontalis (Frontal belly)

Otot ini terdiri dari dua perut otot yaitu, venter occipitalis dan venter frontalis

pada taiap-tiap sisi yang menjadi satu dalam bentuk apponeurosis. Yang pertama

berasal dari 2/3 lateral linea nuchalis suprema dan yang kedua tidak mempunyai

origo pada tulang, tetapi dapat berhasil dari kulit dan jaringan subcutaneous alis

mata serta daerah glabella. Otot ini untuk mengangkat alis (Arifin & Yani, 2019,

Hal. 12).

b) M. Corrugator Supercili

Otot ini bertanggung jawab untuk menarik alis mata ke bawah dan medialis

serta menghasilkan lekukan vertikalis, otot ini melindungi mata dari sinar terang,

otot ini bila berkontraksi akan mengekspresikan pemikir (Arifin & Yani, 2019,

Hal.12).
c) M. Procerus

Otot ini berasal dari dorsum nasi dan memanjang sebagai lempeng otot yang

relatif tipis ke dalam kulit dahi, dapat menimbulkan lipatan transveralis menyilang

pangkal hidung. Otot ini dapat menghasilkan fungsi mengancam Pada orang usia

lanjut lipatan-lipatan seperti ini adalah normal dan tetap bertahan ( Arifin & Yani,

2019, Hal. 13).

d) M. Nasalis

Otot ini terdiri dari pars transversa dan pars alaris. Pars halus berbentuk

lempeng lebar yang dihubungkan oleh tendo ceper ke pars transversa. Sedangkan

pars alaris menyebar ke kulit ala nasi ( Arifin & Yani, 2019, Hal. 14).

e) M.Orbicularis Oculi

Otot ini terletak pada bagian medial maxilla dan tonjolan kasar tulang

lakrimalis, baik bagian superficial maupun profunda melekat pada kantong

lakrimalis. Kontraksi otot ini adalah otot sfingter kelopak mata atas dan bawah

akan menutup mata dan juga dengan rileks menekan kantong lacrimalis sehingga

menyebabkan terisinya cairan ( Arifin & Yani, 2019, Hal. 14).

f) M. Levator Labii Superioris

Otot ini berasal dari margo infra orbitalis dan membentang kedalam kulit.

Otot ini tidak hanya mengangkat ala nasi tapi juga untuk mengangkat bibir atas

dan melebarkan lubang hidung. Kontraksi lebih kuat lagi akan menghasilkan

lipatan kulit untuk menghasilkan ekspresi wajah tidak senang dan tidak puas

(Arifin & Yani, 2019, Hal. 15).


g) M. Zygomatikus Minor

Otot ini berasal dari Os Zygomatikus dan otot ini melekat pada bagian depan

permukaan lateral os zygomaticum, berdampingan dengan otot zygomaticus

major. Ujung otot ini melekat pada bibir atas tepat di sisi medial dari sudut mulut.

Berfungsi untuk menonjolkan bibir atas (Abdurachman, 2018, Hal. 4).

h) M. Zygomatikus Major

Otot ini berasal dari Os Zygomatikus dan otot ini melekat pada bagian

belakang permukaan lateral os zygomaticum dan bagian ujung melekat pada kulit

di sudut mulut. Otot ini menghasilkan ekspresi wajah tersenyum atau senang

(Abdurachman, 2018, Hal. 3).

i) M. Levator Anguli Oris

Otot ini berasal dari bawah foramen infra orbitalis dan bejalan ke arah sudut

mulut ke atas dan memperlebar celah mulut. Otot ini bekerja mengangkat sudut

mulut dan menghasilkan suatu ekspresi wajah percaya diri (Abdurachman, 2018,

Hal. 5).

j) M. Orbikularis Oris

Otot ini disebut juga otot sfingter yang memiliki beberapa serabut yang

melekat diatas atau di bawah mulut, yaitu tulang maxilla yang terletak diatas dan

mandibula terletak dibawah. Kontraksi ini akan membuka mulut dan rileksasinya

akan menutup mulut, akan lebih terlihat bila sedang makan atau minum (Arifin &

Yani, 2019, Hal. 15).


k) M. Risorius

Otot ini berasal dari fascia masseterica membentang kearah antero medial dan

melekat pada sudut mulut. Berfungsi menghasilkan ekspresi wajah menyeringai

atau tertawa (Abdurachman, 2018, Hal. 5).

l) M. Buccinator

Otot pengunyah ini melekat pada ligamentum pterygomandibularis, os

maxilla dan os mandibula. Ujung otot ini melekat pada sudut mulut, bagian dari

modiolus dan pada otot orbicularis oris.

Fungsi otot ini untuk mengunyah serta meniup udara keluar mulut, seperti

meniup terompet. Otot –otot ini terlibat pada saat tertawa dan menangis, kontraksi

otot menghasilkan ekspresi wajah kepuasan (Abdurachman, 2018, Hal. 6).

m) M. Depresor Anguli Oris

Otot ini berbentuk segitiga berasal dari pinggir bawah mandibula dan juga

membentang menuju sudut mulut. Otot ini menarik ke dua sudut mulut ke bawah

untuk menghasilkan ekspresi wajah kesedihan (Arifin & Yani, 2019, Hal.16).

n) M. Platysma

Otot ini menyebar dari leher ke daerah facialis dan dihubungkan dengan M.

Depresor anguli oris dan bibir bawah. Otot ini berfungsi menurunkan sudut mulut

ke bawah (Kuntoadi, 2019, Hal. 123).

o) M. Mentalis

Otot ini menghasilkan celah bibir dagu serta memoncongkan mulut yang

tertutup rapat ke depan dan berperan dalam ekspresi wajah kekerasan hati ( Arifin

& Yani, 2019, Hal. 16)


Keterangan Gambar 2.2 :
1) M. Procerus
2) M. Corrugator Supercilli.
3) M. Nasalis.
4) M. Buccinator
5) M. Mentalis
6) M. Depresor Anguli Oris
7) M. Platysma
8) M. Risorius
9) M. Orbicularis Oris
10) M. Levator Anguli Oris
11) M. Zygomaticus Major
12) M. Levator Labii Superioris
13) M. Zygomaticus Minor
14) M. Orbicularis Oculi Pars.
Orbitalis
15) M. Orbicularis Oculi Pars.
Palpebralis
16) M. Occipito Frontalis

Gambar 2. 2 Otot – Otot Wajah (Paulsen & Waschke, 2013, Hal. 75).
3. Vaskularisasi Wajah
a) Pembuluh darah Arteri

Seperti jaringan tubuh yang lainnya sangat tergantung oleh aliran

darah yang memberikan nutrisi dan pembuangan sisa metabolismenya.

Pendistribusian darah ke wajah dilakukan oleh dua pembuluh darah utama

yaitu arteri wajah dan arter temporal superfisial. Kedua arteri ini dibantu

oleh beberapa arteri kecil yang mengikuti saraf sensorik wajah.

Arteri facialis adalah cabang dari arteri carotis eksterna. Arteri facialis

melengkung ke atas dekat permukaan luar pharynx dan tonsil.

Setelah melengkung ke atas dan pada glandula submandibularis, arteri

ini melengkung di sekitar bawah corpus mandibulae pada tepi anterior

musculus masseter. Arteri berlajan berkelok-kelok ke atas ke arah angulus

oris dan ditutup oleh musculus platysma dan risorius. Kemudian arteri naik

di dalam musculus zygomaticus dan levator labii superioris dan berjalan

sepanjang sisi hidung ke sudut medial oculi, tempatnya beranastomosis

dengan ramus terminalis arteriae ophthalmicae (Snell, 2014, Hal. 589).

Menurut (Snell, 2014, Hal. 589) Ada empat cabang arteri yang dimiliki arteri
facialis yaitu :

1) Arteri Submentalis

Cabang dari arteri facialis pinggir bawah corpus mandibulae,

vaskularisasi dari kulit dagu bibir bawah (Snell, 2014, Hal. 589).

2) Arteri Labialis Superior

Cabang dekat angulus oris, arteri ini berjalan ke medial pada bibir atas

dan memberi percabangan ke septum dan ala nasi (Snell, 2014, Hal. 589).
3) Arteri Labialis Inferior

Cabang dekat sudut mulut ke arah medial dibibir bawah anostomosis dengan

arteri yang sama dari sisi yang lain (Snell, 2014. Hal. 589).

4) Arteri Angularis

Cabang dari arteri facialis sepanjang sisi hidung, vaskularisasi dari kulit dan

dorsum nasi (Snell, 2014, Hal. 589).


Keterangan Gambar 2.4
:
8
1) A. Facialis.

2) A. Carotis Eksterna.
7
3) A. Submentalis.

6 4) A. Labialis Inferior.

5) A. Labialis Superior.
5
1 6) A. Angularis.
4 2
7) A. Sphenopalatina
3
8) A. Temporalis Superficialis

Gambar 2. 3 Pembuluh Darah Arteri Wajah (Paulsen & Waschke, 2013,


Hal. 80).
b) Pembuluh darah Vena

Aliran darah vena facialis dibentuk pada sudut medial mata melalui

penyatuan vena supraorbitalis dan vena supratrochlearis. Pembuluh darah

ini dihubungkan ke sinus cavernosus melalui vena ophthalmica. Melalui

vena opthalmica superior, vena facialis dihubungkan dengan sinus

cavernosus. Selanjutnya vena facialis berjalan menuruni wajah bersama

arteria facialis dan melewati sisi lateral mulut. Kemudian vena menyilang

mandibula, bergabung dengan divisi anterior vena retromandibularis.

Terakhir vena facialis bermuara kedalam vena jugularis interna untuk

dicurahkan ke jantung (Richard S. Snell, 2014, Hal. 608).


Keterangan Gambar 2.4 :

1) V. Supratrohclearis

8 2) V. Nasofrontalis

1 3) V. Angularis
2
4) V. Labialis Superior
3
4 5) V. Labialis Inferior

5 6) V. Facilais

6 7 7) V. Jugularis Interna

8) V. Temporalis Superfacialis

Gambar 2. 4 Pembuluh Darah Vena Wajah (Paulsen & Waschke, 2013, Hal. 81).
4. Nervus

Saraf fasialis memiliki nukleus yang terletak di dalam medulla

oblongata. Saraf fasialis memiliki akar saraf motorik yang melayani otot-

otot mimik dan akar sensorik khusus (nervus intermedius). Saraf ini

muncul di permukaan anterior antara pons dan medulla oblongata (angulus

pontocerebelaris). Akar sarafnya berjalan bersama nervus vestibulo-

cochlearis dan masuk ke meatus akustikus internus pada pars petrosa dari

tulang temporal (Snell, 2012).

Saraf terletak di antara alat keseimbangan dan pendengaran yaitu

cochlea dan vestibulum saat berjalan dari meakus akustikus internus

menuju ventrolateral. Saraf memasuki kanalis fasialis di dasar dari meatus

dan berbelok ke arah dorsolateral. Saraf menuju dinding medial dari kavum

timpani dan membentuk sudut di atas promontorium yang disebut ganglion

genikulatum. Saraf kemudian berjalan turun pada dinding dorsal kavum

timpani dan ke luar dari os temporal melalui foramen stylomastoideus.

Saraf tetap berjalan menembus glandula parotis untuk memberi persarafan

pada otot-otot mimik (Snell, 2012).

Saraf fasialis memiliki lima percabangan penting sebagai berikut:

a. Nervus petrosus superfisialis mayor

Nervus petrosus superfisialis mayor keluar dari ganglion geniculi.

Saraf ini memiliki cabang preganglionik parasimpatetik yang memberi


sinaps pada ganglion pterygopalatina. Serat-serat saraf ini memberi

percabangan sekromotorik pada kelenjar lakrimalis dan kelenjar pada

hidung dan palatum. Saraf ini juga mengandung serat afferen yang

didapat dari taste bud dari mukosa palatum.

b. Saraf stapedius

Saraf stapedius memberi persarafan pada muskulus stapedius di

telinga tengah.

c. Korda timpani

Korda timpani muncul di kanalis fasialis di dinding posterior

kavum timpani. Bagian saraf ini langsung menuju permukaan medial

dari bagian atas membran timpani dan meninggalkan telinga tengah

melalui fisura petrotimpanikus dan memasuki fossa infratemporal dan

bergabung dengan nervus lingualis. Korda timpani memiliki serat

preganglionik parasimpatetik berupa serat sekremotorik yang memberi

persarafan pada kelenjar liur submandibular dan sublingual. Korda

timpani juga memiliki serat saraf taste bud dari 2/3 anterior lidah dan

dasar mulut.

d. Nervus aurikularis posterior

Nervus aurikularis posterior memberi persarafan otot aurikel dan

muskulus temporalis. Terdapat juga cabang muskularis yang keluar

setelah saraf keluar dari foramen stylomastoideus. Cabang ini memberi

persarafan pada muskulus stylohyoid dan muskulus digastricus

posterior.
e. Lima cabang terminal untuk otot- otot mimik.

Cabang-cabang itu adalah cabang temporal, cabang zigomatik,

cabang buccal, cabang mandibular dan cabang cervical

Nervus fasialis berada di dalam kelenjar liur parotis setelah

meninggalkan foramen stylomastoideus. Saraf memberikan cabang

terminal di batas anterior kelenjar parotis. Cabang-cabang ini menuju

otot-otot mimik di wajah dan regio scalp. Cabang buccal untuk

muskulus buccinator. Cabang cervicalis untuk muskulus platysma dan

muskulus depressor anguli oris.


Keterangan Gambar 2.5 :
1) Rr. Temporales
1
2) Rr. Zygomatici
2 9 3) Rr. Buccales

8 4) Rr. Marginales Mandibulae


3 7 5) Rr. Colli
6) Glandula Parotidea.
4 6
7) R. Cervicofacialis
8) R. Temprorofacialis
5 9) N. Auricularis Posterior
Gambar 2. 5 N. Facialis (VII) (Paulsen & Waschke, 2013, Hal.
86).
C. Patologi

1. Etiologi
Djamil dan Basjiruddin dalam (Adam, 2019) mengemukakan bahwa

umumnya Bell’s palsy dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Idiopatik

Sampai sekarang yang disebut Bell’s palsy, belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Faktor yang diduga berperan menyebabkan Bell’s palsy antara

lain: sesudah bepergian jauh dengan kendaraan, tidur ditempat terbuka, tidur

di lantai, hipertensi, stres, hiperkolesterolemi, diabetes mellitus, penyakit

vaskuler, gangguan imunologik dan faktor genetik.

b) Kongenital

1. Anomali kongenital (sindroma moebius)

2. Pasca Lahir (fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial)

c) Didapat

1. Trauma Penyakit tulang tengkorak (osteomielitis)

2. Proses intrakranial (tumor, radang, perdarahan

3. Proses di leher yang menekan daerah prosesus stilomastoideus

4. Infeksi tempat lain (otitis media, herpes zoster)

5. Sindroma paralisis n. fasialis familial Banyak kontroversi mengenai

etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada empat teori yang dihubungkan dengan

etiologi

yaitu:

a. Teori iskemik vaskuler

Saraf fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan
regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.

b. Teori infeksi virus

Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab adalah Herpes

Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena

proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).

c. Teori herediter

Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada

keturunan dikeluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi untuk

terjadi paresis fasialis.

d. Teori imunologi

Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi

virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi (Annsilva,

2010).

2. Patofisiologi
Menurut Seok Patofisiologi Patofisiologi pasti Bell’s palsy masih

diperdebatkan. Perjalanan saraf facialis melalui bagian os temporalis disebut

sebagai facial canal. Suatu teori menduga edema dan ischemia berasal dari

kompresi saraf facialis di dalam kanal tulang tersebut. Kompresi ini telah

nampak dalam MRI dengan fokus saraf facialis (Adam, 2019).

Menurut NINDS Bagian Bagian pertama dari canalis facialis segmen

labyrinthine adalah yang paling sempit, foramen meatus dalam segmen ini

hanya mempunyai diameter 0,66 mm. Yang bertempat dan diduga paling

sering terjadi kompresi saraf facialis pada Bell’s palsy. Karena sempitnya

canalis facialis, keadaan ini nampaknya wajar apabila inflamasi, demyelinasi,


iskemia, atau proses kompresi mungkin mengganggu konduksi neural pada

tempat ini lokasi kerusakan saraf facialis diduga dekat atau di ganglion

geniculatum.

Jika lesi proksimal dari ganglion geniculatum, kelemahan motorik diikuti

dengan abnormalitas pengecapan dan autonom. Lesi antara ganglion

geniculatum dan chorda tympani menyebabkan efek sama, namun tanpa

gangguan lakrimasi. Jika lesi berada pada foramen stylomastoideus, ini

mungkin hanya menyebabkan paralisis wajah (Adam, 2019)

3. Tanda dan gejala


Onset Bell’s palsy adalah akut, sekitar satu - setengah dari kasus mencapai

kelumpuhan maksimum selama 48 jam dan hampir semua berjalan dalam

waktu lima hari. Nyeri di belakang telinga dapat mendahului kelumpuhan

selama satu atau dua hari.

Terganggunya saraf facial di foramen stylomastoid dapat menyebabkan

kelumpuhan di seluruh otot ekspresi wajah. Sudut mulut jatuh, garis dan

lipatan kulit juga terpengaruh, garis dahi menghilang, lipatan palpebra

melebar, dan lid margin mata tidak tertutup. Kantong mata bawah dan

punctum jatuh, disertai air mata yang menetes melewati pipi. Makanan yang

mengumpul di antara gigi, pipi dan saliva yang menetes dari sudut mulut.

Penderita juga mengeluh ada rasa tebal atau mati rasa dan terkadang

mengeluh nyeri di wajah.

Jika lesi berada di saluran saraf facialis di atas chorda tympani tetapi di

bawah ganglion genikulatum, semua gejala dapat timbul ditambah kehilangan


rasa di lidah 2/3 anterior di sisi yang sama dengan lesi. Jika lesi

mempengaruhi saraf di otot stapedius maka dapat terjadi hyperakustikus yaitu

penderita sensitif dan merasa nyeri bila mendengar suara-suara yang keras.

Jika ganglion genikulatum terpengaruh, produksi air mata dan air liur

mungkin berkurang. Lesi di daerah in dapat berpengaruh juga pada saraf

vestibulokoklearis yang menyebabkan tuli, tinnitus dan pusing yang berputar

(dizziness). (Adam, 2019)

4. Komplikasi Bell’s palsy


Menurut Lowis dan Gaharu Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s

palsymengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapakomplikasi

yang sering terjadi akibat Bell’s palsy, adalah sebagai berikut:

a) Regenerasi motor inkomplit

Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimalyang

menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis.

b) Regenerasi sensorik inkomplit

Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan

pengecapan), ageusia (hilangpengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi

atau sensasiyang tidak sama dengan stimuli normal)

c) Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.

Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menyebabkan beberapa

kondisi sebagai berikut:

1. Sinkinesis
Sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikutigerakan volunter,

contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi

platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata

2. Crocodile tearphenomenon

Crocodile tearphenomenon yang timbul beberapa bulan setelah

paresisakibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnyaair mata

pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan,

3. Clonic facial spasm (hemifacial spasm),

Clonic facial spasm (hemifacial spasm), yaitu timbulkedutan secara tiba-

tiba (shock-like) pada wajah yang dapatterjadi pada satu sisi wajah saja pada

stadium awal, kemudianmengenai sisi lainnya (lesi bilateral tidak terjadi

bersamaan)

5. Diagnosis

6. Diagnosis Banding

a) Herpes zoster (Ramsay Hunt Syndrome)

Inflamasi saraf facialis dan ganglion geniculate yang disebabkan oleh virus

varicella zoster. Biasanya diikuti dengan peningkatan vesicular pada

membrane mukosa faring, vesikel pada chonca atau saluran pendengaran

externa. Sering melibatkan saraf vestibulocochlearis. Terdapat gejala

prodromal sebelumnya seperti malaise, sakit kepala, demam.

b) Lyme disease
Sering bilateral, pada daerah endemic dan diketahui disebabkan oleh

gigitan kuku (erythema chronicum migrans).

c) Facial diplegia

Sering disebabkan oleh karena Guillainbarre syndrome, juga dapat

disebabkan oleh sarcoidosis yang dikenal sebagai uveoparotid fever (Heefordt

syndrome).

d) Sarcoidosis

Granuloma sarcoid mempunyai kecenderungan untuk lebih

mempengaruhi saraf facialis daripada saraf kranialis lainnya. Gejala akut

diikuti demam, pembesaran kelenjar parotis, dan uveitis.

e) Tumor

Tumor yang menekan saraf facialis dapat menyebabkan facial palsy

(meningioma, cholesteatoma, dermoid, carotid body tumor). Permulaannya

timbul secara tersembunyi dan semakin lama semakin memburuk.

f) Facial Palsy with Pontine Lesions

Dapat disebabkan oleh karena adanya infark atau tumor.

g) Melkersson-Rosenthal Syndrome

Merupakan gangguan yang langka dan penyebabnya tidak diketahui.

Ditandai dengan facial paralisis berulang yang akhirnya menetap, labial

edema, lipatan lidah. Dapat terjadi pada anak-anak dan dewasa.


h) Hemifacial Spasm

Idiopatik, melibatkan otot wajah disalah satu sisi dan diikuti dengan

kontraksi yang tidak beraturan. Kebanyakan dialami oleh wanita dekade ke 5

dan 6. Kekakuan biasanya dimulai dari otot Orbicularis oculi kemudian

menjalar ke otot lain disisi yang terkena.

i) Facial Hemiatrophy (Parry-Romberg Syndrome)

Facial Hemiatrophy terjadi terutama pada wanita, ditandai dengan

hilangnya lemak dari kulit dan jaringan subkutan di satu atau kedua sisi

wajah. Keadaan tersebut dimulai pada usia remaja atau dewasa. Perjalanan

penyakit lambat.

j) HIV infection

Beberapa individu dengan HIV mengalami unilateral atau bilateral Bell’s

palsy. (Adam, 2019)

7. Prognosis
Prognosis Bell’s Palsy Perjalanan alamiah Bell’s palsy bervariasi dari

perbaikankomplit dini sampai cedera saraf substansial dengan

sekuelepermanen. Sekitar 80-90% pasien dengan Bell’s palsy sembuh total

dalam 6 bulan, bahkan pada 50-60% kasus membaik dalam 3 minggu.Sekitar

10% mengalami asimetri muskulusfasialis persisten, dan 5% mengalami

sekuele yang berat, serta 8% kasus dapat rekuren (Lowis & Gaharu, 2012)

Faktor yang dapat mengarah ke prognosis buruk adalahpalsi komplit

(risiko sekuele berat), riwayat rekurensi, diabetes,adanya nyeri hebat post-

aurikular, gangguan pengecapan,refleks stapedius, wanita hamil dengan


Bell’s palsy,bukti denervasi mulai setelah 10 hari (penyembuhan lambat),dan

kasus dengan penyengatan kontras yang jelas (Lowis & Gaharu, 2012).

Faktor yang dapat mendukung ke prognosis baik adalah paralisis parsial

inkomplit pada fase akut (penyembuhan total), pemberian kortikosteroid dini,

penyembuhan awal dan/atau perbaikan fungsi pengecapan dalam minggu

pertama (Lowis & Gaharu, 2012). proses penyembuhan. Modalitas terapi

Bell’s palsy yaitu dengan kortikosteroid dan antiviral, latihan fasial,

elektrostimulasi, fisioterapi dan operasi dekompresi. Sekitar 80-90% pasien

dengan Bell’s palsy sembuh total dalam 6 bulan

8. Deskripsi Problematika
Kelemahan Otot

9. Teknologi Intervensi Fisioterapi


1) Pengertian Infra red

Infra merah adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang lebih

panjang dari cahaya tampak, tetapi lebih pendek dari radiasi gelombang radio.

Namanya berarti "bawah merah" (dari bahasa Latin infra, "bawah"), merah

merupakan warna dari cahaya tampak dengan gelombang terpanjang. Radiasi

infra merah memiliki jangkauan tiga "order" dan memiliki panjang

gelombang antara 700 nm dan 1 mm. Infra merah ditemukan secara tidak

sengaja oleh Sir William Herschell, astronom kerajaan Inggris ketika ia

sedang mengadakan penelitian mencari bahan penyaring optik yang akan

digunakan untuk mengurangi kecerahan gambar matahari dalam tata surya

teleskop.
Terapi Infra Red radiasi dari panjang gelombang yang lebih panjang dari

ujung merah spectum yang terlihat, maluas ke wilayah microwave, dari

7070nm menjadi 12500nm. Infra Red sangat bermanfaat karena

meningkatkan sirkulasi dan dengan demikian mengurangi tekanan edema.

Aplikasi Infra Red menghasilkan vasodilatasi lokal dari bagian yang diradiasi

dan karena pasien mendapatkan sirkulasi yang lebih baik yang menyebarkan

eksudat inflamsi (Zainal Abidin, dkk, 2017).

Infra Red diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan suplai darah.

Adanya kenaikan temperatur akan menimbulkan vasodilatasi, yang akan

menyebabkan terjadinya peningkatan darah kejaringan setempat dan

menghilangkan sisasisa hasil metabolisme yang penyinarannya menggunakan

sinar Infra Red yang mempunyai efek panas yang dapat memperlancar

peredaran darah sehingga pemberian kebutuhan jaringan akan O2 terpenuhi

dengan sangat baik dan memperlancar berkurangnya rasa nyeri. (Reza

Aldiyoto, 2016).

2) Electrical Stimulation

Menurut Suci aminati Pemberian Elektrical Stimulation bertujuan untuk

menstimulasi dan menimbulkan kontraksi otot wajah sehingga mampu

memfasilitasi gerakan dan meningkatkan kekuatan otot wajah. Elektrical

Stimulation dengan Arus Faradik. Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik

yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-

100 cy/detik (Pratiwi, Karlina, & Ika, 2021)


Menurut Musdalifah Dkk Indikasi dari Elektrical Stimulation penguatan

otot, re-edukasi otot, mencegah kelemahan otot atau atrofi otot pemendekan

otot atau spasme otot, menghilangkan edema, kelemahan otot karena

gangguan saraf, menghilangkan nyeri, menyembuhkan peradangan karena

suatu trauma, menyembuhkan luka dan perbaikan jaringan. Kontraindikasi

dari Elektrical Stimulation kelainan jantung, kehamilan, gangguan sensibilitas

kulit, daerah sinus karotis, daerah kelainan pembuluh darah (arteri atau vena),

gangguan mental atau kesadaran, tumor ganas, iritasi kulit atau luka terbuka.

(Pratiwi et al., 2021)

3) Miror Exercise

Menurut Abidin et Al Mirror Exercise adalah intervensi terapeutik yang

berfokus pada menggerakan anggota tubuh yang tidak rusak. Hal ini adalah

bentuk citra dengan cermin digunakan untuk menyampaikan menyampaikan

rangsangan visul ke otak melalui pengamatan saat individu melakukan

serangkaian gerakan.

Indikasi dari mirror exercises adalah rasa tebal pada wajah, kelemahan dan

penurunan keuatan otot wajah, gangguan fungsi motorik wajah, gangguan

ekspresi, dan gangguan fungsional wajah. Kontraindikasi dari mirror

exercises adalah tidak dianjurkan pasien dengan tekanan darah tinggi, bila

pasien merasa fatigue yang sangat berat hentikan latihan.(gemila, 2022)

Anda mungkin juga menyukai