Bedah Jurnal
Bedah Jurnal
BEDAH JURNAL
111
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
Gambar 2.
(7)
Respon Primer dan Sekunder Infeksi Virus Dengue
infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih peran sebagai super antigen setelah difag-
dini dengan adanya peningkatan antibodi osit oleh monosit atau makrofag. Makrofag
8 ini menampilkan antigen presenting cell
IgG dan IgM yang cepat.
(APC) yang membawa muatan polipeptida
Patofisiologi DBD dan DSS sampai spesifik yang berasal dari mayor histocom-
sekarang belum jelas, oleh karena itu mun-
patibility complex (MHC).7
cul banyak teori tentang respon imun. Pada
infeksi pertama terjadi antibodi yang mem-
iliki aktivitas netralisasi yang mengenali Epidemiologi DBD
protein E dan monoklonal antibodi ter-
Demam berdarah dengue (DBD) ada-
hadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus lah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel virus dengue dan mengakibatkan spektrum
yang telah terinfeksi virus tersebut melalui manifestasi klinis yang bervariasi antara
aktivitas netralisasi atau aktifasi komple- yang paling ringan, demam dengue (DD),
men. Akhirnya banyak virus dilenyapkan DBD dan demam dengue yang disertai ren-
dan penderita mengalami penyembuhan,
jatan atau dengue shock syndrome (DSS)9;
selanjutnya terjadilah kekebalan seumur
ditularkan nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
hidup terhadap serotipe virus yang sama,
tetapi apabila terjadi antibodi non- albopictus yang terinfeksi.10 Host alami
netralisasi yang memiliki sifat memacu DBD adalah manusia, agentnya adalah vi-
replikasi virus, keadaan penderita akan rus dengue yang termasuk ke dalam famili
menjadi parah apabila epitop virus yang Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari
4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den3 dan
masuk tidak sesuai dengan antibodi yang 1
tersedia di hospest. Pada infeksi kedua Den-4. Dalam 50 tahun terakhir, kasus
yang dipicu oleh virus dengue dengan DBD meningkat 30 kali lipat dengan pen-
serotipe yang berbeda, virus dengue ber- ingkatan ekspansi geografis ke negara-
Demam Berdarah ......(Aryu Candra)
negara baru dan, dalam dekade ini, dari transovarial dari induk nyamuk ke ke-
9
kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya turunannya.16-17 Ada juga penularan virus
banyak ditemukan di sebagian besar wila- dengue melalui transfusi darah seperti ter-
yah tropis dan subtropis, terutama Asia jadi di Singapura pada tahun 2007 yang
(18)
Tenggara, Amerika Tengah, Amerika dan berasal dari penderita asimptomatik .
1
Karibia. Dari beberapa cara penularan virus dengue,
yang paling tinggi adalah penularan me-
Virus dengue dilaporkan telah men-
lalui gigitan nyamuk Ae. aegypti.19 Masa
jangkiti lebih dari 100 negara, terutama di
inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nya-
daerah perkotaan yang berpenduduk padat
muk) berlangsung sekitar 8-10 hari, se-
dan pemukiman di Brazil dan bagian lain dangkan inkubasi intrinsik (dalam tubuh
Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, manusia) berkisar antara 4-6 hari dan dii-
dan India. Jumlah orang yang terinfeksi 20
kuti dengan respon imun.
diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta
orang, setengahnya dirawat di rumah sakit Penelitian di Jepara dan Ujungpandang
dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap menunjukkan bahwa nyamuk Aedes spp.
tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau berhubungan dengan tinggi rendahnya in-
hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di feksi virus dengue di masyarakat; tetapi
daerah endemis DBD yang memungkinkan infeksi tersebut tidak selalu menyebabkan
terinfeksi virus dengue melalui gigitan nya- DBD pada manusia karena masih tergan-
tung pada faktor lain seperti vector capaci-
muk setempat.11
ty, virulensi virus dengue, status kekebalan
Jumlah kasus DBD tidak pernah host dan lain-lain.21 Vector capacity di-
menurun di beberapa daerah tropik dan pengaruhi oleh kepadatan nyamuk yang
subtropik bahkan cenderung terus mening-
12 terpengaruh iklim mikro dan makro, frek-
kat dan banyak menimbulkan kematian uensi gigitan per nyamuk per hari, lamanya
8
pada anak 90% di antaranya menyerang siklus gonotropik, umur nyamuk dan
13
anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, lamanya inkubasi ekstrinsik virus dengue
setiap tahunnya selalu terjadi KLB di be- 22
serta pemilihan Hospes. Frekuensi nya-
berapa provinsi, yang terbesar terjadi tahun muk menggigit manusia, di antaranya di-
1998 dan 2004 dengan jumlah penderita pengaruhi oleh aktivitas manusia; orang
79.480 orang dengan kematian sebanyak yang diam (tidak bergerak), 3,3 kali akan
800 orang lebih.14 Pada tahun-tahun beri- lebih banyak digigit nyamuk Ae. aegypti
kutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah dibandingkan dengan orang yang lebih ak-
kematian turun secara bermakna tif, dengan demikian orang yang kurang
dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah aktif akan lebih besar risikonya untuk tertu-
kasus tahun 2008 sebanyak 137.469 orang lar virus dengue. Selain itu, frekuensi nya-
dengan kematian 1.187 orang atau case muk menggigit manusia juga dipengaruhi
fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun keberadaan atau kepadatan manusia; se-
2009 sebanyak 154.855 orang dengan ke- hingga diperkirakan nyamuk Ae. aegypti di
matian 1.384 orang atau CFR 0,89%.15 rumah yang padat penghuninya, akan lebih
tinggi frekuensi menggigitnya terhadap
Penularan virus dengue terjadi melalui manusia dibanding yang kurang padat.22
gigitan nyamuk yang termasuk subgenus
Kekebalan host terhadap infeksi di-
Stegomya yaitu nyamuk Aedes aegypti dan
pengaruhi oleh beberapa faktor, salah
Ae. albopictus sebagai vektor primer dan
satunya adalah usia dan status gizi, usia
Ae. polynesiensis, Ae.scutellaris serta Ae
9 lanjut akan menurunkan respon imun dan
(Finlaya) niveus sebagai vektor sekunder, 23
penyerapan gizi. Status status gizi yang
selain itu juga terjadi penularan
transexsual dari nyamuk jantan ke nyamuk salah satunya dipengaruhi oleh keseim-
betina me- bangan asupan dan penyerapan gizi, khu-
9
lalui perkawinan serta penularan
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
susnya zat gizi makro yang berpengaruh Munculnya kejadian DBD, dikare-
pada sistem kekebalan tubuh.24 Selain zat nakan penyebab majemuk, artinya muncul-
gizi makro, disebutkan pula bahwa zat gizi nya kesakitan karena berbagai faktor yang
mikro seperti besi dan seng mempengaruhi saling berinteraksi, diantaranya agent (virus
respon kekebalan tubuh, apabila terjadi dengue), host yang rentan serta lingkungan
defisiensi salah satu zat gizi mikro, maka yang memungkinan tumbuh dan berkem-
30
akan merusak sistem imun.25 bang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain
itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi
Status gizi adalah keadaan kesehatan diantaranya kepadatan dan mobilitas
akibat interaksi makanan, tubuh manusia penduduk, kualitas perumahan, jarak antar
dan lingkungan yang merupakan hasil rumah, pendidikan, pekerjaan, sikap hidup,
interaksi antara zat-zat gizi yang masuk da- golongan umur, suku bangsa, kerentanan
lam tubuh manusia dan penggunaannya. 31
Tanda-tanda atau penampilan status gizi terhadap penyakit, dan lainnya.
dapat dilihat melalui variabel tertentu Patogenesis DBD
[indikator status gizi] seperti berat badan,
tinggi badan, dan lain lain.26 Sumber lain Nyamuk Aedes spp yang sudah terin-
mengatakan bahwa status gizi adalah fesi virus dengue, akan tetap infektif sepan-
keadaan yang diakibatkan oleh status jang hidupnya dan terus menularkan kepa-
keseimbangan antara jumlah asupan zat da individu yang rentan pada saat meng-
9
gizi dan jumlah yang dibutuhkan gigit dan menghisap darah. Setelah masuk
[requirement] oleh tubuh untuk berbagai ke dalam tubuh manusia, virus de-ngue
fungsi biologis: [pertumbuhan fisik, akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
perkembangan, aktivitas, pemeliharaan hepar, endotel pembuluh darah, nodus lim-
kesehatan, dan lain lain].27 paticus, sumsum tulang serta paru-paru.
Beberapa penelitian menunjukkan, sel
Status gizi sangat berpengaruh monosit dan makrofag mempunyai peran
terhadap status kesehatan manusia karena pada infeksi ini, dimulai dengan menempel
zat gizi mempengaruhi fungsi kinerja dan masuknya genom virus ke dalam sel
berbagai sistem dalam tubuh. Secara umum dengan bantuan organel sel dan membentuk
berpengaruh pada fungsi vital yaitu kerja komponen perantara dan komponen
otak, jantung, paru, ginjal, usus; fungsi struktur virus. Setelah komponen struktur
aktivitas yaitu kerja otot bergaris; fungsi dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.
7
pertumbuhan yaitu membentuk tulang, otot Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas
&
organ lain, pada tahap tumbuh kembang; protektif terhadap serotipe virus tersebut
fungsi immunitas yaitu melindungi tubuh tetapi tidak ada cross protective terhadap
agar tak mudah sakit; fungsi perawatan 32
serotipe virus lainnya.
jaringan yaitu mengganti sel yang rusak;
serta fungsi cadangan gizi yaitu persediaan Secara invitro, antobodi terhadap virus
dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu
zat gizi menghadapi keadaan darurat.28 netralisasi virus, sitolisis komplemen, anti-
Penderita DBD yang tercatat selama body dependent cell-mediated cytotoxity
33
ini, tertinggi adalah pada kelompok umur (ADCC) dan ADE. Berdasarkan
<15 tahun (95%) dan mengalami perannya, terdiri dari antobodi netralisasi
pergerseran dengan adanya peningkatan atau neutralizing antibody yang memiliki
proporsi penderita pada kelompok umur 15 serotipe spesifik yang dapat mencegah in-
-44 tahun, sedangkan proporsi penderita feksi virus, dan antibody non netralising
DBD pada kelompok umur >45 tahun san- serotype yang mempunyai peran reaktif
gat rendah seperti yang terjadi di Jawa Ti- silang dan dapat meningkatkan infeksi yang
mur berkisar 3,64%.
29 berperan dalam pathogenesis DBD dan
(7)
DSS .
Demam Berdarah ......(Aryu Candra)
Gambar 3.
Bagan Kejadian Infeksi Virus Dengue
Terdapat dua teori atau hipotesis im- dan platelet activating factor (PAF); aki-
munopatogenesis DBD dan DSS yang batnya akan terjadi peningkatan
masih kontroversial yaitu infeksi sekunder (enhancement) infeksi virus dengue.7 TNF
(secondary heterologus infection) dan anti- alpha akan menyebabkan kebocoran dind-
7
body dependent enhancement (ADE). Da- ing pembuluh darah, merembesnya cairan
lam teori atau hipotesis infeksi sekunder plasma ke jaringan tubuh yang disebabkan
disebutkan, bila seseorang mendapatkan kerusakan endothel pembuluh darah yang
infeksi sekunder oleh satu serotipe virus mekanismenya sampai saat ini belum
dengue, akan terjadi proses kekebalan ter- diketahui dengan jelas.34 Pendapat lain
hadap infeksi serotipe virus dengue tersebut menjelaskan, kompleks imun yang ter-
untuk jangka waktu yang lama. Tetapi jika bentuk akan merangsang komplemen yang
orang tersebut mendapatkan infeksi farmakologisnya cepat dan pendek dan ber-
sekunder oleh serotipe virus dengue sifat vasoaktif dan prokoagulan sehingga
lainnya, maka akan terjadi infeksi yang be- menimbulkan kebocoran plasma (syock
rat. Ini terjadi karena antibody heterologus hipolemik) dan perdarahan.35 Anak di
yang terbentuk pada infeksi primer, akan bawah usia 2 tahun yang lahir dari ibu yang
membentuk kompleks dengan infeksi virus terinfeksi virus dengue dan terjadi infeksi
dengue serotipe baru yang berbeda yang dari ibu ke anak, dalam tubuh anak tersebut
tidak dapat dinetralisasi bahkan cenderung terjadi non neutralizing antibodies akaibat
membentuk kompleks yang infeksius dan adanya infeksi yang persisten. Akibatnya,
bersifat oponisasi internalisasi, selanjutnya bila terjadi infeksi virus dengue pada anak
akan teraktifasi dan memproduksi IL-1, IL- tersebut, maka akan langsung terjadi proses
6, tumor necrosis factor-alpha (TNF-A) enhancing yang akan memacu makrofag
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
44
1.500 meter, bahkan di India dilaporkan 5. Hadinegoro, Rezeki S, Soegianto S, Soeroso
dapat ditemukan pada ketinggian 2.121 T, Waryadi S. Tata Laksana Demam Berdarah
meter serta di Kolombia pada ketinggian Dengue di Indonesia. Jakarta: Ditjen
PPM&PL Depkes&Kesos R.I; 2001.
2.200 meter.45 Nyamuk Aedes berasal dari
Brazil dan Ethiopia, stadium dewasa 6. Harikushartono, Hidayah N, Dar-
berukuran lebih kecil bila dibandingkan mowandowo W, Soegijanto S. Demam
3 Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Di-
dengan rata-rata nyamuk lainnya.
agnosa dan Penatalaksanaan. Jakarta:
Kedua spesies nyamuk tersebut terma- Salemba Medika; 2002.
suk ke dalam Genus Aedes dari Famili Cu-
7. Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan
licidae. Secara morfologis keduanya sangat Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.
mirip, namun dapat dibedakan dari strip www.pediatrikcom/buletin/20060220-
putih yang terdapat pada bagian sku- 8ma2gi-buletindoc; 2002 [cited 2010];
46
tumnya. Skutum Ae. aegypti berwarna Available from: www.pediatrikcom/
hitam dengan dua strip putih sejajar di ba- buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc.
gian dorsal tengah yang diapit oleh dua 8. Novriani H. Respon Imun dan Derajat
garis lengkung berwarna putih. Sedangkan Kesakitan Demam Berdarah Dengue dan
skutum Ae. albopictus yang juga berwarna Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin
hitam hanya berisi satu garis putih tebal di Dunia Kedokteran. 2002;Vol 134:46-9.
11
bagian dorsalnya. 9. WHO. Dengue: Guidlines for Diagnosis,
Nyamuk Ae. aegypti mempunyai dua Treatment, Prevention and Control. New
subspesies yaitu Ae. aegypti queenslanden- Edition. Geneva: World Health Organiza-
tion; 2009.
sis dan Ae. aegypti formosus. Subspesies
pertama hidup bebas di Afrika, sedangkan 10. Supartha I, editor. Pengendalian Terpadu
subspecies kedua hidup di daerah tropis Vektor Virus Demam Berdarah Dengue,
yang dikenal efektif menularkan virus Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopic-tus
DBD. Subspesies kedua lebih berbahaya (Skuse) (Diptera:Culicidae). Pertemuan
Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis 2008
dibandingkan subspecies pertama.11 Universitas Udayana; 3-6 September 2008;
DAFTAR PUSTAKA Denpasar: Universitas Udayana Denpasar.
11. Knowlton K, Solomon G, Rotkin-Ellman
1. Kurane I. Dengue Hemorrhagic Fever with M, Pitch F. Mosquito-Borne Dengue Fever
Spesial Emphasis on Immunopathogenesis. Threat Spreading in the Americas. New
Comparative Immunology, Microbiology & York: Natural Resources Defense Council
Infectious Disease. 2007; Vol 30:329-40. Issue Paper; 2009.
2. WHO. Pencegahan dan Penanggulangan 12. Weissenbock H, Hubalek Z, Bakonyi T,
Penyakit Demam Dengue dan Demam Noowotny K. Zoonotic Mosquito-borne
Berdarah Dengue. Jakarta: WHO & Depar- Flaviviruses: Worldwide Presence of Agent
temen Kesehatan RI; 2003. with Proven Pathogenesis and Po-tential
3. Lestari K. Epidemiologi Dan Pencegahan candidates of Future Emerging Dis-eases.
Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indo- Vet Microbiol. 2010;Vol 140:271-80.
nesia. Farmaka. Desember 2007; Vol. 5 No. 13. Malavinge G, Fernando S, Senevirante S.
3: hal . 12-29. Dengue Viral Infection. Postgraduate
4. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Path- Medical Journal. 2004;Vol 80:p. 588-601.
ophysiology and Management of Dengue 14. Kusriastuti R. Kebijaksanaan Penanggu-
Hemorrhagic Fever. Bangkok: Department langan Demam Berdarah Dengue Di Indo-
of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ra- nesia. Jakarta: Depkes R.I; 2005.
mathibodi Hospital, Mahidol University;
2006.
Aspirator Vol. 2 No. 2 Tahun 2010 : 110 –119
35. Gibson RV. Dengue Conundrums. Interna- 45. WHO. Insect and Rodent Control Through
tional Journal of Antimicrobial Agents. Environmental Management. Geneva:
2010;Vol 36(26-39). World Health Organization; 1992.
36. Sowandoyo E, editor. Demam Berdarah 46. Depkes RI. Pencegahan dan Pemberanta-
Dengue pada Orang Dewasa, Gejala Klinik san Demam Berdarah dengue di Indonesia.
dan Penatalaksanaannya. Seminar Demam Jakarta: Depkes RI; 2005.
Berdarah Dengue di Indonesia 1998; RS
Sumberwaras. Jakarta.
37. Wang S, Patarapotikul HR. Antibody-
Enhanced Binding of Dengue Vitus to Hu-
man Platelets. J Virology. 1995;Vol.
213:1254-7.
38. Soegijanto S. Prospek Pemanfaatan Vaksin
Dengue Untuk Menurunkan Prevalensi di
Masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan
90 Tahun Pendidikan Dokter di FK Unair;
Surabaya; 2003.
39. Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakti S,
Husmann M. Dengue Virus Infection of
Human Endothelial Cells Leads to Chem-
okin Production, Complement Activation,
and Apoptosis. J Immunol. 1998;Vol
161:6338-46.
40. Wilder-Smith A, Gubler D. Geographic
Expansion of Dengue: the Impact of Inter-
national Travel. Med Clin NAm. 2008; Vol.
92: p. 1377-90.
41. U.S.D.T. International Travel and Trans-
portation Trends. Washington D. C.: Bu-
reau of Transportation Statistics of U.S.
Department of Transportation; 2006.
42. Roose A. Hubungan Sosiodemografi dan
Lingkungan dengan Kejadian Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) di Keca-
matan Bukit Raya Kota Pekanbaru. Medan:
Universitas Sumatera Utara; 2008.
43. Silva-Nunes MD, Souza V, Pannuti CS,
Sperança MA, Terzian ACB, Nogueira ML.
Risk Factors for Dengue Virus Infec-tion in
Rural Amazonia: Population-based Cross-
sectional Surveys. Am J Trop Med Hyg.
2008; Vol 79 (4): p. 485–94.
44. Noor R. Nyamuk Aedes aegypti. 2009
[cited 24 Desember 2010]; Available from:
http://id.shvoong.com/medicine-and-
health/epidemiology-public-
health/2066459-nyamuk-aedes-aegypti.