Anda di halaman 1dari 8

SHEMA SEBAGAI MODEL PENDIDIKAN ANAK

DALAM KELUARGA KRISTEN MASA KINI

Oleh: David Eko Setiawan M.Th

Pendahuluan

Mendidik anak merupakan kewajiban setiap orang tua. Kewajiban ini dilaksanakan
seiring perubahan jaman yang begitu cepat. Perubahan tersebut menuntut adanya model
pendidikan anak yang sesuai dengan konteks jaman yang dihadapi. Ravik Karsidi, Guru
Besar Sosiologi Universitas Sebelas Maret mengatakan bahwa akibat perubahan zaman
yang demikian cepat, tidak jarang orangtua kehilangan model dalam mendidik anak di
keluarga.1 Maka dari itu sangat penting untuk menemukan sebuah model bagi orang tua
dalam mendidik anak masa kini.
Alkitab secara tegas memerintahkan setiap orang tua Kristen untuk mendidik anak-
anaknya (Amsal 29: 17; Efesus 6:4). Seiring dengan perintah tersebut mereka dituntut
untuk memiliki model yang jelas dan benar. Model itu dapat menjadi acuan bagi orang tua
Kristen dalam mendidik anak-anak mereka.
Keluarga-keluarga Israel memiliki model dalam mendidik anak-anak mereka.
Model itu terdapat dalam Ulangan 6: 4-9, yang sering disebut sebagai Shema. Rabbi Hayim
Ha Levy Donin, memberikan keterangan: “The Shema is declaration of faith, a pledge of
allegiance to One God, an affirmation of Judaism. It is the first prayer that children are
taught to say”.2 Jadi Shema merupakan deklarasi Iman yang diwujudkan dalam bentuk doa
yang diajarkan oleh orang tua Yahudi kepada anak-anak mereka. Doa tersebut diucapkan
pada saat bayi baru lahir, saat meninggal, dalam ibadah harian dan ibadah Sabat.3 Sehingga
pengucapan Shema sangat akrab di lingkungan keluarga Yahudi.
Melalui tulisan ini, penulis ingin menunjukkan model pendidikan anak dalam keluarga
Kristen. Model tersebut didasarkan pada Shema yang terdapat dalam Ulangan 6:4-9. Model
yang telah ada dalam lingkungan keluarga Yahudi itu diharapkan dapat diterapkan dalam
pendidikan anak di keluarga Kristen masa kini.

Shema dalam Lingkup Kehidupan Bangsa Israel


Shema merupakan deklarasi iman bangsa Israel kepada Allah yang Esa.4 Deklarasi
tersebut diwujudkan dalam bentuk doa yang harus diucapkan sehari dua kali yaitu pada
waktu pagi dan malam (Ulangan 6:7). Selain pada waktu pagi dan malam, Shema juga
diucapkan pada hari Sabat, pada perayaan hari- hari besar agama, pada saat gulungan Taurat
diambil keluar dari tabut, pada saat sebelum tidur, dan pada saat upacara kematian.5 Shema

1
www.solopos.com diakses pada 27 April 2014
2
Donin, Hayim, To Pray as a Jew: a guide to the prayer book and the synagogue service, (New York: Basic
Books, 1980) p.144
3
Ibid.
4
www.jewishvirtuallibrary.org diakese pada 27 April 2014
5
Ibid
juga dibisikkan ke telingan bayi Yahudi ketika baru saja lahir dan kemudian akan dipelajari
pertama kali oleh seorang anak Yahudi ketika belajar Taurat.

Shema dipandang sebagai doa yang paling penting dalam agama Yahudi. 6 Baris
pertama dalam Shema terdiri dari pengucapan : ‫ה אחד‬-‫ו‬-‫ה‬-‫ה אלהינו י‬-‫ו‬-‫ה‬-‫( שמע ישראל י‬Shema
Yisrael Adonai eloheinu Adonai ehad). Arti harafiah dari setiap kata adalah sebagai berikut:
Shema berarti "Dengarkanlah" dan "berlakulah”, Yisrael berarti Israel, sebagai sebuah
bangsa, sedangkan Adonai berarti "tuan", kata ini merupakan pengganti Tetragrammaton7,
Eloheinu berarti "'Tuhan kita", kata "El" atau "Elohei" menandakan Tuhan, dan penentu kata
milik jamak "nu" or "einu" berarti "kita" Ehad berarti "satu". Maka baris pertama dari
Shema dapat diterjemahkan sebagai berikut: “"Dengarlah, hai orang Israel: YHWH itu
TUHAN kita, TUHAN itu esa." Bagian pertama ini dipandang sebagai pengakukan atas
kepercayaan akan Tuhan Yang Maha Esa. 8

Bagian selanjutnya setelah baris pertama Shema, terdapat V'ahavta yang berarti
"Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu." dan ayat tersebut berisi perintah untuk mengasihi Tuhan
dengan segenap jiwa raga, serta mengingat kesemua perintah dan mengajarkannya kepada
anak-anak. dan membicarakannya di dalam rumah dan di luar rumah, waktu beristirahat dan
waktu bekerja (Ulangan 6:7), untuk mengikatkan perintah tersebut pada lengan dan dipasang
pada dahi" (Ulangan 6:8) dan diamalkan sebagai tefillin, serta menulisnya di dalam pada
pintu rumah dan gerbang kota (Ulangan 6:9 ) dan diamalkan sebagai mezuzah.9

Shema telah menjadi bagian penting dalam kehidupan bangsa Yahudi. Bahkan
perintah untuk mengajarkan secara turun temurun tetap dilaksanakan hingga sekarang.
Sehingga Shema tidak asing bagi telinga anak-anak Yahudi masa kini. Hal ini didukung
pandangan masyarakat Yahudi bahwa rumah merupakan pusat praktek keagamaan Yahudi
melebihi Synagoge.10

Shema dalam Lingkup Pendidikan Keluarga Yahudi


Bangsa Yahudi memiliki pandangan yang unik tentang keluarga. Rabbi Menachem
Mendel Schneerson mengatakan:
"Home is where we learn to cope and to be productive, to work and play, to
be comfortable with ourselves and others. Most importantly, home is where
we learn about happiness and wholesomeness. ... Our home is a secure base

6
http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014
7
Tetragrammaton (Bahasa Yunani: τετραγράμματον kata dengan empat huruf) nama dalam bahasa
Ibrani untuk Tuhan, yang dieja (dalam huruf Ibrani); ‫( י‬yod) ‫( ה‬heh) ‫( ו‬vav) ‫( ה‬heh) atau ‫( יהוה‬YHWH),
tetragramaton adalah nama pribadi dari Tuhan orang Israel. Dalam agama Yahudi, Tetragrammaton tidak
diucapkan pada pembacaan tulisan suci dan doa, dan diganti dengan Adonai ("Tuanku"). Bentuk tertulis lain
seperti ‫ ד׳‬atau ‫ ה׳‬dibaca Hashem (Sang Nama).
8
http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014
9
Ibid
10
www.donfeder.com diakses pada 1 Mei 2014
that gives us the confidence to explore the terrain of an unpredictable and
often dangerous world”.11
Berdasarkan kutipan di atas nampak bahwa bagi masyarkat Yahudi, keluarga
merupakan tempat yang sangat penting bagi pengembangan kepribadian seseorang. Di
dalamnya seseorang diajar untuk hidup produktif, menghargai diri sendiri dan sesama, serta
keyakinan dalam menghadapi kesukaran hidup di dunia.
Selain itu masyarakat Yahudi menjadikan keluarga sebagai tempat pusat praktek
Religi Yahudi melebihi Synagoge.12 Rabbi Schneerson menggambarkannya sebagai berikut:

” In the Jewish home, Shabbat is ushered in on Friday evening with candle


lighting, prayers over bread and wine, and hymns, and bade farewell after
sundown on Saturday with the Havdalah ceremony. The home is also the
setting for lighting the Hanukah menorah and conducting the Passover Seder,
for festive meals on Rosh Hashanah, the break-fast on Yom Kippur, the Brit
Milah (circumcision ceremony) and lighting Yahrzeit candles”.13

Nampak bahwa ritual agama Yahudi banyak dilakukan dalam keluarga. Bahkan
kehidupan agama menyatu dengan kehidupan keluarga. Hal ini dilandasi pandangan bahwa
keluarga yang mapan adalah keluarga yang dibangun dengan kebijaksanaan Ilahi.14 Maka
bagi bangsa Yahudi agama dan keluarga tidak dapat dipisahkan.

Perhatian bangsa Yahudi terhadap kehidupan keluarga dan agama tampak dalam
Shema. Meskipun Shema hanya dipraktekkan dalam bentuk doa harian di dalam keluarga,
namun di dalamnya mengandung model pendidikan anak di dalam keluarga. Model tersebut
sebagi berikut:
Mengasihi Allah merupakan landasan dalam mendidik anak di Keluarga
Dalam Ulangan 6:5 bangsa Israel diperintahkan untuk mengasihi TUHAN dengan
segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatannya. Kalland
mengomentari ayat ini sebagai berikut:
“The exhortation to love “with all your heart and with all your soul and with all
your strength” is not a study in faculty psychology. It is rather a gathering of terms
to indicate the totality of a person’s commitment of self in the purest and noblest
intentions of trust and obedience toward God.15

Berdasarkan komentar Kallad di atas nampak bahwa didalam perintah untuk


mengasihi TUHAN mengandung tuntutan untuk memiliki komitmen total secara pribadi
kepada-Nya. Totalitas komitmen pribadi kepada TUHAN tersebut menjadi dasar bagi
keluarga-keluarga Yahudi dalam mendidik anak-anaknya. Atas dasar hal ini maka keluarga
Yahudi tidak segan-segan mengajarkan Taurat kepada anak-anak mereka sejak dini. Stern
menjelaskan tentang pengenalan Taurat pada anak-anak Yahudi sebagi berikut:

11
Ibid
12
Ibid.
13
Ibid
14
Ibid
15
Earl S. Kalland, The Expositor’s Bible Commentary Vol. III : Deuteronomy, (Grand Rapid:
Zondervan Publishing House, 1992), p. 64
“…tahapan-tahapan pendidikan Yahudi sebagi berikut: Mikra (membaca Taurat)
mulai 5 Tahun, Mishna mulai usia 10 tahun, Talmud pada usia 13 tahun ; Midrash
pada usia 20 tahun, dan sejak usia 30 tahun baru boleh mengajar di depan umum”.16

Pada saat anak-anak Yahudi masuk dalam jenjang Mikra, mereka dikirim oleh
keluarganya ke sinagoge untuk belajar di BETH-SEFER. Mereka dilatih oleh rabi untuk
menguasai bahkan menghafal 5 Kitab Taurat: Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan
Ulangan. Setelah itu, mereka kembali kepada keluarganya untuk belajar pekerjaan orang
tuanya seperti berdagang, tukang kayu atau nelayan.17 Beberapa anak yang berbakat akan
melanjutkan ke jenjang BETH MIDRASH sampai menguasai interpretasi dan aplikasi Taurat
bahkan seluruh kitab Perjanjian Lama.18 Setelah tingkat ini, hanya murid yang terbaik dari
yang terbaiklah yang berani memilih rabi tertentu dan memohon apakah mereka dapat
dipercaya menjadi TALMIDIM. 19 Bila terpilih, maka seorang Talmidim akan hidup bersama
rabi dan mengikuti dari dekat kemanapun rabi pergi sampai disebut “Cover in the Dust of
Your Rabbi” dipenuhi debu dari kasut Sang Rabi. Tingkat terakhir ini (usia 15-30 tahun)
disebut BETH TALMUD/ TALMID.20 Kesemuanya ini dilakukan oleh keluarga Yahudi
supaya anak-anak mereka mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh

Peran Orang Tua Sebagai Pendidik Agama dalam Keluarga

Shema menuntutan kepada setiap orang tua Yahudi untuk berperan aktif dalam
pendidikan agama (Ulangan 6:6-9). Sehubungan dengan hal itu maka para orang tua Yahudi
diperintahkan beberapa hal yaitu: Pertama, Mereka harus memperhatikan (ayat 6).
Perintah ini menantang para orang tua Yahudi untuk tidak sekedar mendengar perintah itu
saja tetapi menyimpanya di dalam hati. Hal ini Nampak dari beberapa terjemahan alkitab
berikut; Alkitab terjemahan NAS menerjemahkan bagian ayat ini sebagai berikut: “And
these words, which I am commanding you today, shall be on your heart ”. Sedangkan pada
Alkitab terjemahan NIV sebagai berikut: “These commandments that I give you today are to
be upon your hearts. King James Version menuliskan bagian ini berikut : “And these words,
which I command thee this day, shall be in thine heart”.
Kedua, Mereka harus mengajarkannya berulang-ulang. Kata kerja
~T'än>N:viw> (shinnantam) dari kata !n:v' ((shawnan) dijelaskan oleh
Adam Clarke sebagai berikut:
‫ שננתם‬shinnantam, from ‫ שנן‬shanan, to repeat, iterate, or do a thing again and again; hence to
whet or sharpen any instrument, which is done by reiterated friction or grinding.21

Berdasarkan kutipan di atas nampak bahwa para orang tua Yahudi dituntut
mengajarkan berulang-ulang dan mempertajam bagian-bagian perintah tersebut hingga anak-
anak mereka mengerti dan melakukannya. Selanjutnya Clarke mengomentari tugas itu
sebagai berikut:

16
David H. Stern, Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New Testament
Publications, 1995), hlm. 111
17
Ibid
18
Ibid
19
Ibid
20
Ibid
21
www.e-sword.net diakses pada 1 Mei 2014
We see here the spirit of this Divine injunction. God’s testimonies must be
taught to our children, and the utmost diligence must be used to make them
understand them. This is a most difficult task; and it requires much patience,
much prudence, much judgment, and much piety in the parents, to enable
them to do this good, this most important work, in the best and most effectual
manner.22

Clark berpendapat bahwa tugas ini merupakan tugas yang tidak mudah karena
membutuhkan kesabaran, kebijaksanaan, pertimbangan dan kesalehan dalam diri para orang
tua agar mereka dapat melakukan tugas terpenting ini. Semuanya itu dilakukan agar anak-
anak mereka memahami dan dapat melakukannya dengan setia.
Ketiga, Mereka harus mengikatkan perintah itu di tangan dan dahi serta
menuliskannya dipintu rumah dan pintu gerbang. Perintah Allah rupanya tidak sekedar
diajarkan berulang-ulang kepada anak-anak tetapi juga harus diikatkan pada tangan dan dahi
orang Yahudi serta di tuliskan pada pintu rumah dan pada pintu gerbang. Hal ini dilakukan
agar perintah Allah tetap diingat oleh setiap orang Yahudi. Orang Yahudi menyebut Tefillin
( ‫ )תפילין‬untuk perintah yang diikatkan pada lengan dan dahi. Tefillin-tangan atau shel-yed
dipakai oleh orang Yahudi untuk dililitkan di sekeliling lengan, tangan, dan jari mereka.
Sedangkan Tefillin-kepala atau shel-rosh diletakkan di atas dahi. Tefillin sendiri merupakan
sepasang kotak kulit hitam berisi gulungan perkamen yang merupakan deklarasi iman
Yahudi yaitu keesaan TUHAN yang diambil dari Ul 6:4-5. Sejak usia bar mitzvah (13 tahun
ke atas), ada kewajiban bagi setiap orang Yahudi yang dewasa untuk mengenakannya.
Sedangkan perintah yang harus ditulis di pintu rumah dan pintu gerbang sering disebut
Mezuzah (‫)מזּוזָה‬.
ְ Mezuzah adalah sepotong perkamen yang mengandung ayat-ayat doa yang
ditulis dalam bahasa Ibrani. Mezuzah ini digulung dan dilekatkan ke kusen pintu dengan
posisi diagonal.

Keluarga menjadi pusat pendidikan Agama Bagi Anak

Bangsa Israel memandang keluarga sebagai unit dasar dalam masyarakat. Keluarga
telah menjadi urat nadi kehidupan bangsa tersebut. Mengingat pentingnya keluarga dalam
kehidupan bangsa Israel maka Allah memberikan perintah-perintah yang jelas bagi keluarga.
Sebagi contoh Allah memberikan hukum yang jelas kepada bangsa Israel dalam hal
pernikahan (Imamat 18; Ulangan 7; 20). Allah juga mengatur tentang pentingnya melindungi
kelangsungan keluarga (Imamat 25:47-49). Selain itu Allah juga memerintahkan anak-anak
untuk menghormati kedua orang tuanya (Keluaran 20:12). Kesemuanya itu menujukkan
betapa pentingnya keluarga dalam kehidupan bangsa Israel.

Salah satu fungsi penting keluarga dalam masyarakat Yahudi tampak dalam Ulangan
6:6. Di dalam ayat tersebut terlihat bahwa keluarga menjadi pusat pendidikan agama bagi
anak-anak. Kata tyIB; (((bayith) dalam ayat tersebut dapat diartikan sebagai keluarga
atau rumah. Di dalam bayith inilah perintah Allah harus diajarkan berulang-ulang kepada
anak-anak oleh orang tua mereka. Bagi masyarakat Yahudi keluarga harus menjadi tempat
utama bagi pendidikan agama anak-anak mereka. Rabbi Lev Baesh, Direktur pada The
Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily mengatakan bahwa keberhasilan
pendidikan Yahudi tidak akan terlepas pada tiga hal yang mutlak harus dimiliki seorang
keluarga Yahudi, yakni pertama, bagaimana pelajaran Taurat harus diberikan kepada seorang

22
Ibid
anak, kedua, bagaimana menciptakan sebuah masyarakat Yahudi di sekitar keluarga, dan
ketiga, kesinambungan dalam menjalankan ibadah agama dalam keluarga.23

Penerapan Model Shema Bagi Pendidikan Anak Dalam Keluarga Kristen

Berdasarkan penjelasan tentang Shema dalam lingkup pendidikan anak di keluarga


Yahudi, maka dapat diperoleh model mendidik anak yang dijelaskan melalui bagan berikut:

Bagan Model Pendidikan Anak dalam Keluarga Yahudi

Berdasarkan Shema

PENDIDIK:

Orang Tua
MATERI: secara
Berulang-ulang
Perintah Pendidikan Anak
Allah dalam Keluarga
Yahudi

TEMPAT:
Keluarga

Dengan melihat bagan di atas nampak bahwa pendidikan anak dalam keluarga Yahudi
memiliki tiga unsur yang tidak terpisahkan yaitu; Pertama, materi yang berpusat pada
perintah Allah yang dinyatakan dalam praktek keagaaman dalam keluarga. Kedua, pendidik
yaitu orang tua yang akan mengajarkannya secara berulang-ulang. Ketiga. Tempat yaitu
keluarga sebagai pusat pendidikan agama.

Penerapan model shema bagi pendidikan anak dalam keluarga Kristen dapat
dilakukan sebagai berikut: Pertama, Alkitab menjadi fondasi dalam mendidik anak-anak.
Bahkan Alkitab harus menjadi standar bagi setiap anggota keluarga Kristen. Agar hal ini
terlaksana maka penting untuk selalu diadakan pendalaman Alkitab secara bersama di dalam
keluarga supaya setiap anggota keluarga mengerti secara jelas prinsip-prinsip Firman Tuhan.
Pendalaman ini dilakukan secara kontinu setiap hari dengan metode diskusi dimana terdapat

23
www. The Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily.com diakses pada 1 Mei 2014
interaksi antara anggota-anggota keluarga. Melalui interaksi tersebut diharapkan materi
dapat didalami dan mengoreksi prilaku yang tidak tepat dalam keluarga. Hal ini sesuai
dengan manfaat Alkitab (2 Tim. 3:16).

Kedua, Orang tua berperan aktif dalam mendidik anak. Pendidikan yang diberikan
kepada anak-anak harus berlandaskan Alkitab, sehingga para orang tua Kristen harus
menguasai Alkitab lebih dahulu. Mereka perlu menguasai prinsip-prinsip Firman Allah yang
digali oleh para orang tua itu sendiri. Untuk mendukung upaya tersebut maka setiap orang
tua Kristen harus perlu diperlengkapi dengan cara-cara yang tepat dalam menggali Alkitab.
Cara-cara yang tepat ini dapat diperoleh dari tarning-traning yang diadakan oleh gereja-gereja
lokal atau lembaga-lembaga Kristen yang berorientasi memperlengkapi orang percaya dalam
menggali Alkitab secara benar. Selain itu pra orang tua Kristen dapat aktif dalam
pendalaman-pendalaman Alkitab secara kelompok yang akan menolong mereka memahami
Alkitab secara tepat dan benar. Disamping itu para orang tua juga dapat memperlengkapi diri
dengan buku-buku rohani yang berorientasi pada penadalaman Alkitab. Buku-buku rohani
tersebut dapat menjadi referensi bagi mereka dalam menggali Alkitab secara tepat dan benar.

Ketiga, orang tua harus secara berulang-ulang menanamkan prinsip-prinsip Firman


Tuhan kepada anak-anak mereka. Cara ini dapat dilakukan dengan pertama, orang tua
mengajak anak-anaknya berdiskusi setiap hari tentang satu perikop dalam Alkitab. Kedua,
orang tua dapat secara bersama-sama dengan anak-anak mereka menghafal ayat-ayat penting
dalam bagian Alkitab yang sedang mereka diskusikan. Ketiga, orang tua dapat membuat
sebuah aktivitas yang selalu mengingatkan anak-anak mereka tentang ayat-ayat Alkitab yang
penting bagi mereka, semisal orang tua dapat meminta anak-anak menempelkan satu bagian
ayat alkitab sebelum berangkat sekolah atau sebelum tidur disuatu tempat tertentu yang dapat
mereka ingat dan lihat.

Keempat, orang tua harus menjadikan keluarga sebagai tempat untuk mendidik anak.
Meskipun anak-anak telah mendapatkan pendidikan diluar keluarga, semisal sekolah, gereja
atau lembaga yang lain, namun para orang tua Kristen perlu menjadikan keluarga sebagai
tempat utama bagi anak-anak dalam menerima pendidikan. Agar hal tersebut dapat
berlangsung maka para orang tua perlu membuat suasana keluarga lebih kondusif. Upaya
yang dapat dilakukan agar suasan keluarga dapat lebih kondusif yaitu pertama, para orang tua
terus menjalin relasi dengan anak-anak dengan baik. Kedua, para orang tua selalu
membangun komunikasi dua arah agar terciptanya interaksi aktif dalam keluarga. Ketiga,
para orang tua perlu menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati di antara
anggota keluarga. Keempat, para orang tua harus memiliki waktu tertentu setiap hari untuk
berkumpul bersama dengan anak-anak mereka.

Kesimpulan

Masyarakat Yahudi memiliki sebuah model pendidikan anak yang dapat diterapkan bagi
keluarga Kristen masa kini. Model tersebut ada di dalam Ulangan 6:6 yang sering disebut
sebagai Shema. Adapun hal-hal yang dapat diterapkan adalah Pertama, materi yang berpusat
pada perintah Allah yang dinyatakan dalam praktek keagaaman dalam keluarga. Kedua,
pendidik yaitu orang tua yang akan mengajarkannya secara berulang-ulang. Ketiga. Tempat
yaitu keluarga sebagai pusat pendidikan agama
Adapun penerapan model Shema bagi pendidkan anak dalam keluarga Kristen adalah
sebagai berikut: Pertama, Alkitab harus menjadi fondasi dalam mendidik anak-anak. Kedua,
orang tua Kristen harus berperan aktif dalam mendidik anak. Ketiga, orang tua harus secara
berulang-ulang menanamkan prinsip-prinsip Firman Tuhan kepada anak-anak mereka.
Keempat, orang tua harus menjadikan keluarga sebagai tempat untuk mendidik anak.

Kepustakaan

Buku-buku

Hayim Donin. To Pray as a Jew: a guide to the prayer book and the synagogue service,
New York: Basic Books. 1980
Kalland S, Earl. The Expositor’s Bible Commentary Vol. III : Deuteronomy. Grand Rapid:
Zondervan Publishing House. 1992
Stern H. David. Stern. Jewish New Testament Commentary (Maryland, USA: Jewish New
Testament Publications. 1995

Internet

www.donfeder.com diakses pada 1 Mei 2014


www.e-sword.net 1 Mei 2014
www.jewishvirtuallibrary.org diakese pada 27 April 2014
http://id.wikipedia.org diakses pada 1 Mei 2014
www.solopos.com diakses pada 27 April 2014
www. The Resource Center for Jewish Clergy of InterfaithFamily.com diakses pada 1 Mei
2014

Anda mungkin juga menyukai