PENINGKATAN EKONOMI KREATIF BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Disusun oleh :
(Muhammad Ramdhani Arfan/1808016012/2018)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2019 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri adalah sebuah kegiatan dalam bidang ekonomi dengan nilai
investasi yang sangat besar dan membantu meningkatkan pembangunan di Indonesia. Aspek sosial dalam perindustrian mengakibatkan banyak pekerja diberdayakan sehingga mengurangi angka pengangguran. Menurut UU No. 5 Tahun 1984, “industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebi tinggi untuk penggunaannya termasuk kegiatan ramcang bangun dan perekayasaan industri.
Keberagaman budaya dalam segala segi bentuk dan rupa merupakan
hasil dari pola pikir manusia dengan mengikutsertakan pemahaman dan pengimplementasian produk budaya yang dihasilkan. Kearifan lokal memiliki nilai yang dapat memegang kendali perkembangan kebudayaan. Kebudayaan dijadikan cerminan identitas masyarakat yang didalamnya terkandung makna mendalam. Kearifan lokal ini berasal dari interaksi antara manusia dengan lingkungan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan takaran nilai kearifan atau kebijaksanaan (Maharani, 2018). Hal tersebut terus dijalankan dalam kehidupan manusia sehingga muncul sebuah kearifan yang berbeda disetiap daerah.
Kearifan lokal telah mampu memunculkan kekreatifitasan yang
dikembangkan oleh masyarakat sehingga terjadi era industri kreatif. Menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang didalamnya mengatur otonomi daerah, sehingga mewujudkan good government. Tujuan dari peraturan ini sangatlah jelas, yaitu ingin masyarakat sejahtera dengan memanfaatkan segala kearifan lokal yang dimiliki daerahnya. Creative home industry adalah salah satu wujud dari hasil keakraban masyarakat dengan ekonomi kreatif yang mengangkat perekonomian masyarakat bersangkutan (Azizah dan Muhfiatun,2017). Ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal dapat berasal dari sektor mana saja yang dapat dimanfaatkan dalam peningkatan kesejahteraan, tanpa terkecuali dari produk barang. Kerajinan gerabah menawarkan berbagai pemikiran kreatifitas dari masyarakat dalam mengembangkan nilai kualitas dan kuantitas barang kerajinan. Gerabah merupakan hasil kolaborasi yang tepat dari pemikiran manusia terhadap pemenuhan kebutuhan dan nilai estetika dari suatu produk barang. Produk gerabah tradisional kebanyakan yang dihasilkan adalah untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga, seperti halnya guci, kendi, tungku masak, dan celengan (Margana dan Istijabatul Aliyah, 2014).
Gerabah adalah kerajinan yang berasal dari tanah liat. Gerabah
sendiri sangat mendukung konsep back to nature, yang berpandangan bahwa memanfaatkan potensi alam akan menimbulkan suatu keselarasan antara manusia dengan alam. Perspektif lain, munculnya era Industri 4.0 hampir memusnahkan keeksisan dari seni gerabah. Hal itu dikarenakan kurangnya minat masyarakat dalam mempelajari sehingga sangat sedikit penerus seniman gerabah.
Permasalahan yang dihadapi para pengrajin gerabah di Indonesia
sangatlah nyata. Poin penekanan permasalahan lebih merujuk mengapa kerajinan gerabah semakin sepi peminat?. Mengangkat permaslahan tersebut, tujuan pembuatan essay ini akan menawarkan pandangan penyebab aspek sepinya peminat kerajinan gerabah dan solusi yang akan ditawarkan terutama agar dilirik oleh industri besar. BAB II
PEMBAHASAN
A. Permasalahan
Industri kerajinan gerabah merupakan industri yang tidak banyak
dilirik oleh banyak orang. Membutuhkan keahlian khusus adalah salah satu contoh dari alasan tidak adanya kemauan para penerus dalam melanjutkan produk kearifan local ini. Hal itu ditambah dengan pendapatan yang terbilang minim dari para pengrajin gerabah dalam penjualan produk sekaligus menambah tidak ketersediaan para anak muda untuk berinovasi terhadap kerajinan gerabah. ”Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai jasa para pahlawan”, ungkapan tersebut jika dikaitkan dalam budaya sangatlah bisa. Pahlawan bukan hanya turun dimedan perang dan gugur dalam peperangan, akan tetapi kata pahlawan juga terkait dengan jasa dalam menjaga budaya Indonesia agar tidak punah. Permasalahan yang begitu kompleks tentang kesintasan gerabah akan tergantung masyarakat Indonesianya, punah atau tetap bertahan. Bagaimanakah mengoptimalisasi kerajinan gerabah sebagai produk ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal adalah pokok permasalahan agar kerajinan ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan berdampak besar dalam peningkatan ekonomi.
B. Tinjauan Pustaka
Kegiatan ekspor adalah aktivitas yang banyak dilakukan dalam
perindustrian, termasuk kerajinan gerabah di Indonesia. Menurut Zulfikar (2013), terjadi pasang surut aktivitas ekspor dengan data dari tahun 2003- 2005. Pada tahun 2003, pendapatan ekspor gerabah mencapai 1.380.599 Dollar AS. Tahun 2004 dihasilkan pendapatan 934.862 Dollar AS, dan pada tahun 2005 tepatnya bulan September terjadi peningkatan sebesar 7,7% dari tahun sebelumnya. Penurunan di tahun 2004 sebesar 32% dan artinya penurunan angka pendapatan lebih besar daripada peningkatan di tahun 2005. Data tersebut menandakan industry kerajinan gerabah yang semakin terpuruk, terlebih sekarang adalah era industri 4.0 yang nantinya juga akan mendegradasi satu persatu kearifan lokal, lambat launnya.
Ekonomi kreatif sangat digencarkan terutama di era sekarang ini.
Menurut Heri Saksono (2012), ekonomi kreatif adalah bentuk upaya pemerintah yang mendayakan masyarakat berpikir kreatif dengan nilai ekonomi dan mampu merubah kehidupan masyarakat menjadi lebih berkualitas. Banyak aspek bidang yang dapat dikembangkan, salah satunya adalah memanfaatkan kearifan lokal setiap daerah. Nugraha (2012) mengembangkan metode untuk mengoptimalisasi pemanfaatan kerajinan gerabah. Metode ATUMICS merupakan metode untuk mentransformasikan tradisi atau kearifan lokal. Berasal dari 6 elemen, yaitu A (Artefact), T (Technique), U (Utility), M (Material), I (Icon), C (Concept), dan S (Shape). Aspek motivasi sangatlah penting dalam hal mengembangkan tradisi, antara lain: survival, creative self expression, economic, social, cultural, dan ecologic (Nugraha, 2012).