Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobac terium
tuberculosa, mycobacterium boviss e rta Mycobacyerium avium, tetapi lebih
sering disebakan oleh Mycobacterium tuberculosa (FKUI, 1998). Pada tahun 1993,
WHO telah mencanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis di dunia, karena
pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis menjadi tidak terkendali.
Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang
utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor
tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua
kelompok umur.
Di Indonesia sendiri, menurut Kartasasmita (2002), karena
sulitnya mendiagnosa tuberkulosis pada anak, maka angka kejadian tuiberkulosis
pada anak belum diketahui pasti, namun bila angka kejadian tuberkulosis dewasa
tinggi dapat diperkirakan kejadian tuberkulosis pada anak akan tinggi pula. Hal ini
terjadi karena setiap orang dewasa dengan BTA positif akan menularkan pada 10-15
orang dilingkungannya, terutama anak-anak (Depkes RI, 2002; Kartasasmita, 2002;
Kompas, 2003).
Lingkungan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari aktivitas
kehidupan manusia. Lingkungan, baik secara fisik maupun biologis, sangat berperan
dalam proses terjadinya gangguan kesehatan masyarakat, termasuk gangguan
kesehatan berupa penyakit tuberkulosis pada anak (Notoatmodjo, 2003). Oleh karena
itu kesehatan anak sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, baik secara fisik,
biologis, maupun sosial.
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang memberikan
pengaruh nesar terhadap status kesehatan penghuninya (Notoatmodjo, 2003).
Lingkungan rumah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyebaran
kuman tuberkulosis. Kuman tuberkulosis dapat hidup selama 1 – 2 jam bahkan
sampai beberapa hari hingga berminggu-minggu tergantung pada ada tidaknya sinar
ultraviolet, ventilasi yang baik, kelembaban, suhu rumah dan kepadatan penghuni
rumah.

B. Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, ada beberapa rumusan masalah yang
akan dibahas, diantaranya sebagai berikut.
1. Apa pengertian Tuberculosis (TBC)?
2. Bagaimana Etiologi TBC?
3. Bagaimana Patogenesis TBC?
4. Apa Tanda Dan Gejala TBC?
5. Bagaimana Penatalaksanaan TBC?
6. Apa dampak Komplikasi?
7. Bagaimana Diagnosa Keperawatan TBC?

C. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gejala-gejala dari penyakit sehingga masyarakat
bisa mengantisipasi dalam kehidupan sehari-hari, selain itu makalah ini juga bisa
menjadi bahan bacaan bagi akademik.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan anamnesa pada pasien yang terkena TB Paru
2. Mampu melakukan pemeriksaan fisik pada pasien yang terkena TB Paru.
3. Mampu membuat diagnosa pada pasien yang terkena TB Paru.
4. Mampu memberikan pelayanan pada pasien yang terkena TB Paru.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuberculosis
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama
meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB)
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
dengan gejala yang bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik
sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru
yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Mansjoer, 2000).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang menyerang pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri yaitu mycobacterium tuberculosis,
(Smeltzer, 2002). dapat menyimpulkan bahwa, TB Paru adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh kuman mycobakterium tuberculosis yang menyerang saluran
pernafasan terutama parenkim paru.
Klasifikasi tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis :
1. Tuberkulosis paru
2. Bekas tuberkulsis paru
3. Tuberkulosis paru tersangka.
Tuberkulosis tersangka yang terbagi dalam :
a. TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda
lain positif)
b. TB paru tersangka yang tidak diobati (sputum BTA negatif dan tandatanda
lain meragukan) (Suyono, 2001).
B. Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 µm dan tebal 0,3 – 0,6 µm dan
digolongkan dalam basil tahan asam (BTA). (Suyono, 2001)
C. Patogenesis
Paru merupakan port d entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil ( <5 µm ), kuman TB dalam percik renik ( droplet
nuclei ) yang terhirup dapat mencapai alveolus. Pada sebagian kasus, kuman TB
dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis nonspesifik, sehingga
tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya,
tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan
seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan
akan terus berkembangbiak dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang
dinamakan fokus primer Gohn.
Dari fokus primer Gohn, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi
fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
( limfangitis ) dan di kelenjar limfe ( limfadenitis ) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe akan yang terlibat adalah kelenjar
limfe parahilus ( perihiler ), sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis,
dan limfadenitis dinamakan kompleks primer ( primary complex ).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda
dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi
TB berlangsung selama 2-12 minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB
terbentuk, yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin
masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik,
pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan
tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas
selular telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera
dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik ( cellular mediated immunity, CMI ).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membenuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhan biasanya tidak sesempurna
fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar
secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu
kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya
penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar ( occult hematogenik spread ). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering
di apeks paru, limpa dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu dapat juga bersarang
di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di
sarang tetap hidup, tetapi tidak aktif ( tenang ), demikian pula dengan proses
patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang dikemudian
hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut ( acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara
akut, yang disebut dengan TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam
waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah
dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host)
dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah 5 tahun ( balita ) terutama di
bawah 2 tahun.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di
dinding vaskular pecah dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar
kuman TB akan masuk dan beredar didalam darah. secara klinis, sakit TB akibat
penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic
spread.

Catatan :
1. Penyebaran hematogen umumnya terjadi secara sporadik
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis, limfadenitis regional
3. TB primer adalah proses masuknya kuman TB, terjadinya penyebaran
hematogen, terbentuknya kompleks primer dan imunitas selular spesifik, hingga
pasien mengalami infeksi TB dan dapat menjadi sakit TB primer.
4. Sakit TB à TB pascaprimer karena mekanismenya dapat melalui proses
reaktivasi fokus lama TB ( endogen ) atau reinfeksi ( infeksi sekunder ) oleh
kuman TB dari luar (eksogen).

D. Tanda dan Gejala


1. Tanda
a. Penurunan berat badan
b. Anoreksia
c. Dispneu
d. Sputum purulen/hijau, mukoid/kuning.
2. Gejala
a. Demam
Biasanya menyerupai demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi
oleh daya tahan tubuh penderita dengan berat-ringannya infeksi kuman TBC
yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya infeksi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari
batuk kering kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk produktif
(menghasilkan sputum). Pada keadaan lanjut berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada ulkus
dinding bronkus.
c. Sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru.
d. Nyeri dada
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura (menimbulkan
pleuritis)
e. Malaise
Dapat berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, berat badan turun, sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam

E. Penatalaksanaan
Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah
eradikasi cepat M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya
komplikasi.
Jenis dan dosis OAT :
a. Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap
kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam
Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai
ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-
gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten).
Efek samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warnam merah atau jingga pada air seni dan
keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak
menjadi cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan
tidak berbahaya.
c. Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis,
atralgia.
d. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik
dan kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
e. Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan
penglihatan berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan
hijau, maupun optic neuritis.

Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat
jaringan paru yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang,
bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa tuberculosis atau untuk reseksi
bagian paru yang rusak.

Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

F. Dampak Komplikasi
Penderita TB paru antara lain:
1. Pendarahan dari saluran pernafasan bagian bawah yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Penyebaran infeksi ke organ lain
Misalnya : otak, jantung persendian, ginjal aslinya.

G. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi secret yang
berlebihan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru,
kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat sekunder terhadap mual.
4. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi
untuk aktivitas.
6. Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan
dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri
berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis
Jenis-Jenis Tuberculosis
1. Tuberculosis paru terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
2. Tuberculosis paru tidak terkonfirmasi secara bakteriologis dan histologis
3. Tuberculosis pada sistem saraf
Gejala-Gejala Tuberculosis
1. Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
2. Dahak bercampur darah
3. Batuk darah
B. Saran-saran
1. Bagi pihak rumah sakit hendaknya menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih
lengkap sehingga dapat menangani orang yang terkena TB Paru.
2. Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat dalam mencari ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan Penyakit TB Paru.
3. Diharapkan kepada pihak Akademik dan Dosen agar lebih efektif dalam
menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru.

Anda mungkin juga menyukai