Mklah Kelompok 3
Mklah Kelompok 3
OLEH
KELOMPOK III :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami, kelompok III selaku penyusun telah menyelesaikan pembuatan
makalah berdasar mata kuliah Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi, yang berjudul
“Perlindungan Hukum serta Karakter yang Baik”.
Mungkin dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan
yang tidak kami sadari. Oleh karena itu, kami memohon maaf atas segala kekurangan
yang ada dalam makalah ini, dan mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai pembelajaran selanjutnya.
Akhir kata, penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita.
Penyusun
Kelompok III
DAFTAR ISI
SAMPUL .........................................................................................................
PENDAHULUAN
Mensitir pendapat Sulayman Ibn ‘Abd al-Qawi Ibn Abd al-Karim Ibn Sa’id
atau yang populer dengan sebutan Najm ad-Din at-Tufi, seorang filosof Islam dari
Bagdad menyatakan bahwa “ kemaslahatan manusia pada dasarnya adalah tujuan
di dalam dirinya sendiri. Akibatnya perlindungan terhadapnya menjadi prinsip
hukum tertinggi atau sumber hukum paling kuat”.[2] Pendapat tersebut di
Indonesia sejalan dengan pemahaman populer dari Prof Cip (baca: Prof. Sacipto
Raharjo) yang menyatakan bahwa hukum untuk manusia bukan manusia untuk
hukum; konsekwensi pemahaman dimaksud adalah bahwa keberadaan hukum
sebagai tatanan kehidupan harus mampu mengayomi dan melindungi manusia
dari berbagai keadaan dan kebutuhan sepanjang dalam ranah keadilan (out of the
book) ,bukan manusia dipaksa untuk mengikuti bunyi teks hukum (teks of the
book).
Gustav Radbruch seorang filosuf Jerman mengingatkan bahwa hukum itu
harus mampu membawa pesan keadilan kepastian dan kemanfaatan[3] sebagai
tujuan hukum, timbul pertanyaan apakah perangkat hukum selama ini sudah
mampu memberikan tiga pesan tersebut. Ada dua hal berbeda yang perlu
diharmonisasikan oleh pembuat hukum,penegak dan pemakai hukum,karena
sistem hukum suatu Negara yang menyusun tatanan hukum dengan produk
hukum positif adalah masih terkait dengan ranah politik berbeda dengan pemakai
hukum yaitu warga Negara adalah tidak dalam ranah itu.
Penegak hukum adalah ranah netral dari kepentingan politik untuk
menjembatani instrumen hukum yang dibuat lembaga resmi dengan warga Negara
sebagai pemakai hukum. Ada bebrapa pilar penegak dalam hukum yaitu
Hakim,Jaksa,Polisi dan Advokat dari beberapa pilar tersebut harus sinergi untuk
menuju alur keadilan dalam menggali hukum demi kemaslahatan semua pihak.
Salah satu misi mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan telah termuat
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara yaitu mewujudkan sistem dan iklim
pendidikan nasional yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak
mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan
bertanggungjawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Indonesia Terlihat
dengan jelas GBHN mengamanatkan arah kebijakan di bidang pendidikan yaitu:
meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan
kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi
secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti
agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai
pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi
keluarga dan masyarakat yang didukung olehsarana dan prasarana memadai.
1
Sudikno Mertokusumo, dalam buku Hukum Administrasi Negara,karya Ridwan HR, hlm. 266
Ketika pemerintah melakukan tindakan hukum dalam kapasitasnya
sebagai wakil dari badan hukum, maka tindakan tersebut diatur dan tunduk
pada ketentuan hukum keperdataan, sedangkan ketika pemerintah bertindak
sebagai pejabat, maka tindakan itu diatur dan tunduk pada Hukum
Administrasi Negara. Tindakan hukum pemerintah dapat menjadi peluang
munculnya perbuatan yang bertentangan dengan hukum, yang melanggar hak-
hak warga negara. Oleh karena itu, hukum harus memberikan perlindungan
hukum bagi warga negara.
Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam
arti dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri
sebagai negara hukum, namun seperti yang disebutkan Paulus E. Lotulung,
masing-masing negara mempunyai cara dan mekanismenya sendiri tentang
bagaimana mewujudkan perlindungan hukum tersebut, dan juga sampai
seberapa jauh perlindungan hukum itu diberikan. Perlindungan hukum yang
dimaksudkan ini lebih ditekankan pada perlindungan hukum terhadap sikap
tindak atau perbuatan hukum pemerintah berdasarkan hukum positif di
Indonesia.
Secara umum ada tiga macam perbuatan pemerintahan yaitu
perbutan pemerintahan dalam bidang pembuatan peraturan perundang-
undangan (regeling), perbuatan pemerintahan dalam penerbitan keputusan
(beschikking), dan perbuatan pemerintahan dalam bidang keperdataan
(materiele daad). Dua bidang yang pertama terjadi dalam bidang publik oleh
karenanya tunduk pada hukum publik, sedangkan bidang yang terakhir khusus
dalam bidang keperdataan, maka tunduk berdasarkan ketentuan hukum
perdata. Muchsan mengatakan bahwa perbuatan melawan hukum oleh
pemerintah yang berbentuk melanggar hak subjektif orang lain tidak hanya
terbatas pada perbuatan yang bersifat privaatrechtelijk saja, tetapi juga
perbuatan yang bersifat publiekrechtelijk. Penguasa dapat dianggap
melakukan perbuatan melawan hukum karena melanggar hak subjektif orang
lain, apabila:
1. Penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hubungan
hukum perdata serta melanggar ketentuan dalam hukum tersebut.
2. Penguasa melakukan perbuatan yang bersumber pada hukum publik
serta melanggar ketentuan kaidah hukum tersebut.2
2
Muchsan, dalam buku Hukum Administrasi Negara,karya Ridwan HR, hlm. 269
3
dikutip dari Philipus Hadjon
b) Konsep yang membedakan negara sebagai penguasa dan Negara
sebagai fiscus. Sebagai penguasa, negara tidak dapat digugat dan
sebaliknya sebagai fiscus Negara dapat digugat.
c) Konsep yang mengetengahkan kriteria sifat hak, yakni apakah suatu
hak dilindungi oleh hukum publik ataukah hukum perdata.
d) Konsep yang mengetengahkan kriteria kepentingan hukum yang
dilanggar.
e) Konsep yang mendasarkan pada perbuatan melawan hukum sebagai
dasar untuk menggugat Negara.
f) Konsep yang memisahkan fungsi dan pelaksanaan fungsi
g) Konsep yang mengetengahkan suatu asumsi dasar bahwa negara dan
alat-alatnya berkewajiban dalam tindak-tanduknya, apapun aspeknya
(hukum publik atau hukum perdata) memperhatikan tingkah laku
menusiawi yang normal.
Berkenaan dengan kedudukan pemerintah sebagai wakil dari
badan hukum publik yang dapat melakukan tindakan-tindakan hukum
dalam bidang keperdataan seperti jual-beli, sewa menyewa, membuat
perjanjian, dan sebagainya, maka dimungkinkan muncul tindakan
pemerintah yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige
overheidsdaad). Berkenaan dengan perbuatan pemerintah yang
bertentangan dengan hukum ini disebutkan bahwa hakim perdata -
berkenaan dengan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah -
berwenang menghukum pemerintah untuk membayar ganti rugi. Di
samping itu, hakim perdata dalam berbagai hal dapat mengeluarkan
larangan atau perintah terhadap pemerintah untuk melakukan tindakan
tertentu.4
4
J. Spier, dalam buku Hukum Administrasi Negara,karya Ridwan HR, hlm. 271
Merajuk pada Pasal 1365 KUHPerdata, yang berbunyi: “tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.” Ketentuan ini telah mengalami pergeseran
penafsiran, sebagaimana tampak dari beberapa yurisprudensi.
5
Algra/Jansen, dalam buku Hukum Administrasi Negara,karya Ridwan HR, hlm. 272
onrechtmatige overheidsdaad adalah undang-undang dan peraturan
formal yang berlaku, kepatutan dalam masyarakat yang harus dipenuhi
oleh penguasa.
1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat TUN diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan
secara administratif sengketa tata usaha Negara tertentu, maka
sengketa tata usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya
administratif yang tersedia.
2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan
sengketa tata usaha Negara sebagaimana dimaksud ayat (1) jika
seluruh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Upaya administratif ini ada dua macam, yaitu banding administratif dan
prosedur keberatan. Banding administratif yaitu penyelesaian sengketa tata
usaha Negara dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang
mengeluarkan keputusan yang disengketakan. Sedangkan prosedur keberatan
adalah penyelesaian sengketa tata usaha Negara dilakukan oleh instansi yang
mengeluarkan keputusan yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai penyelesaian sengketa tata usaha Negara melalui
PTUN terdapat dalam Pasal 53 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 yang berbunyi:
“seorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan
oleh suatu keputusan TUN dapat mengajukan gugatan tertulis kepada
pengadilan yang berwenang yang berisi tuntutan agar keputusan TUN yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau tanpa disertai
tuntutan ganti rugi dan/atau rehabilitas”. Di dalam Pasal 53 ayat (2)
disebutkan mengenai tolok ukur untuk menilai KTUN yang digugat di PTUN,
yaitu sebagai berikut:
6
Sjachran Basah, dalam Ridwan HR (Hukum Administrasi Negara). Hlm. 291
2.2 Pendidikan Karakter
A. Pengertian Pendidikan Karakter
Pemahaman tentang pendidikan karakter tetap menjadi fenomena yang
sulit untuk didefinisikan, karena mencakup pendekatan yang sangat luas
dengan target tujuan, strategis pedagogis, dan orientasi filosofis. Althof dan
Berkowits mengidentifikasi perbedaan pendidikan moral dan pendidikan
karakter. Pendidikan moral focus pengajarannya pada pengembangan
penalaran rasa keadilan dan moralitas terhadap keperdulian antar individu.
Pendidikan karakter fokus pengajarannya pada pengembangan karakter dari
dalam (rohani) dan pengembangan karakter dari luar (jasmani) individu.
Menurut Sardiman dkk, pendidikan karakter adalah suatu sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa
(YME), diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi manusia insan kamil. Menurut Zamroni, pendidikan karakter
merupakan proses untuk mengembangkan pada diri setiap peserta didik
kesadaran sebagai warga bangsa yang bermartabat, merdeka, dan berdaulat
serta berkemauan untuk menjaga dan mempertahankan kemerdekaan dan
kedaulatan tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami
nilai-nilai perilaku manusia yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma dalam kehidupan sehari-
hari.
B. Tujuan Pendidikan Karakter
Pada dasarnya pendidikan karakter lebih mengutamakan pertumbuhan
moral individu yang ada dalam lembaga pendidikan. Menurut Doni Koesoma
A. disebutkan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah pendidikan karakter
semestinya diletakkan dalam kerangka dinamis dialektis, berupa tanggapan
individu terhadap sosial dan kultural yang melingkupinya, untuk dapat
menempatkan dirinya menjadi sempurna sehingga potensi-potensi yang ada di
dalam dirinya berkembang secara penuh yang membuatnya semakin menjadi
manusiawi. Semakin menjadi manusiawi berarti juga semakin menjadi
makhluk yang mampu berelasi secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya
tanpa kehilangan otonomi dan kebebasannya sehingga dapat bertanggung
jawab.Tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu
penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian
pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu,
dan seimbang.
Tujuan pendidikan karakter adalah:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai
manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter
bangsa;
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan
sejalan dengan nilai nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang
religius;
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa;
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan; dan
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan
belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan
rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
tujuan pendidikan karakter adalah untuk menanamkan nilainilai dan
pembaruan tata kehidupan sehingga dapat membentuk karakter dan akhlak
mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, serta dapat
ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.2. Saran
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna ,
oleh karena itu Prnulis sangat mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca dan dosen pembimbing, agar dalam
pembuatan makalah ke depannya dapat lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Lickona, Thomas, (1991), Educating for Character How Our Schools Can
Teach Respect and Responsibility, New York: Bantam Books.
Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia Heritage
Fondation.