Anda di halaman 1dari 25

Laporan Praktikum

OLEH,
NAMA : MA’FIRANI SYAM
NO.STAMBUK : A 241 14 020
KELOMPOK :I
ASISTEN : RISKA

LABORATORIUM FISIKA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2016
i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena berkat rahmat dan
taufik-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktikum Gelombang dan Optik
mengenai “Polarisasi Cahaya”. Selanjutnya penulis berterima kasih kepada kak
Riska selaku asisten praktikum yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan
laporan ini. Selanjutnya penulis juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah
memberi kritik dan masukan terhadap penyajian laporan praktikum ini.
Meskipun telah berusaha dengan segenap kemampuan, namun penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan
kerendahan hati penulis menerima adanya kritik dan saran yang membangun dari
pihak manapun demi perbaikan dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis
ucapkan selamat membaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan khususnya
mendapatkan nilai yang memuaskan.

Wassalamu’alaikum wr,wb.
Palu, Oktober 2016
Penulis

ii
DAFTAR ISI
LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Tujuan Percobaan ............................................................................... 1
1.3. Alat dan Bahan ................................................................................... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 2
2.1. Polarisasi ............................................................................................ 2
2.2. Polarisasi Cahaya ............................................................................... 3
2.2.1. Polarisasi Cahaya akibat Penyerapan ....................................... 5
2.2.2. Polarisasi Cahaya akibat Pemantulan ....................................... 7
2.3. Kegunaan Polarisasi ........................................................................... 9
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 11
3.1. Jenis Penelitian ................................................................................... 11
3.2. Waktu dan Tempat ............................................................................. 11
3.3. Prosedur Kerja .................................................................................... 11
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 12
4.1. Hasil Pengamatan ............................................................................... 12
4.2. Analisa Data ....................................................................................... 13
4.3. Pembahasan ........................................................................................ 15
BAB V KESIMPULAN ........................................................................................ 18
5.1. Kesimpulan......................................................................................... 18
5.2. Saran ................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19
LAPORAN SEMENTARA .................................................................................. 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik transversal (dikatakan
transversal karena arah getar medan magnetik dan medan listriknya tegak lurus
terhadap arah perambatan). Gelombang elektromagnetik merupakan
gelombang terpolarisasi karena arah getaran medan-medannya tidak acak. Arah
polarisasi gelombang cahaya didefinisikan searah dengan arah vektor medan
listrik. Bidang tempat medan listrik bergetar dinamakan bidang polarisasi
Cara yang paling umum untuk mendapatkan cahaya terpolarisasi adalah
dengan menggunakan metode penyerapan dengan menggunakan laser He-Ne
sabagai sumber cahaya yang termasuk dalam gelombang elektromagnetik.
Dengan mengguakan metode ini dapat dibuktikan Hukum Malus dan diperoleh
nilai Intensitas gelombangnya.
Peristiwa polarisasi tidak dapat diamati secara langsung oleh mata
manusia, sehingga diperlukan suatu alat yang dapat membantu untuk
menunjukan gejala polarisasi tersebut, sehingga dilakukanlah praktikum
Polarisasi Cahaya ini

1.2. Tujuan Percobaan


1. Mahasiswa dapat mengetahui intensitas cahaya polarisasi
2. Mahasiswa dapat membuktikan persamaan Hukum Malus

1.3. Alat dan Bahan


1. Red Dioda Laser 7. Capstone Software Pasco
2. Rotary motion sensor 8. Bangku Optik 110 cm
3. Polarization analizer 9. Laptop
4. High Sensitivity Light
Sensor
5. Aparature Brucket
6. Interface 750

1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Polarisasi
Suatu tali dilewatkan pada suatu papan bercelah (Gambar 2.1a). Salah satu
ujung tali diikat di titik C. Pada waktu tangan digetarkan vertikal, usikan akan
merambat pada tali melalui celah A dan tiba di ujung C. Tetapi ketika tangan
digetarkan kea rah arah, tidak semua usikan akan tiba di C, hanya usikan yang
arah vertikal saja yang dapat melewati celah A dan tiba di C.

Gambar 2.1.a

Peristiwa lewatnya gelombang pada celah A dinamakan polarisasi,


sedangkan gelombang yang melewati celah A dinamakan gelombang
terpolarisasi. Polarisasi boleh juga didefinisikan sebagai peristiwa penyearahan
dari getaran gelombang. Sedangkan gelombang terpolarisasi adalah gelombang
yang bergetar pada satu bidang getar saja. Arah getaran gelombang tali yang
melewati celah A (arah vertikal) dinamakan arah getar polarisasi.

2
Gambar 2.1. b-c

Ambil papan bercelah B letakkan pada jarak tertentu dari papan A sedemikian
sehingga celah pada kedua papan sejajar (Gambar 2.1.b), maka gelombang
akan diteruskan dan tiba di C. tetapi jika celah B tegak lurus celah A (Gambar
2.1.c), maka gelombang terpolarisasi yang lewat celah A tidak mampu
melewati celah B. Gelombang tidak mencapai titik C. Celah A yang membuat
gelombang terpolarisasi dinamakan polarisator sedangkan celah B dinamakan
analisator.
Jika gelombang transversal diganti dengan gelombang longitudinal
misalnya tali diganti dengan pegas panjang yang digetarkan secara
longitudinal. Ternyata gelombang akan lewat terus pada celah A dan B tanpa
terpengaruh pada posisi celah A dan B
Karena hanya gelombang transversallah yang dapat menimbulkan
fenomena polarisasi maka Fresnel dan Young pada permulaan abad ke-19
menyatakan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal berjalan bukan
gelombang longitudinal.

2.2. Polarisasi Cahaya


Gambar 2.2a melukiskan sebuah gelombang elektromagnetik yang
merambat kea rah sumbu x dengan arah medan listrik E pada arah sumbu y dan
arah getaran medan magnetik B pada arah sumbu z. Gelombang
elektromagnetik merupakan gelombang terpolarisasi karena arah getaran
medan-medannya tidak acak. Arah polarisasi gelombang cahaya didefinisikan

3
searah dengan arah vektor medan listrik. Bidang tempat medan listrik bergetar
dinamakan bidang polarisasi.
Cahaya yang berasal dari lampu pijar berasal dari pancaran cahaya oleh
atom-atom atau molekul-molekul sumber. Tiap atom atau molekul
menghasilkan gelombang seperti pada gambar 2.2.b dengan arah E sendiri-
sendiri. Akibatnya gelombang resultannya menjadi tidak terpolarisasi

Gambar 2.2
Artinya setiap saat vektor medan listrik berubah-ubah arahnya
misalnya di titik A arahnya ke atas tetapi di titik B ke kanan di titik C ke bawah
dan seterusnya
Untuk menyederhanakan penggambaran, gelombang tidak terpolarisasi
digambarkan seperti gambar 2.3.a, sedangkan gelombang terpolarisasi
digambarkan seperti pada gambar 2.3.b

Gambar 2.3.a-b
Cahaya yang tidak terpolarisasi dapat dijadikan terpolarisasi melalui metode
penyerapan dan pemantulan
4
2.2.1. Polarisasi akibat penyerapan
Cara ini merupakan cara yang paling umum untuk mendapatkan
cahaya terpolarisasi. Di sini dibutuhkan suatu material yang mampu
menyerap semua gelombang yang tidak diinginkan dan meloloskan
cahaya yang arah getar medan listriknya tertentu. Material/zat seperti ini
disebut zat dikroik
Pada tahun 1938 E.H.Land menemukan sejenis zat dikroik yang
dinamakan Polaroid. Molekul-molekul Polaroid tersusun sedemikian
rupa sehingga elektron-elektron di dalam molekul ini mampu menyerap
cahaya yang arah getarnya tidak diinginkan. Jadi hanya cahaya dengan
arah getar tertentu saja yang dapat lolos. Sumbu yang sejajar dengan arah
getar cahaya yang lolos ini dinamakan sumbu transmisi.
Pada gambar 2.4. cahaya datang pada keeping Polaroid. Anggap
keding Polaroid ini hanya melewatkan gelombang yang arah getar medan
listriknya vertikal saja.

Gambar 2.4
Gambar 2.5 melukiskan gelombang yang masuk keeping Polaroid.
Vektor medan listrik E membentuk sudut θ dengan sumbu transmisi.
Vektor E dapat digantikan dengan komponen vektor Ex dan Ey.
komponen Ex diserap Polaroid sedangkan komponen Ey diteruskan.
Besarnya komponen yang diteruskan adalah Ey = E0 cos θ
Intensitas gelombang yang diteruskan sebanding dengan kuadrat
dari amplitudo yaitu
Iy α E2y = E02 cos2θ

5
Gambar 2.5

Intensitas rata-rata gelombang yang diteruskan dihitung dengan


merata-ratakan Iy terhadap semua kemungkinan nilai θ. Karena nilai rata-
rata cos2θ = ½ maka besarnya intensitas rata-rata 𝐼𝑦 yang diteruskan:

𝐼𝑦 𝐸𝑦2 𝐸02 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃


= =
𝐼0 𝐸02 𝐸02
𝐼𝑦 = 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃
1
𝐼𝑦 = 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 = 𝐼
2 0

Kesimpulan: jika cahaya yang belum terpolarisasi masuk ke dalam


suatu Polaroid maka intensitas gelombang yang
diteruskan adalah ½ intensitas mula-mula(I0 =
intensitas cahaya yang datang)

Gambar 2.6 melukiskan suatu gelombang belum terpolarisasi


dengan intensitas I0 datang pada sebuah polarisator. Intensitas setelah
keluar polarsator adalah I1 = ½ I0

6
Gambar 2.6

Cahaya ini kemudian masuk analisator yang membentuk sudut θ.


Besarnya intensitas setelah masuk analisator adalah sebanding dengan
𝐸12 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 atau
𝐼2 = 𝐼1 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃
Rumus 𝐼 = 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 dikenal dengan nama Hukum Malus.
Berdsarkan rumus ini diperoleh bahwa jika sumbu transmisi analisator
dan polaristor membentuk sudut 90o maka intensitas yang keluar dari
analisator sama dengan nol.

2.2.2. Polarisasi akibat pemantulan


Ketika cahaya tak terpolarisasi datang pada suatu medium,
sebagian cahaya akan dibiaskan dan sebagian lain dipantulkan. Cahaya
yang dibiaskan tidak terpolarisasi tetapi cahaya yang dipantulkan dapat
terpolarisasi tergantung sudut datangnya. (Catatan: pemantulan biasanya
sangat kecil hanya sekitar 2% untuk sinar yang datang dari udara ke air)
Sudut datang dimana cahaya yan dipantulkan akan terpolarisasi
dinamakan sudut polarisasi atau sudut Brewster.
Pada gambar 2.7 seberkas cahaya tidak terpolarisasi datang pada
permukaan kaca pada sudut Brewster. Berkas cahaya dilukiskan dengan
dua komponen medan listrik yang saling tegak lurus. Ex arahnya ke luar
bidang kertas (diberi bulatan hitam). Ey tegak lurus Ex dan tegak lurus
arah rambatan (diberi tanda anaka panah). Ketika cahaya datang pada
7
sudut polarisasi, seluruh komponen Ey dibiaskan sedangkan Ex sebagian
dipantulkan dan sebagian dibiaskan. Berkas pantul merupakan berkas
terpolarisasi karena komponen medan listriknya hanya bergetar pada satu
bidang saja. Berkas bisa terpolarisasi sebagian. Berkas bias ini dapat
menjadi terpolarisasi dengan menyusun beberapa keeping seperti gambar
2.7

Gambar 2.7

Besar sudut polarisasi dapat dihitung dengan bantuan gambar 2.7.


berdsarkan hasil eksperimen diperoleh bahwa
ip + r = 90o
Dari rumus Snell:
sin 𝑖𝑝
= 𝑛21
sin 𝑟
Gabungkan kedua persamaan di atas diperoleh
sin 𝑖𝑝
= 𝑛21
sin 𝑟
sin 𝑖𝑝
= 𝑛21
sin(90 − 𝑖𝑝 )

8
sin 𝑖𝑝
= 𝑛21
cos 𝑖𝑝

tan 𝑖𝑝 = 𝑛21
dengan n12 adalah indeks bias relatif medium 2 (medium dimana sinar
dibiaskan) terhadap medium 1 (medium dimana sinar datang). Rumus ini
dikenal dengan hukum Brewster.

2.3. Kegunaan Polarisasi


Dalam fisika, polarisasi merupakan bukti kuat bahwa cahaya adalah gelombang
transversal. Adapun beberapa aplikasi dari polarisasi cahaya antara lain;
1. Warna Biru langit akibat fenomena polarisasi karena hamburan
Sebelum sampai ke bumi, cahaya matahari telah melalui partikel – partikel
udara di atmosfer sehingga mengalami hamburan oleh partikel – partikel di
atmosfer itu. Oleh karena cahaya biru memiliki panjang gelombang yang
lebih pendek daripada cahaya merah, maka cahaya birulah yang lebih
banyak dihamburkan dan warna itulah yang sampai ke mata kita.
2. Kacamata ryben
Kacamata ryben adalah kacamata yang digunakan saat terik matahari,
seperti di pantai atau sedang naik sepeda motor. Tujuannya supaya sinar
yang keluar dari kaca ryben sudah terpolarisasi dan intensitas cahaya
mengecil tidak menyebabkan silau
3. Filter pada fotografi
Penggunaan filter pada fotografi memungkinkan memperoleh gambar yang
leih jelas dengan mereduksi cahaya-cahaya yang tidak diperlukan
4. Filter Polaroid
Digunakan untuk melakukan analisis tegangan (stress) pada plastic
transparan. Saat cahaya melewati plastic, tiap warna cahaya tampak akan
dipolarisasi dengan arahnya masing – masing. Jika plastic semacam itu
diletakkan di antara dua pelat polarisasi, akan tampak pola warna – warni.
Jika salah satu pelat diputar, pola warna akan berubah karena warna yang
semula dihambat sekarang diteruskan.

9
5. Kaca mobil
Kaca mobil pada umumnya berwarna hitam, biru atau hijau tua. Kaca itu
sudah diberi lembaran plastik polaroid, sehingga sinar matahari yang keluar
dari kaca tersebut sudah terpolarisasi dan intensitasnya sudah mengecil.
6. LCD (Liquid Crystal Display)
Salah satu penerapan penting dari proses polarisasi adalah Liquid
CrystalDsiplay (LCD). LCD digunakan dalam berbagai tampilan, dari
mulai jam digital, layar kalkulator, hingga layar televise. LCD dapat
diartikan alat peraga kristal cair, berisi dua filter polarisasi yang saling
menyilang dan didukung oelh sebuah cermin. Biasanya polarisator yang
saling menyilang menghalangi semua cahaya yang melewatinya. Namun,
diantar kedua filter itu terdapat lapisan kristal cair. Selain energi listrik alat
ini dipadamkan, kristalnya memutar sinar-sinar yang kuat dengan
membentuk sudut 900. Sinar-sinar yang berputar itu kemudian dapat
menembus filter (penyaring) bagian belakang. Kemudian sinar-sinar itu
dipantulkan oleh cermin sehingga peraga (layar) tampak putih. Angka atau
huruf pada peraga dengan menyatakan daerah-daerah kristal cair. Ini
mengubah posisi kristal cair tersebut sehingga kristal-kristal tidak lagi
memutar cahaya.
7. Dan lain-lain

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Eksperimen Murni

3.2. Waktu dan Tempat


Waktu : Selasa, 25 Oktober 2016
Tempat : Laboratorium Gelombang dan Optik

3.3. Prosedur Kerja


1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan pada percobaan ini
2. Merangkai alat dan bahan seperti pada gambar berikut.

3. Menghidupkan High Sensitivity Light Sensor.


4. Mengatur posisi polarisator pada kedudukan 45o (sebagai ɵ1)
5. Mengklik tombol Record pada layar monitor, kemudian memutar analisator
(ɵ2) sebesar 360o searah jarum jam pada bagian atas, agar cahaya tidak
terhalang oleh tangan
6. Mencatat besar nilai presentase intensitas cahaya yang tertera pada layar
monitor untuk kedudukan θ2 yaitu 30o, 60o, 90o, 120o, 150o,180o, 210o,240o,
270o, 300o, 330o, 360o
7. Mengulangi langkah 4-8 untuk polarisator pada kedudukan 225o(sebagai
ɵ1)
8. Memasukkan data ke dalam tabel hasil pengamatan

11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengamatan

θ1 (o)

No. θ2 (o) 45° 225°

I (%) I (%)
1 30° 101,3 101,3

2 60° 101,3 101,3

3 90° 101,3 101,3

4 120° 101,3 101,3

5 150° 101,3 101,3

6 180° 101,3 101,3

7 210° 101,3 101,3

8 240° 101,3 101,3

9 270° 101,3 101,3

10 300o 101,0 101,3

11 330o 101,3 101,3

NST Busur derajat : 1o

12
4.2. Analisa Data
4.2.1. Menentukan intensitas cahaya polarisasi
Pada percobaan ini praktikan mencari besarnya intensitas cahaya
polarisasi yang diperoleh dengan menentukan besar sudut pada
polarisator dan analisator
𝐼0 : (Lihat pada tabel intensitas cahaya I yang diperoleh dari percobaan
menggunakan pasco pada masing-masing ɵ baik pada ɵ1 maupun ɵ2)
1
𝐼1 = 𝐼
2 𝑜
1
𝐼2 = 𝐼1 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃 = 2 𝐼0 𝑐𝑜𝑠 2 𝜃

dengan 𝜃 = 𝜃1 − 𝜃2

1. Untuk 𝛉𝟏 = 45°
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(15o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-15o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-45o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-75o)] = 3,39%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-105o)] = 3,39%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-135o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-165o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½101,3% [cos2(-195o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-225o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,0% [cos2(-255o)] = 3,38%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-285o)] = 3,39%

2. Untuk 𝜽𝟏 = 225°
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(195o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(165o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(135o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(105o)] = 3,39%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(75o)] = 3,39%
13
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(45o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(15o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-15o)] = 47,26%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-45o)] = 25,33%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-75o)] = 3,39%
 I2 = ½ I0 cos2 θ = ½ 101,3% [cos2(-105o)] = 3,39%

4.2.2. Grafik hubungan intensitas cahaya (I) dengan posisi sudut(ɵ)


1. Untuk ɵ1 = 45o

2. Untuk ɵ1 = 225o

14
4.3. Pembahasan
Polarisasi merupakan peristiwa penyearahan dari getaran gelombang.
Polarisasi hanya terjadi pada gelombang transversal.
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui intensitas
cahaya polarisasi dan dapat membuktikan persamaan Hukum Malus.
Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Red Dioda
Laser, Rotary motion sensor, Polarization analizer, High SensitivityLight
Sensor, Aparature Brucket, Interface 750, Capstone Software Pasco, Bangku
Optik 110 cm, Laptop dan Mouse. Adapun fungsi alat dan bahan tersebut yaitu
Red Diode Laser sebagai sumber cahaya monokromatis, Rotary Motion Sensor
sebagai sensor gerak rotasi, Polarization analyzer sebagai alat yang berguna
sebagai filter polarisasi yang terdiri atas polarisator dan analisator. Polarisator
berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dan cahaya tak terpolarisasi,
sedangkan analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya yang
terpolarisasi. High Sensitivity Light Sensor sebagai alat yang mendeteksi
besarnya intensitas cahaya laser, alat ini memiliki sensitivitas yang tinggi,
Apature Brucket adalah alat sensor cahaya yang terhubung dengan High
Sensitivity Light Sensor, Interface 750, laptop, mouse, dan software PASCO
sebagai alat penting yang saling terhubung untuk memperoleh, menampilkan
dan menganalisis data-data pada percobaan ini.
Adapun prosedur kerja dari percobaan ini yaitu dengan menyiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan pada percobaan ini, kemudian alat dan bahan
dirangkai seperti pada gambar di prosedur kerja, kemudian menghidupkan
High Sensitivity Light Sensor dan mengatur posisi polarisator pada kedudukan
45o (sebagai ɵ1). Kemudian mengklik tombol Record pada layar monitor,
kemudian memutar analisator (ɵ2) sebesar 360o searah jarum jam pada bagian
atas, agar cahaya tidak terhalang oleh tangan. Kemudian mengambil data yang
digunakan berupa grafik dengan menggunakan snipping tool. Setelah itu
mencatat besar nilai presentase intensitas cahaya yang tertera pada layar
monitor untuk sudut 30o,60o, 90o, 120o, 150o,180o, 210o,240o, 270o, 300o, 330o,
dan 360o. Kemudian untuk perlakuan kedua dengan mengatur kedudukan

15
polarisator pada 225o dan melakukan prosedur yang sama seperti perlakuan
pertama.
Pada percobaan ini kami melakukan pengamatan terhadap cahaya yang
terpolarisasi yang melalui beberapa proses, dimana seberkas cahaya menuju ke
polarisator. Disini cahaya dipolarisasi secara vertikal yaitu hanya komponen
medan medan listrik E yang sejajar sumbu transmisi. Selanjutnya cahaya
terpolarisasi menuju analisator. Dianalisator, semua komponen E yang tegak
lurus sumbu transmisi diserap, hanya komponen E yang sejajar sumbu
analisator diteruskan. Berdasarkan hukum malus, jika cahaya yang belum
terpolarisasi masuk ke dalam Polaroid maka intensitas gelombang yang
diteruskan menjadi setengah intensitas mula-mula. Kemudian cahaya tersebut
masuk ke dalam analisator dan membentuk sudut θ yang besarnya sama dengan
θ1 – θ2.
Pada percobaan polarisasi cahaya, kami menggunakan beberapa sudut
putar. Hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sudut polarisasi
dengan intensitas mula-mula (I0) dan intensitas keluaran. Sudut-sudut θ2 yang
digunakan antara lain: 45o dan 225°. Dengan sudut θ1 yang berbeda yaitu 30o,
60o, 90o, 120o, 150o,180o, 210o,240o, 270o, 300o, 330o, 360o
Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan, untuk kedudukan
polarisator 45o diperoleh intensitas cahaya untuk θ1 = 30o, 60o, 90o, 120o,
150o,180o, 210o,240o, 270o sebesar 101,3% sedangkan untuk θ1 = 300o
diperoleh intensitas cahaya 101,1% dan untuk θ1 = 360o diperoleh intensitas
sebesar 101,3%. Tetapi untuk kedudukan polarisator 250o diperoleh besarnya
intensitas cahaya yang sama untuk tiap nilai θ1 yaitu sebesar 101,3%
Pada hasil pengamatan, tidak diperoleh grafik fungsi cosinus seperti
persamaan pada hukum malus. Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya
keterampilan praktikan dalam menggunakan alat dan bahan
Pada analisa data dilakukan perhitungan intensitas cahaya setelah masuk
analisator berdasarkan persamaan Hukum Malus. Sehingga diperoleh untuk
kedudukan polarisator θ2 sebesar 45o maupun 225o diperoleh intensitas untuk
θ1 30o, 60o, 90o, 120o, 150o,180o, 210o,240o, 270o, dan 330o berturut turut yaitu
47,26%; 47,26%; 25,33%; 3,39%; 3,39%, 25,33%; 47,26%; 47,26%; 25,33%;
16
3,39%. Sedangkan untuk θ1 310o pada kedudukan polarisator 45o diperoleh
intensitas 3,38% sedangkan untuk kedudukan 225o diperoleh intensitas 3,39%.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat dikatakan bahwa semakin mendekati sudut
180o intensitas semakin kecil, kemudian semakin menjauhi sudut 180o
intensitas cahaya semakin besar.
Berdsarkan hukum malus, besarnya intensitas diperoleh berdasarkan
nilainya cos2θ. Sehingga cahaya akan terpolarisasi sempurna ketika nilai cos2θ
= 1 atau nilai θ = 0o atau 180o atau 360o karena intensitas cahaya diteruskan
secara maksimum sedangkan cahaya tidak akan terpolarisasi ketika θ = 90o
atau 360o karena nilai cos2θ akan sama dengan nol karena semua cahaya
diserap oleh analisator.
Berdasarkan teori tersebut, hasil pengamatan yang diperoleh sesuai
dengan hukum Malus atau Hukum Malus terbukti pada percobaan ini.

17
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
1. Polarisasi merupakan proses pembatasan getaran vektor yang membentuk
suatu gelombang transversal sehingga menjadi satu arah.
2. Besarnya intensitas cahaya dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Hukum Malus berikut
I2 = ½ I0 cos2θ
dengan
I2 = besarnya intensitas setelah masuk analisator
I0 = besarnya intensitas sebelum masuk polarisator
θ = sudut yang terbentuk saat masuk analisator = θ1 – θ2

5.2. Saran
Sebaiknya modul praktikum yang diberikan diperjelas, diperlengkap dan
sesuai dengan apa yang akan dilakukan saat praktikum. Sehingga mahasiswa
tidak bingung dalam mengerjakan tugas awal dan laporan

18
DAFTAR PUSTAKA

Surya, Yohanes. 2009. Optik. Kandel: Tangerang


Tim Penyusun. 2016. Modul Praktikum Gelombang dan Optik. Palu: Universitas
Tadulako
Young & Freedman. 2001. Fisika Universitas Ed.10 Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Yuliawati, Okta. 2014. Aplikasi Polarisasi Cahaya, [online]. Tersedia:
http://oktantic.blogspot.co.id/2014/01/aplikasi-polarisasi-cahaya.html.
[25 Oktober 2016]

19
LAPORAN SEMENTARA
PERCOBAAN V
POLARISASI CAHAYA

I. Waktu dan Tempat : Selasa, 25 Oktober 2016


II. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui intensitas cahaya polarisasi
2. Mahasiswa dapat membuktikan persamaan Hukum Malus

III. Hasil Pengamatan

θ1 (o)

No. θ2 (o) 45° 225°

I (%) I (%)

1 30° 101,3 101,3

2 60° 101,3 101,3

3 90° 101,3 101,3

4 120° 101,3 101,3

5 150° 101,3 101,3

6 180° 101,3 101,3

7 210° 101,3 101,3

8 240° 101,3 101,3

9 270° 101,3 101,3

10 300o 101,0 101,3

11 330o 101,3 101,3

20
21

Anda mungkin juga menyukai