INDONESIA
MAKALAH
PENGANTAR PENDIDIKAN
Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang Sejarah Pendidikan dan Perkembangan di Indonesia ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
pada Ibu Desi Eri Kusumaningrum, S. Pd. M. Pd. selaku Dosen mata kuliah
Pengantar Pendidikan Universitas Negeri Malang yang telah memberikan tugas
ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai Sejarah Pendidikan dan
Perkembangan di Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
2. Sejarah Pendidikan mengajar kita membedakan mana yang bernilai tinggi dan
mana tidak, sehingga kita terhindar dari tindakan-tindakan yang salah dan
sesat dalam melaksanakan usaha-usahan pendidikan.
3. Sejarah Pendidikan memberi kita pegangan, sehingga tidak akan terjadi,
bahwa kita akan selalu menganggap rendah hal-hal yang sudah lama dan
menganggap tinggi hal-hal yang update (modern).
4. Dengan mempelajari Sejarah Pendidikan kita akan sadar bahwa pendidikan
itu hendaknya disesuaikan atau diselaraskan dengan perubahan-perubahan
dalam keadaan, ilmu pengetahuan dan teknik.
5. Sejarah Pendidikan menginsyafkan kita, bahwa pendidikan dan tugas
pendidik sangat penting artinya.
6. Dengan mempelajai Sejarah Pendidikan kita akan memperoleh contoh-contoh
pendidikan yang baik.
Dalam hal itu perlu kita perhatikan tiga hal yaitu sebagai berikut.
a. Sejarah Pendidikan memberi pelajaran kepada kita, bahwa sejak dahulu kala
banyak dalil-dalil pendidikan dikemukakan orang, yang kemudian dilupakan
lagi.
b. Hasil kedua adalah timbulnya pendapat, bahwa teori-teori pendidikan tidak
dapat kita rumuskan dalam rumus yang nilainya mutlak: berlaku untuk setiap
waktu dan untuk tiap-tiap bangsa.
c. Akhirnya kita lihat dalam Sejarah Pendidikan itu suatu garis yang menuju ke
arah perkembangan, ke arah perbaikan dalam sistim pendidikan.
Dari uraian diatas akan lebih jelas, bahwa barang siapa yang ingin
memahami keadaan sekarang dan ingin berusaha untuk mencapai kemajuan,
hendaknya ia mengetahui hal-hal dari masa yang telah lampau.
3
membahas sejarah pendidikan dunia yang meliputi zaman-zaman: (1) Realisme,
(2) Rasionalisme, (3) Naturalisme, (4) Developmentalisme, (5) Nasionalisme.
Berikut merupakan penjelasan dari berbagai zaman :
(1) Zaman Realisme
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan alam yang
didukung oleh penemuan-penemuan ilmiah baru, pendidikan diarahkan
pada kehidupan dunia dan bersumber dari keadaan dunia pula, berbeda
dengan pendidikan-pendidikan sebelumya yang banyak berkiblat pada
dunia ide, dunia surga dan akhirat. Realisme menghendaki pikiran yang
praktis (Pidarta, 2009: 111-14). Menurut aliran ini, pengetahuan yang
benar diperoleh tidak hanya melalui penginderaan semata (Jocke), tetapi
juga melalui persepsi penginderaan (Mudyahardjo, 2012: 117).
Pendidikan pada zaman Realisme ini yang menjadi tokohnya
adalah Francis Bacon dan Johann Amos Comenius. Sedangkan prinsip-
prinsip pendidikan yang dikembangkan pada zaman ini meliputi:
a) Pendidikan lebih dihargai daripada pengajaran, Pendidikan harus
menekankan aktivitas sendiri,
b) Penanaman pengertian lebih penting daripada hafalan, Pelajaran
disesuaikan dengan perkembangan anak,
c) Pelajaran harus diberikan satu per satu, dari yang paling mudah,
d) Pengetahuan diperoleh dari metode berpikir induktif (mulai dari
menemukan fakta-fakta khusus kemudian dianalisa sehingga
menimbulkan simpulan) dan anak-anak harus belajar dari realita alam,
e) Pendidikan bersifat demokratis dan semua anak harus mendapatkan
kesempatan yang sama untuk belajar (Pidarta, 2009: 111-114).
(2) Zaman Rasionalisme
Aliran Rasionalisme ini memberikan kekuasaan pada manusia
untuk berfikir sendiri dan bertindak untuk dirinya, karena itu latihan
sangat diperlukan pengetahuannya sendiri dan bertindak untuk dirinya.
Paham ini muncul karena masyarakat dengan kekuatan akalnya dapat
menumbangkan kekuasaan Raja Perancis yang memiliki kekuasaan
absolut. Tokoh pendidikan pada zaman ini pada abad ke-18 adalah John
4
Locke. Teorinya yang terkenal adalah leon Tabularasa, yaitu mendidik
seperti menulis di atas kertas putih dan dengan kebebasan dan kekuatan
akal yang dimilikinya manusia digunakan unutk membentuk
pengetahuannya sendiri. Teori yang membebaskan jiwa manusia ini bisa
mengarah kepada hal-hal yang negatif, seperti intelektualisme,
individualisme, dan materialisme (Ibid: 115). Proses belajar menurut John
Locke ada 3 langkah yaitu:
1) Mengamati hal-hal yang ada diluar diri manusia.
2) Mengingat apa yang telah diamati dan dihafalkan.
3) Berfikir
(3) Zaman Naturalisme
Zaman Naturalisme adalah merupakan reaksi terhadap aliran
Rasionalisme, pada abad ke-18 muncullah aliran Naturalisme dengan
tokohnya, J. J. Rousseau. Aliran ini menentang kehidupan yang tidak
wajar sebagai akibat dari Rasionalisme, seperti korupsi, gaya hidup yang
dibuat-buat dan sebagainya. Naturalisme menginginkan keseimbangan
antara kekuatan rasio dengan hati dan alamlah yang menjadi gurr,
sehingga pendidikan dilaksanakan secara alamiah (pendidikan alam)
(ibid.: 115-116). Naturalisme menyatakan bahwa manusia didorong oleh
kebutuhan-kebutuhannya, dapat menemukan jalan kebenaran di dalam
dirinya sendiri (Mudyaharjo, 2012: 116). Menurut Rousseau ada tiga asas
pengajar yaitu:
1) Asas pertumbuhan: pengajaran harus memberikan kesempatan pada
anak-anak bertumbuh secara wajar dengan cara mempekerjakan
mereka sesuai dengan kebutuhannya
2) Asas aktifitas: melalui belajar anak-anak menjadi aktif yang akan
meberikan pengalaman, yang kemduain akan menjadi penetahuan
mereka
3) Asas individualis: dengan cara menyiapkan pendidikan sesuai dengan
individualitas masing-masing anak, sehingga mereka berkembang
menurut alamnya sendiri
5
(4) Zaman Developmentalisme
Zaman Developmentalisme berkembang pada abad ke-19. Aliran
ini memandang pendidikan sebagai suatu proses perkembangan jiwa
sehingga aliran ini sering disebut gerakan psikologis dalam pendidikan.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah: Pestalozzi, Johan Fredrich Herbart,
Friedrich Wilhelm Frobel, dan Stanley Hall.Konsep pendidikan yang
dikembangkan oleh aliran ini meliputi:
6
di beberapa Negara, seperti di Jerman, yang akhirnya menimbulkan
pecahnya Perang Dunia I (Pidarta, 2009: 120-21).
7
(Mudyahardjo.: 121-223) Pendidikan agama Islam Tradisional ini tidak
diselenggarakan secara terpusat, namun banyak diupayakan secara
perorangan melalui para ulamanya di suatu wilayah tertentu dan
terkoordinasi oleh para wali di Jawa, terutama Wali Sanga.Sedangkan di
luar Jawa, Pendidikan Islam yang dilakukan oleh perseorangan yang
menonjol adalah di daerah Minangkabau (ibid.: 228-241).
(3) Zaman Pengaruh Nasrani (Khatolik dan Kristen)
Bangsa Portugis pada abad ke-16 bercita-cita menguasai
perdagangan dan perniagaan Timur-Barat dengan cara menemukan jalan
laut menuju dunia Timur serta menguasai bandar-bandar dan daerah-
daerah strategis yang menjadi mata rantai perdagaan dan perniagaan
(Mudyahardjo, 2012: 242). Di samping mencari kejayaan (glorious) dan
kekayaan (gold), bangsa Portugis datang ke Timur (termasuk Indonesia)
bermaksud pula menyebarkan agama yang mereka anut, yakni Katholik
(gospel).
Pada akhirnya pedagang Portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu dihasilkan. Namun kekuasaan
Portugis melemah akibat peperangan dengan raja-raja di Indonesia dan
akhirnya dilenyapkan oleh Belanda pada tahun 1605 (Nasution, 2011: 4-
5). Dalam setiap operasi perdagangan, mereka menyertakan para paderi
misionaris Paderi yang terkenal di Maluku, sebagai salah satu pijakan
Portugis dalam menjalankan misinya, adalah Franciscus Xaverius dari
orde Jesuit. Orde ini didirikan oleh Ignatius Loyola (1491-1556) dan
memiliki tujuan yaitu segala sesuatu untuk keagungan yang lebih besar
dari Tuhan (Mudyahardjo, 2012: 243). Yang dicapai dengan tiga cara:
memberi khotbah, memberi pelajaran, dan pengakuan. Orde ini juga
mempunyai organisasi pendidikan yang seragam: sama di mana pun dan
bebas untuk semua. Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang
ampuh untuk penyebaran agama (Nasution, 2012: 4-5).
Sedangkan pengaruh Kristen berasal dari orang-orang Belanda
yang datang pertama kali tahun1596 di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dengan tujuan untuk mencari rempah-rempah. Untuk
8
menghindari persaingan di antara mereka, pemerintah Belanda mendirikan
suatu kongsi dagang yang disebut VOC (vreenigds Oost Indische
Compagnie) atau Persekutuan Dagang Hindia Belanda tahun 1602
(Mudyahardjo, 2012: 245). Sikap VOC terhadap pendidikan adalah
membiarkan terselenggaranya Pendidikan Tradisional di Nusantara,
mendukung diselenggarakannya sekolah-sekolah yang bertujuan
menyebarkan agama Kristen. Kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh
VOC terutama dipusatkan di bagian timur Indonesia di mana Katholik
telah berakar dan di Batavia (Jakarta), pusat administrasi colonial.
Tujuannya untuk melenyapkan agama Katholik dengan menyebarkan
agama Kristen Protestan, Calvinisme (Nasution, 2012: 4-5).
(4) Zaman Kolonial Belanda
Saat Belanda menjajah Indonesia, pendidikan yang ada diawasi
secara ketat oleh Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda tahu bahwa
melalui pendidikan, gerakan-gerakan perlawanan halus terhadap
keberadaan Belanda di Indonesia pada sat itu dapat muncul dan
menyulitkan Belanda saat itu.
Tiga poin utama dalam politik etis Belnada pada masa itu adalah
irigasi, migrasi, dan edukasi. Dalam poin eduksi, peerintah Belanda
mendirikan sekolah-sekolah gaya barat untuk kalangan pribumi. Akan
tetapi keberadaan sekolah-sekolah ini ternyata tidak menjadi sarana
pencerdasan masyarakat pribumi. Pendidikan yang disediakan Belanda
ternyata hanya sebatas mengajari para pribumi berhitung, membaca, dan
menulis.
Pada masa ini pula, pendidikan pendidikan rakyat juga turut
muncul. Sekolah sekolah rakyat seperti Taman Siswa dan Muhammadiyah
muncul dan berkembang. Jadi dapat dikatakan pada masa tersebut terdapat
3 tipe jalur pendidikan yang berbeda:
1) System pendidikan dari masa islam yang diwakili dengan pondok
pesantren
2) Pendidikan bergaya barat yang disediakan oleh pemerintah Hindia-
Belanda
9
3) Pendidikan “swasta pro-pribumi” seperti Taman Siswa dan
Muhammadiyah
Golongan baru inilah yang kemudian berjuang merintis
kemerdekaan melalui pendidikan. Perjuangan yang masih bersifat
kedaerahan berubah menjadi perjuangan bangsa sejak berdirinya Budi
Utomo pada tahun 1908 dan semakin meningkat dengan lahirnya Sumpah
Pemuda tahun 1928. Setelah itu tokoh-tokoh pendidik lainnya adalah
Mohammad Syafei dengan Indonesisch Nederlandse School-nya, Ki Hajar
Dewantara dengan Taman Siswa-nya, dan Kyai Haji Ahmad Dahlan
dengan Pendidikan Muhammadiyah-nya yang semuanya mendidik anak-
anak agar bisa mandiri dengan jiwa merdeka (Pidarta, 2009: 125-33).
(5) Zaman Kolonial Jepang
Perjuangan bangsa Indonesia dalam masa penjajahan Kolonial
Jepang tetap berlanjut sampai cita-cita untuk merdeka tercapai. Walaupun
bangsa Jepang menguras habis-habisan kekayaan alam Indonesia, bangsa
Indonesia tidak pantang menyerah dan terus mengobarkan semangat 45 di
hati mereka. Meskipun demikian, ada beberapa segi positif dari penjajahan
Jepang di Indonesia. Di bidang pendidikan, Jepang telah menghapus
dualisme pendidikan dari penjajah Belanda dan menggantikannya dengan
pendidikan yang sama bagi semua orang. Selain itu, pemakaian bahasa
Indonesia secara luas diinstruksikan oleh Jepang untuk di pakai di
lembaga-lembaga pendidikan, di kantor-kantor, dan dalam pergaulan
sehari-hari. Hal ini mempermudah bangsa Indonesia untuk merealisasi
Indonesia merdeka. Pada tanggal 17 Agustus 1945 cita-cita bangsa
Indonesia menjadi kenyataan ketika kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan kepada dunia (Mudyahardjo, 2012:266-272).
10
(1) Zaman Kemerdekaan Awal (1945-1950)
Pendidikan pada awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat
menyamai dan mendekati system pendidikan negara maju. Pada masa
peralihan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan berbagai
kesulitan di bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk
pendidikan. Dari sejumlah anak-anak di Indonesia hanya 10 % yang dapat
menikmati sekolah, sehingga 90% anak Indonesia masih buta huruf. Oleh
karena itu, setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah mengangkat Ki
Hajar Dewantara sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan kebudayaan
(PP dan K). K i Hajar Dewantar menjabat selama 3 bulan, kemudian
jabatan Menteri PP dan K dijabat oleh Mr. T.S.G Mulia yang menjabat
selama 5 bulan. Selanjutnya di jabat oleh Mohammad Syafei. Kemudian
digantikan oleh Mr. Soewandi, Mr. Soewandi membentuk Panitia
Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang bertugas untuk meneliti
dan merumuskan masalah pengajaran setelah kemerdekaan.
Tujuan umum pendidikan Indonesia merdeka adalah mendidik
anak-anak menjadi warga negara yang berguna, yang diharapkan kelak
dapat memberikan pengetahuannya kepada negara, dengankata lain lebih
menekankan pada penanaman semangat patriotisme. Kurikulum pada saat
itu diberi nama Leer Plan dalam bahasa Belanda artinya Rencana
Pelajaran dan masih di pengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda
dan Jepang. Rencana pelajaran 1947 dikatakan sebagai pengganti sistem
pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Karena saat itu Indonesia masih
dalam semangat juang merebut kemerdekaan dan membentuk karakter
manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat agar sejajar dengan bangsa
lain yang ada di muka bumi.
Pendidikan pada awal Kemerdekaan terbagi atas empat tingkatan.
1. Pendidikan Rendah
Pendidikan ini disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama
pendidikannya 3 tahun. Maksud pendirian SR adalah selain
meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga
dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak
11
bersekolah. Kurikulum SR di atur sesuai dengan putusan Menteri PKK
tanggal 19 Nopember 1946 No 1153/Bhg A yang menetapkan daftar
pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung.
2. Sekolah Menengah Pertama
Sekolah ini sama halnya pada zaman Jepang, SMP
memepergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan
keluarnya surat keputusan menteri PPK tahun 1946 maka diadakan
pembagian A dan B mulai kelas II
3. Pendidikan Menegah Atas (Tinggi)
SMA merupakan pendidikan 3 tahun setelah SMP dan setalah lulus
dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai pelajaran belum
jelas dan yangdiberikan adalah rencana pelajaran dalam garis besarnya
saja. Berikut rencana pembelajaran yang berlaku yaitu:
a. Isinya memenuhi kebutuhan nasional
b. Bahasa pengantarnya dalah Bahasa Indonesia
c. Mutunya setingkat dengan SMT/SMA menjelang kemerdekaan.
4. Pendidikan Tinggi
Pada akhir tahun 1949, tercatatsejumlah 24.775 buah sekolah
rendah di seluruh Indonesia. Untuk pendidikan tinggi, sudah ada
sekolah tinggi dan akademi di beberapa kota seperti Jakarta, Klaten,
Solo dan Yogyakarta. Selain itu ada pula Universitas Gajah Mada.
(2) Zaman Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pada saat demokrasi liberal di awal tahun 1950 pendidikan diatur
dalam Undang-Undang Sementara (UUDS) 1950. Tujuan dan dasar
pendidikan termuat dalam UU No.4 tahun 1950 yang diberlakukan untuk
seluruh Indonesia. Karena terjadi ketegangan yang berkaisar pada masalah
pendidikan agama, khususnya agama islam maka setelah empat tahun baru
diundangkan UU No.12 tahun 1945 tentang Pendidikan dan Pengajaran di
Sekolah. Undang-undang No.12 tahun 1945 berlaku hingga tahun 1959.
Sistem persekolahan secara formal pada saat itu terdiridari jenjang
pendidikan TK, rendah, menengah dan tinggi. Usaha penyesuaian yang
dilakukan antara lain:
12
a. Bahasa Indonesia menjada Bahasa pengantar untuk Sekolah Rakyat
Negeri
b. Penyelenggara pendidikan dimulai dengan persipan kewajiban belajar
dengan menyusun rencana 10 tahun kewajiban belajar dengan uji coba
di Pasuruan dan Jepara
c. PP NO. 65 Tahun 1951 tentang penyerahan urusan sekolah rendah ke
pemerintah provinsi kecuali SR patian
13
Pancasila seperti di jelaskan dalam Manipol/Usdek. Sistem persekolahan
selama kurun waktu 1959-1965 meliputi:
1) Pendidikan Prasekolah (5-7) th : TK
2) SD (7-12 th): SD, MI
3) SLTP (13-15 th): SMP, SMEP, SKKP, ST, MTS
4) SLTA (16-18 th): SMA, SMEA, STM, SPG, SMOA, MA
5) PT (19-23 th): Universitas, Institut, Sekolah Tinggi
Sedangkan peneyelenggaraan pendidikan meliputi:
1) Sapta Usaha Tama
2) Panca Wardhana
3) Panitia pembantu pemeliharaan sekolah dan perkumpulan orang tua
murid dan guru-guru (POMG)
4) Pendidikan Masyarakat
5) Perguruan Tinggi
Kurikulum Pendidikan:
1) Sekolah Rakyat diubah menjadi SD
2) Kurikulum SD 1964 terdiri dari 5 kelompok bidang study
(Wardhana): perkembangan moral, perkembangan kecerdasan,
perkembangan emosional/artostik, perkembangan keprigelan, dan
perkembangan jasmani.
3) Kurikulum SMP 1962 (Kurikulum SMP gaya baru): penghapusan
jurusan, penambahan jam krida, pelaksanaan BP.
4) Kurikulum SMA Selma demokrasi terpimpin mengalami perubahan 2
kali yaitu tahun 1961 dan 1964. SMA terdiri atas bagian A, bagian B,
dan bagian C.
(4) Zaman Orde Baru
Pokok-pokok penting kebijakan pada bidang pendidikan di masa
Orde Baru di antaranya diarahkan untuk menciptakan kesempatan belajar
yang lebih luas dan diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.
Khususnya pendidikan tinggi diarahkan pada sasaran pembinaan
mahasiswa yang mampu menjawab tantangan modernisasi. Oleh karena
itu, dikembangkanlah sistem pendidikan yang berhubungan dengan
14
pengembangan kesempatan dan kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja
yang diperlukan oleh pembangunan nasional.
Tujuan dari dasar pendidikan pada saat itu adalah mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah yang
berlangsung seumur hidup berdasar Pancasila. Undang-undang No.2 tahun
1989 tentang Pendidikan Nasional lahir ketika Fuad Hasan menjabat
sebagai menteri. Sistem pendidikan dan persekolahan meliputi.
1. Sistem pendidikan terdiri dari jalur pendidikan sekolah dan pendidikan
luar sekolah.
2. Sistem pendidikan terdiri dari 3 jenjang, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi.
Pada masa Orde Baru, dimunculkan sebuah konsepsi pendidikan
yang dikenal dengan sekolah pembangunan. Konsepsi ini di ajukan oleh
Mashuri S.H selaku menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam konsepsi
sekolah pembangunan, para siswa dikenalkan kepada jenis-jenis dan
lapangan serta lingkungan kerja. Halini dimaksudkan agar mereka dapat
melihat kemungkinan untuk memberikan jasa melalui kaaryanya.
Pendidikan bukan ditujukan untuk mempertahankan eksistensi manusia,
namun untuk mengeksploitasi intelektualitas mereka demi hasrat
kepentingan penguasa. Pada periode Orde Baru atau lebih dikenal dengan
era “manusia robot” sudah pernah menerapkan kurikulum pendidikan,
antara lain:
1. Tahun 1968-Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Panca
Wardhana menjadi pembinaan jiwa Pancasila.
2. Tahun 1975-Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih
efisien dan efektif.
3. Tahun 1984-Kurikulum 1984
Kurikulum 1984 mengusung proses skill approach. Meski
mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap lebih
15
penting. Kurikulum ini sering di sebut “Kurikulum 1975 yang
disempurnakan”.
4. Tahun 1994 dan 1999-Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum
1999
Kurikulum 1994 lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikum
sebelumnya yaitu mengkombinasikan antara kurikulum 1975 yang
berorientasi tujuan dan pendekatan proses yang dimiliki kurikulum
1984. Kejatuhan rezim Soeharto pada 1998, diikuti kehadiran
Suplemen Kurikulum 1999. Tapi perubahannya lebih pada
merevisi dan pengurangan beban sejumlah materi.
(6) Zaman Reformasi
Era reformasi telah memberikan ruang yang cukup besar bagi
perumusan kebijakan-kebijakan pendidikan baru yang bersifat reformatif
dan revolusioner. Bentuk kurikulum menjadi berbasis kompetensi. Begitu
pula dengan pelaksanaan pendidikan berubah dari sentralistik (orde lama)
menjadi desentralistik. “Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari anggaran pendapatan
dan belanja negara, serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Pendidikan di era reformasi 1999 mengubah wajah sistem
pendidikan Indonesia melalui UU No.22 tahun 1999, dengan ini
pendidikan menjadi sektor pembangun yang didesentralisasikan.
Pemerintah memperkenalkan model “Manajemen Berbasi Sekolah”,
sementara untuk mengimbangi kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas, maka dibuat sistem “Kurikulum Berbasis Kompetensi”.
Memasuki tahun2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun2003 tentang
sistem pendidikan nasional menggantikan UU No.2 tahun 1989 dan sejak
saat itu pendidikan dipahami sebagai:”usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya”.Pendidikan di masa
reformasi belum sepenuhnya berhasil, karena pemerintah belum
16
memberikan kebebasan sepenuhnya untuk mendesain pendidikan sesuai
dengan kebutuhan dan kepentingan lokal.
Ada beberapa kesalahan dalam pengelolahan pendidikan pada
masa ini, telah melahirkan hasil yang pahit yakni.
1. Angkatan kerja yang tidak bisa berkompetensi dalam lapangan kerja
pasar global.
2. Birokrasi yang lambat, korup dan tidak kreatif.
3. Masyarakat luas yang mudah bertindak anarkis.
4. Sumber daya alam yang rusak parah.
5. Hutan luar negeri yang tak tertanggungkan.
6. Merajalelanya tokoh-tokoh pemimpin yang rendah moralnya.
Adapun kurikulumyang dipakai pada masa reformasi yaitu:
1. Tahun 2004-Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum ini cenderung Sentralisme Pendidikan, Kurikulum disusun
oleh tim pusat secara rinci. Kurikulum ini tidah disahkan oleh
keputusan/peraturan menteri pendidikan, berdasarkan haltersebut
pemerintah baru menguji cobakan KBK di sejumlah sekolah kota-kota
di pulau Jawa, dan kota besar di luar Pula Jawa saja dan hasilnya
kurang memuaskan, maka sebagian pakar pendidikan menganggap
bahwa pada tahun 2004 tidak terjadi perubahan kurikulum yang ada
hanya uji coba kurikulum.
2. Tahun 2006-Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Awal tahun 2006 uji coba KBK dihentikan. Muncullah kurikulum
tingkat satuan pendidikan, tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah
banyak perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling
menonjol pada kurikulum ini adalah lebih kostruktif sehingga guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pelajaran sesuai
dengan lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah
berada. Hal ini disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi
lulusan(SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD),
17
setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan
oleh Departemen Pendidikan Nasional.
3. Kurikulum 2013 (K-13)
K-13 adalah kurikulum yang berlaku dalam sistem pendidikan
Indonesia. Kurikulum ini merupakan kurikulum tetap diterapkan oleh
pemerintah untuk menggantikan kurikulum 2006 (yang sering disebut
dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang berlaku selama
kurang lebih 6 tahun. Kurikulum 2013 masuk dalam masa
percobaannya pada tahun 2013 dengan menjadikan beberapa sekolah
menjadi sekolah rintisan. Didalam kurikulum 2013, terutama di dalam
materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi
yang ditambahkan. Materi yang dirampingkan yaitu Bahasa Indonesia,
IPS, PPKN dan sebagainya sedangan materi yang ditambahkan adalah
Matematika. Kurikulum 2013 memeiliki empat aspek penilaian yaitu,
aspek pengetahuan, aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku.
Dalam kurikulum ini siswa menjadi lebih aktif .
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran – Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/11351482/SEJARAH_PENDIDIKAN_DUNIA
20