Anda di halaman 1dari 38

Komplikasi pada Awal Kehamilan

Elizabeth Pontius, MD, RDMSa, Julie T. Vieth, MBChBb

Kata Kunci

Mual dan muntah pada kehamilan Hyperemesis Gravidarum Abortus Spontan

Abortus Imminens Kehamilan Ektopik Pregnancy of unknown location (PUL)

Poin Penting

 Mual dan muntah pada kehamilan sering terjadi dan dapat ditangani dengan

obat oral tetapi mungkin memerlukan obat intravena atau cairan.

 Ketika seorang pasien datang dengan perdarahan vagina di awal kehamilan,

kehamilan ektopik harus disingkirkan.

 Semua pasien dengan perdarahan pervaginam atau sakit perut harus dilakukan

pemeriksaan USG pelvis untuk mengevaluasi kehamilan ektopik terlepas dari

nilai b-hCG.

 Jika kehamilan intrauterin terjadi, kemungkinan abortus imminens harus

dipertimbangkan.

 Jika tidak ada kehamilan ektopik, atau kehamilan intrauterin, pasien harus

dikelola sebagai Pregnancy of Unknown Location (PUL) dengan pemeriksaan

USG serial dan pengukuran b-hCG.


PENDAHULUAN

Trimester pertama kehamilan dapat menjadi masa yang sulit bagi

kebanyakan wanita. Banyak wanita menderita mual dan muntah, dengan derajat

yang bervariasi mulai dari ketidaknyamanan ringan, terkontrol dengan modifikasi

diet dan / atau obat oral, hingga parah, yang menyebabkan dehidrasi yang signifikan

dan membutuhkan cairan dan obat intravena. Wanita juga mungkin mengalami

pendarahan vagina di awal kehamilan, dan kemungkinan kehamilan ektopik harus

disingkirkan. Jika kehamilan intrauterin yang hidup teridentifikasi, keguguran

masih mungkin terjadi. Jika pada pasien tidak terdapat kehamilan intrauterin atau

kehamilan ektopik yang dapat ditemukan, Pregnancy of unknown location (PUL)

menjadi diagnosis kerja. Pasien dengan PUL harus kembali untuk menjalani

evaluasi serial sampai pasien dapat didiagnosis sebagai kehamilan intrauterin,

kehamilan ektopik, atau Early Pregnancy Failure.

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Latar Belakang dan Definisi

Nausea gravidarum (NVP) sangat sering terjadi, mempengaruhi sekitar

50% hingga 80% wanita hamil. Meskipun istilah umum yang digunakan adalah

"morning sickness (MS)," NVP memengaruhi wanita setiap saat, siang dan malam.

Sekitar sepertiga dari mereka yang mengalami NVP akan membutuhkan intervensi

medis dan NVP adalah alasan paling sering untuk masuk rumah sakit selama 20

minggu pertama kehamilan.1,2


Meskipun beberapa orang menganggap NVP adalah sebagai bagian

"normal" dari kehamilan, bagi banyak wanita hal tersebut mempengaruhi kualitas

hidup, berkontribusi meningkatkan tingkat depresi, dapat membebani hubungan

keluarga, dan diperkirakan memiliki beban ekonomi $ 1,77 miliar pada 2012 di

Amerika Serikat.3,4

Nausea Gravidarum biasanya muncul pada usia kehamilan antara 6 dan 9

minggu, puncaknya pada usia kehamilan 12 minggu, dan pada 50% wanita,

gejalanya akan mereda pada 14 minggu. Pada 22 minggu, sekitar 90% wanita akan

mengalami pengurangan gejala.

Pada jenis yang paling parah dari spektrum NVP adalah kondisi yang

dikenal sebagai hiperemesis gravidarum (HG). HG diperkirakan mempengaruhi

0,3% hingga 3,0% wanita hamil.7 Umumnya, HG adalah suatu diagnosis klinis.7,8

Pasien dengan HG mengalami muntah yang tidak tertahankan, tanda-tanda

kekurangan asupan (ketonuria, dehidrasi, atau ketidakseimbangan elektrolit), atau

penurunan berat badan 5% atau lebih.7,9,10 Tidak ada suatu tes khusus untuk

mendiagnosis HG.11

Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab NVP masih menjadi perdebatan dan kemungkinan multifaktorial,

termasuk faktor genetik, gastrointestinal, dan hormonal. Wanita dengan saudara

perempuan tingkat pertama yang mengalami NVP, lebih cenderung mengalami

NVP juga. Beberapa hormon yang berkontribusi pada NVP dan HG adalah human

chorionic gonadotropin (hCG), estrogen, progesteron, serotonin, dan hormon tiroid.

Namun, peran sebenarnya dari hormon sebagai penyebab NVP belum jelas.3
Wanita dengan kehamilan multipel, penyakit trofoblas gestasional, janin dengan

triploidy termasuk trisomi 21, dan hidrops fetalis dikaitkan dengan tingkat kejadia

HG yang lebih tinggi.12

Komplikasi dan Outcome Jangka Panjang

NVP ringan dikaitkan dengan kondisi janin yang baik dan tingkat

keguguran yang lebih rendah pada trimester pertama. Tidak seperti NVP ringan,

HG memang memiliki morbiditas yang signifikan dan dapat menyebabkan hasil

kelahiran yang buruk.3 Komplikasi maternal HG yang jarang tetapi serius meliputi

ensefalopati Wernicke, gagal ginjal akut, kelainan fungsi hati, avulsi lien, ruptur

esofagus, dan pneumotoraks.13

Evaluasi pada Instalasi Gawat Darurat

Untuk pasien yang datang ke gawat darurat dengan mual dan muntah,

diagnosis banding yang luas harus dipertimbangkan (Kotak 1). Mual atau muntah

yang dimulai setelah kehamilan 9 minggu, sakit perut, diare, atau demam semuanya

mengarah ke diagnosis selain NVP atau HG dan harus diselidiki dengan jeli.9 Tes

laboratorium untuk NVP harus meliputi elektrolit serum, tes fungsi hati, dan

urinalisis, baik untuk penanda infeksi maupun keton. Ultrasonografi panggul dapat

dilakukan untuk menyingkirkan kehamilan mola dan kehamilan multipel.2,9,14

Beberapa modifikasi gaya hidup dan diet disarankan untuk NVP, tetapi hanya ada

sedikit data untuk mendukung rekomendasi ini (Kotak 2). Sekitar 10% hingga 15%

wanita tidak akan mengalami perbaikan dengan modifikasi gaya hidup dan diet,

sehingga memerlukan obat-obatan.9,15 American College of Obstetricians and


Gynecologists (ACOG) menyarankan bahwa pengobatan dini NVP harus diberikan

untuk membantu mencegah perkembangan menjadi HG.7

Diferensial diagnosis pada pasien hamil dengan keluhan mual dan muntah

 Gastroenteritis
 Gastroparesis
 Achlasia
 Penyakit Saluran Empedu
Sistem Gastrointestinal  Hepatitis
 Obstruksi
 Penyakit Ulkus Peptik
 Pankreatitis
 Apendisitis
 Pyelonefritis
 Uremia
Sistem Urogenital  Torsio Ovari
 Batu Ginjal
 Degenerasi Leiyomyoma Uteri
 Ketoasidosis Diabetikum
 Porfiria
Metabolik  Addison Disease
 Hipertiroid
 Hiperparatiroid
 Pseudotumor Serebri
 Lesi Vestibular
Sistem Neurologi  Migrain
 Tumor pada CNS
 Lymphocytic hypophysitis
Kondisi Lainnya  Intoleransi Obat atau Toksisitas Obat
 Kondisi Psikologis
Kondisi Terkait Kehamilan  Acute Fatty Liver of Pregnancy
 Pre Eklamsia
Diprint ulang dengan izin dari American College of Obstetricians and
Gynecologists. From Goodwin TM. Hyperemesis gravidarum. Obstetrics and
Gynecology Clinics of North America 2008;35(3):401-17, dengan izin dari
Foreign Policy Research Institute.
Modifikasi diet dan gaya hidup untuk pengobatan mual dan muntah pada
kehamilan

Modifikasi gaya hidup Modifikasi diet

Menghindari stimulus sensorik (bau Makan sering untuk mencegah perut


menyengat, panas, lembab, lampu kosong dan terlalu penuh
berkelip)
Banyak beristirahat Menghindari makanan pedas dan
berlemak
Menghindari menggosok gigi segera Menghindari suplemen yang
setelah makan mengandung zat besi (kecuali
anemia), Mengganti suplemen asam
folat
Tidak langsung berbaring setelah Snack tinggi protein
makan
Makan crackers segera setelah bangun
tidur
Minum air putih yang cukup
Data dari Tian R, MacGibbon K, Martin B, et al. Analysis of pre- and post-
pregnancy issues in women with hyperemesis gravidarum. Auton Neurosci
2017;202:73–8; dan Anderka M, Mitchell AA, Louik C, et al. Medications used
to treat nausea and vomiting of pregnancy and the risk of selected birth defects.
Birth Defects Res A Clin Mol Teratol 2012;94(1):22–30.

Tatalaksana pada pasien dengan NVP dan HG dimulai dengan penggantian

cairan. Rehidrasi oral mungkin cukup untuk mengembalikan status euvolemik

untuk pasien dengan gejala ringan. Pasien dengan HG kemungkinan akan

membutuhkan cairan intravena. Baik saline normal dan dekstrosa 5% kombinasi

salin normal telah terbukti efektif.5,8 Pada kasus yang jarang di mana dicurigai

terjadi ensefalopati Wernicke, 100 mg tiamin intravena harus diberikan sebelum

solusi yang mengandung dekstrosa. 16

Ketika pasien sedang direhidrasi, intervensi untuk mengobati mual dan

muntah juga harus dilaksanakan. Ada beberapa pilihan obat untuk

penatalaksaanaan di IGD dan dan obat-obatan lainnya yang tersedia untuk


digunakan di rumah. Hampir semua obat yang digunakan untuk NVP dapat dibeli

tanpa resep, dengan pengecualian obat kombinasi pyridoxine plus doxylamine.

Vitamin B6, atau piridoksin hidroklorida, vitamin yang larut dalam air,

dianggap sebagai pengobatan farmakologis lini pertama untuk NVP ketika pilihan

nonfarmakologis gagal. Obat ini dapat digunakan sebagai tatalaksana tunggal (10

mg hingga 25 mg oral) hingga 75 mg per hari dan telah terbukti efektif dalam

pengobatan NVP.8 Atau dapat juga dapat diberikan dalam kombinasi dengan

doxylamine (10 mg hingga 20 mg oral). Produk kombinasi ini hadir dalam dua versi

di Amerika Serikat dan hanya tersedia dengan resep dokter, dengan beberapa

perusahaan asuransi membatasi pertanggungan. Diclegis adalah versi lepas lambat

di Amerika Serikat yang dijual sebagai 10 mg doxylamine dan 10 mg pyridoxine

untuk dimulai pada waktu tidur. Bonjesta adalah versi lepas lama yang dijual

sebagai 20 mg dari setiap komponen dengan setengah dosis dilepaskan segera dan

setengah dosis dilepaskan secara diperpanjang. Obat tersebut adalah satu-satunya

obat yang saat ini ada di pasaran yang secara khusus disetujui oleh Food and Drug

Administration untuk perawatan NVP.17 Berbagai penelitian kohort dan kontrol

kasus telah menunjukkan efektivitas dan keamanan terhadap janinnya.6 Sebuah uji

coba terkontrol acak (RCT) double-blind, multicenter, terkontrol plasebo

menunjukkan bahwa piridoksin / doxylamine tidak dikaitkan dengan peningkatan

risiko efek samping jika dibandingkan dengan plasebo. Pada populasi penelitian

yang sama digunakan untuk menentukan efektivitas, dan pasien yang memakai

pyridoxine / doxylamine mengalami peningkatan yang signifikan terhadap gejala


NVP dibandingkan dengan plasebo.19 Efek samping yang dilaporkan terjadi adalah

mengantuk, sakit kepala, pusing, dan mulut kering.6

Jika pyridoxine / doxylamine tidak mengurangi gejala, ACOG

merekomendasikan untuk mencoba antihistamin, dimenhydrinate atau

diphenhydramine, atau antagonis dopamin, seperti prochlorperazine, promethazine,

atau metoclopramide. Antihistamin bekerja pada chemoreceptor triggered zone.

Berbagai penelitian telah menunjukkan keefektifitasannya dalam NVP serta

keamanan dalam kehamilan.3,20 Antihistamin dapat menyebabkan mulut kering dan

kantuk sehingga banyak pasien akan mentolerir obat ini hanya pada malam hari.

Antagonis dopamin semua dapat digunakan dalam kehamilan sebagai terapi

lini kedua atau ketiga. Tidak ada agen tunggal yang mendominasi dalam

keefektifitasan dan semua telah menunjukkan profil keamanan yang baik dengan

risiko efek samping janin yang rendah.5,20–22 Promethazine menyebabkan lebih

banyak mengantuk daripada prochlorperazine dan metoclopramide. Regimen dosis

dimasukkan dalam Tabel 1. Jika menggunakan beberapa obat, risiko komplikasi

harus dipertimbangkan, terutama efek samping ekstrapiramidal, pemanjangan

interval QT, dan kemungkinan sindrom maligna neuroleptik meningkat ketika

menggabungkan obat.
Obat-obatan untuk mual dan muntah pada kehamilan
Golongan FDA Regimen Terapi Pertimbangan Klinis
Pyridoxine A 25 mg PO setiap 6 Tersedia tanpa resep
Jam sebagai vitamin B6
Antihistamine
Dimenhydrinate B 50 mg PO setiap 6 Tersedia tanpa resep
Jam
Diphenhydramine B 25 mg PO setiap 6 Tersedia tanpa resep
Jam
Phenothiazines
Prochlorperazine C 10 mg PO/IV setiap 6
Jam
Promethazine C 25 mg PO/PR/IV
setiap 6 Jam
Antagonis Dopamin
Metoclopramide B 10 mg PO/IV/IM Dapat menyebabkan
setiap 6 Jam Tardive dyskinesia, acute
dystonia; terbatas
penggunaan dibawah 3
bulan
Serotonin 5H3 Antagonists
Ondansetron B 4 - 8 mg PO/ODT/IV Dapat menyebabkan
setiap 8 Jam pemanjangan QT
Kombinasi
Pyridoxine dan A Pyridoxine 25 mg + Tersedia tanpa resep
doxylamine Doxylamine 12,5 mg sebagai vitamin b6 dan
setiap 6 jam doxylamin mungkin kurang
efektif dan lebih sedatif
dibandingkan diclegis
Diclegis A Pyridoxine 10 mg + Lepas lambat; sampai 4
Doxylamine 10 mg tablet per hari. Tidak
PO; 2 tablet malam terkover asuransi
hari
Bonjesta A Pyridoxine 20 mg + Lepas Lambat 10mg/10mg
doxylamine 20 mg lepas cepat; sampai 2 tablet
PO; 1 tab malam hari per hari
Steroid
Methylprednisone C 16 mg PO/IV setiap 8 Terbatas sebelum 10
jam minggu
Lini terakhir (konsultasikan
dengan Obsgyn) taperring
off selama 2 minggu
setelah 3 hari; hentikan jika
kurang efektif
Ondansetron, antagonis reseptor serotonin, adalah antiemetik yang paling

umum digunakan untuk NVP di Amerika Serikat.23 Ondansetron telah terbukti

efektif, dan mungkin lebih efektif jika dibandingkan dengan antiemetik lainnya,

seperti piridoksin, dan sering dapat ditoleransi dengan lebih baik, karena efek sedasi

yang minimal.24 Ondansetron dapat diberikan melalui mulut, melalui rute intravena,

atau sebagai tablet yang dapat larut secara oral. Pemanjangan QT adalah risiko efek

samping utama, dan diperlukan kehati-hatian khusus, ketika ondansetron diberikan

bersama dengan obat lain yang juga diketahui berpotensi memperpanjang interval

QT. Pemeriksaan elektrokardiogram dapat dilakukan sebelum penggunaan jika ada

kekhawatiran.

Baru-baru ini, ondansetron telah mendapat pengawasan ketat dalam literatur

medis serta pers orang awam karena khawatir konsumsi ondansetron dapat

menyebabkan anomali janin; khususnya, kelainan jantung dan langit-langit mulut

sumbing. Studi pertama yang menunjukkan hubungan antara penggunaan

ondansetron pada trimester pertama dan langit-langit sumbing dilakukan oleh

Anderka dan rekan 25 pada tahun 2012. Prevalensi 20% langit-langit mulut diamati

pada bayi yang terpapar ondansetron (n5 55) dibandingkan dengan prevalensi 11%

( n 5 4479) pada mereka yang tidak terpapar. Namun, paparan hanya berdasarkan

pada ingatan ibu terhadap konsumsi. Jumlah paparan dengan tingkat prevalensi

yang tinggi tidak ditemukan pada studi serupa yang diterbitkan 1 tahun kemudian

oleh Pasternak dan rekan. 26 Studi kecil lainnya juga tidakmenunjukkan hubungan

ini.3
Analisis retrospektif oleh Pasternak dan rekan 26 dari 6165 pasien (1233

yang terpapar pada ondansetron) dalam Daftar Kelahiran Nasional Denmark

menunjukkan terjadinya 2,9% dari setiap cacat lahir utama pada kedua kelompok

(rasio odds prevalensi yang disesuaikan [OR] 1,12, interval kepercayaan [CI] ] 0,69-

1,82), yang termasuk cacat jantung. Kelompok yang terpapar memiliki nol kasus

langit-langit mulut sumbing. Paparan ondansentron juga tidak ada menunjukan

peningkatan risiko keguguran spontan, lahir mati, kelahiran prematur, kelahiran

bayi usia kecil-forgestational, atau kelahiran bayi berat lahir rendah. 26

Andersen dan rekan pada 2013, juga menggunakan data registri yang sama

tetapi memperluas kelompok dengan memasukkan 7 tahun data tambahan. Pada

faktanya, hal ini hanya menambahkan 15 wanita tambahan ke grup paparan

ondansetron. Hasilnya diterbitkan dalam bentuk abstrak saja tetapi dipublikasikan

secara luas dan menunjukkan insiden yang lebih tinggi dari malformasi jantung

pada bayi yang telah terpapar ondansetron in utero. Penelitian ini diikuti oleh
28
analisis retrospektif besar pada tahun 2014 oleh Danielsson dan rekannya

menggunakan Swedish Medical Birth Register yang awalnya melaporkan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat cacat lahir utama yang terlihat

antara kelompok yang terpapar ondansetron dan kelompok yang tidak terpapar (OR

0,95, 95% CI 0,72-1,26). Data-data ini disesuaikan untuk perancu dan ditemukan

peningkatan risiko cacat septum jantung primer(OR 1,62, 95% CI 1,04-2,14).

Pada 2016, satu lagi analisis retrospektif besar diterbitkan oleh Fejzo dan

rekan, 29 yang membandingkan hasil untuk wanita di Amerika Serikat dengan HG

yang diobati dengan ondansetron dengan wanita dengan HG yang diobati tanpa
ondansetron (68% diobati dengan obat lain), dan kelompok kontrol wanita tanpa

HG. Cacat lahir utama, termasuk cacat jantung dan bibir / palet sumbing, serupa

pada kelompok HG ondansetron dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Secara keseluruhan, bukti yang didapat belum cukup untuk menunjukkan

bahwa ondansetron harus dihindari pada kehamilan. Manfaat ondansetron untuk

mengobati NVP dan HG kemungkinan lebih besar daripada risiko terhadap ibu dan

janin dari penyakit yang tidak diobati. Jika pasien memiliki kekhawatiran tentang

ondansetron akibat pemberitaan pers awam, mereka dapat dikonseling tentang

kemungkinan tingkat cacat bawaan yang sangat rendah ini.

Steroid adalah salah satu pilihan pengobatan lini terakhir untuk NVP atau

HG dan penggunaannya masih kontroversial. Tiga studi telah menunjukkan

hubungan antara methylprednisone dan kejadian bibir sumbing ketika digunakan

pada trimester pertama.21 Steroid mungkin bermanfaat pada kasus HG yang sulit

disembuhkan, tetapi keputusan untuk menggunakan steroid sebagai upaya terakhir

harus dilakukan bersamaan dengan dokter kandungan.7

Tatalaksana Alternatif

Jahe telah diteliti secara luas dan telah dibandingkan dengan plasebo dalam

8 penelitian. Mekanisme kerjanya sebagai antiemetik tidak diketahui, tetapi jahe

memang memiliki aktivitas kolinergik yang lemah.30 Berbagai penelitian, termasuk

beberapa RCT, telah menunjukkan jahe menurunkan keluhan mual pada kehamilan,

tetapi tidak menurunkan keluhan muntah. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa

jahe kemungkinan sangat aman dalam kehamilan dan penggunaannya belum


terbukti meningkatkan risiko merugikan pada ibu atau janin, termasuk risiko

keguguran.8,31 Rejimen dosis bervariasi, tetapi biasanya, jahe diminum sebagai

kapsul 250 mg 4 kali sehari. Salah satu efek samping yang penting adalah refluks,

dan diperlukan kewaspadaan ekstra ketika menggunakan suplemen herbal dengan

obat yang diresepkan, karena tidak semua interaksi potensial diketahui.

PENDARAHAN PERVAGINAM DAN NYERI PADA KEHAMILAN

Pendarahan pervagina pada kehamilan merupakan gejala yang

mengkhawatirkan bagi pasien hamil, dan ada banyak penyebab mulai dari hal yang

remeh hingga yang mengancam jiwa. Setiap wanita usia subur yang datang dengan

tes kehamilan positif dan dengan perdarahan vagina dan / atau sakit perut harus

diasumsikan memiliki kehamilan ektopik sampai dibuktikan sebaliknya.32-35

Pendekatan pada pasien dengan perdarahan vagina pada awal kehamilan meliputi

penilaian stabilitas hemodinamik, resusitasi jika diperlukan, pemeriksaan fisik,

evaluasi ultrasonografi, dan penentuan status Rh.

Evaluasi Awal

Pasien dengan perdarahan vagina dan / atau nyeri pada awal kehamilan

harus dicari tanda-tanda perdarahan yang signifikan, termasuk ketidakstabilan

hemodinamik. Pasien yang tidak stabil harus diresusitasi dengan cairan intravena

dan darah O-negatif jika darah tipe spesifik tidak segera tersedia.32,33,35,36 Pada

pasien dengan hemodinamik yang stabil, riwayat ginekologis dan obstetrik lengkap

harus diperoleh, termasuk periode menstruasi normal (LMP) terakhir yang

diketahui untuk memfasilitasi penanggalan kehamilan saat ini. Selain itu, dokter
IGD harus menanyakan mengenai durasi dan jumlah perdarahan vagina dan apakah

ada nyeri. Pemeriksaan fisik dapat mencakup pemeriksaan panggul yang dikawal

untuk memeriksa secara visual lubang vagina dan serviks untuk melihat lesi yang

mungkin menjadi sumber perdarahan, dan perkiraan perdarahan yang sedang

berlangsung. Penyebab perdarahan vagina yang tidak berhubungan dengan

kehamilan termasuk lesi vagina atau serviks, yang sering berhubungan dengan

penyakit menular seksual (human papilloma dan virus herpes simpleks) atau

trauma. Dinding vagina bisa sangat vaskular dan jika terjadi lesi menjadi sumber

perdarahan berat.37

Immunoglobulin Anti-D

Jika status Rh wanita itu negatif, maka setiap pendarahan vagina biasanya

diobati dengan imunoglobulin anti-D (RhIG). RhIG harus diberikan pada semua

wanita Rh-negatif yang menjalani perawatan bedah untuk keguguran dan pada

kehamilan ektopik. ACOG menyatakan bahwa risiko allo-imunisasi rendah pada

keguguran spontan trimester pertama yang diobati secara non-bedah, tetapi

pemberian RhIG harus dipertimbangkan berdasarkan pendapat para ahli dan

ekstrapolasi perdarahan fetomaternal pada trimester ketiga.39,40 Dosis bervariasi

dari 50 mg hingga 120 mg jika diberikan sebelum usia kehamilan 12 minggu; 300

mg diberikan jika setelah usia kehamilan 12 minggu. Tidak ada salahnya

memberikan dosis 300 mg yang tersedia sebelum 12 minggu. Dalam kasus Abortus

Imminens tanpa perdarahan pervaginam, tidak ada bukti yang konsisten untuk

mendukung pemberian RhIG dan tidak ada rekomendasi formal yang diberikan.38
ABORTUS

Abortus adalah segala terminasi janin yang terjadi sebelum 20 minggu.

Abortus dini mengacu pada IUP yang tidak dapat hidup atau embrio atau janin yang

sedang berkembang tanpa aktivitas jantung janin sebelum usia kehamilan 13

minggu. Meskipun istilah ini sering digunakan secara bergantian, abortus hanya

berfokus pada keguguran dalam trimester pertama (12-13 minggu), karena

manajemen untuk abortus pada trimester kedua mungkin berbeda.41 Ada 5 jenis

Abortus: (Tabel 2).36,42,43 Keguguran adalah komplikasi kehamilan yang paling

umum, dengan 1 dari 3 wanita mengalami keguguran selama usia reproduksi.44-46

Sekitar 12% hingga 14% dari semua abortus terjadi karena abortus spontan sebelum

20 minggu.47 Dari mereka, 80% akan terjadi sebelum 13 minggu dan 50% hingga

80% disebabkan oleh kelainan kromosom.41,44,48 Usia ibu adalah faktor risiko

independen untuk keguguran.48 Angka kejadian aborsi dilaporkan lebih dari 90%

untuk wanita berusia 45 tahun atau lebih,

Komplikasi pada awal kehamilan


Istilah Definisi
Early Pregnancy Kehilangan kehamilan spontan atau kehamilan intrauterine
Loss yang tidak hidup sebelum usia kehamilan 13 minggu
Abortus Kehamilan intrauterine hilang sebelum usia kehamilan 20
minggu yang dikonfirmasi oleh USG atau histologi,
dikenal juga dengan istilah abortus spontan
Abortus Terdapat pendarahan pervaginam tanpa ditemui janin
Imminens dengan ostium yang tertutup
Abortus Pendarahan pervaginam disertai nyeri, ostium terbuka, dan
Incomplete janin ditemui pada kanal serviks
Abortus Janin keluar dari uterus, ostium tertutup dan pendarahan
Complete pervaginam dan nyeri biasanya berkurang
Abortus Insipiens Pendarahan pervaginam dengan ostium yang terbuka
Missed Abortion Janin yang mati tanpa pengeluaran dari uterus; tanpa
pendarahan pervaginam dan ostium tertutup
Kehamilan Kehamilan yang terlihat diluar dari kavum endometrium
Ektopik oleh USG atau tindakan bedah
tetapi serendah 15% atau kurang untuk wanita berusia di bawah 34 tahun.49 Faktor

risiko tambahan termasuk keguguran sebelumnya, obesitas, diabetes tipe 1 yang

tidak terkontrol, penyakit tiroid, penggunaan kokain dan alkohol, kelainan

struktural rahim, trombofilia bawaan, dan sindrom antifosfolipid. 50–52

Kehamilan anembrionik, atau yang sebelumnya disebut "blighted ovum,"

adalah kehamilan yang terjadi tanpa perkembangan yolk sac atau fetal pole. Banyak

wanita yang memiliki kehamilan anembrionik tidak tahu bahwa mereka hamil,

karena pendarahan vagina dapat terjadi segera setelah siklus menstruasi yang

normal terjadi.53,54 Namun, ketika dilakukan USG, hanya kantung hypoechoic

intrauterin kosong yang terlihat. Ketika perkembangan tanda khas kehamilan

normal pada pemeriksaaan ultrasonografi tidak terlihat, dan tanda kehamilan

ektopik yang pasti juga tidak terlihat, akhirnya, diagnosis kehamilan anembrionik,

yang sekarang disebut "Early Pregnancy Failure" dibuat.55 Temuan ultrasonografi

spesifik yang mendukung diagnosis ini dimasukkan dalam Tabel 3. Paling sering,

kecuali jika pasien datang untuk kunjungan berulang, seorang ginekolog akan

membuat diagnosis tersebut.

Ketika mengevaluasi seorang wanita hamil dengan kemungkinan

keguguran, dokter IGD harus terbiasa dengan opsi manajemen yang sering

diberikan oleh ginekologis pada saat konsultasi penatalaksanaan pasien.

Ultrasonografi akan membantu mengkonfirmasi apakah hasilnya IUP atau

kehamilan ektopik, dan kehamilan yang layak atau yang tidak dapat bertahan atau

gagal (lihat Tabel 3). Ketika USG tidak menghasilkan diagnosis, ulangi
pemeriksaan selama 7 sampai 14 hari berikutnya untuk dapat mengkonfirmasi

diagnosis. 48

Guidelines USG Transvaginal untuk diagnosis kegagalan kehamilan pada

wanita dengan kehamilan intrauterine

Temuan diagnostik pada Kegagalan Temuan yang mengarah namun bukan

Kehamilan diagnostik pada kegagalan kehamilan

 CRL 7 mm tanpa denyut CRL <7 mm tanpa denyut jantung


jantung
 MSD 25 mm tanpa embryo MSD 16-24 mm tanpa embryo
 Ketiadaan embryo dengan
detak jantung 2 minggu  Ketiadaan embryo dengan
setelah pemeriksaan yang detak jantung 7-13 hari setelah
menunjukan kantung gestasi pemeriksaan yang menunjukan
tanpa yolk sac kantung gestasi tanpa yolk sac
 Ketiadaan embryo dengan  Ketiadaan embryo dengan
denyut jantung 11 hari setelah detak jantung 7-10 setelah
pemeriksaan yang menunjukan pemeriksaan yang menunjukan
kantung gestasi dengan yolk kantung gestasi dengan yolk
sac sac
 Ketiadaan embryo 6 minggu
setelah Menstruasi terakhir
 Kantong amnion kosong
(Kantong amnion terlihat
disebelah yolk sac, tanpa
terlihat embryo
 Yolk sac membesar 7 mm
 Kantong gestasi yang kecil
dibandingkan dengan embryo
(MSD - CRL <5 mm)

Manifestasi Klinis

Abortus biasanya muncul sebagai perdarahan vagina pada kehamilan dan /

atau nyeri perut bagian bawah. Prevalensi perdarahan vagina pada awal kehamilan

tertinggi padan usia kehamilan 5 hingga 8 minggu, yang bertepatan dengan


perkembangan plasenta yang bergantung hormon.56,57 Tidak semua perdarahan

pada trimester pertama disebabkan oleh keguguran, dan kebanyakan wanita akan

mengalami kehamilan normal. Pendarahan ringan atau bercak tampaknya tidak

dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran. Perdarahan berat (didefinisikan

sama atau lebih besar dari yang terlihat selama menstruasi normal), terutama

dengan rasa sakit, membawa peningkatan risiko keguguran pada trimester pertama.

(disesuaikan OR 2,84, 95% CI 1,93-4,56).56 Perdarahan trimester pertama memang

meningkatkan risiko komplikasi di kemudian hari, termasuk persalinan prematur,

ketuban pecah dini, dan solusio plasenta, tetapi tidak lahir mati. 58,59

Pada periode sangat awal kehamilan, beberapa wanita akan mengalami

pendarahan implantasi. Hal ini biasanya terjadi sekitar 4 minggu setelah implantasi

dan jumlahnya sedikit, biasanya berwarna merah muda atau coklat. Hal ini terjadi

karena embrio yang tertanam di dinding endometrium. Pendarahan biasanya

berlangsung singkat, dan terjadi tanpa kram atau nyeri. Meskipun perdarahan

implantasi adalah hal lumrah, hal itu adalah untuk diagnosis pengecualian. 37

Evaluasi di Instalasi Gawat Darurat

Diagnosis keguguran membutuhkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

investigasi laboratorium, dan pencitraan. Ada perdebatan signifikan mengenai

kegunaan pemeriksaan panggul untuk wanita dengan perdarahan pada awal

kehamilan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa pemeriksaan panggul memiliki

peran terbatas dan tidak sering menambah manajemen pasien ini, terutama jika IUP

sudah didiagnosis melalui USG.60–63 Pemeriksaan panggul dapat dibenarkan jika


ada kecurigaan adanya bekuan atau produk konsepsi dalam ostium serviks, karena

hal ini dapat mencegah ostium menutup dan menyebabkan pendarahan yang

berkelanjutan. Bekuan atau jaringan yang tertahan di dalam os harus diangkat

dengan forsep dengan lembut. Mungkin sulit untuk membedakan antara bekuan dan

produk konsepsi; jika ada keraguan, sampel dapat dikirim ke patologi. 37 228

Tes laboratorium meliputi hitung darah lengkap untuk tingkat hemoglobin

awal, golongan darah dengan status Rh, dengan cross-match untuk perdarahan yang

mengancam jiwa. B-hCG kuantitatif tidak terlalu berguna dalam keguguran jika

pasien memiliki IUP yang sebelumnya didokumentasikan dengan aktivitas jantung,

tetapi dapat digunakan sebagai tindak lanjut untuk memastikan pulih sempurna

selama fase pengobatan. 37

Ultrasonografi, boleh dilakukan dan diinterpretasi oleh dokter gawat darurat

atau dilakukan oleh ahli sonografi dengan interpretasi ahli radiolog. Pertumbuhan

embrionik atau janin, aktivitas jantung, dan kelainan anatomi apa pun (mis.,

Perdarahan subkorionik) harus dicari. Secara umum, detak jantung janin (FHR)

kurang dari 80 hampir selalu dikaitkan dengan keguguran di masa depan. FHR

normal 120 hingga 160 denyut per menit menandakan konsepsi yang baik.

Faktanya, seorang wanita dengan perdarahan vagina tetapi USG menandakan

konsepsi yang baik dengan FHR normal telah secara signifikan mengurangi

kemungkinan berkembang menjadi keguguran total.64 Crown-Rump Length (CRL)

lebih dari 7 mm tanpa aktivitas jantung menunjukan kehamilan yang gagal (lihat

Tabel 3). 55
Sekitar 18% wanita dengan perdarahan vagina trimester pertama dan IUP

akan didiagnosis dengan perdarahan subkorionik. Jika hematoma yang terlihat

kurang dari 25% dari area kantung kehamilan, maka prognosis untuk kehamilan

umumnya baik.36 Namun, hematoma subchorionic dikaitkan dengan peningkatan

risiko keguguran, serta keguguran dan komplikasi pada trimester akhir kehamilan.65

Manajemen

Manajemen abortus imminens sebagian besar adalah bersifat suportif

dengan panduan antisipatif. Pasien harus diberitahu bahwa keguguran spontan

masih dapat terjadi. Dia juga akan memerlukan tindak lanjut ginekologi yang tepat

waktu, tindakan pencegahan kembali ke IGD, termasuk perdarahan vagina yang

berat, demam, pusing, sinkop, atau nyeri. "Istirahat panggul" dapat

dipertimbangkan, tetapi implementasi istirahat panggul belum terbukti

meningkatkan hasil kehamilan. Namun, pasien mungkin salah mengaitkan

keguguran dengan aktivitas seksual.45,53 Istirahat panggul adalah rekomendasi

ringan yang dapat mengurangi dampak emosional jika abortus imminens menjadi

abortus spontan. Bed rest pada pasien dengan abortus imminens tidak terlalu

berpengaruh.66

Secara tradisional, kuretase bedah merupakan tatalaksana untuk wanita

dengan missed abortion, Abortus insipiens, atau missed abortion. Sekarang,

penatalaksanaan juga mungkin berupa, konservatif, medis, atau intervensi bedah.

Cochrane review baru-baru ini menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam hasil untuk wanita yang diobati dengan perawatan konservatif dibandingkan

dengan penatalaksanaan medis dan bedah.67 Tingkat kesuburan dan kehamilan


kehamilan masa depan tidak berbeda antara kelompok perlakuan.68 The

misscariage treatment trial (MIST) menunjukkan bahwa infeksi ginekologis terjadi

pada 2% hingga 3% pada semua kelompok penatalaksanaan.69

Penatalaksanaan konservatif menggunakan pendekatan “tunggu dan lihat”,

menghasilkan terminasi total kandungan uterus pada 75% wanita dalam 1 minggu.70

Mungkin pada beberapa wanita perlu beberapa minggu untuk terjadi terminasi dan

tidak ada batasan berapa lama yang aman untuk menunggu tanpa adanya

perdarahan atau infeksi.53 Penatalaksanaan konservatif lebih berhasil untuk

Incomplete abortion dibandingkan dengan Missed Abortion atau kehamilan

anembrionik. Biaya tatalaksana konservatif lebih rendah daripada opsi bedah.

Namun, wanita mengalami lebih banyak hari perdarahan dan kemungkinan lebih

tinggi membutuhkan operasi yang tidak direncanakan dikemudian hari.42 Wanita

yang memilih tatalaksana konservatif harus tetap diberi obat anti nyeri dan

diberikan panduan antisipatif. Selain itu, mereka harus diingatkan bahwa intervensi

bedah mungkin diperlukan jika abortus complete tidak terjadi. 41

Manajemen medis termasuk misoprostol, analog prostaglandin. Misoprostol

adalah stimulan uterus dan karenanya kontraksi mengeluarkan isi uterus. Obat ini

dapat diberikan melalui mulut, sublingual, rektal, atau intravaginal. ACOG

merekomendasikan dosis pertama 800 mg untuk diberikan secara intravaginal.41

Mifepristone, antagonis progesteron, lebih umum digunakan pada aborsi trimester

pertama yang dibantu secara medis, tetapi juga dapat digunakan bersamaan dengan

misoprostol dalam tatalaksana abortus incomplete untuk mendorong perlepasan

jaringan plasenta.67 Sampai 2018, tidak ada bukti bahwa penggunaan kedua obat
lebih efektif daripada misoprostol saja, dan kombinasi misoprostol plus

mifepristone saat ini tidak direkomendasikan oleh ACOG.38,41 Namun, pada Juni

2018, Schreiber dan rekan 71 menerbitkan studi mereka terhadap 300 wanita dengan

missed abortion atau failed pregnancy yang dikelompokan menjadi 800 mg

misoprostol saja atau pretreatment dengan 200 mg mifepristone diikuti oleh 800 mg

dari misoprostol. Wanita yang diobati dengan mifepristone memiliki terminasi total

isi uterus 83,4% pada waktu itu (95% CI 76,8-89,3) dibandingkan dengan 67,1%

dari waktu dalam kelompok misoprostol saja (95% CI 59,0-74,6). Tingkat

komplikasi sama di antara 2 kelompok, termasuk kebutuhan untuk transfusi darah

dan infeksi panggul. Sekitar 1% wanita yang menggunakan misoprostol akan

membutuhkan operasi darurat untuk pendarahan hebat.44 Manajemen medis harus

dimulai oleh seorang ginekolog.

Opsi bedah termasuk aspirasi vakum atau pelebaran dan kuretase (D&C).

Kuretase adalah manajemen disarankan untuk semua pasien yang tidak stabil.

Aspirasi vakum dapat dilakukan di poliklinik atau dilakukan oleh ginekologi di

UGD. Kuretase (D&C) pernah dianggap sebagai standar untuk semua wanita

dengan abortus incomplete atau missed abortion, dan dikaitkan dengan durasi

perdarahan terpendek. Komplikasi bedah, termasuk perforasi uterus, laserasi

serviks, perdarahan, dan adhesi intrauterin (sindrom Asherman), terjadi sekitar 2%

hingga 8%.44

Dukungan emosional sangat penting bagi pasien dan pasangannya. Hanya

45% wanita (dan pasangan) yang mengalami keguguran merasa mereka menerima

dukungan emosional yang memadai dari petugas medis.45 Emosi mulai dari
penolakan, goncangan, kemarahan, kesalahan dan kecemburuan, gangguan tidur,

penarikan sosial, dan gangguan perkawinan telah dijelaskan setelah kehilangan

kehamilan. Penelitian telah menunjukkan bahwa 30% hingga 50% wanita

menunjukkan gejala kecemasan dan 10% hingga 15% memiliki gejala depresi

setelah keguguran.72 Pasien dan pasangan harus diberitahu bahwa hal tersebut

merupakan hal yang wajar, tetapi jika hal tersebut menjadi parah atau mengganggu

kegiatan sehari-hari, maka bantuan psikologis mungkin diperlukan.

KEHAMILAN EKTOPIK

Kehamilan ektopik adalah segala kehamilan yang terjadi di luar rongga

rahim. Sekitar 1,5% hingga 2,0% kehamilan di Amerika Serikat adalah kehamilan

ektopik. Namun, pada pasien yang datang ke UGD dengan keluhan perdarahan

trimester pertama dan / atau rasa sakit, tingkat kehamilan ektopik bervariasi dari

6% hingga 16%. Sembilan puluh enam persen kehamilan ektopik terjadi di tuba

falopii, dan yang jarang terjadi di daerah kornu uterus (2% -4%), serviks, ovarium,

rongga perut, atau bekas luka sesar (masing-masing 1%).32-36 Kehamilan

heterotopik, atau secara bersamaan terjadi kehamilan intrauterin dan ektopik, pada

awalnya dianggap terjadi secara spontan pada 1 dari 30.000 kehamilan, perkiraan

saat ini adalah 1 dari 4000 kehamilan secara spontan, dan 1 dari 100 pasien yang

menjalani teknik reproduksi bantuan (Assistive Reproductive Techniques).32–34,36,74


Kehamilan ektopik adalah penyebab utama kematian terkait kehamilan pada

trimester pertama. Sekitar 6% hingga 9% kematian terkait kehamilan di Amerika

Serikat disebabkan oleh kehamilan ektopik.32-35 Kesalahan diagnosis sering terjadi,

karena 40% hingga 50% wanita menerima diagnosis berbeda selama evaluasi awal

di IGD.32,75,76 Faktor risiko untuk kehamilan ektopik meliputi kehamilan ektopik

sebelumnya, riwayat penyakit radang panggul, penggunaan alat kontrasepsi saat ini,

setiap operasi tuba, paparan uterus terhadap dietilstilbestrol, dan merokok.32-


34,36,75,77
Namun, sekitar setengah dari pasien yang didiagnosis dengan kehamilan

ektopik tidak memiliki faktor risiko ini.32,33,35,75

Manifestasi Klinis

Meskipun sebagian besar pasien datang dengan rasa sakit, tidak adanya rasa

sakit seharusnya tidak menghilangkan diferensial diagnosis kehamilan ektopik.32

Pendarahan vagina terjadi pada 50% hingga 80% kehamilan ektopik. Pendarahan

dapat bervariasi dari minimal hingga berat, dan dapat termasuk dari pembuluh

darah jaringan.32,33,35,76 Hipotensi dan takikardia keduanya dapat ditemui pada

kehamilan ektopik, terutama jika kehamilan ektopik telah pecah, tetapi pasien

biasanya memiliki tanda-tanda vital yang normal.32,35,36 Pemeriksaan fisik dapat

mengungkapkan tanda peritoneum, nyeri perut dan panggul, nyeri tekan serviks,

atau massa adneksa, tetapi tidak adanya temuan ini tidak mengesampingkan

kehamilan ektopik.32,35 Setiap pasien hamil yang mengalami ketidakstabilan

hemodinamik, hematokrit rendah, atau akut abdomen memerlukan konsultasi


ginekologis untuk kemungkinan kehamilan ektopik yang pecah dan manajemen

bedah.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan lab darah harus dilakukan untuk memeriksa hematokrit,

golongan darah, dan status Rh, dan b-hCG kuantitatif.32,33,35,36 B-hCG dapat

membantu dokter IGD untuk menilai kemungkinan kehamilan ektopik. Pada

kehamilan normal, b-hCG harus berlipat ganda setiap 1,4 hingga 2,1 hari sampai

mencapai puncaknya lebih dari 100.000 mIU / mL. Meskipun pemeriskaan tingkat

b-hCG saja dapat mendiagnosis kehamilan, namun b-hCG kurang bermanfaat untuk

membedakan antara kehamilan intrauterin normal dan kehamilan ektopik. Setelah

tingkat b-hCG lebih besar dari 1500 hingga 3.510 mIU / mL, jika ada kehamilan

intrauterin, harus secara konsisten terlihat melalui USG transvaginal.32,33,35 Namun,

kehamilan ektopik dapat dilihat dengan kadar b-hCG jauh di bawah "nilai batas",

dan nilai b-hCG saja tidak boleh digunakan untuk mengesampingkan kehamilan

ektopik.32,35,75 Faktanya, hingga 7% dari semua kehamilan ektopik yang pecah

terjadi dengan kadar b-hCG kurang dari 100 mIU / mL, dan 50% pasien dengan

kehamilan ektopik yang jelas pada ultrasonografi memiliki b-hCG kurang dari 2000

mIU / mL.32,34,35

Ultrasonografi

Pada pasien stabil yang mengalami perdarahan vagina atau sakit perut,

ultrasonografi harus dilakukan untuk evaluasi. American College of Emergency

Physicians pada tahun 2017 memberikan kebijakan klinis untuk melakukan USG

panggul kepada setiap pasien hamil dengan sakit perut atau perdarahan vagina
terlepas dari tingkat b-hCG.78 Identifikasi kantung gestasi dengan yolk sac atau fetal

pole di luar rongga endometrium dapat menentukan kehamilan ektopik.32,36,79

Temuan lain yang sugestif, tetapi tidak diagnostik untuk kehamilan ektopik

meliputi hal berikut :

1. Level ß-hCG di atas nilai batas dengan uterus kosong

2. Massa adneksa terpisah dari ovarium yang menyerupai kista sederhana, seperti

a. Massa yang tidak homogen ( "Blob sign"), atau

b. Struktur ekstrauterin seperti kantung ("Bagel sign")

3. Setiap cairan echogenik dalam cul-de-sac

4. Cairan dalam jumlah sedang hingga besar di cul-de-sac. 32,79-81

Jika USG panggul menunjukkan kehamilan ektopik yang pasti, atau temuan

yang sangat sugestif untuk kehamilan ektopik, konsultasi ginekologis darurat

diperlukan. Sekitar 26% pasien dengan kehamilan ektopik memiliki USG

transvaginal pelvis yang awalnya "normal", tanpa ada temuan yang khas. 82

Manajemen

Pasien dengan kehamilan ektopik dapat diobati secara medis dengan

metotreksat, atau pembedahan melalui laparoskopi. Keputusan penatalaksanaan

harus dibuat dengan berkonsultasi dengan dokter kandungan. Indikasi,

kontraindikasi relatif, dan kontraindikasi absolut terhadap terapi metotreksat

dirangkum dalam Tabel 4.32,33,35,36


Indikasi dan kontraindikasi penggunaan methotrexate

Indikasi Kontraindikasi relatif Kontraindikasi Absolut

 Hemodinamik stabil  Hemodinamik tidak  Menyusui


 Massa adneksa < 3,5 stabil  Imunodefisiensi
cm  Massa adneksa > 3,5  Insufisiensi Renal
 Tidak ada aktifitas - 4 cm  Disfungsi liver
kardiak fetal  Ada aktifitas kardiak  Diskrasia darah
 b-HCG <5000 - fetal  Ulkus peptik
15,000  b-HCG >5000 -  Penyakit paru
 Tidak ada tanda 15,000  Sensitivitas terhadap
ruptur  Ada tanda ruptur obat
 Keinginan untuk  Follow up yang tidak
kehamilan dimasa dapat diprediksi
depan 

Keluhan masih ada Tambahan


Intervensi Awal Tatalaksana obat lini Dimenhydrinate Metoclopramide
pertama
Perubahan diet dan gaya hidup Diphenhydramine Ondansetron
Kombinasi Pyrodoxine dan
Kapsul jahe Doxylamine Prochlorperazine Methylprednisone (konsul
Promethazine OB)

Setelah menerima metotreksat, pasien harus memeriksa kadar b-hCG setiap

minggu. Tingkat ini dapat meningkat dalam beberapa hari pertama, tetapi harus

turun 15% hingga 25% pada hari ke 7; jika belum, harus dipertimbangkan

pemberian dosis kedua, yang dibutuhkan pada 15% hingga 20% pasien.35,76 Tidak

ada konsensus tentang prediktor keberhasilan untuk terapi medis, dan sebagian

besar pasien yang menerima terapi metotreksat mengalami kram perut dan nyeri
pada hari ke 3 sampai 7 setelah perawatan. Ketika pasien tersebut datang ke UGD,

ultrasonografi panggul harus dilakukan untuk menilai cairan bebas.

Hemoperitoneum dapat mengindikasikan kegagalan terapi dan pecahnya kehamilan

ektopik, yang terjadi pada 7% hingga 14% pasien yang diobati dengan

metotreksat.32,33,36,83 Pasien-pasien ini mungkin memerlukan dosis kedua

methotrexate, atau intervensi bedah, dan harus dikelola dengan berkonsultasi

dengan dokter kandungan.32,33,36 Jika tuba falopi yang terkena tidak diangkat

sepenuhnya, jaringan trofoblastik dapat tumbuh kembali. Dengan demikian, apakah

pasien dikelola secara medis atau pembedahan, tingkat b-hCG harus cenderung

hingga tidak terdeteksi untuk memastikan kesembuhan.32,33

Banyak penelitian telah mengevaluasi manajemen kehamilan ektopik

dengan hasil yang bertentangan. Beberapa uji coba baru-baru ini menemukan

bahwa wanita dengan kehamilan ektopik yang dikonfirmasi dengan ultrasound,

tanpa denyut jantung janin atau hemoperitoneum, dan b-hCG awal kurang dari 1500

hingga 2000 mIU / mL, dapat dikelola dengan aman dengan konservatif, tanpa

metotreksat atau laparoskopi.84,85 Namun, studi ini hanya meneliti sedikit pasien,

dan studi lebih lanjut diperlukan sebelum ini menjadi rekomendasi yang diterima

secara luas.

PREGNANCY OF UNKNOWN LOCATION (PUL)

Ketika tidak ada kehamilan intrauterin atau kehamilan ektopik yang jelas,

dan tidak terdapat spesimen untuk pemeriksaan patologi, pasien didagnosis PUL.
Pasien yang awalnya didiagnosis dengan PUL dapat diperiksa lebih lanjut untuk

diagnosis menjadi kehamilan yang tidak hidup (termasuk abortus), kehamilan

ektopik, atau kehamilan intrauterin normal.32,33 Masalah dari diagnosis ini adalah

bahwa, kegagalan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik dapat menyebabkan

ruptur, dengan perdarahan dan kemungkinan kematian ibu, sedangkan

mengesampingkan kehamilan intrauterin normal secara dini dapat mengakibatkan

terminasi, atau kerusakan parah kepada kehamilan tersebut.55 Antara 8% dan 42%

dari kehamilan pada awalnya diklasifikasikan sebagai PUL.33,86,87 Evaluasi pasien

ini didasarkan pada tes b-hCG dan ultrasonografi. Antara 7% dan 16% dari pasien

yang awalnya didiagnosis dengan PUL akhirnya akan berubah menjadi diagnosis

kehamilan ektopik, sedangkan antara 10% dan 40% akan menjadi kehamilan

intrauterin normal. Sisanya akan memiliki kehamilan yang tidak dapat hidup.

Temuan USG dapat mencakup rahim kosong, cairan intrauterin nonspesifik,

kantung kehamilan abnormal, atau debris echogenik di dalam rahim.32,33,86-88

Pemeriksaan Laboratorium

Tes b-hCG serial sering digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan PUL.

Pasien yang stabil tanpa kehamilan intrauterin yang jelas, harus kembali dalam 48

jam untuk penilaian ulang b-hCG. B-hCG diharapkan meningkat setidaknya 53%

dalam jangka waktu ini dan ini terlihat pada 99% pasien dengan kehamilan normal,

tetapi juga terlihat pada 15% hingga 30% pasien dengan kehamilan ektopik.

Kenaikan kurang dari 53% menunjukkan kehamilan ektopik, terjadi pada 85%

kehamilan ektopik, tetapi juga terjadi pada 15% kehamilan normal.32,33,76,89

Penurunan nilai b-hCG menunjukkan kehamilan yang tidak hidup, baik intrauterin
atau ektopik.32,55 Nilai b-hCG harus digunakan bersama dengan ultrasonografi

untuk mengevaluasi pasien dengan PUL.

Pendarahan Trimester Awal Cek Rhesus

Tidak Stabil Stabil

Konsul Obsgyn USG Transvaginal

Kehamilan Intrauterine

DJJ (+) Ditemukan Cairan bebas atau temuan ultrasound yang mengarah diagnosis

Rawat Jalan Pertimbangkan Konsul Obsgyn


Konsul Obsgyn Konsul Obsgyn

Pulangkan 48 jam setelah diulang


b-hcg dan ultrasound

KESIMPULAN

Komplikasi pada awal kehamilan termasuk mual, muntah, dan pendarahan

vagina. Mual dan muntah dapat bervariasi dari gejala ringan, yang dapat

dikendalikan dengan modifikasi diet dan obat oral, hingga HG, yang membutuhkan

cairan intravena dan obat-obatan. Setiap pasien yang mengalami perdarahan vagina

atau sakit perut pada awal kehamilan harus terlebih dahulu menjalani ultrasonografi

(Gambar 1 dan 2). Jika kehamilan ektopik terlihat, konsultasi ginekologis segera

diperlukan. Jika kehamilan intrauterin terlihat, pasien harus diberikan penjelasan


tentang abortus imminens. Jika tidak terjadi kehamilan ektopik atau kehamilan

intrauterin, PUL menjadi diagnosis kerja dan pasien harus dievaluasi dengan

pemeriksaan ultrasonografi dan b-hCG serial.

DAFTAR PUSTAKA

1. Jarvis S, Nelson-Piercy C. Management of nausea and vomiting in pregnancy.


BMJ 2011;342:d3606.

2. Niemeijer MN, Grooten IJ, Vos N, et al. Diagnostic markers for hyperemesis
gravidarum: a systematic review and metaanalysis. Am J Obstet Gynecol 2014;
211(2):150 e1–15.

3. Bustos M, Venkataramanan R, Caritis S. Nausea and vomiting of pregnancy


what’s new? Auton Neurosci 2017;202:62–72.

4. Piwko C, Koren G, Babashov V, et al. Economic burden of nausea and vomiting


of pregnancy in the USA. J Popul Ther Clin Pharmacol 2013;20(2):e149–60.

5. Boelig RC, Barton SJ, Saccone G, et al. Interventions for treating hyperemesis
gravidarum: a Cochrane systematic review and meta-analysis. J Matern Fetal
Neonatal Med 2018;31(18):2492–505.

6. Nuangchamnong N, Niebyl J. Doxylamine succinate-pyridoxine hydrochloride


(Diclegis) for the management of nausea and vomiting in pregnancy: an overview.
Int J Womens Health 2014;6:401–9.

7. Erick M, Cox JT, Mogensen KM. ACOG practice bulletin 189: nausea and
vomiting of pregnancy. Obstet Gynecol 2018;131(5):935.

8. Matthews A, Haas DM, O’Mathuna DP, et al. Interventions for nausea and
vomiting in early pregnancy. Cochrane Database Syst Rev 2015;(9):CD007575.

9. Niebyl JR. Clinical practice. Nausea and vomiting in pregnancy. N Engl J Med
2010;363(16):1544–50.

10. Mitchell-Jones N, Farren JA, Tobias A, et al. Ambulatory versus inpatient


management of severe nausea and vomiting of pregnancy: a randomised control
trial with patient preference arm. BMJ Open 2017;7(12):e017566.

11. Tan PC, Omar SZ. Contemporary approaches to hyperemesis during pregnancy.
Curr Opin Obstet Gynecol 2011;23(2):87–93.
12. Quinla JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician
2003; 68(1):121–8.

13. Tian R, MacGibbon K, Martin B, et al. Analysis of pre- and post-pregnancy


issues in women with hyperemesis gravidarum. Auton Neurosci 2017;202:73–8.

14. Morgan SR, Long L, Johns J, et al. Are early pregnancy complications more
common in women with hyperemesis gravidarum? J Obstet Gynaecol 2017;37(3):
355–7.

15. Siminerio LL, Bodnar LM, Venkataramanan R, et al. Ondansetron use in


pregnancy. Obstet Gynecol 2016;127(5):873–7.

16. Tan PC, Norazilah MJ, Omar SZ. Dextrose saline compared with normal saline
rehydration of hyperemesis gravidarum: a randomized controlled trial. Obstet
Gynecol 2013;121(2 Pt 1):291–8.

17. Slaughter SR, Hearns-Stokes R, van der Vlugt T, et al. FDA approval of
doxylaminepyridoxine therapy for use in pregnancy. N Engl J Med
2014;370(12):1081–3.

18. Koren G, Clark S, Hankins GD, et al. Maternal safety of the delayed-release
doxylamine and pyridoxine combination for nausea and vomiting of pregnancy; a
randomized placebo controlled trial. BMC Pregnancy Childbirth 2015;15:59.

19. Koren G, Clark S, Hankins GD, et al. Effectiveness of delayed-release


doxylamine and pyridoxine for nausea and vomiting of pregnancy: a randomized
placebo controlled trial. Am J Obstet Gynecol 2010;203(6):571.e1-7.

20. Thomas BR, Rouf PVA, Al-Hail M, et al. Medication used in nausea and
vomiting of pregnancy - a review of safety and efficacy. Gynecol Obstet
2015;5(2):270.

21. Ebrahimi N, Maltepe C, Einarson A. Optimal management of nausea and


vomiting of pregnancy. Int J Womens Health 2010;2:241–8.

22. McParlin C, O’Donnell A, Robson SC, et al. Treatments for hyperemesis


gravidarum and nausea and vomiting in pregnancy: a systematic review. JAMA
2016; 316(13):1392–401.

23. Parker SE, Van Bennekom C, Anderka M, et al. Ondansetron for treatment of
nausea and vomiting of pregnancy and the risk of specific birth defects. Obstet
Gynecol 2018;132(2):385–94.
24. Oliveira LG, Capp SM, You WB, et al. Ondansetron compared with doxylamine
and pyridoxine for treatment of nausea in pregnancy: a randomized controlled trial.
Obstet Gynecol 2014;124(4):735–42.

25. Anderka M, Mitchell AA, Louik C, et al. Medications used to treat nausea and
vomiting of pregnancy and the risk of selected birth defects. Birth Defects Res A
Clin Mol Teratol 2012;94(1):22–30.

26. Pasternak B, Svanstrom H, Hviid A. Ondansetron in pregnancy and risk of


adverse fetal outcomes. N Engl J Med 2013;368(9):814–23.

27. Andersen JRJ-SE, Andersen NL, Poulsen HE. Ondansetron use in early
pregnancy and the risk of congenital malformations—a registry based nationwide
cohort study. Pharmacoepidemiol Drug Saf 2013;22:13–4.

28. Danielsson B, Wikner BN, Kallen B. Use of ondansetron during pregnancy and
congenital malformations in the infant. Reprod Toxicol 2014;50:134–7.

29. Fejzo MS, MacGibbon KW, Mullin PM. Ondansetron in pregnancy and risk of
adverse fetal outcomes in the United States. Reprod Toxicol 2016;62:87–91.

30. Tiran D. Ginger to reduce nausea and vomiting during pregnancy: evidence of
effectiveness is not the same as proof of safety. Complement Ther Clin Pract
2012;18(1):22–5.

31. Viljoen E, Visser J, Koen N, et al. A systematic review and meta-analysis of the
effect and safety of ginger in the treatment of pregnancy-associated nausea and
vomiting. Nutr J 2014;13:20. Complications in Early Pregnancy

32. Della-Giustina D, Denny M. Ectopic pregnancy. Emerg Med Clin North Am


2003; 21(3):565–84.

33. Barnhart KT. Clinical practice. Ectopic pregnancy. N Engl J Med 2009;361(4):
379–87.

34. Mausner Geffen E, Slywotzky C, Bennett G. Pitfalls and tips in the diagnosis
of ectopic pregnancy. Abdom Radiol (NY) 2017;42(5):1524–42.

35. Murray H, Baakdah H, Bardell T, et al. Diagnosis and treatment of ectopic


pregnancy. CMAJ 2005;173(8):905–12.

36. Huancahuari N. Emergencies in early pregnancy. Emerg Med Clin North Am


2012;30(4):837–47.

37. Promes SB, Nobay F. Pitfalls in first-trimester bleeding. Emerg Med Clin North
Am 2010;28(1):219–34, x.
38. Committee on Practice Bulletins-Obstetrics. Practice bulletin no. 181:
prevention of Rh D alloimmunization. Obstet Gynecol 2017;130(2):e57–70.

39. Hannafin B, Lovecchio F, Blackburn P. Do Rh-negative women with first


trimester spontaneous abortions need Rh immune globulin? Am J Emerg Med
2006;24(4): 487–9.

40. Jabara S, Barnhart KT. Is Rh immune globulin needed in early first-trimester


abortion? A review. Am J Obstet Gynecol 2003;188(3):623–7.

41. Committee on Practice Bulletins—Gynecology. The American College of


Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin no. 150. Early pregnancy loss.
Obstet Gynecol 2015;125(5):1258–67.

42. Nanda K, Lopez LM, Grimes DA, et al. Expectant care versus surgical treatment
for miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2012;(3):CD003518.

43. Bourne T, Bottomley C. When is a pregnancy nonviable and what criteria


should be used to define miscarriage? Fertil Steril 2012;98(5):1091–6.

44. Jurkovic D, Overton C, Bender-Atik R. Diagnosis and management of first


trimester miscarriage. BMJ 2013;346:f3676.

45. Bardos J, Hercz D, Friedenthal J, et al. A national survey on public perceptions


of miscarriage. Obstet Gynecol 2015;125(6):1313–20.

46. Jeve Y, Rana R, Bhide A, et al. Accuracy of first-trimester ultrasound in the


diagnosis of early embryonic demise: a systematic review. Ultrasound Obstet
Gynecol 2011;38(5):489–96.

47. Makhlouf MA, Clifton RG, Roberts JM, et al. Adverse pregnancy outcomes
among women with prior spontaneous or induced abortions. Am J Perinatol
2014;31(9):765–72.

48. Gracia CR, Sammel MD, Chittams J, et al. Risk factors for spontaneous abortion
in early symptomatic first-trimester pregnancies. Obstet Gynecol 2005;106(5 Pt
1):993–9.

49. Nybo AA, Wohlfahrt J, Christens P, et al. Is maternal age an independent risk
factor for fetal loss? West J Med 2000;173(5):331.

50. Poorolajal J, Cheraghi P, Cheraghi Z, et al. Predictors of miscarriage: a matched


case-control study. Epidemiol Health 2014;36:e2014031.
51. Maconochie NDP, Prior S, Simmons R. Risk factors for first trimester
miscarriage: results from a UK-population-based case-control study. BJOG
2006;114:170–86.

52. Feodor Nilsson S, Andersen PK, Strandberg-Larsen K, et al. Risk factors for
miscarriage from a prevention perspective: a nationwide follow-up study. BJOG
2014;121(11):1375–84.

53. Prine LW, MacNaughton H. Office management of early pregnancy loss. Am


Fam Physician 2011;84(1):75–82.

54. Wilcox AJ, Weinberg CR, O’Connor JF, et al. Incidence of early loss of
pregnancy. N Engl J Med 1988;319(4):189–94.

55. Doubilet PM, Benson CB, Bourne T, et al. Diagnostic criteria for nonviable
pregnancy early in the first trimester. N Engl J Med 2013;369(15):1443–51.

56. Hasan R, Baird DD, Herring AH, et al. Association between first-trimester
vaginal bleeding and miscarriage. Obstet Gynecol 2009;114(4):860–7.

57. Hasan R, Baird DD, Herring AH, et al. Patterns and predictors of vaginal
bleeding in the first trimester of pregnancy. Ann Epidemiol 2010;20(7):524–31.

58. Lykke JA, Dideriksen KL, Lidegaard O, et al. First-trimester vaginal bleeding
and complications later in pregnancy. Obstet Gynecol 2010;115(5):935–44.

59. Weiss JL, Malone FD, Vidaver J, et al. Threatened abortion: a risk factor for
poor pregnancy outcome, a population-based screening study. Am J Obstet Gynecol
2004;190(3):745–50.

60. Isoardi K. Review article: the use of pelvic examination within the emergency
department in the assessment of early pregnancy bleeding. Emerg Med Australas
2009;21(6):440–8.

61. Seymour A, Abebe H, Pavlik D, et al. Pelvic examination is unnecessary in


pregnant patients with a normal bedside ultrasound. Am J Emerg Med 2010;28(2):
213–6.

62. Johnstone C. Vaginal examination does not improve diagnostic accuracy in


early pregnancy bleeding. Emerg Med Australas 2013;25(3):219–21.

63. Linden JA, Grimmnitz B, Hagopian L, et al. Is the pelvic examination still
crucial in patients presenting to the emergency department with vaginal bleeding or
abdominal pain when an intrauterine pregnancy is identified on ultrasonography?
A randomized controlled trial. Ann Emerg Med 2017;70(6):825–34.
64. Datta MR, Raut A. Efficacy of first-trimester ultrasound parameters for
prediction of early spontaneous abortion. Int J Gynaecol Obstet 2017;138(3):325–
30.

65. Tuuli MG, Norman SM, Odibo AO, et al. Perinatal outcomes in women with
subchorionic hematoma: a systematic review and meta-analysis. Obstet Gynecol
2011;117(5):1205–12.

66. Aleman A, Althabe F, Belizan J, et al. Bed rest during pregnancy for preventing
miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2005;(2):CD003576.

67. Kim C, Barnard S, Neilson JP, et al. Medical treatments for incomplete
miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2017;(1):CD007223.

68. Lemmers M, Verschoor MAC, Overwater K, et al. Fertility and obstetric


outcomes after curettage versus expectant management in randomised and
nonrandomised women with an incomplete evacuation of the uterus after
misoprostol treatment for miscarriage. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol
2017;211:78–82.

69. Trinder J, Brocklehurst P, Porter R, et al. Management of miscarriage:


expectant, medical, or surgical? Results of randomised controlled trial (miscarriage
treatment (MIST) trial). BMJ 2006;332(7552):1235–40.

70. Torre A, Huchon C, Bussieres L, et al. Immediate versus delayed medical


treatment for first-trimester miscarriage: a randomized trial. Am J Obstet Gynecol
2012;206(3):215.e1-6.

71. Schreiber CA, Creinin MD, Atrio J, et al. Mifepristone pretreatment for the
medical management of early pregnancy loss. N Engl J Med 2018;378(23):2161–
70.

72. Mehta MPR. Follow-up for improving psychological well-being for women
after a miscarriage: RHL commentary. The WHO Reproductive Health Library.
Geneva (Switzerland): World Health Organization; 2013.

73. Haas DM, Ramsey PS. Progestogen for preventing miscarriage. Cochrane
Database Syst Rev 2013;(10):CD003511. Complications in Early Pregnancy

74. Seeber BE, Sammel MD, Guo W, et al. Application of redefined human
chorionic gonadotropin curves for the diagnosis of women at risk for ectopic
pregnancy. Fertil Steril 2006;86(2):454–9.

75. Robertson JJ, Long B, Koyfman A. Emergency medicine myths: ectopic


pregnancy evaluation, risk factors, and presentation. J Emerg Med 2017;53(6):
819–28.
76. Alkatout I, Honemeyer U, Strauss A, et al. Clinical diagnosis and treatment of
ectopic pregnancy. Obstet Gynecol Surv 2013;68(8):571–81.

77. Hoover RN, Hyer M, Pfeiffer RM, et al. Adverse health outcomes in women
exposed in utero to diethylstilbestrol. N Engl J Med 2011;365(14):1304–14.

78. American College of Emergency Physicians Clinical Policies Subcommittee on


Early Pregnancy, Hahn SA, Promes SB, Brown MD. Clinical policy: critical issues
in the initial evaluation and management of patients presenting to the emergency
department in early pregnancy. Ann Emerg Med 2017;69(2):241–50.e20.

79. Hsu S, Euerle BD. Ultrasound in pregnancy. Emerg Med Clin North Am 2012;
30(4):849–67.

80. Lane BF, Wong-You-Cheong JJ, Javitt MC, et al. ACR appropriateness
Criteria(R) first trimester bleeding. Ultrasound Q 2013;29(2):91–6.

81. Nadim B, Infante F, Lu C, et al. Morphological ultrasound types known as


’blob’ and ’bagel’ signs should be reclassified from suggesting probable to
indicating definite tubal ectopic pregnancy. Ultrasound Obstet Gynecol
2018;51(4):543–9.

82. Bhatt S, Ghazale H, Dogra VS. Sonographic evaluation of ectopic pregnancy.


Radiol Clin North Am 2007;45(3):549–60, ix.

83. Dudley PS, Heard MJ, Sangi-Haghpeykar H, et al. Characterizing ectopic


pregnancies that rupture despite treatment with methotrexate. Fertil Steril
2004;82(5): 1374–8.

84. Jurkovic D, Memtsa M, Sawyer E, et al. Single-dose systemic methotrexate vs


expectant management for treatment of tubal ectopic pregnancy: a
placebocontrolled randomized trial. Ultrasound Obstet Gynecol 2017;49(2):171–6.

85. Silva PM, Araujo Junior E, Cecchino GN, et al. Effectiveness of expectant
management versus methotrexate in tubal ectopic pregnancy: a double-blind
randomized trial. Arch Gynecol Obstet 2015;291(4):939–43.

86. Fields L, Hathaway A. Key concepts in pregnancy of unknown location:


identifying ectopic pregnancy and providing patient-centered care. J Midwifery
Womens Health 2017;62(2):172–9.

87. Bobdiwala S, Al-Memar M, Farren J, et al. Factors to consider in pregnancy of


unknown location. Womens Health (Lond) 2017;13(2):27–33.
88. Dart R, Howard K. Subclassification of indeterminate pelvic ultrasonograms:
stratifying the risk of ectopic pregnancy. Acad Emerg Med 1998;5(4):313–9.

89. Barnhart KT, Sammel MD, Rinaudo PF, et al. Symptomatic patients with an
early viable intrauterine pregnancy: HCG curves redefined. Obstet Gynecol 2004;
104(1):50–5.

Anda mungkin juga menyukai