Anda di halaman 1dari 47

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang
stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri,
misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting-banting barang,
menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar rumah, mobil dan
sepeda montor. Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa
ke rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998),
perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri,
peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung,
dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia
akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2018)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah
mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami
gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita
skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira
2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2016 dalam
Carolina, 2017). Data WHO tahun 2017 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk
Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan
data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2017).
Sehubungan dengan hal tersebut diatas peran dan fungsi perawat sangatlah
penting dalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya mengatasi masalah
penyakit resiko perilaku kekerasan. Dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan

1
2

meliputi aspek promotif (memberikan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan


status kesehatan), preventif (untuk mencegah atau mengontrol emosi dengan tarik
napas dan hembuskan) kuratif (memperhatikan dan mengatur klien untuk minum
obat), dan rehabilitatif (Dokter, Perawat dan peran serta keluarga agar lebih
memperhatikan dalam perbaikan fisik dan perawatan diri yang optimal). Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat studi kasus tentang bagaimana
pelaksanaan “Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka dirumuskan “bagaimana
pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn.H dengan Resiko Perilaku Kekerasan
Di Ruang Kenari Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang.”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh kemampuan dalam menyusun, dan menyajikan laporan
studi. Serta pengalaman nyata dalam menyusun asuhan keperawatan pada pasien
dengan resiko perilaku kekerasan dengan menggunakan proses keperawatan
dimulai dari melakukan pengkajian keperawatan, menetapkan diagnosa,
melakukan tindakan sesuai dengan intervensi dan implementasi keperawatan,
mengevaluasi hasil yang dapat dicapai pasien serta malakukan pendokumentasian.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien Tn. H
dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
2) Mahasiswa mampu menentukan masalah keperawatan pada pasien Tn. H
dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
3) Mahasiswa mampu merencanakan asuhan keperawatan pada pasien Tn. H
dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.
3

4) Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien Tn. H


dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Dengan adanya penulisan studi kasus ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan memperkuat teori tentang bagaimana proses keperawatan dan
asuhan keperawatan pada pasien Tn. H dengan Resiko Perilaku Kekerasan Di
Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
2.4.1 Praktis
1.4.2.1 Bagi Institusi
Sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan, proses keperawatan dan pendokumentasian proses keperawatan
sehingga dapat memberikan umpan balik terhadap efektivitas pengajaran dan
bimbingan yang telah diberikan dan diterapkan untuk kemajuan dimasa
mendatang.
1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit
Menyediakan kerangka berfikir secara ilmiah yang bermanfaat bagi rumah
sakit dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan penatalaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Resiko perilaku Kekerasan. Serta
menyediakan referensi bagi perawat Di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat Lawang dalam melakukan asuhan keperawatan secara
komprehensif.
1.4.2.3 Bagi Penulis
Sebagai salah satu pengalaman berharga dan nyata yang didapat dari
lapangan praktik yang dilakukan sesuai dengan ilmu yang didapatkan serta
sebagai acuan dalam menghadapi kasus yang sama sehingga dapat memberikan
asuhan keperawatan yang lebih baik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Perilaku Kekerasan


Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
(Stuart dan Sundeen, 1998).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Towsend,
1998).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. (Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan, PK (perilaku kekerasan)
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
memebahayakan secara fisik maupun psikologis, baik pada dirinya sendiri
maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol.

2.2 Etiologi Perilaku Kekerasan


2.2.1 Mekanisme Sebab-Akibat
Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan
harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
1) Mengejek dan mengkritik diri sendiri
2) Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
3) Rasa bersalah atau khawatir
4) Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalahgunaan
zat.
5) Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan

4
5

6) Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social


7) Menarik diri dari realitas
8) Merusak diri
9) Merusak atau melukai orang lain
10) Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.
Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan
Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang
dapt membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain disekitarnya
(Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan menyebabkan klien
berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara listrik tuntutan situasi stress,
klien akan berperilaku menyerang, merusak diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan sekitar.
Tanda dan Gejala :
1) Adanya peningkatan aktifitas motoric
2) Perilaku aktif ataupun destruktif
3) Agresif
2.1.2 Faktor Penyebab dari Perilaku Kekerasan
1. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor
predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor berikut dialami oleh individu :
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang
kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek
ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif)
dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan
menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
6

d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus


temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam
terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat,
kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/
pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial
yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan.

2.3 Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Marah
Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

1. Respon Adaptif.
a. Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa tidak
senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
b. Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya seseorang
dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak dapat menerima atau
menunda sementara sambil menunggu kesempatan yang memungkinkan.
Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam mengungkapkan perannya
dan terlihat pasif.
2. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya. Klien
tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang mampu,
rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
7

3. Respon maladaptive
a. Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah, merupakan
dorongan mental untuk bertindak (dapat secara konstruksi/destruksi) dan
masih terkontrol. Perilaku agresif dapat dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu
pasif agresif dan aktif agresif.
b. Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendendam,
bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.
c. Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,
cenderung menuntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar disertai
kekerasan.
d. Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain atau
lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).

2.4 Mekanisme Koping Dari Perilaku Kekerasan


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan
yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
1) Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya
secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
2) Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
8

3) Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk


ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya
dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4) Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5) Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.

2.5 Tanda dan Gejala Perilaku Kekerasan


2.5.1 Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatup rahang dengan kuat
9) Jalan mondar-mandir
2.5.2 Verbal
1) Bicara kasar
2) Nada suara tinggi, membentak, berteriak
3) Mengancam secara verbal/fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
9

5) Suara keras
6) Ketus
2.5.3 Perilaku
1) Melempar/memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
2.5.4 Emosi
1) Tidak adekuat
2) Merasa tidak aman
3) Rasa terganggu
4) Dendam dan jengkel
5) Bermusuhan
6) Mengamuk
7) Ingin berkelahi
8) Menyalahkan dan menuntut
2.5.5 Kognitif
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan
6) Sarkasme
2.5.6 Sosial
1) Menarik diri
2) Pengasingan
3) Penolakan
4) Ejekan
5) Sindiran
10

2.6 Proses Terjadinya Masalah


Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
2.6.1 Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan tekanan
darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCl
meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva
meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta ketegangan
otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan
disertai reflek yang cepat.
2.6.2 Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang lain
secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat juga untuk
pengembangan diri klien.
2.6.3 Memberontak (acting out).
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting out”
untuk menarik perhatian orang lain.
2.6.4 Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan

2.7. Penatalaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan


2.7.1 Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di
sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah
11

dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di


beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
2.7.2 Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan
betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
2.7.3 Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada.
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan
pasien.
2.7.4 Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
2.7.5 Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan,
misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia
sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di
dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar
pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau
aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran
yang di berikan tidak bertentangan.

2.8. Diagnosa keperawatan


1. Resiko Perilaku Kekerasan
12

2. Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pengelihatan/Pendengaran


3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah

2.9. Perencanaan Keperawatan.


Diagnosa : Resiko Perilaku Kekerasan
TUM : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Setelah interaksi, klien menunjukkan tanda-tanda percaya pada perawat,
Ekspresi wajah bersahabat, Menunjukkan rasa senang, Ada kontak mata, Mau
berjabat tangan, Mau menyebutkan nama, Mau menjawab salam, Mau duduk
berdampingan dengan perawat, Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.

Rencana tindakan
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik.
2) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal.
3) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan.
4) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
5) Buat kontrak yang jelas
6) Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi.
7) Tunjukkan sikap empati dan menerima apa adanya.
8) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien.
9) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien.
10) Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukannya
Kriteria evaluasi
Setelah interaksi klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya : Menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri
sendiri maupun lingkungannya
13

Rencana Tindakan
1) Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya
2) Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
3) Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan
klien
TUK 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi
Setelah interaksi klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku
kekerasan seperti, Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang,
dan lain-lain. Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar. Tanda
sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.

Rencana Tindakan
1) Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang
dialaminya
2) Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku
kekerasan terjadi
3) Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat
terjadi perilaku kekerasan
4) Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-
tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
TUK 4 : Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan klien menjelaskan : Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang
selama ini telah dilakukannya, Perasaannya saat melakukan kekerasan dan
Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah.

Tindakan Keperawatan
1) Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
2) Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini
pernah dilakukannya.
14

3) Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan


tersebut terjadi
4) Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah
yang dialami teratasi.
TUK 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan klien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang
dilakukannya pada Diri sendiri (luka, dijauhi teman, dll), Orang lain/keluarga
(luka, tersinggung, ketakutan, dll) dan Lingkungan (barang atau benda rusak dll).

Rencana Tindakan
1) Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada
Diri sendiri
2) Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada
Orang lain/keluarga
3) Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan
pada: Lingkungan
TUK 6 : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
mengungkapkan kemarahan
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan klien dapat menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan
marah.

Rencana Tindakan
1) Diskusikan dengan klien apakah klien mau mempelajari cara baru
mengungkapkan marah yang sehat
2) Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui klien.
3) Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
 Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
 Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain.
 Sosial: latihan asertif dengan orang lain.
15

4) Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agamanya


masing-masing
TUK 7 : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan
seperti Fisik (tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur), Verbal (mengungkapkan
perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti) dan Spiritual (zikir/doa,
meditasi sesuai agamanya).

Rencana Tindakan
1) Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang
mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
2) Latih klien memperagakan cara yang dipilih
3) Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
4) Jelaskan manfaat cara tersebut.
5) Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
6) Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
7) Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel
TUK 8 : Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan dengan keluarga, keluarga klien dapat menjelaskan cara
merawat klien dengan perilaku kekerasan dan mengungkapkan rasa puas dalam
merawat klien.

Rencana Tindakan
1) Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk
mengatasi perilaku kekerasan.
2) Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan
16

3) Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku


kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
4) Peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan)
5) Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang
6) Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan
7) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
TUK 9 : Klien menggunakan obat sesuai program yang telah
ditetapkan
Kriteria evaluasi
Setelah pertemuan klien dapat menjelaskan tentang, Manfaat minum obat,
Kerugian tidak minum obat , Nama obat, Bentuk dan warna obat , Dosis yang
diberikan kepadanya, Waktu pemakaian, Cara pemakaian, Efek yang dirasakan
dan klien menggunakan obat sesuai program.

Rencana Tindakan
1) Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak
menggunakan obat
2) Jelaskan kepada klien Jenis obat (nama, warna dan bentuk obat), Dosis yang
tepat untuk klien, Waktu pemakaian, Cara pemakaian dan Efek yang akan
dirasakan klien
3) Anjurkan klien untuk Minta dan menggunakan obat tepat waktu dan Lapor
ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
4) Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

Tanggal MRS : 03 Januari 2020


Tanggal Dirawat di Ruangan : 06 Januari 2020
Tanggal Pengkajian : 07 Januari 2020
Ruang Rawat : Kenari

3.1 Identitas Klien


Nama : Tn. H
Umur : 27 Tahun
Pendidikan : SMP
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Probolinggo
Pekerjaan : Tidak ada
Jenis Kel. : Laki- laki
No. RM : 1187xx
3.2 Alasan Masuk
a. Data Primer
Klien mengatakan masuk RSJ karena klien merasakan melihat sosok
bayangan kakek buyutnya dan berkata bahwa orang-orang telah
menghinan kakek buyutnya yang membuat dirinya menjadi marah dan
sakit hati. Lalu klien marah-marah tanpa sebab, merusak rumah sendiri,
menganuk ditempat umum sambil membawa golok, karena kondisi klien
yang semakin parah maka klien dibawa oleh saudaranya ke RSJ dr.
Radjiman Widiodiningrat untuk dilakukan pengobatan dari data yang di
dapat di buku status klien di antarkan pada tanggal 3 Januari 2020.
b. Data Sekunder
Dari data yang didapat di buku status klien di antarkan oleh keluarga di
RSJ pada tanggal 3 Januari 2020 lalu klien dirawat diruang Perkutut
kemudian pindah ke ruang kenari pada tanggal 6 Januari 2020.

17
18

c. Keluhan Utama Saat Pengkajian


Klien mengatakan merasa melihat sosok kakek buyutnya yang membuat
dirinya menjadi marah dan sakit hati.
3.3 Faktor Presipitasi
DS: Setelah dilakukan pengkajian <6 bulan yang lalu dari bulan, Oktober,
November, Desember klien mengatakan menikah dengan istrinya,
kemudian pada desember akhir klien mengatakan bahwa pernah putus
obat dan klien mengalami kekambuhan hingga klien merasa melihat
sosok bayangan kakek buyutnya yang membuat dirinya menjadi marah
dan sakit hati lalu keluarga pasien membawanya ke RSJ dr. Radjiman
Widiodiningrat malang.
DO: Dari data yang didapat di buku status, klien di antarkan di RSJ dr.
Radjiman Widiodiningrat malang oleh keluarga pada tanggal 3 Januari
2020 klien dirawat diruang Kenari pada tanggal 6 Januari 2020.
3.4 Faktor Predisposisi
3.4.1 Pernah mengalami gangguan jiwa sebelumnya
DS : Klien mengatakan satu bulan yang lalu klien mengalami pengobatan
gangguan jiwa di puskesmas probolinggo dan akhirnya klien
mengalami putus obat karena klien tidak mau minum obat karena
merasa sudah sembuh sehingga klien mengalami kekambuhan yang
mengakibatkan klien mengatakan merasa melihat sosok bayangan
kakek buyutnya yang membuat dirinya menjadi marah dan sakit hati,
yang akhirnya klien dibawa ke RSJ dr. Radjiman Widiodiningrat
Lawang.
DO: Data yang didapat dari buku status klien menjalani rawat di puskesmas,
obat tidak diminum, klien marah-marah tanpa sebab merusak rumah
sendiri, mengancam orang lain, klien mengamuk ditempat umum,
mengancam orang lain dengan membawa golok. Klien jarang tidur bila
tidak tidur klien suka bicara dan tertawa sendiri.
19

3.4.2 Faktor Penyebab/Pendukung


3.4.2.1 Riwayat Trauma
No Jenis Usia Pelaku Korban Saksi
1. Aniyaya fisik - - - -
2. Aniyaya Seksual - - - -
3. Penolakan 27 - √ -
4. Kekerasan dalam Keluarga - - - -
5. Tindakan Kriminal 27 √ - -
DS: Klien mengatakan pernah mengamuk ditempat umum sambil
membawa golok sampai memakan kaca.
DO: Klien tampak tegang, tangan klien menggenggam saat bercerita, raut
wajah serius. Dari data yang di dapat di buku status klien pernah
mengalami putus obat tidak diminum, klien marah-marah tanpa sebab
merusak rumah sendir, klien mengamuk ditempat umum, mengancam
orang lain dengan membawa golok. Klien jarang tidur bila tidak tidur
klien suka bicara dan tertawa sendiri.
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan, Pemeliharaan
kesehatan tidak efektif
3.4.2.2 Pernah melakukan upaya / percobaan /bunuh diri
DS: Klien mengatakan tidak pernah melakukan upaya percobaan bunuh
diri, tidak pernah menyakiti diri sendiri.
DO: Ketika klien diberikan dua pertanyaan pernah atau tidak melakukan
upaya/ percobaan/ bunuh diri menjawab tidak, jawaban spontan,
kontak mata ada, mengerutkan dahi, tangan sambil melambai, klien
posisi duduk tegak.
3.4.2.3 Pengalaman Masa Lalu yang Tidak Menyenangkan (peristiwa kegagalan,
kematian, perpisahan)
DS: Klien mengatakan tidak ingat ketika diberikan pertanyaan.
DO: Ketika klien diberikan pertanyaan memjawab lupa, jawapan spontan,
gaya tubuh menggelangkan kepala, kontak mata ada.
3.4.2.4 Pernah mengalami penyakit fisik (termasuk gangguan tumbuh kembang)
DS: Klien mengatakan tidak ingat ketika diberikan pertanyaan.
20

DO: Ketika klien diberikan pertanyaan memjawab lupa, jawaban spontan,


gaya tubuh menggelangkan kepala, kontak mata ada, kaki di gerak-
gerakan.
3.4.2.5 Riwayat Penggunaan NAPZA
DS:Klien mengatakan tidak pernah menggunakan NAPZA hanya merokok
DO: Data yang di dapat dari buku setatus klien penggunaan NAPZA tidak
ada (-), klien menjawab pertanyaan spontan, menggelengkan kepala,
kontak mata ada, mengerutkan dahi, alis nampak diangkat.
3.4.3 Upaya yang telah dilakukan terkait kondisi diatas dan hasilnya :
DS: Klien mengatakan upaya yang telah dilakukan adalah berobat ke RSJ
dan ketika bayangan kakek buyutnya muncul klien membawanya untuk
sholat tetapi kadang-kadang masih tetap muncul.
DO: Klien menjawab berobat ke RSJ, membawanya untuk bersibadah
dengan menunjukan gaya tubuh tangan seperti orang sholat, kontak
mata ada, tangan bergerak memegang taplak meja,
3.4.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
3.5 Pengkajian Psikososial
3.5.1 Genogram

Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Satu rumah
Penjelasan:
DS: Klien mengatakan dia adalah anak ke 3 dari 3 saudara berjenis kelamin
1 orang laki- laki dan 1 orang perempuan, klien tinggal bersama orang
tua beserta istri.
21

DS: Klien langsung menjawab sambil menunjukan 3 jari nya, dengan


kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala tegak, kaki
digerak-gerakan.
3.5.2 Konsep Diri
3.5.2.1 Citra tubuh
DS: Klien mengatakan sangat bersyukur dengan keadaan tubuh nya yang
sangat membantu mampu melakukan kegiatan sehari-hari, seperti
mandi, BAB/BAK, nyapu, ngepel, mencuci piring dan membereskan
ruangan setelah melakukan aktifitas seperti makan.
DO: Klien ketika diberikan pertanyaan menjawab spontan, ekspresi
senyum, kontak mata aktif, mengatakan mampu mandi, BAK/BAB,
nyapu, ngepel, cuci piring, makan.
3.5.2.2 Identitas
DS: Klien mengatakan nama saya “H” dan berasal dari Probolinggo. Klien
adalah seorang laki-laki dan ia menerima gendernya.
DO: Dari data yang di dapat dari buku status klien, Nama Tn. H, umur 27
tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat probolinggo, klien tampak
tersenyum ketika ditanya, nampak menaikan alis, menerutkan jidat,
kontak mata ada.
3.5.2.3 Peran
DS: Klien menyadari perannya sebagai seorang Suami dari istrinya
sebelum masuk ke rumah sakit jiwa. Klien juga menyadari bahwa
perannya sebagai klien di RSJ.
DO: Klien ditanya menjawab dirinya seorang suami, seorang pasien di
RSJ, klien tampak tersenyum ketika ditanya, nampak menaikan alis,
menerutkan jidat, kontak mata ada, nampak menggerak- gerakan kaki.
3.5.2.4 Ideal diri
DS: Klien menyadari perannya sebagai seorang suami dari istrinya
sebelum masuk ke rumah sakit jiwa. Klien juga menyadari bahwa
perannya sebagai pasien di RSJ.
DO: Klien ditanya menjawab dirinya seorang suami, seorang pasien di
RSJ, klien tampak tersenyum ketika ditanya, nampak menaikan alis,
22

menerutkan jidat, kontak mata ada, nampak menggerak- gerakan kaki


dan tangan.
3.5.2.5 Harga diri
DS: Klien mengatakan bahwa ”diri saya berharga’’
DO: Klien ketika di tanya terlihat tersenyum, kontak mata ada,duduk
terbungkuk, sambil berpegangan kedua tangan nya di atas meja.
3.5.3 Hubungan Sosial
3.5.3.1 Orang terdekat
DS: Klien mengatakan orang yang sangat terdekat adalah adalah orang tua dan
keluarganya
DO: Klien ketika di tanya sambil menunjukan 2 jari dan menyebutkan orang
tua dan keluarganya sambil terlihat menunduk, kontak mata ada, nampak
duduk tegak, kaki disilangkan, sambil berpegangan kedua tangan nya di
atas meja
3.5.3.2 Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
DS: Klien mengatakan bahwa pernah mengikuti kegiatan
kelompok/masyarakat.
DO: Klien ketika di tanya terlihat tegak, kontak mata ada, nampak duduk
terbungkuk, sambil berpegangan kedua tangan nya di atas meja
3.5.3.3 Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
DS: klien mengatakan hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
karena orang lain takut melihat saya dan saya tidak di hargai, maka
saya lebih suka sendiri
DO: Mengatakan orang lain takut , lebih suka sendiri, ekspresi menepuk-
nepuk dada, kotak mata ada, dudul dengan tegak, tangan bergoyang-
goyang.
3.5.4 Spiritual
3.5.4.1 Agama
3.5.4.2 Nilai Keyakinan
DS:Klien mengatakan beragama islam dan klien dengan agama yang
dianutnya.
23

DO:Klien mengatakan beragama islam, ketika menjawap sambil


tersenyum, dengan kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar,
kepala bergeleng- geleng, kaki di silangkan
Diagnosa Keperawatan : Distres Spiritual
3.5.4.3 Kegiatan Ibadah
DS:Klien mengatakan tau bagaimana sholat, tetapi klien jarang melakukan
karena malas
DO:Klien mengatakan tau bagaimana sholat, klien mengatakan malas,
klien nampak tuduk dan sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien
tampak duduk bersandar, kepala bergeleng- geleng, kaki di silangkan.
3.6 Pemeriksaan Fisik
3.6.1 Keadaan Umum
DS: Dari pengkajian IPPA keadaan umum klien tampak tenang, klien
tenang dan kooperatif
DO: Klien tampak sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak
duduk bersandar, kepala bergeleng- geleng, tangan di lipatkan.
3.6.2 Kesadaran
Nilai GCS pasien E (Eyes) : 4 (pasien dapat membuka mata secara spontan),
V (Verbal) : 5 (pasien dapat berorientasi dengan baik), M (Motorik) : 6
(pasien dapat mengikuti perintah). ekstermitas atas dan bawah (+)
3.6.3 Tanda Vital
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 87x/menit, suhu 36,5oC, dan pernafasan
20x/menit.Tinggi badan 160 cm dan berat badan 50 kg
3.6.4 Keluhan Fisik
DS: Setelah klien dilakukan pengkajian IPPA tidak ditemukan keluhan dan
klien mengatakan sehat
DO:Pemeriksaan kepala tidak ada benjolan, leher bebas, tidak ada
keterbatasan, pemeriksaan ekstermitas atas dan bawah (+)
3.7 Status Mental
3.7.1 Penampilan
DS: Klien mengatakan mandi 2x sehari, gosok gigi, mandi menggunakan
sabun, berkeramas menggunakan air yang mengalir.
24

DO: Data yang didapat dari inspeksi klien tampak rapi, klien tampak rapi,
penggunaan pakaian tepat, tidak beraroma bau, rambut rapi.
3.7.2 Pembicaraan
DS: Klien mengatakan merasa melihat sosok bayangan kakek buyutnya
yang membuat dirinya menjadi marah dan sakit hati.
DO: Klien mampu memulai pembicaraan, intonasi suara sedang dan bicara
panjang beberapa kata. Klien berbicara menggunakan bahasa
Indonesia.
3.7.3 Aktivitas motorik/psikomotor
DS: Klien mengatakan tidak mengalami kelemahan dalam beraktivitas pada
anggota tubuh nya
DO: Dari data IPPA tidak ditemukan kelemahan,kekuatan otot ekstermitas
atas dan bawah kadan kiri (5), tidak di temukan kelainan da ekstermitas
atas bawah dan kanan kiri.
3.7.4 Mood dan Afek
3.7.4.1 Mood
DS: Klien ingin sekali cepat pulang, dan berkumpul bersama keluarga
DO:Ketika di tanya klien mengatakan ingin pulang secara berulang- ulang,
kontak mata (+) ada, klien tampak duduk tegap, kaki digerak-
gerakan, alis di naikan, mampu memulai pembicaraan, intonasi suara
sedang dan bicara panjang beberapa kata.
3.7.4.2 Afek
DS: Dari hasil pengkajian isppa klien labil kadang- kadang klien dapat
bicara secara kopratif tapi kadang- kadang klien bisa berubah menjadi
pendiam
DO: Afek klien labil terkadang dapat berbicara komunikatif secara
kooperatif, tiba-tiba dapat menjadi pendiam.
Diagnosa Keperawatan: Koping Individu tidak efektif
3.7.5 Interaksi selama wawancara
DS: Dalam berinteraksi selama wawan cara klien cukup kopratif kadang-
kadang klien juga dapat bicara secara kopratif
25

DO: Klien terlihat jika di berikan pertanyaan terkadang terdiam, kontak


mata (+) klien selalu merespon pertanyaan walaupun kadang- kadang
terdiam sejenak
3.7.6 Persepsi – Sensori
DS :Klien mengatakan merasa melihat sosok bayangan kakek buyutnya
yang membuat dirinya menjadi marah sakit hati, bayangan itu mucul
selama 15 menit sering kali terjadi ketika dirinya sendiri. Bayangan
kekek buyutnya berkata bahwa dirinya telah dihina. Yang dilakukan
klien saat melihat bayangan itu adalah ingin marah- marah.
DO:Klien terlihat ketika di berikan pertanyaan terkadang dia terdiam,
kontak mata ada dan terkadang sikap klien ketika di amati klien mondar
mandir kesana kemari, klien kadang- kadang tampak tertawa sendiri
dan berteriak-teriak.
Diagnosa Keperawatan: Gangguan Sensori persepsi: Halusinasi Penglihatan
dan Pendengaran
3.7.7 Proses Pikir
3.7.7.1 Arus pikir
DS: Arus pikir klien adalah perseverasi. Klien selalu berulang-ulang
berkata “saya mau pulang mas saya sudah sembuh.” Secara berulang-
ulang.
DO: Dari hasil pengkajan arus pikir klien klien adalah perseversi,
mengulang setiap kata- kata, dan blocking ketika di berikan pertanyaan.
3.7.7.2 Isi pikir
Isi pikir klien yaitu preokupasi. Karena isi pikir klien hanya ingin pulang.
3.7.7.3 Bentuk pikir
DS: Klien mengatakn bahwa dirinya menjadi kambuh akibat tidak minum
obat hingga menjadi kambuh
DO: Kontak mata pasien ada, intonasi suara tinggi, nampak duduk tegak,
kaki disilangkan, sambil berpegangan kedua tangan nya di astas meja,
26

3.7.8 Kesadaran
Orientasi
Waktu, DS: Saat ditanya “pak sekarang jam berapa pak ?” Klien menjawab
jam 09:00 Wib.
DO: Tampak melihat jam dahulu, tidak langsung merespon, mata
menuju ke arah jam dinding, ada kontak mata,
Tempat, DS: “Pak, sekarang berada dimana?” Klien menjawab berada di
Rumah sakit.
DO: Klien mengatakan di rumah sakit, Tampak duduk, langsung
merespon, kontak mata ada, dengan intonasi suara sedang
Orang, DS: Klien dapat menyebutkan profesi perawat saat diminta
menunjuk perawat saat pengkajian.
DO: Klien menunjuk salah satu perawat, sambil menunjukan jari
telunjuk, pandangan ke mana orang yang di tunjuk.
3.7.9 Memori
3.7.9.1 Gangguan daya ingat jangka panjang
Klien mengatakan ingat dimana dia bersekolah
3.7.9.2 Gangguan daya ingat jangka menengah
Klien mengatakan ingat kapan ia masuk RSJ.
3.7.9.3 Gangguan daya ingat pendek
Klien mengatakan bahwa ingat nama mahasiswa praktek, mas Rudi.
3.7.10 Tingkat Konsentrasi dan berhitung
DS: klien dapat berhitung dengan benar 4+5 = 9, 7-2 = 5.
DO: klien dapat menjawap 4+5 = 9, 7-2 = 5, dengan menggunakan jari
tangan, tampak mendongak ke atas dan melihat ke atas
3.7.11 Kemampuan penilaian
Gangguan bermakna.
DS: Klien di berikan pertanyaan’’ Pak bapak lebih memilih berteman
dengan orang banyak atau lebih baik sendiri,
DO: Klien memilih berteman dengan orang banyak, klien melihat ke atas
menoleh kiri kanan, tangan sambil memegang jari jari tangan,
27

3.7.12 Daya tilik diri


DS: Klien mengatakan mengakui bahwa dirinya sering berhalusinasi yang
mengakibatkan dirinya merasa melihat bayangan yang membuat
dirinya menjadi takut dan ingin marah- marah.
DO: Menerima dirinya di RSJ, sering berhalusinasi, nampak mata klien
menoleh kekanan dan ke kiri,
Masalah keperawatan: Gangguan Proses pikir
3.8 Kebutuhan Persiapan Pulang
3.8.1 Kemampuan klien memenuhi kebutuhan
DS: Klien mengatakan tidak mampu memenuhi kebutuhan pribadi klien.
DO: Dari data yang didapat klien tidak mampu memenuhi kebutuhan seperti
perawatan kesehatan, transportasi, tempat tinggal, keuangan dan
kebutuhan lainnya karena klien tinggal dengan keluarga dan sekarang
klien di rumah sakit
3.8.2 Kegiatan Hidup Sehari-hari
3.8.2.1 Mandi
DS:Klien mengtakan mandi 2x sehari sikat gigi dan sampo,
DO:Kien nampak rapi, rambut rapi, kulit bersih, aroma tubuh wangi Klien
mau mandi apabila disuruh mandi. Saat mandi juga harus diawasa agar
klien mau menggunakan sabun, sampo, dan menyikat gigi.
3.8.2.2 Berpakaian/berhias
Klien membutuhkan bantuan minimal. Klien bisa menggunakan pakaian
dengan baik, dengan menyisir rambut akan rapi .
3.8.2.3 Makan
DS: Klien mengatakan makan 3x sehari pagi, siang, dan sore dengan porsi
1 piring habis yang di selingi dengan buah buahan .
DO: Klien makan 3x sehari, porsi satu piring habis, konsumsi buah-
buahan
3.8.2.4 BAB/BAK
DS: Klien mengatakan setiap BAB/BAK selalu ke kamar mandi tidak di
luar di pinggir- pinggir tembok atau pagar.
DO: Klien tampak rapi dan tidak berbau
28

3.8.3 Nutrisi
Frekuensi makan dan frekuensi kudapan dalam sehari ada 3 kali/hari, nafsu
makan klien baik, berat badannya 50 kg.
3.8.4 Istirahat dan tidur
Klien tidur siang, lamanya 13.00 WIB - 16.00 WIB dan tidur malam,
lamanya 20.00 WIB - 06.00 WIB. Aktivitas klien sebelum/sesudah tidur
hanya duduk klien tidak mengalami gangguan tidur
3.8.5 Kemampuan lain-lain
Klien tidak bisa mengantisipasi kebutuhan hidup, membuat keputusan, dan
mengatur penggunaan obat sendiri tanpa semuanya klien masih dibantu oleh
petugas kesehatan.
3.8.6 Sistem Pendukung
Sistem pendukung untuk klien saat ini adalah terapis. Sistem pendukung
saat berperan dalam ADL klien, dari makan/minum sampai pemberian obat.
3.9 Mekanisme Koping
DS: Klien mengatakan jika ada masalah klien selalu memendamnya sendiri
dan tidak mau berbagi dengan orang lain.
DO: Ketika di tanya klien diam, ketika di berikan sentuhan kontak mata ada,
klien mulai mau berbicara
Masalah keperawatan: Koping Individu Inefektif
3.10 Masalah Psikososial dan Lingkungan
3.10.1 Masalah dengan dukungan kelompok
DS: Klienmengatakan tidak ada keluarga yang menjenguknya di RSJ.
DO:Klien ketika diberikan pertanyaan menjawab spontan, ekspresi
senyum, kontak mata aktif.
3.10.2 Masalah dengan lingkungan
Klien berinteraksi dengan teman- teman yang lain dengan petugas perawat
juga
3.10.3 Klien Masalah dengan pendidikan
Klien menjawab ingat saat ditanya tentang pendidikan terakhir adalah SD.
3.10.4 Masalah dengan pekerjaan
Klien mengatakan tidak ada pekerjaan.
29

3.10.5 Masalah dengan perumahan


Klien mengatakan rumahnya di Probolinggo
3.10.6 Masalah dengan ekonomi
Klien mengatakan tidak pernah mendapatkan uang dari keluarganya.
3.10.7 Masalah dengan pelayanan kesehatan
DS: Klien mengatakan disini saya dilayani dengan baik di obati dengan
baik
DO: Klien ketika diberikan pertanyaan menjawap spontan, kontak mata
aktif,
3.10.8 Masalah lainnya
Klien tidak memiliki masalah lain.
3.11 Pengetahuan Kurang Tentang
Klien mengatakan tidak mengetahui tentang gangguan jiwa, perawatan dan
penatalaksaannya serta obat-obatannya. Klien perlu untuk diberikan tambahan
pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut.
Masalah keperawatan: Kurang Pengetahuan
3.12 Aspek Medis
3.12.1 Diagnosa medik
Diagnosa medik Tn. Sadalah F.20.1 (Skizofrenia Hebefrenic)
3.12.2 Diagnosa Multi Axsis
Axsis 1: F20.1 (Skizofrenia Hebefrenic)
Axsis 2:
Axsis 3:
Axsis 4:
Axsis5: 40-30 Beberapa disibilitas dalam hubungan dengan dan komuniksi
disibilitas berat dalam berbagai fungsi
3.12.3 Terapi medik
Terapi yang didapat klien yaitu:
1. Tb Frimania 200 Mg 1-0-1-0
2. Tb Clozapine 100 Mg 0-1-0-1
3. Tb Haloperidol 5 Mg, 1-0-1-0
30

3.13 Analisis Data


No. Data Diagnosa Keperawatan
1. DS: Resiko Perilaku Kekerasan
Klien mengatakan pernah
mengamuk ditempat umum sambil
membawa golok sampai memakan
kaca.
DO:
 Klien tampak tegang,
 Tangan klien menggenggam saat
bercerita.
 Raut wajah klien tampak serius
Data dari status pasien.
 Klien pernah mengalami putus
obat tidak diminum,
 Klien marah-marah tanpa sebab
merusak rumah sendiri.
 Klien mengamuk ditempat
umum, mengancam orang lain
dengan membawa golok.
 Klien jarang tidur bila tidak tidur
klien suka bicara dan tertawa
sendiri.
2. DS : Gangguan. Sensori Persepsi:
Klien mengatakan merasa melihat Halusinasi penglihatan dan
sosok bayangan kakek buyutnya pendengaran
yang membuat dirinya menjadi
marah sakit hati, bayangan itu mucul
selama 15 menit sering kali terjadi
ketika dirinya sendiri. Bayangan
kekek buyutnya berkata bahwa
dirinya telah dihina. Yang dilakukan
31

klien saat melihat bayangan itu


adalah ingin marah- marah.
DO:
 Klien tampak diam
 Terlihat ketika di berikan
pertanyaan terkadang dia terdiam,
 Kontak mata ada
 Terkadang klien mondar mandir
kesana kemari,
 Klien kadang- kadang sendiri dan
berteriak-teriak

3.14 Pohon Masalah


Effect Resiko tinggi perilaku kekerasan

Core Problem Gangguan sensori persepsi: halusinasi


penglihatan dan pendengaran

Cause Koping Individu tidak efektif Pemeliharaan Kesehatan


tidak efektif tidak efektif

3.15 Daftar Masalah Keperawatan


1) Resiko Perilaku Kekerasan
2) Gangguan sensor ipersepsi: halusinasi penglihatan
3) Isolasi Sosial
3.16 Prioritas Masalah Keperawatan
1) Resiko Perilaku Kekerasan
Lawang, Januari 2020
Perawat yang mengkaji

Kelompok 1
32

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


KLIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

Nama Klien : Tn. H DX Medis : Skizofrenia Hebefrenik


No CM : 1187xx Ruangan : Kenari

No Dx Perencanaan
Tgl
Dx Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

07 1. Risiko Perilaku TUM: Klien dapat


Jan Kekerasan mengontrol
2020 perilaku kekerasan

TUK: 1. Setelah pertemuan klien 1. Bina hubungan saling percaya dengan:


1. Klien dapat menunjukkan tanda-tanda  Beri salam setiap berinteraksi.
membina percaya kepada perawat:  Perkenalkan nama, nama panggilan
hubungan  Wajah cerah, perawat dan tujuan perawat
saling percaya tersenyum berinteraksi
 Mau berkenalan  Tanyakan dan panggil nama
 Ada kontak mata kesukaan klien
 Bersedia menceritakan  Tunjukkan sikap empati, jujur dan
perasaan menepati janji setiap kali
berinteraksi
 Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
 Buat kontrak interaksi yang jelas
 Dengarkan dengan penuh perhatian

32
33

ungkapan perasaan klien


2. Klien dapat 2. Setelah pertemuan klien 2. Bantu klien mengungkapkan perasaan
mengidentifikasi menceritakan penyebab marahnya:
penyebab perilaku kekerasan yang  Motivasi klien untuk menceritakan
perilaku dilakukannya: penyebab rasa kesal atau jengkelnya
kekerasan yang  Menceritakan  Dengarkan tanpa menyela atau
dilakukannya penyebab perasaan memberi penilaian setiap ungkapan
jengkel/kesal baik dari perasaan klien
diri sendiri maupun
lingkungannya
3. Klien dapat 3. Setelah pertemuan klien 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda
mengidentifikasi menceritakan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya:
tanda-tanda saat terjadi perilaku  Motivasi klien menceritakan kondisi
perilaku kekerasan fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku
kekerasan  Tanda fisik : mata kekerasan terjadi
merah, tangan  Motivasi klien menceritakan kondisi
mengepal, ekspresi emosinya (tanda-tanda emosional)
tegang, dan lain-lain. saat terjadi perilaku kekerasan
 Tanda emosional :  Motivasi klien menceritakan kondisi
perasaan marah, hubungan dengan orang lain (tanda-
jengkel, bicara kasar. tanda sosial) saat terjadi perilaku
 Tanda sosial : kekerasan
bermusuhan yang
dialami saat terjadi
perilaku kekerasan.
4. Klien dapat 4. Setelah pertemuan klien 4. Diskusikan dengan klien perilaku
mengidentifikasi menjelaskan: kekerasan yang dilakukannya selama ini:
jenis perilaku  Jenis-jenis ekspresi  Motivasi klien menceritakan jenis-
kekerasan yang kemarahan yang jenis tindak kekerasan yang selama
pernah selama ini telah ini pernah dilakukannya.

33
34

dilakukannya dilakukannya  Motivasi klien menceritakan


 Perasaannya saat perasaan klien setelah tindak
melakukan kekerasan kekerasan tersebut terjadi
 Efektivitas cara yang  Diskusikan apakah dengan tindak
dipakai dalam kekerasan yang dilakukannya
menyelesaikan masalah yang dialami teratasi.
masalah
5. Klien dapat 5. Setelah pertemuan klien 5. Diskusikan dengan klien akibat negatif
mengidentifikasi menjelaskan akibat tindak (kerugian) cara yang dilakukan pada:
akibat perilaku kekerasan yang  Diri sendiri
kekerasan dilakukannya  Orang lain/keluarga
 Diri sendiri : luka,  Lingkungan
dijauhi teman, dll
 Orang lain/keluarga :
luka, tersinggung,
ketakutan, dll
 Lingkungan : barang
atau benda rusak dll
6. Klien dapat 6. Setelah pertemuan klien : 6. Diskusikan dengan klien:
mengidentifikasi  Menjelaskan cara-cara  Apakah klien mau mempelajari cara
cara konstruktif sehat mengungkapkan baru mengungkapkan marah yang
dalam marah sehat
mengungkapkan  Jelaskan berbagai alternatif pilihan
kemarahan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui
klien.
 Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah:
 Cara fisik: nafas dalam, pukul
bantal atau kasur, olah raga.

34
35

 Verbal: mengungkapkan bahwa


dirinya sedang kesal kepada
orang lain.
 Sosial: latihan asertif dengan
orang lain.
 Spiritual: sembahyang/doa, zikir,
meditasi, dsb sesuai keyakinan
agamanya masing-masing
7. Klien dapat 7. Setelah pertemuan klien 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih
mendemonstrasi memperagakan cara dan anjurkan klien memilih cara yang
kan cara mengontrol perilaku mungkin untuk mengungkapkan
mengontrol kekerasan: kemarahan.
perilaku  Fisik: tarik nafas 7.2. Latih klien memperagakan cara yang
kekerasan dalam, memukul dipilih:
bantal/kasur  Peragakan cara melaksanakan cara
 Verbal: yang dipilih.
mengungkapkan  Jelaskan manfaat cara tersebut
perasaan kesal/jengkel  Anjurkan klien menirukan peragaan
pada orang lain tanpa yang sudah dilakukan.
menyakiti  Beri penguatan pada klien, perbaiki
 Spiritual: zikir/doa, cara yang masih belum sempurna
meditasi sesuai 7.3. Anjurkan klien menggunakan cara
agamanya yang sudah dilatih saat marah/jengkel
8. Klien mendapat 8. Setelah pertemuan 8.1. Diskusikan pentingnya peran serta
dukungan keluarga: keluarga sebagai pendukung klien
keluarga untuk  Menjelaskan cara untuk mengatasi perilaku kekerasan.
mengontrol merawat klien dengan 8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk
perilaku perilaku kekerasan membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan  Mengungkapkan rasa kekerasan
puas dalam merawat 8.3. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat

35
36

klien dan cara merawat klien perilaku


kekerasan yang dapat dilaksanakan
oleh keluarga.
8.4. Peragakan cara merawat klien
(menangani perilaku kekerasan)
8.5.Beri kesempatan keluarga untuk
memperagakan ulang
8.6. Beri pujian kepada keluarga setelah
peragaan
8.7. Tanyakan perasaan keluarga setelah
mencoba cara yang dilatihkan

9. Klien 9.1. Setelah pertemuan klien 9.1. Jelaskan manfaat menggunakan obat
menggunakan menjelaskan: secara teratur dan kerugian jika tidak
obat sesuai o Manfaat minum obat menggunakan obat
program yang o Kerugian tidak minum 9.2. Jelaskan kepada klien:
telah ditetapkan obat  Jenis obat (nama, warna dan bentuk
o Nama obat obat)
o Bentuk dan warna  Dosis yang tepat untuk klien
obat  Waktu pemakaian
o Dosis yang diberikan  Cara pemakaian
kepadanya  Efek yang akan dirasakan klien
o Waktu pemakaian 9.3. Anjurkan klien:
o Cara pemakaian  Minta dan menggunakan obat tepat
o Efek yang dirasakan waktu
9.2. Setelah pertemuan klien
 Lapor ke perawat/dokter jika
menggunakan obat sesuai mengalami efek yang tidak biasa
program
 Beri pujian terhadap kedisiplinan
klien menggunakan obat.

36
37

DOKUMENTASI HASIL ASUHAN KEPERAWATAN

TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI


Keluhan : S : Klien mengatakan “saya mengetahui
Klien mengatakan merasa melihat cara mengontrol emosi saya”
sosok kakek buyutnya yang membuat O :
dirinya menjadi marah dan sakit hati.  Klien tampak tenang
Kemampuan :  Raut wajah klien tampak
Klien dapat mengetahui penyebab gembira
dirinya emosi.  Saat ditanya apa saja penyebab
SP Ip Perilaku kekerasan pasien
1. Mengidentifikasi penyebab menjawab cepat “Saya merasa
Perilaku Kekerasan kerasukan”.
2. Mengidentifikasi tanda dan gejala  Saat ditanya apa saja tanda dan
Perilaku Kekerasan gejala Perilaku kekerasan pasien
3. Mengidentifikasi Perilaku menjawab cepat “tidak diterima
Kekerasan yang dilakukan jika dirinya dikucilkan”
4. Mengidentifikasi akibat Perilaku  Saat ditanya apa saja Perilaku
Kekerasan kekerasan yang dilakukan
5. Menyebutkan cara mengontrol pasien menjawab cepat “ya,
Perilaku Kekerasan ngamuk-ngamuk itu mba”
6. Membantu pasien  Saat ditanya apa saja akibat
mempraktekkan latihan cara Perilaku kekerasan pasien
mengontrol fisik I menjawab cepat “orang menjadi
7. Menganjurkan pasien takut pada saya”
memasukkan dalam kegiatan  Saat dilatih mempraktekan cara
harian mengontrol emosi, klien dapat
melaksanakan dengan baik.
A : Masalah RPK teratasi sebagian
 Klien belum menjawab dengan
jelas penyebab perilaku
kekerasan.
 Klien belum menjawab dengan
jelas perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
P : Lanjutkan SP I
BAB 4
PEMBAHASAN

Dalam uraian pembahasan ini penulis akan menjelaskan mengenai


kesenjangan antara teori dan praktek terhadap proses asuhan keperawatan serta
factor pendukung dan factor penghambat yang dialami dalam memberikan asuhan
keperawatan jiwa Tn. H dengan diagnoasa medik skizofrenia hebeprenik F.20.1.
di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat yang dimulai dari tanggal 07
sampai 20 Januari 2020 yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,
implementasi dan evaluasi serta dokumen.
4.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Hidayat (2004), pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari pasien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada.Sedangkan menurut
Lynda Juall (2009:32), pengkajian adalah pengumpulan data secara sistematis dan
cermat untuk menentukan status kesehatan pasien saat ini dan riwayat kesehatan
masalalu, serta menentukan status fungsional serta mengevaluasi koping pasien
saat ini dan masalalu yang didapat melalui beberapa tahap, yaitu;
wawancara/anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan
laporan dignostik serta kolaborasi dengan rekan sejawat. Pengkajian pada Tn.H
dilakukan pada hari Selasa, 07-01-2020 dengan menerapkan pengkajian
keperawatan berdasarkan konsep dan format yang telah ditentukan, pengkajian
dilakukan dengan cara wawancara kepada pasien. Hasil pengkajian pada Tn. H
dengan diagnosa skizofrenia F.20.1 pada saat wawancara pada Tn. H di RSJ Dr.
Radjiman Wediodiningrat faktor pencetus Pasien diantar ke RSJ Dr. Radjiman
Wediodiningrat karena mengamuk ditempat umum. Hasil pemeriksaan fisik hasil
dari pengkajian fisik, TD: 120/80 mmHg ,N: 87 x/mnt ,S: 36,50C, RR: 20 x/mnt,
TB: 160 cm, BB:50 kg . Penampilan pasien tampak cukup rapi, klien tampak
sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala
bergeleng- geleng, tangan di lipatkan. persepsi resiko perilaku kekerasan: karena
klien marah- marah tanpa sebab, merusak rumah sendiri, mengamuk di tempat
umum sambil mengancam orang lain dengan membawa golok. Klien jarang tidur

38
39

bila tidak tidur klien suka berbicara dan tertawa sendiri. Masalah keperawatan :
Resiko perilaku kekerasan, Pasien mengalami gangguan dalam mengontrol
emosis.
Data pembanding dari teori data yang perlu di kaji Subjektif Klien
mengatakan mengamuk di tempat umum sambil mengancam dan membawa
golok. Objektif Penampilan pasien tampak cukup rapi, klien tampak sambil
tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala bergeleng-
geleng, tangan di lipatkan.
Kesimpulan dari kasus dan teori terdapat kesamaan seperti dari data
subjektif klien mengamuk ditempat umum sambil mengancam dan membawa
golok, dan pada data objektif terdapat persamaan Penampilan pasien tampak
cukup rapi, klien tampak sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak
duduk bersandar, kepala bergeleng- geleng, tangan di lipatkan dan juga terdapat
perbedaan dari kasus dan teori dari data objektif seperti Klien terlihat berbicara
dan tertawa sendiri saat dikaji, Bersikap seperti mendengar sesuatu.
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga atau masyarakat tentang masalah kesehatan/proses kehidupan yang
actual atau potensial. Diagnosis keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan yang merupakan tanggung-gugat perawat
(Lynda Juall, 2009). Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan masalah-
masalah yang ditemukan pada saat pengkajian sambil memperhatikan respon
pasien terhadap perubahan status kesehatan. Semakin lengkap data yang
ditemukan dari hasil pengkajian, maka akan semakin akurat diagnosa keperawatan
yang dapat dirumuskan karena setiap langkah dalam melakukan asuhan
keperawatan merupakan suatu proses yang sistematis. Diagnosa keperawatan
memberikan dasar pemilihan intervensi yang menjadi tanggung gugat perawat
(Hidayat, 2004:41). Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. H maka diagnose
keperawatan yang diangkat oleh penulis ada 1 (Satu) yaitu dalam perumusan
diagnosa keperawatan adalah resiko perilaku kekerasan : Teori perilaku
kekerasan: adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
40

(Stuart dan Sundeen, 1998). Sesuai dengan hasil perbandingan antara teoritis
resiko perilaku kekerasaan dan pengkajian.
Adanya factor pendukung dan factor penghambat yang dialami oleh penulis.
Faktor pendukung bagi penulis adalah terkumpulnya data-data masalah
keperawatan dari respon pasien dan tersedianya catatan keperawatan untuk
mengumpulkan data yang berhubungan dengan pasien. Sedangkan faktor
penghambat yang dialami oleh penulis dalam menetapkan diagnosa keperawatan
adalah kurang penelitian dan keterbatasan pengetahuan dari penulis dalam
merumuskan diagnosa keperawatan sesuai dengan kondisi pasien serta adanya
keterbatasan waktu.
4.3 Intervensi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk perawatan
pasien. Rencana perawatan tertulis mendokumentasikan kebutuhan perawatan
kesehatan pasien, yang ditentukan oleh pengkajian dan diagnosa keperawatan,
tujuan, dan hasil yang diharapkan yang dirumuskan selama perencanaan. Selain
itu, rencana perawatan tertulis mengkomunikasikan kepada perawat lain dan
profesional perawatan kesehatan lain tentang data pengkajian yang berkaitan yang
didapat dari pasien, daftar masalah dan terapi. Rencana perawatan tertulis
mengurangi risiko perawatan yang tidak lengkap, tidak tepat atau tidak akurat
(Potter & Perry, 2005:189). Pada tahapan perencanaan ini dirumuskan rencana
tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah pasien.
Tahap yang dilakukan dalam perencanaan yaitu; menyusun prioritas, membuat
tujuan/kriteria hasil yang diharapkan dan menentukan intervensi keperawatan
disertai dengan rasional pada setiap intervensi keperawatan. Sesuai dengan
diagnosa keperawatan, prioritas tindakan keperawatan yang dilakukan dalam
kasus Tn. H Resiko perilaku kekerasan. Diagnosa tersebut menjadi prioritas utama
karena merupakan salah satu keluhan utama pada klien yang membuat tidak
merasa nyaman dengan keadaan yang di alaminya. Apabila masalah ini tidak
segera ditangani dengan cepat dan tepat maka akan menimbulkan resiko tinggi
perilaku kekerasan. Intervensi kepewatan yang akan dilakukan pada Tn. H yaitu,
membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
yang dilakukannya, mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan,
41

mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya,


mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, mengidentifikasi cara konstruktif
dalam mengungkapkan kemarahan, mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku
kekerasan, mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan,
menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
4.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter & Perry,
2005:203).
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn. H dengan
diagnosa resiko perilaku kekerasan, membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya,
mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, mengidentifikasi jenis perilaku
kekerasan yang pernah dilakukannya, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan,
mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan,
mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan, mendapat dukungan
keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan, menggunakan obat sesuai program
yang telah ditetapkan. Pada tahap implementasi ini, semua rencana tindakan yang
diberikan pada Tn. H sudah dilakukan secara maksimal sesuai situasi dan kondisi
pasien saat itu.
4.5 Evaluasi Keperawatan
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons pasien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan.
Evaluasi terhadap tujuan asuhan menentukan apakah suatu tujuan sudah tercapai
atau belum. Jika pasien mencapai hasil yang diharapkan, perawat dapat
melanjutkan rencana asuhan atau menghentikan intervensi karena tujuan dari
asuhan telah terpenuhi. Jika evaluasi menentukan bahwa hasil yang diharapkan
tidak terpenuhi atau hanya terpenuhi sebagian, maka perawat mengkaji kembali
dan merevisi rencana asuhan (Potter & Perry, 2005:217).
42

Adapun hasil evaluasi dari diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan. klien


mengatakan namanya. Dari data objektif tampak cukup rapi, klien tampak sambil
tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala bergeleng-
geleng, tangan di lipatkan, kien mau berbicara dengan perawat dan menyebutkan
isi, waktu terjadinya, ferekuensi, situasi pencetus dan perasaan saat terjadi
perilaku kekerasan. Klien dapat memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan seperti tarik napas dalam lalu hembuskan. Klien mau melakukan
pertemuan yang akan datang, masalah teratsi dan lanjutkan intervensi SP2.
4.6 Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi merupakan segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang
dapat di andalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang.
Dokumentasi harus mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan pasien yang
komprehensif, juga layanan yang diberikan untuk perawatan pasien serta
membuktikan pertanggung gugatan setiap anggota tim perawatan dalam
memberikan perawatan (Potter dan Perry,2005:233).
Penulis melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada Tn.H pada
tanggal 7-20 Januari 2020. Penulis melakukan pendokumentasian melalui proses
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan
evaluasi. Data tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan dan pengamatan langsung
dari keluarga pasien dan respon pasien.
Pengkajian pada Tn. H dilakukan dengan format yang telah dibuat oleh
institusi pendidikan yang meliputi pengumpulan data, observasi, dan data
subjektif dan objektif paien. Diagnosa keperawatan yang menyangkut masalah
actual maupun resiko tinggi disusun berdasarkan hasil pengkajian data dan
didokumentasikan pada daftar diagnosa keperawatan dengan menggunakan table
diagnosa keperawatan. Intervensi yang telah dibuat berdasarkan prioritas masalah,
tujuan pembuatan intervensi dan kriteria hasil disertai dengan waktu yang ingin
dicapai serta rasional dengan memasukan tanggal, jam serta tanda tangan dan
nama penulis yang didokumentasikan pada table rencana keperawatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana
dan aktivitas keperawatan di dokumentasikan pada table implementasi. Evaluasi
yang telah dibuat berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, yaitu dengan
43

mengkaji status pasien, membandingkan kriteria hasil dengan keadaan pasien


serta menyimpulkan kondisi pasien apakah kondisi mengalami kemajuan atau
belum pada pencapaian hasil. Dalam melakukan dokumentasi, adanya factor
pendukung dan factor penghambat yang dialami oleh penulis. Faktor pendukung
bagi penulis adalah adanya format asuhan keperawatan yang telah tersedia
sehingga mudah dalam melakukan pendokumentasian. Sedangkan factor
penghambat yang dialami penulis adalah penulis kurang teliti dalam melakukan
proses dokumentasi karena pengetahuan penulis masih terbatas dalam membuat
dokumentasi.
BAB 5
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien melalui pendekatan proses
keperawatan dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi,
evaluasi hingga dokumentasi, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut.
5.1.1 Pengkajian Keperawatan
Hasil pengkajian pada Tn. H dengan diagnosa skizofrenia F.20.1
pada saat wawancara pada Tn. H di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat faktor pencetus Pasien diantar ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman
Wediodiningrat karena Tn. H karena karena mengamuk ditempat umum. Hasil
pemeriksaan fisik hasil dari pengkajian fisik, Tekanan Darah : 120/80 mmHg, N:
87 x/mnt ,S: 36,50C, RR: 20 x/mnt, TB: 160 cm, BB:50 kg, . Penampilan pasien
tampak cukup rapi, klien tampak sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien
tampak duduk bersandar, kepala bergeleng- geleng, tangan di lipatkan. persepsi
resiko perilaku kekerasan: karena klien marah- marah tanpa sebab, merusak
rumah sendiri, mengamuk di tempat umum sambil mengancam orang lain dengan
membawa golok. Klien jarang tidur bila tidak tidur klien suka berbicara dan
tertawa sendiri. Masalah keperawatan : Resiko perilaku kekerasan, Pasien
mengalami gangguan dalam mengontrol emosi. Data pembanding dari teori data
yang perlu di kaji Subjektif Klien mengatakan mengamuk di tempat umum sambil
mengancam dan membawa golok. Objektif Penampilan pasien tampak cukup rapi,
klien tampak sambil tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk
bersandar, kepala bergeleng- geleng, tangan di lipatkan.
5.1.2 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian padaTn. H maka diagnose keperawatan yang
diangkat oleh penulis ada 1 (Satu) yaitudalam perumusan diagnosa keperawatan
adalah Resiko Perilaku Kekerasan.

44
45

5.1.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi kepewatan yang akan dilakukan pada Tn. H yaitu, membina
hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang
dilakukannya, mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan, mengidentifikasi
jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya, mengidentifikasi akibat
perilaku kekerasan, mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan
kemarahan, mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan, mendapat
dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan, menggunakan obat
sesuai program yang telah ditetapkan.
5.1.4 Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn. H dengan diagnosa
resiko perilaku kekerasan, membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi
penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya, mengidentifikasi tanda-tanda
perilaku kekerasan, mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya, mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan, mengidentifikasi cara
konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan, mendemonstrasikan cara
mengontrol perilaku kekerasan, mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol
perilaku kekerasan, menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan.
Pada tahap implementasi ini, semua rencana tindakan yang diberikan pada Tn. H
sudah dilakukan secara maksimal sesuai situasi dan kondisi pasien saat itu.
5.1.5 Evaluasi Keperawatan
Adapun hasil evaluasi dari diagnosa resiko perilaku kekerasan: klien
mengatakan namanya. Dari data objektif tampak cukup rapi, klien tampak sambil
tersenyum, kontak mata aktif, klien tampak duduk bersandar, kepala bergeleng-
geleng, tangan di lipatkan, kien mau berbicara dengan perawat dan menyebutkan
isi, waktu terjadinya, ferekuensi, situasi pencetus dan perasaan saat terjadi
perilaku kekerasan. Klien dapat memperagakan cara mengontrol perilaku
kekerasan seperti tarik napas dalam lalu hembuskan. Klien mau melakukan
pertemuan yang akan datang, masalah teratsi dan lanjutkan intervensi SP2.
5.1.6 Dokumentasi Keperawatan
Penulis melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada Tn.H pada
tanggal 7 Januari sampai 20 Januari 2019. Penulis melakukan pendokumentasian
46

melalui proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi,


implementasi, dan evaluasi. Data tersebut diperoleh dari hasil pemeriksaan dan
pengamatan respon pasien.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran kepada
Pihak Pendidik dan Pelaksana Pelayanan Keperawatan, diantaranya untuk:
5.2.1 Bagi Institusi
1) RumahSakit
Diharapkan laporan studikasus ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
institusi Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat terutama dalam
hal penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan serta perlu adanya penambahanalat/bahan dalam pemeriksaan
laboratorium yang lengkap untuk menunjang kinerja perawat yang
berkualitas demi tercapainya profesionalisme kerja yang optimal dan
berkompeten.
2) Akademik
Diharapkan lebih memprioritaskan pengadaan literature terutama untuk
masalah resiko perilaku kekerasan sebagai bahan pembelajaran bagi
mahasiswa baik secara teori maupun prektek serta selalu memberikan
bimbingan dan arahan bagi mahasiswa dalam melakukan proses asuhan
keperawatan.
3) Bagi Mahasiswa
Dalam melakukan asuhan keperawatan diharapkan sesuai dengan
pengembangan, pengetahuan dan kemampuan yang baik.
47

DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; Salemba
Medika
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC
Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009. Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa,
Jakarta
EGC
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi . Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama
Frances,mary,dkk.1996.rencana asuhan keperawatan psikiatri.jakarta:EGC
Marilyne, Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan
keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC
Ma’rifatul, lilik.2011.keperawatan jiwa.yogyakarta:graha ilmu
Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika

Anda mungkin juga menyukai