Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep Keluaraga

1. Definisi keluarga

Definisi keluarga yang berorientasi tradisional, yaitu sebagi


berikut: keluarga terdiri atas individu yang bergabung bersama oleh
ikatan pernikahan, darah, atau adopsi dan tinggal di dalam satu rumah
yang sama. Saat ini, definisi keluarga tradisional terbatas, baik dalam
hal penerapannya maupun inkluvitasnya ( U. S. Bureau of the Census
dalam Friedman, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyrakat yang terdiri dari
suami-istri atau suami-istri dan anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu
dan anaknya. (BKKBN, 1992 dalam murwani, 2007)
Keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama,
sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam
interelasi sosial, peran dan tugas. (Spredley & Allender, 1996 dalam
Murwani, 2007)
Jadi dari beberapa pendapat diatas dapatvdisimpulkan bahwa
keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari satu
atau lebih individu yang tinggal dalam satu rumah.

8
2. Fungsi keluarga

Menurut Setyowati & Murwani (2007) fungsi keluarga yang


berhubungan dengan struktur, yaitu:
a. Struktur legalisasi :Masing – masing keluarga mempunyai hak
yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima, dan toleransi

c. Struktur yang terbuka dan anggota keluarga yang terbuka :


mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty dan authenicity)
d. Struktur : suka melawan dan tergantung pada peraturan

e. Struktur yang bebas : tidak ada peraturan yang memaksa


(permissiveness)
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, sukar berteman)

g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)

h. disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

Sedangkan menurut Friedman (2010) mengidentifikasikan lima


fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
a. Fungsi afektif

Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga,


yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi keluarga berguna
untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah:
1. Saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima,
saling mendukung antar anggota keluarga, mendapatkan kasih
sayang dan dukungan dari anggota keluarga lain.
2. Saling menghargai : bila anggota keluarga saling menghargai
dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta
selalu mempertahankan iklim yang positif, maka fungsi afektif
akan tercapai.
3. Ikatan dan identifikasi, ikatan keluarga dimulai sejak pasangan
sepakat memulai pasangan hidup.
b. Fungsi sosialisasi

Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang


dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar
berperan dalam lingkungan sosial.
c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk memeruskan keturunan dan


menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu
perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis
pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah
mempertahankan keturunan.
d. Fungsi ekonomi

Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan


seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan
makanan, pakaian, dan tempat tinggal.
e. Fungsi perawatan kesehatan

Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan


praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya
gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhi status kesehatan keluarga. Adapun tugas kesehatn
keluarga adalah sebagi berikut. (Friedmann. 2010)
1. Mengenal masalah kesehatan

2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit

4. Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat

5. Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas


kesehatan masyarakat.
3. Tipe dan bentuk keluarga

Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari


berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial
maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat
mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehtan maka perawat perlu mengetahui berbagai tipe keluarga.
Berikut merupakan tipe keluarga menurut Setyowati & Murwani
(2007) :
a. Tipe keluarga tradisional

1. Keluarga inti, yaitu satu rumah tangga yang terdiri dari suami,
istri, dan anak (kandung atau angkat)
2. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga
lain yang mempuyai hubungan darah, misal : kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
3. Keluarga “Dyad”, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
suami dan istri tanpa anak
4. “Single Parent”, yaitu suatu rumah tanggayang terdiri dari satu
orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini
dapt disebabkan oleh perceraian atau kematian.
5. “Single Adult”, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri
seorang dewasa. Misal: seorang yang telah dewasa kemudian
tinggal kost untuk bekerja atau kuliah.
b. Tipe keluarga non tadisional

1. The unmarried teenege mather

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan


anak dari hubungan tanpa nikah.
2. The stepparent family

Keluarga dengan orang tua tiri.


3. Commune family

Beberapa pasangan keluaga (dengan anaknya) yang tidak ada


hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan
fasilitas yang sama, pengalaman yang sama : sosialisasi anak
dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak
bersama
4. The non marital heterosexual cohibiting family

Keluarga yang hidup bersama dan berganti – ganti pasangan


tanpa melalui pernikahan.
5. Gay and lesbian family

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama


sebagai suami istri (marital partners)
6. Cohibiting couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan


karena beberapa alasan tertentu
7. Group-marriage family

Beberapa orang dewasamenggunakan alat – alat rumah tangga


bersama saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk
sexual dan membesarkan anaknya.
8. Group network family

Keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai – nilai, hidup
bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang – barang rumah tangga bersama,
pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya
9. Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau


saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali
keluarga yang lainnya.
10. Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan


yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan
keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
11. Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang – orang muda


yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal
dalam kehidupannya.
4. Tahap dan perkembangan keluarga

Tahap keluarga adalah suatu interval waktu dengan struktur dan


interaksi hubungan peran dalam keluarga yang berbeda secara kualitatif
dan kuantitatif dari periode lain. Tahap keluarga memiliki rentan waktu
yang cukup besar dan, meskipun transisi menghubungkan satu tahap ke
tahap lain, terdapat pemutusan hubungan sehingga setiap tahap memiliki
ciri berbeda. Adapun tahap –
tahap perkembangan keluarga berdasarkan konsep Duval and Miller
dalam Friedman (2010) adalah :
a. Tahap I : Pembentukan pasangan Baru

Pembentukan pasangan menandakan permulaan suatu


keluarga baru dengan pergerakan dari membentuk keluarga asli
sampai kehubungan intim yang baru. Tahap ini juga disebut tahap
pernikahan. Tugas perkembangan keluarga yaitu membentuk
pernikahan yang memuaskan bagi satu sama lain, berhubungan
secara harmonis dengan jaringan kekerabatan, dan pada periode ini,
perencanaan keluarga meliputi tiga tugas kritis.
b. Tahap II : Childbering family

Tahap ini dimulai dengan kelahiran anak pertama dan


berlanjut sampai bayi berusia 30 bulan. Setelah hadirnya anak
pertama, keluarga memiliki beberapa tugas perkembangan penting.
Suami, istri, dan anak harus mempelajari peran barunya, sementara
unit keluarga inti mengalami perkembangan fungsi dan tanggung
jawab. Tugas perkembangan keluarga yaitu membentuk keluarga
muda sebagai suatu unit yang stabil (menggabungkan bayi yang baru
lahir ke dalam keluarga), memperbaiki hubungan setelah konflik
mengenai tugas perkembangan dan kebutuhan berbagai anggota
keluarga, mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan,
dan memperluas hubungan dengan keluarga besar
dengan menambahkan peran menjadi orang tua dan menjadi
kakek/nenek.
c. Tahap III : Keluarga dengan anak prasekolah

Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak


pertama berusia 2½ tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun.
Keluarga saat ini dapat terdiri dari tiga sampai lima orang, dengan
posisi pasangan suami-ayah, istri-ibu, putra-saudara laki – laki, dan
putri-saudara perempuan. Keluarga menjadi lebih kompleks dan
berbeda. Tugas perkembangan keluarga yaitu memenuhi kebutuhan
anggota keluarga akan rumah, ruang, privasi, dan keamanan yang
memadai, mensosialisasikan anak, mengintregasikan anak kecil
sebagai anggota keluarga baru sementara tetap memenuhi kebutuhan
anak lain, dan mempertahankan hubungan yang sehat di dalam
keluarga.
d. Tahap IV : Keluarga dengan anak sekolah

Tahap ini dimulai ketika anak pertama memasuki sekolah


dalam waktu penuh, biasanya pada usia 5 tahun, dan diakhiri ketika
ia mencapai pubertas, sekitas usia 13 tahun. Keluarga biasanya
mencapai jumlah anggota maksimal dan hubungan pada keluarga
pada akhir tahap ini juga maksimal. Tugas perkembangan keluarga
yaitu mensosialisasikan anak – anak mereka pada saat ini termasuk
meningkatkan prestasi sekolah. Tugas keluarga yang penting
lainnya adalah mempertahankan hubungan pernikahan yang
memuaskan. Tugas perkembangan keluarga yaitu mensosialisasikan
anak – anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan
membantu hubungan anak – anak yang sehat dengan teman sebaya,
mempertahankan hubungan pernikahan yang memuaskan, dan
memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

Tahap ini dimulai ketika anak pertama berusia 13 tahun.


Biasanya tahap ini berlangsung selama enam atau tujuh tahun,
walaupun dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama jika anak tetap tinggal di rumah pada usia lebih
dari 19-20 tahun. Anak lainnya yang tinggal dirumah biasanya anak
usia sekolah. Tujuan utama keluarga pada tahap anak remaja adalah
melonggarkan ikatan keluarga untuk memberikan tanggung jawab
dan kebebasan remaja yang lebih besar dalam mempersiapkan diri
menjadi seorang dewasa muda. Tugas perkembangan keluarga yaitu
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab pada saat anak
remaja telah dewasa dan semakin otonomi, memfokuskan kembali
hubungan pernikahan, dan berkomunikasi secara terbuka antara
orang tua dan anak.
f. Tahap VI : Keluarga melepaskan anak dewasa muda

Permulaan fase kehidupan keluarga ini ditandai dengan


perginya anak pertama dari rumah orang tua dan berakhir dengan
“kosongnya rumah”, ketika anak terakhir juga telah meninggalkan
rumah. Tahap ini dapat cukup singkat atau cukup lama, bergantung
pada jumlah anak dalam keluarga atau jika anak yang belum
menikah tetap tinggal di rumah setelah mereka menyelesaikan SMU
atau kuliahnya. Tugas perkembangan keluarga yaitu memperluas
lingkaran keluarga terhadap anak dewasa muda, termasuk anggota
keluarga baru yang berasal dari perikahan anak – anaknya,
melanjutkan untuk memperbarui dan menyesuaikan kembali
hubungan pernikahan, dan membantu orang tua suami dan istri yang
sudah menua dan sakit.
g. Tahap VII : Orang tua paru baya

Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, merupakan


tahap masa pertengahan bagi orang tua, dimulai ketika orang tua
berusia sektar 45 sampai 55 tahun dan berakhir dengan pensiunnya
pasangan, biasanya 16 sampai 18 tahun kemudian. Tugas
perkembangan keluarga yaitu menyediakan lingkungan yang
meningkatkan kesehatan, mempertahankan kepuasan dan hubungan
yang bermakna antara orang tua yang telah menua dan anak mereka,
dan memperkuat hubungan pernikahan.
h. Tahap VIII : Keluarga lansia dan pensiunan

Tahap ini dimulai dengan pensiun salah satu atau kedua


pasangan, berlanjut sampai kehilangan salah satu pasangan, dan
berakhir dengan kematian pasangan yang lain. Tugas
perkembangan keluarga yaitu mempertahankan penataan kehidupan
yang memuaskan, menyesuaikan terhadap penghasilan yang
berkurang, mempertahankan hubungan pernikahan, menyesuaikan
terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi, dan melanjutkan untuk merasinalisasi kehilangan
keberadaan anggota keluarga (peninjauan dan integrasi kehiduan).
5. Struktur keluarga

Menurut Setyowati & Murwani (2007) struktur keluarga terdiri atas :

a. Pola dan proses komunikasi

Pola interaksi keluarga yang berfungsi : (1) bersifat terbuka dan


jujur, (2) selalu menyelesaikan konflik keluarga, (3) berpikir
positif, dan (4) tidak mengulang-ulang isu dan pendapatan
sendiri. Karakteristik komunikasi keluarga berfungsi untuk :
1. Karakteristik pengirim : yakin dalam mengemukakan suatu
pnedapat, apa yang disampaikan jelas, dan berkualitas, selalu
meminta dan menerima umpan balik.
2. Karakteristik penerima : sikap mendengarkan, memberikan
umpan balik, melakukan validasi
b. Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan


sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud
dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam
masyarakat misalnya sebagai istri, suami, anak, dan
sebagainya.
c. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial dan aktual)


dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk
merubah perilaku orang lain kearah positif. Ada beberapa
macam tipe struktur kekuatan, sebagai berikut :
1. Legitimati power

2. Referent power

3. Reward power

4. Corective power

5. Affective power

d. Nilai – nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap, dan kepercayaan


yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga
dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu
pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma
adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan
sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola
perilaku yang dapat dipelajari, dibagi, dan ditularkan dengan
tujuan untuk menyelesaikan masalah.
6. Struktur peran keluarga

Sebuah peran didefinisikan sebagai kumpulan dari perilaku yang


secara ralatif homogen dibatasi secara normatif dan diharapkan dari
seseorang yang menempati posisi sosial yang diberikan. Peran
berdasarkan pada pengharapan atau penetapan peran yang membatasi
apa saja yang harus dilakukan oleh individu di dalam situasi tertentu
agar memenuhi harapan diri atau orang lain terhadap mereka. Posisi atau
status didefinisikan sebagi letak seseorang dalam suatu sistem sosial.
Menurut Friedman (2010) peran keluarga dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu :
a. Peran Formal Keluarga

Peran formal adalah peran eksplisit yang terkandung


dalam struktur peran keluarga (ayah-suami,dll). Yang terkait
dengan masing – masing posisi keluarga formal adalah peran
terkait atau sekelompok perilaku yang kurang lebih homogen.
Keluarga membagi peran kepada anggota keluarganya dengan
cara yang serupa dengan cara masyarakat membagi perannya:
berdasarkan pada seberapa pentingnya performa peran terhadap
berfungsinya sistem tersebut. Beberapa peran membutuhkan
ketrampilan atau kemempuan khusus: peran yang lain kurang
kompleks dan dapat diberikan kepada mereka yang kuarang
terampil atau jumlah kekuasaanya paling sedikit.
b. Peran Informal Keluarga

Peran informal bersifat implisit, sering kali tidak tampak


pada permukaannya, dan diharapkan memenuhi kebutuhan
emosional anggota keluarga dan/atau memelihara keseimbangan
keluarga. Keberadaan peran informal diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan integrasi dan adaptasi dari kelompok
keluarga.
7. Proses dan strategi koping keluarga

Proses dan strategi koping keluarga berfungsi sebagi proses atau


mekanisme vital yang memfasilitasi fungsi keluarga. Tanpa koping
keluarga yang efektif, fungsi afektif, sosialisasi, ekonomi, dan
perawatan kesehatan tidak dapat dicapai secara adekuat. Oleh karena itu,
proses dan strategi koping keluarga mengandung proses yang mendasari
yang menungkinkan keluarga mengukuhkan fungsi keluarga yang
diperlukan.
8. Keluarga sebagai klien

Pada penjabar konsep keperawatan keluarga, keseluruhan


keuarga dipandang sebagai klien atau sebagai fokus utama pengkajian
dan perawatan. Dalam hal ini, keluarga merupakan bagian terdepan,
sedangkan individu anggota keluarga berperan sebagai latar belakang
atau konteks. Keluarga dipandang sebagi sebuah sistem yang saling
mempengaruhi. Fokusnya adalah pada hubungan dan dinamika interna
keluarga, fungsi, dan struktur keluarga, dan hubungan subsistem
dengan keseluruhan serta hubungan keluarga dengan lingkungan
luarnya. Pada tipe penjabaran keluarga yang terakhir inilah, kontribusi
unit keperawatan keluarga terlihat jelas.
Ketika teori sistem dan sibernatik menjadi cara utama
memandang dan menganalisis keluarga, terutama konsep mengenai
interaksi, sirkulasi, dan timbal balik. Pada keperawatan sistem keluarga,
hubungan antar penyakit, anggota keluarga, dan keluarga dikaji dengan
menggunakan perspektif interaksi ini dan dimasukan kedalam rencana
terapi. Tipe praktik ini melibatkan penggunaan paradigma dan kerangka
epistomologis yang berbeda untuk pengkajian dan perawatan, yang
ditandai dengan holisme dan hubungan kausal yang sirkular.
Keperawatan sistem keluarga menggunakan pengkajian klinis lanjut dan
ketrampilan intervensi yang berdasarkan pada perpaduan keperawatan,
terapi, dan teori sistem keluarga. Hal ini menunjukan praktik
keperawatan tingkat lanjut, dan konsentrasinya yang simultan, yang
ditunjukan tidak hanya pada keseluruhan keluarga sebagai unit
perawatan, tetapi juga pada berbagai sistem, seperti individu, keluarga,
dan sistem yang lebih besar.
Untungnya masih banyak upaya yang dilakukan pada perawatn
primer keluarga untuk memandang unit keluarga sebagai fokus utama
keparawatan, tetapi dengan adanya uapaya pengetatan biaya dan
kurangnya pembayaran untuk perawatan keluarga, upaya yang
dilakukan ini tidak tersebar secara luas.
9. Peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan
keluarga
Ada banyak peran perawat dalam membantu keluarga dalam
menyelesaikan masalah atau melakukan perawatan kesehatan keluarga,
diantaranya sebagai berikut:
a. Pendidik

Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada


keluarga dengan tujuan sebagi berikut : (1) keluarga dapt
melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri,
dan (2) bertanggung jawab terhadap masalah kesehatan
keluarga. Dengan diberikan pendidikan kesehapatan /
penyuluhan diharapkan keluarga mampu mengatasi dan
bertanggung jawab terhadap masalah kesehtan.
b. Koordinator

Koordinator diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar


pelayanan yang komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga
sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi
dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan
pengulangan.
c. Pelaksana

Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga yang baik di


rumah, klinik maupun rumah sakit bertanggung jawab dalam
memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat
kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat
dapat mendemonstrasikan kepada keluarga asuhan keperawatan
yang diberikan dengan harapan keluarga nanti dan melakukan
asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit.
d. Pengawas kesehatan

Sebagai pengawas kesehatan perawat harus melakukan home


visit atau kunjungan rumah yang teratur untuk mengidentifikasi
atau melakukan pengkajian tentang kesehatan keluarga. Perawat
tidak hanya melakukan kunjungan tetapi diharapkan ada tindak
lanjut dari kunjungan ini.
e. Konsultan

Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi


masalah kesehatan. Agar keluarga mau meminta nasehat pada
perawat maka hubungan perawat dan keluarga harus dibina
dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat
dipercaya. Maka dengan demikian, harus ada Bina Hubungan
Saling Percaya (BHSP) antara perawat dan keluarga.
f. Kolaborsi

Sebagai perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan


pelayan rumah sakit, puskesmas, dan anggota tim kesehatan
yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang
optimal. Kolaborasi tidak hanya dialukakan sebagai perawat di
rumah sakit tetapi juga dikeluarga dan komunitaspun dapat
dilakukan.
g. Fasilitator

Peran perawat komunitas disini adalah membantu keluarga dalam


menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatan yang
optimal. Kendala yang sering dialami keluarga adalah keraguan
didalam menggunakan pelayanan kesehatan, masalah ekonomi, dan
sosial budaya. Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan
baik, maka perawat komunitas harus mengetahui sistem pelayanan
kesehatan, misalnya sistem rujukan dan dana sehat.
h. Penemu kasus

Peran perawat komunitas yang juga sangat penting adalah


mengidentifikasi kesehtan secara dini (case finding), sehingga tidak
terjadi ledakan atau Kejadian Luar Biasa (KLB).
i. Modifikasi lingkungan

Perawat komunitas juga harus dapat memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah,
linkungan masyarakat, dan lingkungan sekitarnya agar dapa tercipta lingkungan yang sehat

Anda mungkin juga menyukai