Anda di halaman 1dari 26

LONG CASE

CARCINOMA MAMMAE

Pembimbing:
dr. Dedi Yulidar, Sp.B (K) Onk

Disusun Oleh:
Maria P. Melanie Letor S.Ked
1408010017

0
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Menurut WHO 8-9 % wanita akan mengalami kanker payudara. Ini
menjadikan kanker payudara sebagai jenis kanker yang paling banyak ditemui
pada wanita. Setiap tahun lebih dari 250,000 kasus baru kanker payudara terdiagnosa
di Eropa dan kurang lebih 175,000 di Amerika Serikat. Menurut WHO, tahun 2000
diperkirakan 1,2 juta wanita terdiagnosis kanker payudara dan lebih dari 700,000
meninggal karenanya. Data dari Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER)
dan The European Concerted Action on Survival and Care of Cancer Patients
(EUROCARE), menunjukkan setiap tahun terdapat 6% wanita terdiagnosis kanker
payudara Stadium IV dan terdapat 12.600 kasus baru di Amerika Serikat pada tahun
2005. The American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2008 terdapat 1.4
miliar kasus baru dengan kanker payudara dan 25 tahun ke depan insidensinya akan
meningkat. 1
Data dari 24.700 kasus karsinoma mamma yang tercatat di Surveillance
Epidemiology and End Results (SEER) Program dari National Cancer Institute
telah dimanfaatkan untuk memperkirakan harapan hidup 5 tahun (5 year survival
rate) para penderitanya. Survival rate berkisar antara 45,5% untuk tumor
berdiameter > 5 cm dengan kelenjar aksila positif, sampai 96,3% untuk tumor
kurang dari 2 cm tanpa penjalaran ke kelenjar. Makin besar diameter tumor,
survival rate menurun tanpa tergantung dari ukuran ataupun penjalaran kelenjar
demikian juga makin banyak kelenjar getah bening yang terkena, survival rate
juga menurun tanpa tergantung diameter tumornya. Para peneliti menyimpulkan
bahwa penjalaran tumor ke organ lain tidak hanya melalui kelenjar getah
bening aksiler tetapi keterlibatan kelenjar lebih merupakan indikasi potensi
penjalaran tumor.3

Di Indonesia kanker payudara mempunyai insiden tertinggi no.2 setelah


kanker leher rahim. Karena tidak tersedianya registrasi berbasis populasi, maka

1
angka kejadian kanker payudara dibuat berdasarkan registrasi berbasis patologi
dengan insiden relatif 11,5% (artinya 11 - 12 kasus baru per 100.000 penduduk
beresiko).3,6
Menurut Kemenkes RI. Di Indonesia prevalensi tumor/kanker adalah 4,3 per
1000 penduduk. Kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 (5,7%) setelah stroke,
TB, hipertensi, cedera, perinatal, dan DM. Sedangkan berdasarkan data Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2007, kanker payudara menempati urutan pertama
pada pasien rawat inap di seluruh RS di Indonesia (16,85%), disusul kanker leher
rahim (11,78%). Hal ini sama dengan estimasi Globocan (IACR) tahun 2002.
Ditambahkan, kanker tertinggi yang diderita wanita Indonesia adalah kanker payudara
dengan angka kejadian 26 per 100.000 perempuan, disusul kanker leher rahim dengan
16 per 100.000 perempuan. Menurut data SIRS 2007, kasus kanker bronchus dan paru
pada pasien rawat inap sebesar 5,8% dari seluruh jenis kanker. 7

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 ANATOMI
Dalam embrio manusia, payudara pertama dikenal sebagai “milk streak” dalam
sekitar minggu keenam perkembangan fetus. Suatu area penebalan ektodermis
yang dikenal sebagai tunas susu, berkembang dalam bagian pectoralis badan embrio.
Peninggian linear tegas ini terbentang bilateral dari axilla ke vulva dan dikenal sebagai
garis susu atau “mammary ridge”.3
Dengan komponen muskulokutis dan lemaknya, mamma menempati bagian
antara iga ketiga dan ketujuh serta terbentang lebarnya dari linea parasternalis
sampai ke linea axillaris anterior atau media.4
Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar yang masing-
masing mempunyai saluran ke papilla mama yang disebut duktus lactiferus. Di antara
kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga di antara kulit dan kelenjar tersebut terdapat
jaringan lemak. Di antara lobules tersebut terdapat jaringan ikat yang disebut
ligamentum cooper yang memberi rangka untuk payudara. 4

3
Perdarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes
anterior dari arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari
arteri aksilaris, dan beberapa cabang arteri interkostalis. 3
Persarafan kulit payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan nervus
intercostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri diurus oleh saraf simpatik. Ada
beberapa saraf lagi yang harus diingat sehubungan dengan penyulit paralisis dan
mati rasa pasca bedah, yakni nervus interkostobrakialis dan nervus kutaneus
brakius medialis yang mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial
lengan atas. Pada deseksi aksila saraf ini sedapat mungkin disingkirkan sehingga
tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut. Saraf nervus pektoralis yang mengurus
muskulus pektoralis mayor dan minor, nervus torakodorsalis yang mengurus
muskulus latisimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang mengurus muskulus
serratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan diseksi
aksila. 3
Penyaliran limfa dari payudara kurang lebih 75% ke aksila, sebagian lagi
ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada pula
penyaliran yang ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat rata-rata 50
(berkisar antara 10 sampai 90) buah kelenjar getah bening yang berada di
-sepanjang arteri dan vena brachialis. Saluran limfe dari seluruh payudara menyalir ke
kelompok anterior aksila, kelompok sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam,
yang lewat sepanjang vena aksilaris dan yang berlanjut langsung ke kelenjar
servikal bagian kaudal dalam di fosa suprakalvikuler.3
Kelompok kelenjar limfe axillaris utama meliputi4:
a) Kelompok mammaria eksterna (Tingkat I). Sejajar perjalanan arteria
torakalis lateralis dari iga keenam sampai vena aksilaris dan menempati tepi lateral
muskulus pectoralis major dan ruang axillaris medialis.
4
b) Kelompok subscapularis (scapularis) (Tingkat I). dekat cabang
thorakodorsalis dari pembuluh darah subscapularis. Ia terbentang dari vena
axillaris sampai dinding thorak lateral.
c) Kelompok vena axillaris (Tingkat I). terletak paling lateral dan banyak
kelompok kelenjar limfe Axilla. Ia sentral dan caudal terhadap vena axillaris.
d) Kelompok kelenjar limfe sentral (Tingkat II). Terletak sentral antara lipat
axilla anterior dan posterior serta menempati posisi superficialis di bawah kulit
dan facia medioaxilla.
e) Subclavicularis (kelompok apikal) (Tingkat III). Kelompok kelenjar limfe
tertinggi dan paling medial. Ia terletak pada sambungan vena axillaris dengan vena
subclavia setinggi ligamentum Halsted.

5
II.2 DEFINISI
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat
dan tidak terkendali. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di
payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa
menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain. Metastase bisa terjadi pada
kelenjar getah bening (limfe) ketiak. Selain itu sel-sel kanker bisa bersarang di
tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit5.

II.3 PATOFISIOLOGI5
Sel-sel kanker dibentuk dari sel-sel normal dalam suatu proses rumit yang
disebut transformasi yang terdiri dari tahap inisiasi dan promosi.

II.3.1 Fase Inisiasi


Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang
memancing sel menjadi ganas. Perubahan dalam bahan genetik sel ini disebabkan
oleh suatu agen yang disebut karsinogen, yang bisa berupa bahan kimia, virus,
radiasi (penyinaran). Tetapi tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama
terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel atau bahan lainnya yang
disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen.
Bahkan gangguan fisik menahun pun bisa membuat sel menjadi lebih peka untuk
mengalami suatu keganasan.
II.3.2 Fase Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah
menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh
promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan
(gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).

6
II.4 FAKTOR RESIKO KANKER PAYUDARA
Adapun faktor resiko pada kanker payudara yaitu4,6:
a) Usia
Seperti pada banyak jenis kanker lainnya, insiden menurut usia naik
sejalan dengan bertambahnya usia.
b) Riwayat keluarga dan resiko genetik
Dari epidemiologi tampak bahwa kemungkinan untuk menderita kanker
payudara dua sampai tiga kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau
saudara kandungnya menderita kanker payudara. BRCA 1 merupakan
penyebab 40% sindrom kanker payudara familial. Selain peningkatan
resiko kanker payudara, pengidap mutasi ini juga lebih beresiko terkena
kanker ovarium (15-40%), kanker kolon, dan untuk laki-laki, kanker
prostat. BRCA 2 merupakan penyebab 30% kanker payudara familial dan
terkait dengan peningkatan resiko kanker payudara pada laki-laki. Mereka
yang memiliki mutasi ini beresiko terkena kanker ovarium sebesar 20% dan
beresiko menderita kanker prostat, laring, dan pankreas.
c) Faktor resiko reproduktif
Riwayat reproduksi yang dapat memperlama pajanan estrogen selama
hidup seorang wanita dapat meningkatkan resiko kanker payudara. Riwayat
reproduksi tersebut meliputi menarche sebelum usia 12 tahun, melahirkan
bayi hidup pertama diatas 30 tahun, nulipara, infertil dan menopause
setelah usia 55 tahun.
d) Pemakaian obat-obat hormonal (pil KB, HRT) yang dipergunakan jangka
panjang.
e) Riwayat operasi kanker ovarium.

II.5 KLASIFIKASI6
Stadium kanker payudara penting ditentukan setelah diagnosis ditegakkan.
Stadium akan mempengaruhi prognosis dan modalitas pengobatan yang
digunakan. Klasifikasi stadium berdasarkan UICC (Union Internationale Contra
Le Cancer) ataupun AJCC (American Joint Committee On Cancer Stagging and -
End Resulls Reporting) dari tahun 2002 yang telah mendapatkan revisi beberapa

7
kali.
a. T (tumor size), ukuran tumor:
Tx: tumor primer tidak dapat dinilai
T 0: tidak ditemukan tumor primer
T 1: ukuran tumor diameter 2 cm atau kurang
T1mic: ada microinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang
T1a: tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm
T1b: tumor dengan ukuran 0,5 cm sampai 1 cm
T1c: tumor dengan ukuran 1 cm sampai 2 cm
T 2: ukuran tumor diameter antara 2-5 cm
T 3: ukuran tumor diameter > 5 cm
T 4: ukuran tumor berapapun dengan infiltrasi atau ekstensi ke kulit atau
dinding dada (dinding dada termasuk iga/kosta, otot interkostalis dan seratus
anterior tetapi tidak termasuk otot pektoralis baik eksterna maupun interna) atau
pada keduanya.
T4a: infiltrasi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis)
T4b: infiltrasi ke kulit, dalam hal ini termasuk peau d’orange, ulserasi nodul
satelit pada kulit terbatas pada satu payudara yang terkena.
T4c: infiltrasi pada dinding dada maupun kulit
T4d: inflamatory breast cancer
b. N (node), kelenjar getah bening regional (kgb):
N x: kelenjar getah bening tidak dapat dinilai
N 0: tidak terdapat metastasis pada kgb regional di ketiak/aksilla
N 1: metastasis ke KGB aksilla ipsilateral yang masih dapat digerakkan
N 2: metastasis ke kgb aksilla ipsilateral yang sulit digerakkan, dan
konglomerasi (beberapa KGB menyatu), atau klinis adanya metastasis pada KGB
mamaria interna meskipun tanpa metastasis KGB aksila.
N 3: metastasis ke Kgb supraclavicula atau infraclavicula ipsilateral dengan atau
tanpa metastasis pada KGB aksila atau terdapat metastasis pada KGB mammary
interna dan KGB aksila.

N3a: metastasis ke KGB infraclafikular ipsilateral

8
N3b: metastasis ke KGB mammaria interna dan KGB aksila
N3c: metastasis ke KGB supraclavicula.
c. M (metastasis), penyebaran jauh:
M x: metastasis jauh belum dapat dinilai
M 0: tidak terdapat metastasis jauh
M 1: terdapat metastasis jauh
Setelah masing-masing faktor T, N, dan M didapatkan, ketiga faktor
tersebut kemudian digabung dan akan diperoleh stadium kanker sebagai berikut:
Stadium 0: T0 N0 M0
Stadium 1: T1 N0 M0
Stadium II A: T0 N1 M0/T1 N1 M0/T2 N0 M0
Stadium II B: T2 N1 M0 / T3 N0 M0
Stadium III A: T0 N2 M0/T1 N2 M0/T2 N2 M0/T3 N1 M0/T3 N2 M0
Stadium III B: T4 N0 M0/T4 N1 M0/T4 N2 M0
Stadium III C: Tiap T N3 M0
Stadium IV: Tiap T-Tiap N-M1

II.6 DIAGNOSIS6
Diagnosis kanker payudara dibuat berdasarkan triple diagnostic
procedures (clinical, imaging, and pathology/cytology or histopathology). Ketiga
hal tersebut jika dijabarkan lebih detail menjadi pemeriksaan-pemeriksaan:

a. Pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik)


Pada anamnesis sangat penting untuk menggali keluhan di payudara dan
aksila maupun di tempat lain. Selain itu faktor resiko juga penting ditanyakan.
Keluhan di payudara dan aksila dapat berupa adanya benjolan yang padat, ada
tidaknya rasa nyeri (benjolan mamma yang tidak nyeri 66%, benjolan mamma
yang nyeri 10%), nipple discharge (satu sisi, satu muara, warna merah/darah/
serosanguinous, disertai massa tumor), retraksi papila mama, krusta dan eksim
yang tidak pernah sembuh pada areola atau papila mama dengan atau tanpa massa
tumor, kelainan kulit di atas tumor (skin dimpling, ulceration, venous ectasia,
peau d’orange, satelitte nodules), perubahan warna kulit, adanya benjolan di leher -

9
atau aksila, dan edema lengan disertai adanya benjolan di payudara atau aksila
ipsilateral. Keluhan di tempat lain dapat berupa nyeri tulang yang terus menerus
dan semakin berat di daerah vertebra, pelvis, dan femur; rasa sakit, “nek”, dan
“penuh” di ulu hati; batuk yang kronis dan sesak nafas; sakit kepala hebat; muntah
dan gangguan sensorium. Selain menggali keluhan yang muncul hendaknya
ditanyakan juga faktor resiko terkena kanker payudara seperti yang telah
dijelaskan di atas.
Pemeriksaan fisik pada kanker payudara meliputi status generalis dan status
lokalis. Pemeriksaan status lokalis meliputi pemeriksaan payudara kanan dan kiri
(ipsilateral dan kotralateral), massa tumor, perubahan kulit, papila mama, kelenjar getah
bening regional, dan pemeriksaan organ yang menjadi tempat dan dicurigai terjadi
metastasis.

10
b. Pemeriksaan radiodiagnostik (imaging)
Pemeriksaan radiodiagnostik ada dua macam yaitu pemeriksaan yang
direkomendasikan dan pemeriksaan atas indikasi. Pemeriksaan yang
direkomendasikan terutama untuk kanker payudara yang tidak terpalpasi meliputi
mamografi dan USG mamma (untuk keperluan diagnostik dan staging), foto
thorak, dan USG abdomen untuk mendeteksi metastasis. Sedangkan pemeriksaan
atas indikasi meliputi bone scanning (diameter kanker payudara > 5 cm,
T4/LABC, klinis dan sitologi mencurigakan), bone survey (bila tidak tersedia
fasilitas untuk bone scaning), CT scan, dan MRI (penting untuk mengevaluasi
volume tumor).
c. Pemeriksaan sitologi
Pemeriksaan sitologi yaitu FNAB (find needle aspiration biopsy) dilakukan
pada lesi atau tumor payudara yang klinis dan radiologis atau imaging
dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB adalah sangat baik, sehingga dapat
dijadikan standar diagnosis pasti kanker payudara. Di Indonesia akurasi FNAB
sudah semakin baik (>90%), sehingga pada beberapa senter dapat
direkomendasikan penggunaan FNAB. Biopsi terbuka akan lebih memberikan
informasi lebih detail terutama sebagai faktor prediktor dan prognostik.
d. Pemeriksaan histopatologi (gold standard)
Pemeriksaan histopatologi yang merupakan gold standard diagnostic
terdiri dari beberapa macam yaitu stereotatic biopsy dengan bantuan USG atau
mammogram pada lesi non palpable, core needle biopsy (micro specimen),
vacuum assisted biopsy (mammotome), biopsi incisional yang digunakan untuk
kanker payudara operabel dengan diameter > 3cm, sebelum operasi definitif;
biopsi eksisional, spesimen mastektomi disertai pemeriksaan kelenjar getah
bening regional, dan pemeriksaan imunohistokimia (IHC).
e. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis, stadium
tumor dan persiapan pengobatan.
Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna kepentingan pengobatan
dan informasi kemungkinan adanya metastatis (transaminase, alkali fosfatase,
calcium darah, tumor marker penanda tumor “CA 15 - 3;CEA”). Pemeriksaan -

11
enzim transaminase penting dilakukan untuk memperkirakan adanya metastasis
pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium memprediksi adanya metastase
pada tulang. Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada
kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis
yang memerlukan pengobatan segera. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA 15 - 3
dan CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya dalam menentukan
rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis maupun
skrining.

II.7 SCREENING (PENAPISAN KANKER PAYUDARA) 3,6


Penapisan atau skrining terhadap kanker payudara merupakan prioritas
nomor dua dari program penanggulangan kanker dari WHO yaitu deteksi dini
kanker. Terhadap kanker payudara maka yang disebut sebagai diagnosis dini
adalah stadium dimana kanker payudara masih bersifat lokal dan belum
bermetastasis. Jika diketemukan dalam stadium ini maka angka kesembuhan akan
mendekati 100%. Deskripsi dari stadium dini berubah dari waktu ke waktu.
Metode yang digunakan untuk skrining yaitu,
a. Mamografi dan USG
b. MRI terutama untuk wanita dengan familial cancer antara lain dengan BRCA1
dan BRCA2 gene mutation
c. SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter bukan merupakan prosedur
deteksi dini, melainkan suatu usaha untuk mendapatkan kanker payudara pada
stadium yang lebih awal, terutama digunakan pada tempat dimana skrining
masal untuk kanker payudara belum tersedia, seperti Indonesia.
Mamografi dilakukan secara periodik dengan interval sebagai berikut
sesui dengan rekomendasi dari American Cancer Society:
a. Wanita berusia 35 - 39 tahun dilakukan 1 kali sebagai basal mamogram
b. Wanita berusia 40 - 49 tahun dilakukan setiap 2 tahun
c. Wanita berusia 50 - 60 tahun dilakukan setiap 1 tahun
d. Wanita > 60 tahun biasanya mempunyai compliance yang rendah tetapi
dianjurkan setiap 1 tahun
Indikasi Mamogfari:
a. Evaluasi benjolan yang diragukan atau perubahan samar di payudara

12
b. Mamma kontralateral jika (pernah) ada kanker payudara
c. Mencari karsinoma primer jika ada metastasis sedangkan sumbernya
tidak diketahui
d. Penapisan karsinoma mamma pada resiko tinggi
e. Penapisan sebelum tindak bedah plastik atau kosmetik
USG mamma sebagai skrining, diperlukan untuk melengkapi mamografi. USG
diperkirakan memberikan hasil yang lebih akurat pada wanita yang lebih muda
dengan payudara yang lebih dense atau padat. USG sangat tergantung dari
pengalaman operator dan subjektif.
SADARI (periksa payudara sendiri) merupakan usaha untuk mendapatkan
kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). Diperlukan
pelatihan yang baik dan evaluasi yang regular. SADARI direkomendasikan
dilakukan setiap bulan, 7 hari sesudah menstruasi bersih. Pemeriksaan fisik secara
regular oleh dokter, juga merupakan usaha mendapatkan kanker payudra pada
stadium lebih awal.

II.8 TERAPI6
1. Kanker payudara non invasif
a. Ductal Carcinoma Insitu (DCIS)
Dengan adanya program skrining masal terhadap payudara, maka insiden
DCIS semakin meningkat yaitu mencapai 58.000 kasus akan didiagnosis pada
tahun 2006 dan akan terus meningkat. DCIS adalah suatu keadaan dimana sel -
kanker (yang berasal dari epitelium TDLU) belum menembus membrana basalis,
atau jika telah menembus mikroskopis tidak mencapai 1 mm. Terdapat subtipe
comedo, solid, cibriform, micropapillary, dan papillary. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan terapi DCIS adalah adanya lesi multifokal dan multisentris.
Prognostic score berdasarkan pada van nuys prognostic index (2003, silverstein)
berdasarkan ukuran tumor, margin eksisi, umur penderita, dan klasifikasi patologi.

Beberapa terapi untuk DCIS yaitu:


1) Mastectomy simple (tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun rasional
untuk melakukan mastektomi adalah adanya pertimbangan multifokalitas dan

13
multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus pada mamografi. Hal ini
terlihat pada mamografi. Mastektomi juga sebaiknya dilakukan pada tumor
dengan diameter > 4 cm, dan grading histologis yang tinggi.
2) Breast corserving therapy/surgery (BCT/BCS): termasuk BCT
adalah segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide local excision
dengan atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan menjalani radioterapi
adjuvant baik pada seluruh payudara yang terkena dengan booster pada lapang
pembedahan.
Pada non palpable DCIS, untuk melakukan BCS/BCT diperlukan lokalisasi lesi
atau tumor dengan jarum (Kopan’s wirea) dan identifikasi jaringan yang
diangkat (dengan x ray) apakah sudah tepat.
Syarat untuk BCS/BCT:
a. Informed concent
b. Dapat dilakukan follow up yang teratur
c. Tumor sebaiknya di perifer (tumor letak sentral perlu pembedahan
yang khusus)
d. Besar tumor proporsional dengan besarnya payudara. Jika tidak
harus dilakukan rekonstruksi langsung untuk mencapai kosmetik yang
baik.
e. Tumor tidak multifokal atau multisentris (mamografi, MRI)
f. Pasien belum pernah mendapat redioterapi di dada dan tidak
menderita penyakit kolagen.
g. Terdapat sarana dan fasilitas yang baik untuk pemeriksaan
patologi (konvensional dan pengecatan imunohistokimia), dan
radioterapi yang baik.
3) Terapi adjuvant: terapi adjuvant hanya diberikan pada pasien dengan
resiko tinggi terjadi rekurensi, antara lain usia muda (< 35 tahun), reseptor
hormon negatif, HER2 overekspresi, metastasis KGB aksila. Radioterapi
diberika pada pasien dengan BCS/BCT, kecuali dengan petimbangan khusus -
diameter <1cm, margin bedah yang cukup dan grade yang rendah. Terapi
hormonal diberikan pada pasien dengan ER dan atau PR positif, tanpa riwayat
gangguan tromboembolism.
b. Lobular Carcinoma Insitu (LCIS)

14
Diagnosis seringkali insidental, biasanya nonpalpable, lebih sering pada
wanita premenopause. Adanya LCIS ini dianggap sebagai faktor resiko untuk terjadinya
invasif karsinoma. Penemuan dari Alpino (2004) adanya LCIS syncronous dengan
invasif karsinoma sebanyak 0 - 10% dan 0 - 50% synchronous bersama dengan DCIS
maka terapi yang dianjurkan adalah eksisi dari tumor dan follow up yang baik. Terapi
adjuvant pada LCIS adalah pemberian tamoxiven yang menurunkan resiko terjadinya
invasif sampai 56%. Pemberian radioterapi masih belum jelas. Surveillance
marupakan hal penting pada LCIS antara lain pemeriksaan fisik setiap 6 bulan
sampai 1 tahun dan mamografi.

2. Kanker Payudara Invasif


Karsinoma mamma invasif adalah karsinoma dari epitel mamma yang
telah infiltratif keluar dan menembus membrana basalis duktal. Adanya infiltrasi keluar
membrana basalis duktal menunjukkan bahwa karsinoma invasif mempunyai
kemampuan untuk terus melakukan infiltrasi jaringan sekitar dan bermetastasis
pada kelenjar getah bening regional maupun bermetastasis ke organ jauh. Pada
umumnya termasuk pada karsinoma invasif adalah karsinoma mama familial
dengan adanya mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2.

a. Terapi bedah stadium dini (T1,T2,N0,N1)


BCS/BCT: biasanya dilakukan dengan tumor yang relatif kecil <3 cm
dengan tanpa pembesaran KGB. BCS/BCT dapat dilakukan dengan atau tanpa
diseksi KGB aksila, tergantung pada klinis, USG ataupun dengan teknik
lympatic mapping dan sentinel lymph node byopsi jika mempunyai fasilitas.
1) Mastektomi radikal modifikasi (patey/maaden dan uchincloss):
dipertimbangkan jika tumor besar, adanya faktor resiko yang tinggi
untuk rekurensi seperti usia muda, high nuclear grade, comedo type
necrosis, margin positif, DNA aneuploidy.
2) Rekonstruksi bedah: dapat dipertimbangkan pada senter yang mampu
ataupun ahli bedah yang mempunyai kemampuan rekonstruksi pembedahan
payudara tanpa mengorbankan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi pada
bedah onkologi dapat dikerjakan oleh ahli bedah plastik, ahli bedah
onkologi atau ahli bedah umum yang kompeten.

15
3) Terapi adjuvant: radioterapi adjuvant diberikan pada BCS/BCT, baik
diberikan pada seluruh payudara ataupun hanya pada area pembedahan (on
going trial). Pemberian terapi sistemik adjuvant bersifat individual dan
dibedakan berdasarkan status KGB, umur, ukuran tumor primer, performance
status, ekspresi onkogen HER2/NE2, status dari steroid reseptor (ER/PR) dan
grade nuklear.

b. Karsinoma payudara lanjut lokal (karsinoma mama stadium


III (IIIa, IIIb, IIIc)).
Presentasi atau insiden LABC di indonesia masih cukup tinggi dan bervariasi
dari daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 40 - 80%. Yang termasuk pada
LABC adalah T3 dengan N2 dan atau N3.
1) Terapi bedah: peran modalitas bedah pada LABC adalah terbatas, terutama
pada stadium IIIa dan pada bebrapa penelitian, pemberian neoadjuvant
systemic therapy pada stadium ini pun perlu dipertimbangkan.
Pembedahan yang dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi
ataupun dengan mastektomi radikal standar.
2) Terapi neoadjuvant (sistemik): adalah pemberian modalitas terapi lain
selain bedah dengan tujuan untuk mengeradikasi mikrometastasis yang
diasumsikan telah ada pada saat diagnosis karsinoma payudara ditegakkan.
Dengan demikian diharapkan terapi neoadjuvan (sistemik) secara teknis
memudahkan pembedahan dan pada beberapa laporan dapat dilakukan
pembedahan konservasi payudara (BCS/BCT). Beberapa obat yang dapat
diberikan pada terapi neoadjuvant (sistemik) adalah kemoterapi A.C
(adriamycin, cyclophosphamide), CAF (cyclophosphamide, adriamycin, 5
Fluoro Uracil) /CEF (cyclophosphamide, epirubicin, 5 Fluoro Uracil), T-A
(taxanes-doxorubicin), sedangkan terapi hormonal hanya diberikan pada
ER/PR+ dan obat yang diberikan adalah golongan Ais (Aromatase inhibitors).

c. Karsinoma payudara inflamatoir (IBC)


Tipe karsinoma payudara di atas oleh beberapa pengarang dimasukkan
dalam tipe LABC, tetapi penelitian dan hasil terapi menunjukkan bahwa IBC

16
merupakan karsinoma mamma yang agresif dan mempunyai prognosis lebih
buruk. Terapi pada umumnya neoadjuvant chemotherapy, surgery or radiation
therapy, dan adjuvant chemotherapy. Komponen terapi pada bedah IBC
memberikan kontrol loko-regional yang lebih baik dibandingkan radioterapi saja.

d. Karsinoma payudara bermetastasis


Pada stadium ini terapi bedah bukan merupakan pilihan lagi. Pemberian
terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi hormonal menjadi pilihan utama.
Kemoterapi terapeutik merupakan pilihan utama pada viseral metastasis (life
threatening metastasis), agressive breast cancer (high grade, HER2
overexspression ER/PR- P53 overekspression), umur muda. Sebaliknya terapi
hormonal diberikan pada karsinoma payudara yang lebih indolen, ER/PR+, bone
metastasis, low gradees. Peran bedah hanya sebagai tindakan adjuvant atau
paliatif, untuk mengambil sisa tumor, menghentikan perdarahan, dengan sarat
bahwa pembedahan tetap harus memenuhi sarat pembedahan yang onkologis.

II.9 REHABILITASI DAN FOLLOW UP6


a. Rehabilitasi
- Pra operatif:
1. Persiapan pembedahan:pemeriksaan lab, ko-morbiditas, “imaging”
2. Evaluasi fungsi respirasi, pada usia lanjut “latihan nafas”
- Pasca bedah:
Hari 1-2:
1. Latihan “lingkup gerak sendi” sekitar/ipsilateral daerah operasi (sendi siku, bahu
secara bertahap)
2. Latihan relaksasi otot leher dan thorak
3. Aktif mobilisasi
Hari 3-5
1. Latihan gerak lengan bahu ipsilateral operasi lebih bebas
2. Latihan relaksasi
3. Bebas gerakan
4. Edukasi untuk tetap mempertahankan “lingkup gerak sendi” dengan berlatih

17
secara teratur
5. Edukasi untuk menjaga agar lengan ipsilateral pembedahan untuk tetap sehat,
tidak dipasang infus (mencegah trombophlebitis) dan untuk mencegah terjadinya
lymphedema lengan.
b. Follow up
Sebagian besar rekurensi (>50%) biasanya terjadi dalam 2 tahun sesudah
pembedahan, tetapi rekurensi bisa terjadi sampai dengan 20 tahun pasca bedah.
Follow up ditunjukan untuk menemukan rekuransi dini. Beberapa senter di
Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:
- Tahun 1 dan 2 : kontrol setiap 2 bulan.
- Tahun 3 s/d 5 : kontrol setiap 3 bulan
- Tahun > 5 : kontrol setiap 6 bulan
atau
- 6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan
- 6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
- > 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
- > 5 tahun : kontrol setiap tahun
Pemeriksaan meliputi:
- SADARI setiap bulan
- Pemeriksaan fisik oleh dokter
- Pemeriksaan imaging:
 Mamografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
 Torack foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
 USG liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
 Bone scan setiap 2 tahun, kecuali jika ada indikasi

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas
Nama : Ny. NT
Jenis Kelamin : Perempuan

18
Umur : 73 tahun
Alamat : Nunleu
Agama : Protestan
Tanggal masuk RS : 13/01/2020
No rekam medik : 517215

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan pada payudara kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan timbul benjolan pada payudara kanan yang dialami
sejak tahun 2015, awalnya psien merasakan pada daerah puting susu seperti terbelah,
namun pasien tidak merasakan nyeri, sehingga tidak memeriksakan diri ke dokter, dan
hanya menggunakan obat tradisional. Benjolan yang timbul berukuran seperti biji
kelereng, dan dirasakan semakin hari semakin membesar. Kemudian pada pertengahan
tahun 2019, pasien datang karena pada daerah payudara kanan mulai mucul luka
bercampur nanah dan darah. Kemudian pada bulan september pasien melakukan
pemeriksaan PA dan dilakukan kemoterapi. Keluhan mual (-), muntah (-), Demam (-)
Riwayat keluarga :
kakak kandung pasien mengalami sakit yang sama seperti paien.
Riwayat pengobatan :
Cyclophospamide, Epirubicin, 5 fluorouracil (5FU)
Riwayat Kemoterapi:
Sejak bulan September
Riwayat Operasi:
Pasien pernah operasi untuk biopsi.

Riwayat Kebiasaan :

Penderita mengaku tidak pernah merokok dan tidak mengkonsumsi minuman

beralkohol. Pola makan 2 – 3 kali sehari, jumlahnya cukup.

C. Pemeriksaan Fisik

19
Status Generalis
Kondisi Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis. GCS E4V5M6
Vital Sign : TD: 120/80 N : 94 x/menit, R : 22 x/menit, S : 36 °C.
Kepala : Normocephal
Mata : Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-, exopthalmus
mata kanan.
Leher : Deviasi (-),Pulsasi vena jugularis tidak tampak, tidak ada
pembesaran getah bening.
Thorax
Tampak ada tanda bekas operasi pada dada sebelah kanan.
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-).
Pulmo : Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, tak tampak massa/benjolan.
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba pembesaran.
 Perkusi : timpani.
 Auskultasi : Bising usus (+), normal.
Extremitas
Akral hangat, CRT<2”, edema (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap 14 Januari 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 12,1 g/dL 13.0 – 18.0
Jumlah eritrosit 4,50 10^6/uL 4.80 – 6.90
Hematokrit 41,8 % 40.0 – 54.0
MCV 92,8 fL 81.0 – 96.0
MCH 26,9 Pg 27.0 – 36.0
MCHC 29,0 g/L 31.0 – 37.0

20
Jumlah Lekosit 8,69 10^3/ul 4.0 – 10.0
Eosinofil 0,3 % 0–4
Basofil 0,4 % 0–1
Neutrofil 91,6 % 30 – 80
Limfosit 6,4 % 20 – 60
Monosit 1,3 % 2 – 15
Jumlah Trombosit 306 10^3/ul 150 – 400

 Pemeriksaan Patologi Anatomi ( 17 September 2019)


Gambaran histologik sesuai Invasive carcinoma of no special type mammae grade
III, tidak tampak invasi limfovaskuler , epidermis bebas tumor

E. Diagnosis Kerja
Ca Mammae Dextra
F. Penatalaksanaan
Pro MRM

Follow Up
Tanggal S,O,A Planning Therapy
Selasa, S : demam(-), lemas (+) IVFD RL 1000cc/24 jam
14/01/2020 O : TD 110/70, n : 70x, rr : 20x, s: Ceftriaxone 2x1 gr/IV
37,1oC Ketorolac 3x1 gr /IV
A : Ca Mammae D Kalnex 3x1gr/IV
Cek DL
Pro MRM
Rabu , S : tidak ada keluhan IVFD RL 1000cc/24 jam
15/01/2020 O : TD 110/60, n : 80x, rr : 21x, s: Ceftriaxone 2x1 gr/IV
37,1oC Mobilisasi duduk dan jalan
A : Ca Mammae D Cek DL
Pro MRM
Kamis, S : tidak ada keluhan Aff Infus
16/01/2020 O : TD 100/80, n : 90x, rr : 19x, s: Pamol 3x500mg
36,7oC Cefixime 2x100
A : Ca Mammae D Besok KRS

BAB IV
PEMBAHASAN

21
Kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat
dan tidak terkendali. Kanker payudara adalah sekelompok sel tidak normal pada
payudara yang terus tumbuh. Pada akhirnya sel-sel ini menjadi bentuk bejolan di
payudara. Jika benjolan kanker itu tidak dibuang atau terkontrol, sel-sel kanker bisa
menyebar (metastase) pada bagian-bagian tubuh lain.
Metastase bisa terjadi pada kelenjar getah bening (limfe) ketiak. Selain itu
sel-sel kanker bisa bersarang di tulang, paru-paru, hati, kulit, dan bawah kulit5 Stadium
kanker payudara penting ditentukan setelah diagnosis ditegakkan. Stadium akan
mempengaruhi prognosis dan modalitas pengobatan yang digunakan.
Klasifikasi stadium berdasarkan UICC (Union Internationale Contra Le Cancer)
ataupun AJCC (American Joint Committee On Cancer Stagging and -End Resulls
Reporting) dari tahun 2002 yang telah mendapatkan revisi beberapa kali. Diagnosis
kanker payudara dibuat berdasarkan triple diagnostic
procedures (clinical, imaging, and pathology/cytology or histopathology).
Pemeriksaan klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik), Pemeriksaan radiodiagnostik
(imaging), Pemeriksaan sitologi, Pemeriksaan histopatologi (gold standard),
Pemeriksaan laboratorium
Penapisan atau skrining terhadap kanker payudara merupakan prioritas
nomor dua dari program penanggulangan kanker dari WHO yaitu deteksi dini
kanker. Terhadap kanker payudara maka yang disebut sebagai diagnosis dini
adalah stadium dimana kanker payudara masih bersifat lokal dan belum
bermetastasis. Jika diketemukan dalam stadium ini maka angka kesembuhan akan
mendekati 100%. Deskripsi dari stadium dini berubah dari waktu ke waktu.
Metode yang digunakan untuk skrining yaitu, Mamografi dan USG, MRI
terutama untuk wanita dengan familial cancer antara lain dengan BRCA1 dan BRCA2
gene mutation, SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter bukan merupakan
prosedur deteksi dini, melainkan suatu usaha untuk mendapatkan kanker payudara pada
stadium yang lebih awal, terutama digunakan pada tempat dimana skrining masal
untuk kanker payudara belum tersedia, seperti Indonesia.

BAB V

22
KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu Carcinoma Mammae pada wanita berusia 72 tahun.


Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan Lab, PA, USG dan juga Foto Thorax.

DAFTAR PUSTAKA

23
1.Scodan, 2010. Treatment Of The Primary Tumor In Breast Cancer Patients With
Synchronous Metastases. Available at http://www.annonc.oxfordjournals.org
(diakses 25 Agustus 2012).
2.Anonim, 2012. Kanker payudara. Available at
http//www.wikipedia.org/kankerpayudara.html (diakses 25 Agustus 2012).
3.Sjamsuhidjat, De jong, 2005. Payudara. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2, Hal. 388-394.
EGC, Jakarta
4.Sabiston, 1995. Payudara. Buku Ajar Bedah. Hal.623. EGC. Jakarta.
5.Swart, 2010. Breast Cancer. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/283561-overview (diakses 25 Agustus
2012).
6.Albar, ZA. [et.al], 2006. Protokol Peraboi 2006. Perhimpunan Ahli Bedah Ginokelogi
Indonesia. Protocol peraboi. Jakarta.
7.Anonim, 2010. Angka Kejadian Kanker payudara. Available at
http://www.depkes.go.id/index.php (diakses 25 Agustus 2012).

24
25

Anda mungkin juga menyukai