Anda di halaman 1dari 167

SKRIPSI

ANALISI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS


HIDUP PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS
DI KOTA KUPANG TAHUN 2017

Maria Priscilia Melanie Letor


1408010017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
SKRIPSI

ANALISI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS


HIDUP PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS
DI KOTA KUPANG TAHUN 2017

Maria Priscilia Melanie Letor


1408010017

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat, perlindungan dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Proposal ini dengan judul “Analisi Faktor yang Mempengaruhi
Kualitas Hidup Penderita Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Kupang“.
Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1) pada Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Nusa Cendana. Penyusunan Proposal ini tidak lepas dari bantuan,
dukungan dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Prof. Ir. Frederik L. Benu, M.si., Ph.D selaku rektor Universitas Nusa
Cendana yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menimba
ilmu di Universitas Nusa Cendana.
2. dr. S. M. J. Koamesah, MMR, MMPK selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana
3. dr. Ika F. Buntoro, M.Sc, selaku pembimbing pertama yang telah sabar
membimbing dan menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
mengarahkan dan memberikan saran dalam penulisan proposal ini.
4. dr. Sisilia Ratna Tallo Sp.KK, selaku pembimbing kedua yang telah
meluangkan waktu, memberikan saran dan memberikan bimbingan yang
sangat berharga dalam penulisan proposal ini.
5. Maria Agnes Etty Dedy, S.Si, M.Kes. Apt, selaku penguji yang telah
bersedia menjadi penguji dan juga memberi masukan selama ujian
proposal sampai skripsi.
6. Jajaran dosen dan seluruh civitas akademik Universitas Nusa Cendana
yang telah berbagi ilmu dan pengalaman, serta membantu dalam
penyelesaian Proposal ini.
7. Dinas Pendidikan Kabupaten Kupang atas informasi penting mengenai
data penderita kusta di Kabupaten Kupang.
8. Kedua orang tua tercinta, Bapak Alfons Letor, Ibu Theresia Erfi, Adik
Tony, Ary, Jerry dan seluruh keluarga besar yang tidak berhenti memberi
motivasi dan mendoakan penulis untuk menyelesaikan proposal.
9. Teman-teman angkatan 2014 (Syndome Seventh) Fakultas Kedoteran
Universitas Nusa Cendana, atas bantuan dan motivasi yang diberikan.
10. Teman-teman penelitian Tim Kusta Valen, Azarella, Alce.
11. Semua pihak yang telah membantu, mendukung dan memberi semangat
kepada penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga proposal ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Kupang, 3 Mei 2017

Penulis

x
RIWAYAT HIDUP

Nama : Maria Priscilia Melanie Letor


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/TanggalLahir : Kupang, 22 April 1996
Agama : Katolik
Alamat Rumah : Liliba
Alamat Email : lany_letor@yahoo.com

Pendidikan Formal :
SD (2002-2008) : SDK st. Theresia Atambua 2
SMP(2008-2011) : SMPK Don Bosco Atambua
SMA (2011-2014) : SMAK katolik st. Agnes Surabaya
Perguruan Tinggi (2014-2018): Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana

xi
ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP


PENDERITA KUSTA DI PUSKESMAS
KOTA KUPANG 2017

Maria Priscilia Melanie Letor1, Ika Febianti Buntoro2, Sisilia Ratna Tallo Sp.KK3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
2
Departemen Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
3
Bagian SMF Kulit dan Kelamin RSUD W. Z. Yohannes Kupang

Latar Belakang: Kusta merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Penyakit kusta memberikan dampak negatif bagi penderita kusta
tersebut. Stigma merupakan salah satu faktor tertundanya penanganan penyakit kusta
yang membuat penderita merasa malu dan terlambat mencari pengobatan sehingga akan
mengalami kecacatan yang berakibat terjadinya penurunan kualitas hidup.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan,
pekerjaan, percive stigma, cacat kusta, riwayat penyakit kusta dlam keluarga dan status
pernikahan terhadap kualitas hidup.
Metode: Analisis observasional dengan pendekatan cross sectional dan sampel terdiri
dari 43 pasien. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling.
Hasil penelitian: karakteristik responden sebagian besar perempuan (67.4%), berumur
18-45 tahun, penghasilan dibawah UMR (65,1%), yang sudah menikah (77%), sudah
bekerja (72,1%) dengan tingkat kecacatan 0 (67,4%), tidak terdapat riwayat penyakit
kusta dalam keluarga (53,5%), memiliki nilai percive stigma dengan nilai rata-rata 87,70,
dan kualitas hidup dengan nilai rata-rata 18,49. Analisis data dilakukan dengan Uji
Regresi Linier Sederhana dan didapatkan nilai P = 0<0,05.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara umur, percive stigma, dan riwayat penyakit
kustta dalam keluarga dengan kualitas hidup penderita kusta.

Kata kunci: Kusta, percive stigma, kualitas hidup

xii
ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN DISABILITY AND EDUCATIONLEVELWITH


DEPRESSION LEVEL IN LEPROSY PATIENTS

IN KUPANG CITY 2017

Maria Priscilia Melanie Letor1, Ika Febianti Buntoro2, Sisilia Ratna Tallo Sp.KK3
1
Faculty of Medicine, Nusa Cendana University
2
Department of Tropical Medicine, Faculty of Medicine, Nusa Cendana University
3
Dermatology And Venereology, RSUD W. Z. Yohannes Kupang

Background: Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. Leprosy


affects people with leprosy. Stigma is one of the factors delaying the handling of leprosy
that makes people feel shy and late to seek treatment so that will experience a disability
that resulted in a decrease in quality of life.
Objective: To know the relationship between age, sex, education, income, occupation,
percive stigma, leprosy, history of leprosy in family and marital status on quality of life.
Methods: This research use observational analytical method with cross sectional
approach and the sample consisted of 43 patients. Sampling technique used was total
sampling.
Results: the characteristics of the respondents were mostly women (67.4%), aged 18-45
years old, underage wage (65.1%), married (77%), working (72.1%) with disability level
0 (67.4 %), there is no history of leprosy in the family (53.5%), has a stigma percive
value with an average value of 87.70, and quality of life with an average value of 18.49.
Data analysis was done with Simple Linear Regression Test and got value P = 0 <0,05.
Conclusion: There is relationship between age, percive stigma, and history of kustta
disease in family with quality of life of leprosy patient.

Key words: Leprosy, percive stigma, quality of life

xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN DEWAN PENGUJI ............................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iv
HALAMAN PERSETUJUN PUBLIKASI..................................................... v
HALAMAN PEERNYATAAN PUBLIKASI MANUSKRIP ............................. vi
HALAMAN PENGESAHAN MANUSKRIP .................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
RIWAYAT HIDUP xi
ABSTRAK xii
ABSTRACK xiii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii
DAFTAR SKEMA xviii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xix
DAFTAR GRAFIK xx
DAFTAR LAMPIRAN xxi
DAFTAR SINGKATAN xxii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Pertanyaan Penelitian .......................................................................................4
1.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................... 4
1.4.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 4
1.5 Manfaat Penelitian..................................................................................... 5
1.5.1 Bagi Peneliti ...................................................................................... 5
1.5.2 Bagi Dinas Kesehatan ...................................................................... 5
1.5.3 Bagi Masyarakat ............................................................................... 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Konsep Penyakit Kusta ............................................................................. 6
2.1.1 Definisi Kusta ................................................................................... 6
2.1.2 Etiologi Kusta ................................................................................... 6
2.1.3 Epidemiologi……….......................................................................... 6
2.1.4 Cara Penularan................................................................................... 7
2.1.5 Tanda Dan Gejala Klinis ................................................................... 7
2.1.6 Klasifikasi Kusta………................................................................... 8
2.1.7 Perjalanan Klinis ............................................................................... 9
2.1.8 Diagnois Dan Gambaran Klinis ...............................................................10
2.1.9 Dampak Kusta .........................................................................................11
2.2 Kecacatan Kusta….................................................................................... 14
2.2.1 Definisi ....................................................................................................14
xiv
2.2.2 Faktor Resiko Terjadinya Kecacatan.......................................................14
2.2.3 Proses Terjadinya Cacat Kusta ................................................................15
2.2.4 Klasifikasi Cacat ......................................................................................17
2.2.5 Derajat Cacat Kusta……………………………………………… 18
2.2.6 Upaya Pencegahan Cacat………………………………………… 19
2.3 Penatalaksanaan Dan Pengobatan ...................................................................22
2.3.1 Penatalaksanaan.......................................................................................22
2.3.2 Pemeriksaan Klinis ..................................................................................23
2.3.3 Pengobatan (Multy Drug Theraph atau MDT) ........................................24
2.3.4 Rigmen Pengobatan MDT .......................................................................25
2.3.5 Pemeriksaan Biologis ..............................................................................26
2.4 Stigma Dan Dampaknya .................................................................................27
2.5 Kualitas Hidup ................................................................................................29
2.5.1 Definisi ................................................................................................... 29
2.5.2 Kegunaan Pengukuran Kualitas Hidup… .............................................. 31
2.5.3 Pengukuran Kualitas Hidup… ............................................................... 32
2.6 Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup……………………. 32
2.7 Kerangka Teori………………………………………………………… 35
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................36
3.1 Kerangka Konsep ............................................................................................36
3.2 Identifikasi Variabel ........................................................................................37
3.3 Definisi Operasional........................................................................................37
3.4 Jenis dan Rancangan .......................................................................................40
3.5 Lokasi dan Waktu............................................................................................41
3.6 Populasi dan Sampel .......................................................................................41
3.6.1 Populasi ...................................................................................................41
3.6.2 Sampel .....................................................................................................41
3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...........................................................................41
3.7.1 Kriteria Inklusi ........................................................................................41
3.7.2 Kriteria Eksklusi ......................................................................................42
3.8 Alur Penelitian dan Cara Kerja .......................................................................42
3.8.1 Alur Penelitian .........................................................................................42
3.8.2 Cara Kerja ................................................................................................... 43
3.9 Analisis Data ...................................................................................................43
3.9.1 Identifikasi Data ......................................................................................43
3.9.2 Jenis Pengolahan Data .............................................................................44
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................45
4.1 Gambaran Umum ............................................................................................45
4.1.1 Geografis .................................................................................................45
4.1.2 Luas Wilayah ..........................................................................................46
4.1.3 Kepadatan Penduduk ...............................................................................46
4.1.4 Sarana Kesehatan ....................................................................................46
4.2 Analisis Univariat ...........................................................................................47
4.2.1 Analisis Univariat Menurut Jenis Kelamin .............................................47
4.2.2 Analisis Univariat Menurut Usia .............................................................. 48
4.2.3 Analisis Univariat Menurut Penghasilan ................................................50
xv
4.2.4 Analisis Univariat Menurut Status Perkawinan ......................................51
4.2.5 Analisis Univariat Menurut Pekerjaan ....................................................52
4.2.6 Analisis Univariat Menurut Tingkat Kecacatan .....................................53
4.2.7 Analisis Univariat Menurut Tingkat Pendidikan ....................................54
4.2.8 Analisis Univariat Riwayat Penyakit Kusta Dalam Keluarga.................55
4.2.9 Analisis Univariat Menurut Percive Stigma ...........................................56
4.2.10 Analisis Univariat Menurut Kualitas Hidup .........................................56
4.3 Analisis Faktor Resiko ....................................................................................57
4.4 Analisis Bivariat ..............................................................................................57
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................67
5.1 Kesimpulan .....................................................................................................67
5.2 Saran................................................................................................................67
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................69
LAMPIRAN ..........................................................................................................77

xvi
DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 2.1 Klasifikasi Kusta Menurut WHO......................................................... 9
Tabel 2.2 Pedomman Tanda Lain Untuk Menentukan Klasifikasi Kusta ............ 9
Tabel 2.3 Fungsi Saraf Dan Kecacatan ................................................................ 17
Tabel 2.4 Klasifikasi Cacat .................................................................................. 18
Tabel 2.5 Tingkat Cacat Kusta............................................................................. 19
Tabel 3.3 Definisi Operasional............................................................................. 37
Tabel 4.2.1 Analisis Univariat Menurut Jenis Kelamin ....................................... 47
Tabel 4.2.2 Analisis Univariat Menurut Usia ......................................................... 58
Tabel 4.2.3 Analisis Univariat Menurut Penghasilan .......................................... 50
Tabel 4.2.4 Analisis Univariat Menurut Status Perkawinan ................................ 51
Tabel 4.2.5 Analisis Univariat Menurut Pekerjaan .............................................. 52
Tabel 4.2.6 Analisis Univariat Menurut Tingkat Kecacatan ............................... 53
Tabel 4.2.7 Analisis Univariat Menurut Tingkat Pendidikan .............................. 54
Tabel 4.2.8 Analisis Univariat Riwayat Penyakit Kusta Dalam Keluarga .......... 55
Tabel 4.2.9 Analisis Univariat Menurut Percive Stigma ..................................... 56
Tabel 4.2.10 Analisis Univariat Menurut Kualitas Hidup. .................................. 56
Tabel 4.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup. .......................... 58

xvii
DAFTAR SKEMA

Hal
Skema 2.1 Gangguan Fungsi Saraf Tepi ............................................................... 16
Skema 2.2 Skema Kerangka Teori ........................................................................ 35
Skema 3.1 Skema Kerangka Konsep .................................................................... 36
Skema 3.2 Skema Alur Penelitian......................................................................... 43

xviii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 4.1 Peta Wilayah Kota Kupang. .......................................................... 45

xix
DAFTAR GRAFIK

Hal
Grafik 4.2.1 Analisis Univariat Menurut Jenis Kelamin.............................. 47
Grafik 4.2.2 Analisis Univariat Menurut Usia.............................................. 49
Grafik l 4.2.3 Analisis Univariat Menurut Penghasilan................................ 50
Grafik 4.2.4 Analisis Univariat Menurut Status Perkawinan...................... 51
Grafik 4.2.5 Analisis Univariat Menurut Pekerjaan.................................... 52
Grafik 4.2.6 Analisis Univariat Menurut Tingkat Kecacatan....................... 53
Grafik 4.2.7 Analisis Univariat Menurut Tingkat Pendidikan...................... 54
Grafik 4.2.8 Analisis Univariat Riwayat Penyakit Kusta Dalam Keluarga.. 55

xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Naskah Penjelasan Dan Informasi Penelitian Kepada Subjek
Penelitian……………………...................................……………… 77

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian Setelah Mendapat


Penjelasan .......................................................................................... 79
Lampiran 3. Instrumen 1: Format Isian Penelitian…………..................................... 81
Lampiran 4. Instrumen 2: Kuisioner Penelitian………………………………......... 83
Lampiran 5. Foto Kegiatan Penelitian...................................................................... 90
Lampiran 6. Surat Penelitian..................................................................................... 92
Lampiran 7. Analisis SPSS........................................................................................ 98
Lampiran 8. Manuskrip.............................................................................................. 123

xxi
DAFTAR SINGKATAN

BTA : Basil Tahan Asam

MB : Multibasiler

MDT : Multy Drug Therapy

M. leprae : Mycobacterium leprae

PB : Pausibasiler

RFT : Release From Treatment

UPK : Unit Pelayanan Kesehatan

WHO : World Health Organizati

xxii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kusta yang juga dikenal dengan lepra atau Morbus Hansen merupakan

penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae(1). Penyakit kusta

merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang

sangat kompleks, bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial,

ekonomi, psikologis, dan budaya(2).

Dari data World Health Organization (WHO) yang dikumpulkan dari 136 negara

pada September 2016 menunjukkan angka penemuan kasus baru mencapai 210.758

kasus. Wilayah dengan angka penemuan kasus baru kusta tertinggi di dunia yaitu

Wilayah Asia Tenggara dengan temuan sebanyak 156.118 kasus. Di Indonesia sendiri

menjadi negara dengan penemuan kasus baru tertinggi ke-3 didunia dengan 17.202

kasus dibawah India dengan 127.326 kasus dan Brazil dengan 26.395 kasus(3).

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

menetapkan dua kelompok beban kusta yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi

(high endemic) jika Newly Case Detection Rate (NCDR) ≥ 10 per 100.000 penduduk

dan kusta rendah (low endemic) jika NCDR ≤ 10 per 100.000 penduduk. Di Indonesia

telah ditetapkan 33 provinsi ke dalam 2 kelompok beban kusta, yaitu provinsi dengan

beban kusta tinggi (high endemic) sebanyak 13 provinsi dan beban kusta rendah (low

endemic) sebanyak 20 provinsi. Hampir seluruh provinsi di bagian timur Indonesia

merupakan daerah dengan beban kusta tinggi(4). Nusa Tenggara Timur NCDR nya
2

sebesar 7,13 berarti masuk kriteria low endemic(5).

Penderita Kusta baru yang paling banyak terjadi di NTT menurut Profil

Kesehatan NTT, 2015 ditemukan di Kabupaten Flores Timur, dan Kota Kupang

memiliki jumlah penderita kusta dengan urutan ke-dua tertinggi di NTT. Jumlah

penderita kusta di Kota Kupang pada 2015 yaitu 60 kasus. Profil Kesehatan NTT

mencatat bahwa pada 2011-2014 dilaporkan kasus kusta mengalami peningkatan

jumlah. Pada 2011 sebanyak 343 kasus, pada 2012 menjadi 486 kasus, 2013 menurun

menjadi 430 kasus dan pada 2014 meningkat lagi menjadi 575 kasus. Sedangkan

pada 2015 mengalami penurunan menjadi 306 kasus(6).

Sebagian besar penderita kusta berasal dari golongan ekonomi lemah. Keadaan ini

turut memperburuk penanganan penyakit kusta yang seharusnya ditangani dengan

cermat. Apabila penderita tidak diobati dengan baik dan dilakukan pengawasan

secara cermat dapat menimbulkan cacat dan keadaan ini menjadi halangan bagi

penderita kusta untuk bersosialisasi dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhan

sosial(2).

Penderita kusta yang kurang memperoleh perhatian dari keluarga dan masyarakat

akan merasa rendah diri, penderita merasa malu sehingga sering kali menjadi alasan

untuk tidak menjalani pengobatan dengan teratur. Hal ini tentunya sangat merugikan

baik bagi penderita sendiri maupun keberhasilan program pemberantasan kusta di

masyarakat. Disamping itu perlu mengubah pandangan yang salah dari masyarakat

tentang penyakit kusta(2).


3

Faktor yang memberikan kontribusi terhadap tingginya kejadian kusta yaitu

perilaku masyarakat yang dapat menyebabkan terjadinya kusta seperti: tingkat

pengetahuan tentang penyakit kusta, minimnya pengetahuan dan stigma

masyarakatakan penyakit yang menyebabkan penderita terlambat berobat

sehingga menimbulkan cacat dan berpotensi menularkan kuman selanjutnya akan

mempengaruhi kualitas hidup penderita(7). Lingkungan fisik rumah yang tidak

memenuhi syarat kesehatan seperti: intensitas pencahayaan, luas ventilasi, jenis

lantai, jenis dinding, kepadatan hunian yang buruk, dimana kelembaban, dan suhu,

semakin memperparah kejadian tersebut karena lingkungan fisik dapat

menyebabkan kuman kusta bisa berkembang secara optimal dan

perkembangannya akan semakin meningkat. Seiring dengan kepadatan hunian

yang buruk, penderita akan lebih banyak kontak dengan non penderita sehingga

akan menyebabkan menularnya penyakit kusta ke anggota keluarga yang lain(7).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Joseph & Rao (1999) di Brazil

mengatakan bahwa penghasilan berhubungan dengan kualitas hidup penderita kusta

dan terdapat kolerasi positif antara status sosial ekonomi dengan skor kualitas hidup,

serta penelitian Tsutsumi (2007) yaitu penghasilan keluarga memiliki hubungan

dengan kualitas hidup penderita kusta(8). Beberapa penelitian lain yang mendukung

antara laintentang analisis kualitas hidup penderita kusta yang dilakukan di

Puskesmas Kedaung Wetan Kota Tanggerang oleh Rahayuningsi (2012) menyatakan

bahwa stigma sangat berperan penting karena berhubungan dengan kualitas hidup

penderita kusta(9).
4

1.2 Pertanyaan penelitian

Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kusta ?

1.3 Batasan masalah

Penulis melakukan penelitian mengenai hubungan penderita kusta dengan kualitas

hidup penderita kusta setelah dikontrol variabel umur, jenis kelamin, pendidikan,

penghasilan, pekerjaan, perceive stigma, cacat kust, riwayat penyakit kusta dalam

keluarga, dan status pernikahan?

1.4 Tujuan penelitian

1.4.1 Tujuan umum

Untuk menganalisis berbagai faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup

penderita kusta.

1.4.2 Tujuan khusus

1. Hubungan antara umur dengan kualitas hidup penderita kusta.

2. Hubungan antara jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita kusta.

3. Hubungan antara pendidikan dengan kualitas hidup penderita kusta.

4. Hubungan antara penghasilan dengan kualitas hidup penderita kusta.

5. Hubungan antara pekerjaan dengan kualitas hidup penderita kusta.

6. Hubungan antara perceive stigma dengan kualitas hidup penderita kusta.

7. Hubungan antara cacat kusta dengan kualitas hidup penderita kusta.

8. Hubungan antara riwayat penyakit kusta dalam keluarga dengan kualitas

hidup penderita kusta.

9. Hubungan antara status pernikahan dengan kualitas hidup penderita kusta.


5

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1 Bagi peneliti

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan peneliti

untuk mengetahui tentang penyakit kusta dan faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup penderita kusta.

1.5.2 Bagi dinas kesehatan kota Kupang

Dengan hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau

informasi kepada Puskesmas Di Kota kupang untuk merencanakan tindakan

pengendalian penyakit kusta dan memperhatikan kualitas hidup penderita

kusta dan faktor yang terkait.

1.5.3 Bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang penyakit kusta dan berbagai faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup penderita kusta, sehingga masyarakat dapat memahami peran

masyarakat dalam membantu meningkatkan kualitas hidup penderita kusta.


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Kusta

2.1.1 Definisi

Kusta yang juga dikenal dengan lepra atau morbus Hansen adalah penyakit

infeksi yang kronik dan penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang bersifat

intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa

traktus respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf

pusat(1). Selain menyebabkan kecacatan secara fisik, kusta juga dapat menimbulkan

masalah lain seperti masalah sosial, ekonomi, budaya dan psikologis(10).

2.1.2 Etiologi

Kuman penyebab lepra adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh

G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia. Mycobacterium leprae merupakan

bakteri gram positif dengan ukuran 3-8 μm x 0,5 μm dan merupakan bakteri tahan

asam dan alkohol(1).

2.1.3 Epidemiologi

Diketahui bahwa frekuensi tertinggi yakni pada kelompok usia antara 25-35

tahun. Faktor sosial ekonomi juga turut memegang peran dimana semakin rendah

kondisi sosial ekonomi seseorang maka semakin subur penyakit kusta akan

menjangkit. Namun sebaliknya, faktor sosial ekonomi yang tinggi dapat membantu

proses penyembuhan bagi mereka yang telah terjangkit penyakit kusta(11).


7

2.1.4 Cara penularan

Kuman Mycobacterium leprae menular kepada manusia melalui kontak

langsung dengan penderita (keduanya harus ada lesi baik mikroskopis rnaupun

makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui

pernapasan, bakteri kusta ini mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu 2-3

minggu, mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia. Masa inkubasi rata-rata 2-5

tahun bahkanjuga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun(12).

2.1.5 Tanda dan gejala

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2012), diagnosis

penyakit kusta ditetapkan dengan cara mengenali cardinal sign atau tanda utama

penyakit kusta yaitu:

a. Bercak pada kulit yang mengalami mati rasa: bercak dapat berwarna putih

(hypopigmentasi) atau berwarna merah (erythematous), penebalan kulit (plak

infiltrate) atau berupa nodul-nodul. Mati rasa dapat terjadi terhadap rasa raba,

suhu, dan sakit yang terjadi secara total atau sebagian.

b. Penebalan pada saraf tepi yang disertai dengan rasa nyeri dan gangguan pada

fungsi saraf yang terkena. Saraf sensorik mengalami mati rasa, saraf motorik

mengalami kelemahan otot (parese) dan kelumpuhan (paralisis), dan

gangguan pada saraf otonom berupa kulit kering dan retak-retak.

c. Pemeriksaan hapusan jaringan kulit (slit skin smear) dihasilkan yaitu bakteri

tahan asam (BTA) positif.

Penegakan diagnosis penyakit kusta harus menggunakan salah satu dari tanda-
8

tanda utama di atas dan yang menjadi diagnosis pasti yaitu ditemukannya BTA

pada jaringan kulit.Bila terdapat penderita yang ragu-ragu, penderita tersebut

harus periksa ulang setiap tiga bulan sampai diagnosis pasti diketahui.

Pada penderita kusta yang sudah sembuh atau release from treatment (RFT)

tetap ditemukan tanda-tanda utama tersebut. Oleh karena itu, anamnesis yang

teliti perlu dilakukan untuk menghindari pengobatan ulang yang tidak perlu(2).

2.1.6 Klasifikasi Kusta

Sebenarnya dikenal banyak jenis klasifikasi penyakit kusta yang cukup

menyulitkan, misalnya klasfisikasi Madrid, klasifikasi Ridley-Jopling, klasifikasi

India dan WHO. Sebagian besar penentuan klasifikasi ini didasarkan pada kekebalan

tubuh dan jumlah kuman(13).

Pada tahun 1982 sekelompok ahli WHO mengembangkan klasifikasi untuk

memudahkan pengobatan di lapangan.Dalam klasifikasi ini seluruh penderita kusta

hanya dibagi dalam 2 tipe yaitu tipe Paucibacillar (PB) dan tipe Multibacillar (MB).

Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan Basil Tahan

Asam (BTA) melalui skin smear.Dibawah ini adalah table untuk menentukan tipe

penyakit kusta(13).
9

Tabel 2.1 Pedoman utama menentukan klasifikasi atau tipe penyakit kusta menurut
WHO
Tanda Utama PB MB

Bercak kusta Jumlah 1-5 Jumlah > 5

Penebalan saraf tepi


disertai gangguan fungsi
(mati rasa dan atau
Hanya 1 saraf Lebih dari 1 saraf
kelemahan otot, di
daerah yang dipersarafi
saraf yang bersangkutan)
Kerokan jaringan kulit BTA negatif BTA positif
Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi penyakit

kusta dapat dilihat dalam table dibawah ini:

Tabel 2.2 Pedoman tanda lain untuk mnentukan klasifikasi penyakit kusta menurut

WHO

PB MB
Distribusi Unilateral atau bilateral Bilateral simetris
Permukaan bercak Kering, kasar Halus, mengkilap
Batas bercak Tegas Biasanya kurang jelas
Deformitas Proses terjadi lebih cepat Terjadi pada tahap lanjut

Ciri-ciri khas - Madarosis, hidung pelana,


wajah singa (facies leonina),
ginekomastia pada laki-laki

2.1.7 Perjalanan Klinis

Perjalanan klinik penyakit kusta merupakan suatu proses yang lambat dan

menahun sehingga seringkali penderita tidak menyadari adanya proses penyakit

didalam tubuhnya. Sebagian besar penduduk yang tinggal di daerah endemis kusta
10

pernah terinfeksi oleh kuman M. Leprae. Proses ini berjalan sangat lambat sebelum

munculnya gejala klinis yang pertama. Setelah melewati masa inkubasi yang cukup

panjang (2-5 tahun) akan muncul gejala awal(17).

Mycobacterium Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relative lebih

dingin. Sebenarnya M. Leprae memiliki patogenesis dan daya invasive yang rendah,

sebab penderita yang memiliki kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala

yang lebih berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi

dengan derajat penyakit tidak lain disebabkan oleh respon imun yang berbeda yang

mendorong timbulnya reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat

sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu penyakit kusta disebut sebagai

penyakit imunologi. Gejala-gejala klinisnya lebih sebanding dengan tingkat reaksi

selulernya daripada intensitas infeksinya(14).

2.1.8 Diagnosis dan gambaran klinis

Diagnosis penyakit kusta biasanya ditegakkan dengan ditemukannya gejala

klinis yang khas dan ditemukan BTA dari sediaan apus sayatan kulit. Dalam proses

pemberantasan Kusta, WHO menganjurkan 3 kriteria untuk diagnose kusta:

1. Ditemukannya lesi kulit yang khas disertai gangguan sensasi kulit

2. Penebalan saraf tepi predileksi

3. BTA positif dari sediaan apusan kulit

Diagnosis kusta dapat ditegakkan apabila ditemukan sedikitnya satu dari ketiga

kriteria di atas(15).
11

Beberapa penyakit biasanya menunjukkan gejala klinis yang mirip dengan

kusta sehingga perlu dipertimbangkan dalam diagnosis banding antara lain Pitriasis

Versikolon, Pitriasis Alba, Pitriasis Vulgaris, Mikrosis Superfisialis, Tuberkulosis

Kutis, dan Leukimis Kutis(16). Penyakit kusta dapat menyerang semua organ tubuh

dan menyebabkan bermacam-macam keluhan dan gejala klinik.Bentuk keluhan

penderita berfariasi mulai dari keluhan adanya kulit yang tidak berasa (anestesi), rasa

semutan (parestesi), nyeri saraf (neuralgia) ataupun oleh karena gangguan akibat

kelumpuhan otot intrinsik pada tangan dan kaki.

Kelainan kulit bias berupa bercak yang mati rasa, penebalan kulit (papul atau

plakat), penonjolan kulit (nodula) maupun ulkus. Pada saraf tepi biasanya timbul

penebalan saraf yang bias disertai peradangan (neuritis). Peradangan saraf yang akut

dapat berakibat kelumpuhan dari otot-otot yang disarafinya. Pada tipe lepromatosa,

akibat invasi kuman serta peradangan menahun di banyak organ, bias ditemukan

gejala klinik antara lain penebalan cuping telinga, saddle nose, facies leonine,

ginekomasti dan orkitis(17).

2.1.9 Dampak Kusta

a. Bagi penderita kusta

Penyakit kusta akan berdampak kepada penderita kusta dari berbagai aspek

dan juga berakibat pada kualitas hidup yang semakin menurun(18).

1) Fisik

Aspek fisik penyakit kusta akan berdampak pada lesi di kulit dan kecacatan

tubuh penderita. Mycobacterium leprae sebagai bakteri penyebab penyakit kusta


12

dapat mengakibatkan kerusakan saraf sensori, otonom, dan motorik. Pada saraf

sensori akan terjadi anastesi sehingga terjadi luka tusuk, luka sayat, dan luka

bakar. Pada saraf otonom akan terjadi kekeringan kulit yang dapat mengakibatkan

kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder. Pada saraf motorik

akan terjadi paralisis sehingga terjadi deformitas sendi pada penderita kusta(10).

2) Psikologis

Penelitian Tsutsumi (2003) mendapatkan hasil bahwa ada hubungan antara

stigma yang dirasakan oleh penderita kusta dengan gangguan depresi pada

penderita kusta dengan nilai P sebesar 0,001. Sebagian besar penderita kusta yang

tidak bisa menerima keadaan cacat tubuhnya akibat penyakit kusta mengalami

kecemasan, keputusasaan dan perasaan depresi(19).

3) Ekonomi

Kemiskinan adalah salah satu dampak dari penyakit kusta yang begitu besar.

Perilaku penderita kusta cenderung negatif, diantaranya penderita kusta banyak

yang menjadi pengemis dan pengangguran.Pengemis adalah pekerjaan utama

mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penelitian juga menunjukkan

bahwa penderita kusta yang menjadi pengemis akan berpotensi sebagai reservoir

penularan infeksi penyakit kusta(20).

4) Sosial

Penelitian di Cina yang memfokuskan pada masalah sosial menunjukkan

bahwa penderita kusta sering terisolasi dari masyarakat, hidup sendiri, dan

memiliki kesulitan dalam melakukan perawatan diri, aktivitas sehari-hari,


13

penurunan produktivitas dan partisipasi sosial(19).

b. Bagi keluarga

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006) menyatakan bahwa

penyakit kusta akan berdampak pada kelangsungan hidup keluarga. Dampak yang

muncul dalam keluarga diantaranya keluarga panik saat salah satu anggota

keluarga mendapat diagnosa kusta, berusaha untuk mencari pertolongan ke dukun,

keluarga takut akan tertular penyakit kusta sehingga tidak jarang penderita kusta

diusir dari rumah, keluarga takut diasingkan oleh masyarakat dan jika anggota

keluarga yang menderita kusta adalah kepala keluarga akan berdampak pada sosial

ekonomi keluarga tersebut. Dampak yang dirasakan oleh keluarga akan

mempengaruhi keluarga dalam memberikan perawatan kepada penderita kusta.

c. Bagi masyarakat

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006)menyatakan bahwa selain

berdampak pada keluarga, kusta juga akan berdampak pada lingkungan

masyarakat sekitar tempat tinggal penderita kusta. Dampak yang muncul yaitu

masyarakat merasa jijik dan takut terhadap penderita kusta, masyarakat menjauhi

penderita kusta dan keluarganya, dan masyarakat merasa terganggu dengan adanya

penderita kusta sehingga berusaha untuk menyingkirkan dan mengisolasi penderita

kusta.

Berdasarkan pada pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dampak yang

ditimbulkan akibat penyakit kusta sangat komplek, baik bagi penderita kusta,

keluarga maupun masyarakat. Hal ini akan memicu timbulnya stress dan gangguan
14

depresi pada penderita kusta.

2.2 Kecacatan Kusta


2.2.1 Definisi

Kecacatan kusta adalah keadaan abnormal dari segi fisik maupun fungsional

tubuh serta hilangnya beberapa struktur dan fungsi tubuh yang diakibatkan oleh

penyakit kusta(21).

2.2.2 Faktor risiko terjadinya kecacatan(22)

a. Faktor yang berhubungan dengan penderita

 Usia

 Jenis Kelamin

 Pengetahuan

 Personal hygene

b. Faktor yang berhubungan dengan penyakit

 Lamanya menderita sakit

 Tipe penyakitnya

 Saraf perifer yang diserang

 Reaksi Kusta

c. Faktor lainnya

 Pengobatan

 Pekerjaan

 Terlambat diagnosis
15

2.2.3 Proses Terjadinya Cacat Kusta

Mansjoer menyatakan bahwa cacat merupakan komplikasi yang paling dapat

terjadi pada pasien kusta yang merupakan akibat dari kerusakan saraf tepi maupun

neuritis sewaktu terjadi reaksi Kusta. Menurut Departemen Kesehatan Republik

Indonesia menduga kecacatan tersebut karena dua proses yaitu(17) :

1. Infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ fungsi saraf

mempunyai tiga fungsi yaitu motorik, sensorik dan otonom. Kecacatan

tergantung komponen saraf mana yang terkena.

2. Melalui reaksi kusta

Secara umum fungsi saraf dikenal ada 3 macam fungsi saraf, yaitu fungsi

motoric memberikan kekuatan otot pada, fungsi sensorik memberi sensasi

raba, dan fungsi otonom mengurus kelenjar keringat dan kelenjar

minyak.Kencacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang

terkena.Apakah sensoris, motoris, otonom, maupun kombinasi dari ketiganya.


16

Berikut adalah adalah gabaran yang menggambarkan proses terjadinya

kecacatan akibat kerusakan dari fungsi saraf.

Bagan 2.1 Gangguan fungsi saraf tepi

Otonom
Sensorik Motorik

Anestesi Gangguan kelenjar


Kelemahan keringat, kelenjar
(Mati rasa) minyak aliran darah

Tangan atau Mata tidak Kulit kering


Tangan Kornea mati
kaki lemah bisa dan pecah-
atau kaki rasa, reflex
atau lumpuh berkedip pecah
mati rasa kedip
berkurang

Infeksi Luka
Luka Jari-jari
Infeksi
bengkok
atau kaku
Buta Infeksi
Mutilasi Buta
atau Mutilasi
absorbsi atau
absorbsi

Sesuai dengan patogenesisnya, susunan saraf yang terkena akibat penyakitan

ini adalah susunan saraf perifer, khususnya beberapa saraf berikut: saraf facialis,

radialis, ulnaris, medianus, lateralis (peroneus communis) dan tibialis posterior.

Kerusakan fungsi sensoris, motoris maupun otonom dari saraf-saraf tersebut


17

secaraspesifik memperlihatkan gambaran kecacatan yang khas. Berikut adalah tabel

yang memperlihatkan kecacatan karena terganggunya fungsi saraf tersebut(23).

Tabel 2.3 Fungsi saraf dan kecacatan


Syaraf Motorik Sensorik Otonom
Facialis Kelopak mata -
tidak menutup
Ulnaris Jari manis dan Jari manis dan
kelingking lemah kelingking lemah Kekeringan dan kulit retak
atau lumpuh atau atau lumpuh atau akibat kerusakan
kitting kitting kelenjar keringat dan
Medianus Ibu jari, telunjuk, Mati rasa telapak minyak, serta aliran darah
dan jari tengah tangan bagian ibu Ulnaris
lemah atau lumpuh jari, jari telunjuk,
atau kitting dan jari tengah
Radialis Tangan lunglai -
Peroneus Kaki semper -
Tibialis Jari kaki kitting Mati rasa telapak
posterior kaki

2.2.4 Klasifikasi Cacat

WHO Expert Committee on Leprosy membuat klasifikasi cacat pada tangan,

kaki dan mata bagi penderita kusta sebagai berikut:


18

Tabel 2.4. Klasifikasi cacat


Cacat pada tangan dan kaki
Tingkat 0 : Tidak ada gangguan sensibilitas, tidak ada kerusakan atau deformita
yang terlihat.
Tingkat 1 : Ada gangguan sensibilitas, tanpa kerusakan atau deformitas yan
terlihat.
Tingkat 2 : Terdapat kerusakan atau deformitas (misalnya drop wrist, claw han
claw toes, drop foot)
Cacat pada mata
Tingkat 0 : Tidak ada kelainan atau kerusakan pada mata (termasuk visus)
Tingkat 1 : Ada kelainan atau kerusakan pada mata, tetapi tidak terlihat, visu
sedikit berkurang
Tingkat 2 : Ada kelainan mata yang terlihat (misalnya lagophtalmus, iriti
kekeruhan kornea) dan atau visus sangat terganggu.
2.2.5 Derajat Cacat Kusta

Terjadinya cacat pada penderita kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi

syaraf tepi, baik karena kuman kusta mupun karena terjadinya peradangan (neuritis)

sewaktu keadaan reaksi kusta, kerusakan tersebut meliputi(24):

1. Kerusakan fungsi sensorik

Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang atau mati

rasa (anastesi). Akibat kurang atau mati rasa pada telapak tangan dan kaki

dapat terjadi luka. Sedangkan pada kornea mata akan mengakibatkan

kurang atau hilangnya reflek kedip sehingga mata mudah kemasukan

kotoran, benda-benda asing yang dapat menyebabkan infeksi mata dan

akibatnya kebutaan.

2. Kerusakan fungsi motorik


19

Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah atau lumpuh dan

lama-kelamaan ototnya mengecil (atrofi) oleh karena tidak dipergunakan.

Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok (claw hand atau claw toes) dan

akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendinya. Bila terjadi kelemahan

atau kekakuan pada mata, kelopak mata tidak dapat dirapatkan

(lagoptalmus).

3. Kerusakan fungsi otonom

Terjadinya gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan

sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan

akhirnya dapat pecah-pecah. Pada umumnya apabila akibat kerusakan

fungsi saraf tidak ditangani secara tepat dan cepat maka akan terjadi ke

tingkat yang lebih berat.

Table 2.5 Tingkat Kecacatan Penderita Kusta


Tingkat Mata Tangan atau Kaki
0 Tidak ada kelainan pada mata Tidak ada anastesi, tidak ada cacat
akibat kusta, pengelihatan masih yang kelihatan akibat kusta
normal
1 Ada kelainan mata akibat kusta. Ada anastesi tetapi tidak ada cacat
Pengelihatan kurang terang (masih atau ada cacat atau kerusakan yang
dapat meghitung jari pada jarak 6 kelihatan
meter)
2 Pengelihatan sangat kurang (tidak Biasanya kurang jelas
dapat menghitung jari pada jarak 6
meter)

2.2.6 Upaya Pencegahan Cacat

Upaya pencegahan jauh lebih baik dan lebih ekonomis jika dibandingkan

dengan upaya penanggulangan dalam hal penyakit apapun, terutama pada penyakit
20

kusta. Kita ketahui bahwa penyakit kusta identik dengan kecacatan, oleh karena itu

perlu dilakukan upaya pencegahan agar tidak menimbulkan kecacatan. Hal ini

bertujuan agar tidak menambah stress psikis pada penderita. Upaya pencegahan ini

harus dilakukan sedini mungkin, baik dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh

penderita itu sendiri dan pihak keluarganya. Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam

upaya pencegahan cacat primer antara lain(25) :

a. Diagnosis dini

b. Pengobatan secara teratur dan adekuat

c. Diagnosis dini dan penatakalaksanaan neuritis, termasuk silent neuritis

d. Diagnosis dini dan penatalaksanaan reaksi

Menurut Sjamsoe-daili (2003) tujuan-tujuan dilakukannya pencegahan cacat

pada kusta, antara lain(26) :

a. Mencegah timbulnya cacat (disability atau deformitas) pada saat

diagnosis kusta ditegakkan dan diobati. Untuk tujan ini diagnosis dini dan

terapi yang rasional perlu ditegakkan dengan cepat dan tepat.

b. Mencegah agar cacat yang telah terjadi tidak menjadi lebih berat.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan dilakukannya berbagai cara,

antara lain :

1) Melindungi dan menjaga tangan yang anestesi (mungkin pula yang

telah cacat)

2) Melindungi dan menjaga kaki yang anestesi (mungkin pula telah

cacat)
21

3) Melindungi mata dari kerusakan dan menjaga penglihatan

4) Menjaga fungsi saraf.

c. Menjaga agar cacat tidak kambuh lagi. Pencegahan terjadinya transisi

dari disability ke handicap dapat dilakukan antara lain dengan

penyuluhan, adaptasi sosial, dan latihan. Terdapat beberapa langkah yang

perlu dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut yakni dengan

melakukan pencatatan data dasar setiap pasien pada waktu registrasi.

Untuk itu telah disediakan lembaran pencatatan pencegahan cacat

yang perlu diisi dengan cermat. Menurut Rahayuningsih, pemeriksaan

yang perlu dilakukan pada penderita antara lain(23):

1) Pemeriksaan mata, yakni pemeriksaan yang dilakukan dengan

tujuan untuk melihat apakah mata penderita bisa berkedip secara

teratur atau ada salah satu mata yang berkedip terlambat, serta

pemeriksaan visus berkurang atau tidak.

2) Pemeriksaan tangan, yakni pemeriksaan yang dilakukan dengan

memeriksa nyeri tekan pada saraf yang dapat dilihat dari raut

muka penderita. Saraf ulnaris dapat diraba di atas siku bagian

dalam, kekuatan otot dan rasa raba.

3) Pemeriksaan kaki, yakni pemeriksaan yang meliputi pemeriksaan

nyeri tekan pada saraf, kekuatan otot dan rasa raba. Berdasarkan

hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilakukan tindakan :


22

a) Menentukan apakah penderita sedang dalam keadaan

reaksi berat yang perlu diobati dengan prednisone.

Menentukan dan mengobati reaksi berat sedini mungkin

merupakan salah satu aspek pencegahan yang terpenting.

b) Bila penderita dengan reaksi berat tidak ditangani dengan

cepat dan tepat, kemungkinan besar akan timbul cacat yang

menetap.

c) Mengajarkan cara merawat diri kepada penderita dengan

cacat yang sudah menetap. Perlu dijelaskan pada penderita

bahwa cacat yang menetap tidak dapat disembuhkan lagi

karena sudah terlambat, namun perlu dilakukan upaya

untuk mencegah kecacatan bertambah berat dengan

melakukan perawatan terhadap diri sendiri.

2.3 Penatalaksanaan Dan Pengobatan

2.3.1 Penatalaksanaan

Tatalaksana dalam pemberantasan Kusta dibagi menjadi dua yaitu(27):

a. Upaya pencegahan

1. Promosi kesehatan tentang pencegahan Kusta pada individu yang belum

terkena Kusta. Pemberian informasi kepada pasien agar berobat secara

teratur agar tidak menularkan ke orang lain.

2. Melakukan pencarian pasien secara aktif.

3. Melakukan imunisasi Bacillus Calmette Guerin (BCG)


23

b. Pengawasan pasien, kontak, dan lingkungan sekitarnya

1. Isolasi pasien kusta sudah tidak diperlukan lagi jika sudah dianggap tidak

menular lagi.

2. Pembersihan terhadap lubang hidung pasien Kusta yang menular.

3. Pemeriksaan secara intensif terhadap kontak dari pasien Kusta secara dini.

4. Pengobatan spesifik dengan pemberian Multi Drug Therapy dengan

kombinasi rimfapin, clofasmine, dan dapsone (DDS).

5. Kerjasama lintas program dan lintas sektoral, meningkatkan keterampilan

petugas, peningkatan perawatan diri pada pasien kusta.

2.3.2 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis meliputi(28):

1. Anamnesis

Ditanyakan secara lengkap mengenai riwayat penyakitnya.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Perhatikan setiap bercak (makula), bintil-bintil (nodulus),

jaringat parut, kulit yang keriput dan setiap penebalan kulit.

b) Pemeriksaan rasa raba pada kelainan kulit

c) Pemeriksaan saraf tepi

Pemeriksaan dilakukan pada saraf tepi yang paling

sering terlibat dalam penyakit kusta, dan dapat diraba, seperti


24

saraf ulnaris, saraf peroneus communis (poplitea lateralis),

saraf tibialis posterior, saraf facialis, saraf auricularis magnus,

saraf radialis dan saraf medianus.

2.3.3 Pengobatan (Multy Drug Theraph atau MDT)

1. DDS (Diamino Diphenil Sulfonatau Dapson)

Dapson bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhan kuman

kusta. Dapson mempunyai efek samping berupa alergi (manifestasi

kulit), anemia hemolitik, gangguan saluran pencernaan (mual, muntah,

tidak nafsu makan), gangguan persarafan (neuropati perifer, vertigo, sakit

kepala, mata kabur).

2. Clofazimin

Clofazimin bersifat bakteriostatik dengan efek samping yaitu perubahan

warna kulit menjadi ungu sampai kehitaman, gangguan pencernaan

berupa mual, muntah, diare dan nyeri lambung.

3. Rifampisin

Rifampisin bersifat bakterisid atau membunuh kuman kusta, 99 %

kuman kusta mati dalam satu kali pemberian. Efek samping yang

mungkin terjadi setelah pemberian rifampisin yaitu kerusakan hati,

gangguan fungsi hati, air seni warna merah dan munculnya gejala

influensa.
25

4. Vitamin

Sulfas ferros, untuk penderita yang anemia berat. Vitamin A, untuk

penderita dengan kulit bersisik (iktiosis).

2.3.4 Regimen Pengobatan MDT

Regimen pengobatan multi drug therapy (MDT) dipergunakan di

Indonesia, regimen ini berdasarkan rekomendasi WHO, yaitu(29) :

a. Penderita pausi basiler (PB)

1. Penderita PB lesi 1

Diberi dosis tunggal ROM (rifampisin, ofloxacin dan

minosiklin).

Dewasa 50-70 kg : rifampisin 600 mg, ofloxacin 400 mg dan

minosiklin 100 mg.

Anak 5-14 tahun : rifampisin 300 mg, ofloxacin 200 mg dan

minosiklin 50 mg. Pemberian pengobatan hanya sekali saja dan

penderita digolongkan dalam kelompok RFT (release from

tretment). Dalam program kusta di Indonesia, regimen ROM ini

tidak dipergunakan, penderita PB dengan 1 lesi diobati seperti

pada PB dengan 2-5 lesi.


26

2. Penderita PB lesi 2-5

Dewasa : rifampisin 600 mg, dapson 100 mg (diminum hari

pertama di depan petugas) dan dapson 100 mg

(diminum di rumah hari 2-28) .

Lama pengobatan : 6-9 bulan (6 blister)

b. Penderita multi basiler (MB)

Dewasa : rifampisin 600 mg, clofazimin 300 mg, dapson 100

mg (diminum hari pertama di depan petugas) dan clofazimin 50 mg,

dapson 100 mg (diminum di rumah hari 2-28).

Lama pengobatan : 12-18 bulan (12 blister)

Sedangkan anak dibawah 10 tahun, dosis MDT diberikan

berdasarkan berat badan, yaitu : rifampisin 10-15 mg/kg BB,

dapson 1-2 mg/kg BB dan clofazimin 1 mg/kg BB.

Penderita yang telah menyelesaikan regimen pengobatan

disebut RFT (release from treatment). Setelah RFT penderita tetap

dilakukan pengamatan secara pasif yaitu tipe kusta PB selama 2

tahun dan tipe kusta MB selama 5 tahun. Penderita kusta yang telah

melewati masa pengamatan setelah RFT disebut RFC (release from

control) atau bebas dari pengamatan.

2.3.5 Pemeriksaan Biologis


27

Slit skin smear atau skin smear atau kerokan jaringan kulit adalah pemeriksaan

sediaan yang diperoleh lewat irisan dan kerokan kecil pada kulit yang kemudian

diberi pewarnaa tahan asam untuk melihat Mycobacterium leprae. Pemeriksaan ini

beberapa tahun terakhir tidak diwajibkan dalam program nasional. Namun demikian

menurut penelitian, pemeriksaan skin smear banyak berguna untuk mempercepat

penegakan diagnosis, karena sekitar 7-10% pasien yang dengan lesi pausibasiler,

merupakan pasien multibasiler dini(32).

Pada pasien yang meragukan harus dilakukan pemeriksaan kerokan jaringan

kulit.Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas terlatih. Karena cara pewarnaan yang

sama dengan pemeriksaan TB, maka pemeriksaan dapat dilakukan di Puskesmas

Rujukan Mikroskopis (PRM) yang memiliki tenaga serta fasilitas untuk pemeriksaan

BTA(32).

2.4 Stigma Dan Dampaknya

Stigma dapat diartikan sebagai identitas yang hilang karena bagi seseorang

stigma dapat menyebabkan kehilangan identitas diri sejatinya. Seorang yang dicap

kusta biasanya akan mendapat konsekuensi negatif dari lingkungan sosialnya, baik

terhadap diri sendiri maupun bagi keluarganya. Stigma dapat membuat seseorang

tidak dihargai lingkungan sosialnya atau membuat individu tersebut lebih rendah

stratanya dalam masyarakat. Stigma terhadap kusta akan mendominasi persepsi yang

ada di masyarakat tentang penyakit kusta dan bagaimana mereka harus

memperlakukan seseorang yang dicap kusta di tengah masyarakat(30).


28

Goffman mendefinisikan stigma sebagai suatu atribut yang sangat

mendiskreditkan, dan seseorang yang mendapatkan stigma adalah seseorang yang

tidak diterima dan tidak mendapatkan penghormatan, hak dan penerimaan dari

komunitasnya, atau seseorang yang tidak diterima secara sosial(31).

Enacted stigma atau stigma yang didapat dari luar diri si penderita adalah

diskriminasi, penolakan, penghilangan pekerjaan, pelecehan fisik, dan perceraian

paksa yang didapatkan seseorang dari lingkungannya oleh karena sesuatu yang

diderita atau kondisi tertentu yang dialaminya(30).

Bidang kehidupan penting yang biasanya dipengaruhi oleh enacted

stigmaadalah harga diri, status sosial, kesempatan kerja, hubungan kekeluargaan,

dan persahabatan. Enacted stigma tidak hanya dilakukan terhadap penderita kusta tapi

juga terhadap keluarganya, terlebih keluarga penderita yangcacat. Sebuah studi

menyatakan bahwa keluarga penderita dengan kecacatan akan mengalami problem

sosial 10 kali lebih tinggi daripada keluarga penderita tanpa kecacatan(32).

Percived stigma atau stigma yang berasal dari dalam diri penderita adalah

ketakutan dan kekhawatiran akan diskriminasi, penolakan, kehilangan pekerjaan,

pelecehan fisik, dan perceraian paksa yang dirasakan seseorang oleh karena sesuatu

yang diderita atau kondisi tertentu yang dialaminya. Percived stigma merupakan

fenomena yang dampaknya luas, dimana dapat mengganggu kehidupan seseorang.

Percived stigma dapat menyebabkan stress emosional, kecemasan, depresi, usaha

bunuh diri, isolasi, masalah pada hubungan keluarga, dan persahabatan(32).


29

Stigma kusta juga merupakan faktor yang menyebabkan keterlambatan

penderita mendapatkan pengobatan. Hal ini disebabkan karena penderita kusta sering

menyembunyikan keadaan sebagai penderita kusta dan enggan untuk berobat ke

pelayanan kesehatan secara teratur. Keadaan ini tidak menunjang proses pengobatan

dan kesembuhan, sebaliknya akan memperbesar risiko munculnya cacat bagi

penderita itu sendiri. Stigma yang terjadi di masyarakat banyak dipengaruhi oleh

berbagai kepercayaan dan informasi yang salah tentang penyakit kusta sehingga

mempengaruhi sikap dan perlakuan masyarakat secara negatif terhadap penderita

kusta(31).

Beberapa bidang kehidupan yang dapat dipengaruhi oleh stigma menurut

terminologi ICF-WHO (International Classification of Functioning disability and

health adalah dalam bidang belajar dan mengapilkasikan ilmu, mengerjakan tugas

pokok dan kebutuhan, komunikasi, mobilitas, mengurus diri sendiri, kehidupan

dalam rumah tangga, hubungan dan interaksi dengan orang lain, kebutuhan utama,

dan kehidupan umum dan sosial(32).

2.5 Kualitas Hidup

2.5.1 Definisi

World Health Organization (WHO) mendefenisikan kualitas hidup sebagai

persepsi individu mengenai posisi mereka dalam kehidupan dilihat dari konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal serta hubungannya dengan tujuan,

harapan, standar, dan hal-hal lain yang menjadi perhatian individu tersebut.
30

Berdasarkan definisi Calman mengatakan bahwa kualitas hidup ditentukan oleh

persepsi individual mengenai kondisi kehidupannya saat ini(33).

Definisi kualitas hidup yang lain oleh Oksuz dan Malhan (2006) adalah

sebagai perasaan utuh (overal sense) kesejahteraan seseorang dan meliputi aspek

kebahagiaan dan kepuasan hidup secara keseluruhan. Kualitas hidup sangat luas dan

lebih bersifat subyektif daripada spesifik dan obyektif. Karena itu kualitas hidup

sering juga disebut status kesehatan subyektif, status fungsional dan health related

quality of life(31).

Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup adalah pandangan

subyektif seseorang terhadap kehidupannya terkait nilai, harapan, standar dan tujuan

hidup yang berpengaruh terhadap kemampuan fisik, psikologi, hubungan sosial dan

lingkungannya. Aspek yang dilihat dalam pengukuran kualitas hidup adalah aspek

subyektif, eksistential atau kepentingan dan obyektif(34):

1. Aspek Subyektif adalah bagaimana seseorang merasa seberapa baik

kehidupan yang dijalaninya sekarang. Setiap individu menilai sendiri

pandangan, perasaan dan pendapat atau gagasan yang adapada

dirinya. Misalnya kepuasan terhadap kehidupan seperti kebahagiaan

yang merupakan refleksi subyektifitas dari kualitas hidupnya.

2. Aspek eksistensi atau kepentingan adalah bagaimana kehidupan yang

baikdari seseorang pada tingkatan yang dalam. Hal ini dapat

diasumsikan bahwa individu lahir dengan pembawaan atau kodrat


31

yang patut dihormati, sehingga setiap individu dapat hidup dalam

keharmonisan. Kita dapat berpikir bahwa setiap kebutuhan biologis

kita harus dapat terpenuhi, oleh karena itu faktor yang mendukung

seperti kondisi yang ada harus optimal. Atau setiap individu harus

hidup dalam kehidupan yang sesuai dengan idealisme kepercayaan

dankeyakinan yang diikutinya sebagimana adanya.

3. Aspek obyektif berkaitan dengan data atau kondisi kehidupan yang

sebenarnya dari berbagai aspek kehidupan, hal ini merupakan

bagaimana kehidupan seseorang dirasakan oleh dunia luar. Pandangan

inidipengaruhi oleh budaya setempat dimana individu tersebut berada.

Para ahli berpendapat bahwa pengukuran kualitas hidup harus

berpusat pada perspektif subyektif individu mengenai kualitas hidup

dari kehidupannya.

2.5.2 Kegunaan Pengukuran Kualitas Hidup

Kualitas hidup diakui sebagai kriteria penting dalam penilaian hasil medis dari

pengobatan penyakit kronis seperti pada penyakit kusta. Persepsi individu tentang

dampak dan kepuasan tentang derajat kesehatan dan keterbatasannya menjadi penting

sebagai evaluasi akhir terhadap pengobatan(35).

WHOQOL dapat dipergunakan dalam berbagai kepentingan diantaranya

dalam praktik kedokteran, meningkatkan hubungan antara pasien dengan dokter,

mengevaluasi efektivitas dari berbagai terapi yang berbeda, evaluasi pelayanan

kesehatan, dalam penelitian, maupun pembuatan kebijakan(35).


32

2.5.3 Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup bersifat subyektif yang menggambarkan keadaan

perasaan seseorang terhadap dirinya, baik dari orang yang menderita penyakit tertentu

maupun orang sehat dalam berbagai dimensi yang berbeda-beda dan jumlah item

yang juga berbeda(36).

Instrumen untuk mengukur kualitas hidup yang dipakai dalam penelitian ini

diambil dari WHO(The World Health Organization’s Quality of life- bref atau

WHOQOL-BREF) yang terdiri dari 2 bagian yaitu kualitas hidup secara keseluruhan

dan kualitas kesehatan secara umum. WHOQOL-BREF terdiri dari 26 butir

pertanyaan(37).

Tiap item menggunakan 5 skala respon dimana makin tinggi skor menunjukan

makin baiknya kualitas hidup. Kuisioner WHOQOL versi pendek ini telah diterima

secara luas diberbagai belahan dunia dan dapat menjadi alat ukur yang valid dan

reliabel(37).

2.6 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Hidup Penderita Kusta

1. Umur

Penelitian Mankar (2011) menunjukkan responden paling banyak berumur 51-

80 tahun, yaitu sebesar 47,05% akan tetapi penelitian Tsutsumi (2007)

menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara faktor umur dengan

penurunan kualitas hidup pasien kusta(38).


33

2. Jenis kelamin

Joseph & Rao (2009) menyebutkan bahwa wanita memiliki skor kualitas

hidup lebih tinggi dari laki-laki di hampir setiap domain.Sedangkan

penelitian Tsutsumi (2007) menujukkan hasil yang berbeda yaitu jenis

kelamin tidak berhubungan dengan penurunan kualitas hidup penderita

kusta(8).

3. Terdapat korelasi positif antara status sosial ekonomi dengan skor kualitas

hidup (Joseph & Rao, 1999). Penghasilan keluarga dalam setahun memiliki

hubungan dengan penurunan kualitas hidup pasien kusta(39).

4. Pendidikan

Lama mengeyam pendidikan dalam tahun berhubungan dengan penurunan

kualitas hidup penderita kusta menurut Tsutsumi(39).

5. Status pernikahan

Dapat dipahami bahwa secara umum orang yang sudah menikah memiliki

support sistem dan hubungan sosial lebih baik sehingga dapat mempengaruhi

kualitas hidupnya, akan tetapi pada penelitian Mankar (2011) ditemukan

bahwa 80% populasi pada kasus maupun kontrol adalah menikah, sehingga

pada penelitian ini penyakit kusta tidak menghalangi penderitanya untuk

menikah(38).

6. Stigma Masyarakat
34

Terdapat sikap negatif terhadap penderita kusta dimasyarakat.67,24%

kelompok kontrol mengatakan bahwa pasien kusta seharusnya diisolasi dan

terbukti secara signifikan yaitu p value 0,002.(38) Penelitian Tsutsumi (2007)

menunjukkan hubungan yang erat antara perceive stigma dengan penurunan

kualitas hidup pasien kusta(39).


35

2.7 Kerangka Teori

Bagan 2.2 Kerangka Teori

Agent :
 Percve Stigmaa
Mycobacterium  Lingkungan fisik
leprae (pencahayaan,
ventilasi, jenis
dinding, jenis
Host: lantai, kepadatan
hunian, suhu,
 Umur
kelembapan)
 Jenis Kelamin
 pendidikan
Terinfeksi Tidak
 Pekerjaan Terinfeksi
 Penghasilan
 Status pernikahan
 Reaksi kusta
 Cacat kusta Kualitas
Kusta Depresi
 Riwayat penyakit Hidup
dalam keluarga

 Kepatuhan
minum obat
PB MB  Lamanya
menderita kusta

MDT Reaksi Cacat


kusta Kusta

Sumber: Modifikasi(1),(10),(14),(38),(39)
36

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Mycobacterium

leprae

 Umur
 Jenis Kelamin
 pendidikan
 Pekerjaan
 Penghasilan Kualitas hidup
 Status penderita kusta
pernikahan
 Cacat kusta
 Riwayat
penyakit dalam
keluarga

Reaksi kusta

= Yang Diteliti

= Tidak Diteliti
37

3.2 Identifikasi Variabel

3.2.1 Variabel bebas : Jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

percive Stigma, status pernikahan, cacat kusta, Riwayat

penyakit kusta dalam keluarga.

3.2.2 Variabel Terikat : Kualitas hidup penderita kusta.

3.2.3 Variabel Perancu : Reaksi kusta.

3.3 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara pengukuran Hasil Ukur Skala


Operasional dan alat ukur
1 Kualitas Kualitas hidup Pengukuran Skor kualitas Ratio
hidup adalah persepsi dilakukan melalui hidup (1-100)
penderita individu tentang wawancara dengan Semakin besar
kusta kehidupannya, meggunakan skor maka
dalam konteks kuisioner semakin tinggi
kebudayaan dan WHOQOL-BREF kualitas hidup
norma kehidupan
dan hubungan
dengan tujuan,
harapan, standar
dan perhatian
mereka.

2 Jenis Karakteristik biologi Dengan melihat 0= perempuan Nominal


kelamin responden yang penampilan fisik 1= Laki-laki
ditunjukkan dari Responden
penampilan luar
3 Umur Lama waktu hidup Dengan wawancara 0=Remaja (<18) Ordinal
sejak dilahirkan dan Kuisioner 1= Usia Dewasa
(KBBI). (18-45)
2=Usia Tua
(>45)
38

4 Tingkat Tahap pendidikan Alat ukur 0=Tidak tamat Nominal


Pendidikan yang berkelanjutan menggunakan SMP
yang ditetapkan lembar kuesioner 1= Tamat SMP
berdasarkan tingkat
perkembangan
peserta didik, tingkat
kerumitan bahan
pengajaran dan cara
menyajikan bahan
pengajaran.
Pendidikan
persekolahan yang
mencakup berbagai
jenjang pendidikan
SD,SMP dan
SMA/SMK.
5 Pekerjaan Kegiatan yang Wawancara dan 0= tidak bekerja Nominal
dilakukan penderita kuisioner 1= bekerja
dengan tujuan
mendapatkan
imbalan ekonomi
ataupun tidak

6 Penghasilan Jumlah pendapatan Wawancara dan 0= Di bawah Nominal


yang dihasilkan oleh kuisioner UMR (≤ Rp
responden setiap 1.650.000)
bulan dalam rupiah 1= Di atas UMR
(≥ Rp
1.650.000)

7 Perceive Perceive atau Felt Dengan Skor perceived Ratio


Stigma stigma adalah stigma menanyakan pada stigma
yang berasal dari responden (0-50)
dalam diri penderita, berdasarkan skala Semakin besar
yaitu perasaan yang paling skor
ketakutan dan mewakili perasaan menunjukkan
kekhawatiran akan yang dialami akibat semakin
diskriminasi, penyakit besar stigma
penolakan, kusta sebagai yang
kehilangan berikut : dimiliki
39

pekerjaan, pelecehan 1.
fisik, dan perceraian Ketakutan/kekhawa
paksa yang tiran akan
dirasakan seseorang diskrimasi
oleh karena (pembedaan
sesuatu yang diderita perlakuan)
atau kondisi tertentu 2. Penolakan oleh
yang dialaminya lingkungan
yaitu penyakit kusta. 3. Kehilangan
pekerjaan
4. Pelecehan/dihina
fisiknya
5. Terpaksa
berpisah dengan
Pasangan
8 Status Status perkawinan Menanyakan Dikelompokkan Nominal
pernikahan adalah status pasien kepada penderita menjadi
kusta berdasarkan apakah sudah 0= Tidak
riwayat pernikahan, menikah atau menikah
sesuai yang tercatat belum menikan 1= Menikah
pada rekam medis
9 Riwayat Riwayat penyakit Menanyakan 0= Tidak ada Nominal
penyakit kusta dalam keluarga kepada penderita riwayat keluarga
kusta dalam adalah untuk apakah ada riwayat 1= Ada riwayat
keluarga mengetahui apakah penyakit yang sama keluarga
Ada riwayat dalam keluarga
penyakit kusta dalam
keluarga

10 Cacat kusta Tingkat cacat yang Pemeriksaan 1. Cacat Ordinal


disandang penderita kecacatan yang Tingkat 0
pada saat dilakukan dilakukan oleh 2. Cacat tingkat
pemeriksaan. peneliti dan 1
 Tingkat 0 : disesuaikan dengan 3. Cacat tingkat
Tidak ada rekam medis 2
gangguan penderita di
sensibilitas, tidak beberapa
ada kerusakan Puskesmas Kota
atau sensibilitas Kupang yang
yang terlihat pada didasarkan pada
kaki, tangan, dan klasifikasi tingkat
tidak ada kecacatan menurut
40

kerusakan pada kriteria WHO.


mata, termasuk
visus.
 Tingkat 1 :
Ada gangguan
sensibilitas, tanpa
kerusakan atau
deformitas yang
terlihat pada kaki,
tangan, dan ada
kelainan atau
kerusakan pada
mata tetapi tidak
terlihat, visus
sedikit berkurang.
 Tingkat 2 :
Terdapat
kerusakan atau
deformitas pada
kaki, tangan dan
pada mata, visus
sangat terganggu.

3.4 Jenis dan Rancangan

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional, yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi atau faktor-

faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach). Tiap subjek peneliti hanya

diobservasi sekali saja, dan pengukuran dilakukan saat pemeriksaan dan tidak berarti

semua subjek penelitian diamati pada waktu yang sama. Variabel-variabel dalam

penelitian ini diukur hanya satu kali pada satu saat tanpa ada prosedur tindak lanjut

atau follow up(40).


41

3.5 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di 11 puskesmas di Kota Kupang pada bulan Januari–

Desember 2016 (Puskesmas Naeoni, Puskesmas Alak, Puskesmas Manutapen,

Puskesmas Sikumana, Puskesmas Penfui, Puskesmas Bakunase, Puskesmas Oebobo,

Puskesmas Oepoi, Puskesmas Pasir Panjang, Puskesmas Kota Kupang, Puskesmas

Oesapa).

3.6 Populasi dan Sampel

3.6.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh penderita kusta di Puskesmas Kota

Kupang periode Januari 2016 - Agustus 2017.

3.6.2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil secara Non-probability sampling dengan

teknik Total sampling yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi

digunakan sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan Total sampling karena

populasi kecil dan jumlah sampel kurang dari 100. Dari teknik pengambilan sampel

tersebut didapatkan 43 responden yang merupakan penderita kusta di 11 puskesmas

di Kota Kupang.

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.7.1. Kriteria Inklusi

1. Penderita kusta yang terdaftar di Puskesmas di Kota Kupang.

2. Dewasa usia >18 tahun (Ketentuan penggunaan WHOQOL-BREF)

3. Bersedia menjadi responden dengan menandatangani informed consent.


42

3.7.2. Kriteria Eksklusi

1. Stigma yang disebabkan oleh penyakit lain

3.8 Alur Penelitian dan Cara Kerja

3.8.1 Alur Penelitian


Membuat Kaji Etik
Mengajukan proposal kedokteran
judul penelitian
proposal

Menentukan populasi

Persetujuan setelah penjelasan

Masuk dalam Kriteria Inklusi


kriteria
eksklusi
Penentuan sampel
penelitian
Tidak dijadikan
sampel
Pemberian kuesioner dan
observasi sesuai dengan
faktor yang akan diteliti

Pengolahan dan analisis


data secara statistik

Penyajian data dalam


laporan hasil penelitian

Skema 3.2. Alur penelitian


43

3.8.2 Cara Kerja

Tahap-tahap proses pengolahan datayaitu :

a. Editing

Hasil observasi dan kuisioner yang diperoleh atau dikumpulkan perlu

disunting terlebih dahulu.Secara umum editing adalah kegiatan untuk

pengecekan dan perbaikan isian formulir kuisioner.

b. Coding

Setelah semua kuisioner diedit atau disunting selanjutnya dilakukan

pengkodean atau cording yaitu mengubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

c. Data entry

Memasukan data ke dalam software analisis data dengan teliti.

d. Cleaning

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya

kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya,

selanjutnya dilakukan pembetulan atau koreksi.

3.9 Analisis Data

3.9.1 Identifikasi Data

Data yang diambil pada penelitian ini menggunakan data primer dan

sekunder.Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner


44

WHOQOL-BREF oleh sampel dan data sekunder diperoleh melalui rekam medis

pasien yang diperoleh dari Puskesmas di Kota Kupang.

3.9.2 Jenis Pengolahan Data

Data dianalisa dan diinterpretasikan dengan menggunakan program komputer

dengan tahapan sebagai berikut :

1. Analisa Univariat

Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karateristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel yang

disajikan dalam bentuk tabel, gambar diagram maupun grafik(30).

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan dan

kekuatan hubungan antara dua variabel penelitian, yaitu variabel bebas dan

terikat. Penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Linier sederhana.


45

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum

4.1.1. Geografis

Kota Kupang secara geografis terletak antara koordinat 9019’-10057’ Lintang

Selatan dan 121030’-124011’ Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kota Kupang yaitu,

sebelah utara berbatasan dengan Teluk Kupang, sebelah timur berbatasan dengan

Kecamatan Kupang Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kupang

Tengah, Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kupang Barat41.

Gambar 4.1 Peta wilayah Kota Kupang


46

4.1.2. Luas Wilayah

Luas wilayah Kota Kupang adalah 180.27 km2 dengan 51 kelurahan dan 6

kecamatan yang berada di wilayahnya. Kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Oebobo

dengan luas wilayah 14.22 km2 (7.88%), Kecamatan Alak dengan luas wilayah 86.91

km2 (48.21%), Kecamatan Maulafa dengan luas wilayah 54.80 km2 (30.40%),

Kecamatan Kelapa Lima dengan luas wilayah 15.02 km2 (8.33%), Kecamatan Kota

Lama dengan luas wilayah 3.22 km2 (1.80%), dan Kecamatan Kota Raja dengan luas

wilayah 6.10 km2 (3.80%)(32). Penelitian ini berlokasi pada wilayah kerja puskesmas

yang tersebar di enam kecamatan, yaitu Puskesmas Bakunase, Puskesmas Sikumana,

Puskesmas Oepoi, Puskesmas Alak, Puskesmas Oesapa, Puskesmas Oebobo, dan

Puskesmas Penfui.

4.1.3. Kepadatan Penduduk

Kota Kupang pada tahun 2013 memiliki jumlah penduduk sebesar 378.425

jiwa yang terdiri dari 192.996 laki-laki dan 185.429 perempuan. Dilihat dari struktur

penduduk, masyarakat Kota Kupang didominasi oleh kelompok usia muda 20-24

tahun(41). Kepadatan penduduk yang tinggi pada umumnya dapat dijumpai pada

daerah-daerah yang mempunyai aktivitas tinggi, adanya sarana transportasi yang

memadai dan keadaan sosial ekonomi yang lebih baik.

4.1.4. Sarana Kesehatan

Kota Kupang memiliki banyak fasilitas kesehatan, yaitu terdapat 12 rumah

sakit yang terdiri dari 2 rumah sakit milik pemerintah, 6 rumah sakit milik swasta,
47

dan 4 rumah sakit milik TNI/POLRI. Serta terdapat 11 puskesmas, 39 pustu, 30 balai

pengobatan, dan 307 posyandu(41).

4.2. Analisi Univariat

4.2.1. Analisi Univariat Menurut Jenis Kelamin

Jumlah subjek penelitian terdiri dari 43 orang yang sesuai dengan kriteria

inklusi penelitian, diambil dengan cara Total Sampling.

JenisKelamin Subyek Penelitian

N %

Laki-laki 29 67,4

Perempuan 14 32,6

Jumlah 43 100,0
Tabel 4.2.1: Analisis univariat menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin
35

30

25

20

15

10

0
Laki-Laki Perempuan

Grafik 4.2.1 Analisis univariat menurut jenis kelamin


48

Tabel diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden penderita

kusta yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada yang berjenis kelamin

perempuan. Penelitian ini sesuai dengan Departemen Kesehatan RI (2006) yang

menyatakan bahwa kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi

daripada wanita. Laki-laki lebih banyak terpapar dengan faktor risiko terkena

penyakit kusta akibat gaya hidup seperti halnya penyakit menular lainnya. Laki-laki

pada umumnya mempunyai aktivitas diluar rumah yang lebih tinggi dibandingkan

dengan perempuan, sehingga laki-laki lebih rentan untuk tertular penyakit kusta.

4.2.2 Analisis Univariat Menurut Usia

Kelompok Usia Subyek Penelitian

N %

< 18 0 0

18 – 45 28 65,1

> 45 15 34,9

Jumlah 35 100,0
Tabel 4.2.2 Analisis univariat responden menurut usia
49

Usia

30

20

10

0
<18 (0)
18-45 (28)
>45(15)

Grafik 4.2.2 Analisis univariat responden menurut usia

Terdapat tiga kelompok usia dari responden penderita kusta yang

dikelompokkan berdasarkan rentang usia dewasa yaitu 18–45 tahun sedangkan

dibawah 18 tahun adalah usia remaja dan diatas 45 tahun adalah usia lanjut. Hasil

penyajian data pada table diatas menunjukkan bahwa usia penderita kusta paling

banyak pada usia dewasa yaitu usia 18–45 tahun. Berdasarkan buku pedoman

nasional pemberantasan penyakit kusta menyatakan bahwa penderita kusta terbanyak

adalah pada usia remaja dan usia dewasa.


50

4.2.3 Karakteristik Responden Menurut Penghasilan

Pekerjaan Subyek Penelitian

N %

Diatas UMR 15 34,9

Dibawah UMR 28 65,1

Jumlah 43 100,0
Tabel 4.2.3 Analisis univariat menurut penghasilan

Penghasilan

Diatas UMR, 15

Dibawah
UMR, 28

4.2.3 Analisis univariat menurut penghasilan

Tabel diatas menunjukkan bahwa lebih banyak penderita kusta yang memiliki

penghasilan dibawah Upah Minimum (UMR) daripada yang memiliki memiliki upah

diats UMR.

Pekerjaan seseorang akan menentukan besarnya jumlah penghasilan yang

didapatkan. Sebagian besar penderita kusta di Kota Kupang bekerja dengan


51

penghasilan yang rendah dan tidak menentu. Penghasilan yang dimiliki oleh

seseorang akan berpengaruh terhadap status kesehatan orang tersebut. Keadaan sosial

yang kurang mampu akan mempengaruhi aksesse seorang terhadap layanan kesehatan

dan konsumsi pangan seseorang yang akan berpengaruh terhadap kesehatannya.

4.2.4 Analisi Univariat Menurut Status Perkawinan

Status Pernikahan Subyek Penelitian

N %

Menikah 33 76,7

Tidak Menikah 10 23,3

Jumlah 43 100,0
Tabel 4.2.4 Analisis univariat menurut status pernikahan

Status Perkawinan
35

30

25

20
Menikah
15 77%

10

Tidak Menikah
5
23%

Grafik 4.2.4 Analisis univariat menurut status pernikahan


52

Tabel 4.2.4 menjelaskan bahwa kebanyakan responden penderita kusta

memiliki status menikah lebih banyak daripada yang belum menikah.

4.2.5 Analisi Univariat Menurut Pekerjaan

Pekerjaan Subyek

Penelitian

N %

Bekerja 31 72,1

Tidak Bekerja 12 27,9

Jumlah 43 100,0
Tabel 4.2.5 Analisis Univariat menurut pekerjaan

Pekerjaan

100%

80%

60%
Bekerja, 31
Tidak Bekerja, 12
40%

20%

0%

Grafik 4.2.5 Analisis Univariat menurut pekerjaan

Tabel 4.2.5 menunjukkan bahwa penderita kusta di kota Kupang yang bekerja

lebih banyak daripada yang tidak bekerja.


53

4.2.6 Analisis Univariat Menurut Tingkat Kecacatan

Tingkat Kecacatan Subyek Penelitian

N %

Cacat Tingkat 0 29 67,4

Cacat Tingkat 1 6 14,0

Cacat Tingkat 2 8 18,6

Tabel 4.2.6 Analisis univariat responden menurut tingkat kecacatan

Tingkat Kecacatan
cacat 0, 29
30
25
20
15
10
cacat 1, 6 cacat 2, 8
5
0

Grafik 4.2.6 Analisis univariat responden menurut tingkat kecacatan


54

Tabel diatas menjelaskan bahwa kebanyakan responden penderita kusta

memiliki kecacatan tingkat 0 sebanyak 29 orang, kecacatan tingkat 1 sebanyak 6

orang dan kecacatan tingkat 2 sebanyak 8 orang.

4.2.7 Analisis Univariat Menurut Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Subyek Penelitian

N %

Tidak tamat SMP 20 46,5

Tamat SMP 23 53.5

Tabel 4.2.7 Analisis univariat responden menurut tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan

24
Tamat SMP, 23

22 Tidak tamat SMP,


20

20

18

Grafik 4.2.7 Analisis univariat responden menurut tingkat pendidikan


55

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa kebanyakan responden yang

menyelesaikan wajib belajar 9 tahun lebih banyak daripada yang tidak

menyelesaikan wajib belajar 9 tahun.

4.2.8 Analisis Univariat Riwayat Penyakit Kusta Dalam Keluarga

Riwayat Penyakit Kusta


Subyek Penelitian
Dalam Keluarga
N %

Tidak Ada 23 53,5

Ada 20 46,5
Tabel 4.2.8 Analisis univariat responden menurut riwayat penyakit kusta dalam
keluarga

Riwayat Penyakit Kusta Dalam Keluarga


23.5
23
22.5
22
21.5
21
Tidak ada, 23
20.5
20
19.5
Ada, 20
19
18.5

Grafik 4.2.8 Analisis univariat responden menurut riwayat penyakit kusta

dalam keluarga
56

Dari tabel diatas menjelaskan bahwa sebanyak 46,5% sample penderita kusta

memiliki riwayat keluarga pernah mengalami penyakit kusta. Dan yang tidak

memiliki riwayat penyakit kusta adalah sebanyak 53,5%.

4.2.9 Analisis Univariat menurut Percive Stigma

Percive Stigma Nilai

Minimum 8

Maksimum 122

Rata-rata 87,70
Tabel 4.2.9 Analisis univariat responden menurut Percive Stigma

Berdasarkan hasil analisis diatas dengan jumlah sample 43 orang ditemukan

nilai minimum percive stigma sebesar 8 dan nilai maksimum sebesar 122. Rata-rata

nilai percive stigma dalam penelitian ini adalah 87,70. Semakin rendah nilai percive

stigma menunjukkan bahwa orang tersebut diterima dengan baik di lingkungan

sekitar. Sedangkan semakin besar nilai percive stigma menunjukkan bahwa orang

tersebut kurang diterima dengan baik di lingkungan hidupnya(33).

4.2.10 Analisis Univariat Kualitas Hidup

Kualitas Hidup Nilai

Minimum 0

Maksimum 44

Rata-rata 18,49
Tabel 4.2.10 Analisis univariat responden menurut kualitas hidup
57

Berdasarkan hasil analisis diatas dengan jumlah sample 43 orang ditemukan

nilai minimum kualitas hidup adalah 0 dan nilai maksimum sebesar 44. Rata-rata

nilai kualitas hidup dalam penelitian ini yaitu 18,49. Semakin rendah nilai yang

didapatkan maka memperlihatkan semakin buruknya kualitas hidup penderita,

sedangkan semakin besar nilai yang didapatkan maka memperlihatkan kualitas hidup

yang baik.

4.3 Analisis Faktor Risiko

Deskripsi variabel penelitian ditunjukkan dari hasil distribusi frekuensi dari

masing-masing variabel penelitian. Pengelompokkan ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan dari yang akan diteliti yakni faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

hidup penderita kusta menggunakan tiga tahap yaitu tahap pertama menggunakan

analisis univariat, kemudian tahap kedua dengan menggunakan analisis bivariat, dan

yang ketiga dengan menggunakan analisis multivariat.

Pada analisis univariat, variabel yang akan diteliti dideskripsikan masing-masing

dalam bentuk tabel dan narasi, sedangkan pada analisis bivariat menggunakan

Analisis regresi sederhana untuk variabel numerik dan uni T-independen untuk

kategorik variabel yang dikelompokan. Untuk analisis multivariat menggunakan

Regresi linier berganda.

4.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan

Uji Regresi Linier Sederhana.


58

Tabel 4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup

Faktor Resiko P
Jenis Kelamin 0,112
Umur 0,041*
Tingkat Pendidikan 0,366
Pekerjaan 0,609
Penghasilan 0,849
Perceived Stigma 0,025*
Status Pernikahan 0,206
Riwayat Keluarga 0,011*
Tingkat Kecacatan 0,604

 * Uji Regresi Linier Sederhana

Berdasarkan tabel di atas didapatkan :

1. Hubungan jenis kelamin dengan kualitas hidup penderita kusta

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,112 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis

kelamin dengan kualitas hidup. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Mankar (2011). Peneliti menduga hal ini disebabkan

penyakit kusta memberikan dampak yang sama baik pada jenis kelamin laki-

laki maupun perempuan terhadap peran mereka dalam pergaulan sosial. Bagi

laki-laki, penyakit kusta merupakan ancaman bagi peran sebagai kepala

keluarga sehubungan dengan penurunan kapasitas produktif dan kehilangan

potensi seksual. Pada perempuan, gangguan yang dirasakan berupa


59

pengurangan kemampuan untuk melakukan tugas di lingkungan keluarga dan

lingkungan kerja(52).

Tetapi berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariyanti

(2013) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan

kualitas hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas hidup itu sendiri

yang mana antaranya jenis kelamin. Setiap penyakit dapat menyerang

manusia baik laki-laki maupun perempuan tetapi pada beberapa penyakit

terdapat perbedaan frekuensi antara laki-laki dan perempuan, antara lain

disebabkan perbedaan pekerjaan, kebiasaan hidup, genetik, atau kondisi

fisiologis itu sendiri. Hal ini sesuai dengan teori riyadi (2009) yang

menyatakan bahwa setiap individu akan mempengaruhi tingkat kualitas

hidupnya(44).

Menurut Mariyanti (2013), jenis kelamin laki-laki yang lebih banyak

dari wanita dapat disebabkan oleh beberapa hal, dikarenakan laki-laki

memiliki gaya hidup dan kualitas hidup yang kurang baik yang dapat

mempengaruhi kesehatan seperti merokok, minum kopi, personal hygien yang

kurang alkohol, dan minuman suplemen yang berdampak terhadap kualitas

hidupnya(44). Penelitian ini sejalan dengan pendapat Nurhayati (2011) yang

menyatakan bahwa responden laki-laki yang suka merokok, tidak menjaga

personal hygien dan minum kopi juga dapat mempengaruhi kualitas hidup

responden itu sendiri. Dalam hal ini karakteristik seseorang sangat

mempengaruhi pola kehidupan seseorang, karena karakteristik bisa dilihat dari


60

beberapa sudut pandang diantaranya jenis kelamin, disamping itu keseriusan

seseorang dalam menjaga kesehatannya sangat mempengaruhi kualitas

kehidupanya baik dalam beraktivitas, istirahat, ataupun psikologisnya(45).

2. Hubungan usia dengan kualitas hidup penderita kusta

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,041 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan antara usia dengan

kualitas hidup penderita kusta. Kualitas hidup adalah sejauh mana seseorang

dapat merasakan dan menikmati terjadinya segala peristiwa penting dalam

kehidupannya sehingga kehidupannya menjadi sejahtera. Jika seseorang dapat

mencapai kualitas hidup yang tinggi, maka kehidupan individu tersebut

mengarah pada keadaan sejahtera sebaliknya jika seseorang mencapai kualitas

hidup yang rendah, maka kehidupan individu tersebut mengarah pada keadaan

tidak sejahtera. Hal ini sesuai dengan penelitian Hardiwinoto (2005) yang

menyebutkan bahwa kesejahteraan menjadi salah satu parameter tingginya

kualitas hidup lanjut usia sehingga mereka dapat menikmati kehidupan masa

tuanya(43).

Menurut WHOQOL Group menyebutkan bahwa kualitas hidup

dipengaruhi oleh kesehatan fisik, kesehatan psikologis, hubungan sosial, dan

aspek lingkungan. Empat domain kualitas hidup diidentifikasi sebagai suatu

perilaku, status keberadaan, kapasitas potensial, dan persepsi atau pengalaman

subjektif (WHOQOL Group). Jika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak


61

terpenuhi, akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan lanjut usia yang

akan menurunkan kualitas hidupnya(35).

3. Hubungan tingkat pendidikan dengan kualitas hidup

Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p = 0,366 (p > 0,05)

yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidkan dengan

kualitas hidup. Hal ini mungkin disebabkan karena ada beberapa faktor

penyebab lain yang lebih mempengaruhi kualitas hidup yaitu lamanya

menderita kusta, faktor psikologis dan faktor resiko lainnya yang tidak diteliti

oleh peneliti.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Moons, Marquet,

Budst, dan De Gees (2004) mengatakan bahwa tingkat pendidikan adalah

salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas hidup subjektif.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahl, Astrid, Rusteun, Hanested (2004)

menemukan bahwa kualitas hidup akan meningkat seiring dengan lebih

tingginya tingkat pendidikan yang didapatkan oleh individu. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, Asghapur, dan Safa (2007) dalam menemukan

adanya pengaruh positif dari pendidikan terhadap kualitas hidup subjektif

namun tidak banyak(46).


62

4. Hubungan pekerjaan dengan kualitas hidup

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,609 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara

pekerjaan dengan kualitas hidup. Berbeda lagi dengan penelitian yang

dilakukan oleh Moons, Marquet, Budst, dan De Gees (2004) mengatakan

bahwa terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang berstatus

sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang tidak bekerja (atau

sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang tidak mampu bekerja (atau

memiliki disabiliti tertentu). Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Wahl,

Astrid, Rusteun & Hanested (2004) menemukan bahwa status pekerjaan

berhubungan dengan kualitas hidup baik pada pria maupun wanita (46).

5. Hubungan penghasilan dengan kualitas hidup

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,849 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara

penghasilan dengan kualitas hidup. Penelitian ini berbeda dengan penelitian

yang lain yaitu tidak adanya hubungan antara penghasilan dengan kualitas

hidup.

Penelitian yang dilakukan oleh Baxter (1998) dan dalkey (2002)

menemukan adanya pengaruh dari faktor demografi berupa penghasilan

dengan kualitas hidup yang dihayati secara subjektif. Penelitian yang

dilakukan oleh Noghani, Safa, dan Kermani (2007) juga menemukan adanya
63

kontribusi yang lumayan dari faktor penghasilan terhadap kualitas hidup

subjektif namun tidak banyak(47).

Disamping hambatan dalam bidang sosial, kusta dan stigma yang

berkaitan juga membebankan hambatan yang besar dalam bidang ekonomi

pasien dan keluarganya. Stigma menyebabkan pasien kusta kesulitan mencari

pekerjaan atau kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Pasien kusta juga

kesulitan dalam mendapatkan pinjaman usaha. Hal ini akan membuat pasien

kusta mengalami kesulitan keuangan. Studi oleh Prabhakara Rao dkk. (2000)

pada 478 pasien kusta dengan cacat derajat 1 dan 2 di India menemukan

bahwa 16-44% pasien kusta mengalami penurunan penghasilan akibat

penyakitnya(51).

6. Hubungan Percive Stigma dengan kualitas hidup

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,025 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan antara Percive

Stigma dengan kualitas hidup penderita kusta. Stigma adalah penilaian negatif

masyarakat akan suatu hal atau tingkah laku tertentu. Terdapat berbagai

macam pendekatan dalam mendefinisikan stigma. Goffman (1963)

mendefinisikan stigma sebagai atribut yang sangat mencemarkan (deeply

discrediting) yang mengurangi nilai individu sebagai manusia yang utuh.

Penyakit kulit, termasuk kusta, yang tampil berbeda dibandingkan dengan

kulit sehat akan menarik perhatian dan mengundang reaksi orang sekitar.
64

Label sosial dan stigma kemudian akan melekat. Puncak proses stigma terjadi

ketika perbedaan yang ada menyebabkan berbagai bentuk penolakan,

eksklusi, dan diskriminasi(48).

Pasien kusta sering mengalami stigma yang cukup berat sebagai akibat

penilaian atau “cap” sosial yang buruk tentang penyakitnya atau kecacatan

yang ditimbulkannya. Pasien dan keluarganya mengalami perlakuan negatif,

isolasi sosial, dan perilaku diskriminatif lainnya(49).

Studi oleh de Stigter dkk. (2000) pada 300 orang anggota masyarakat

di Nepal yang dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan

pertanyaan terbuka menunjukkan bahwa pasien kusta mendapat perlakuan

negatif oleh masyarakat, yakni dikucilkan dalam masyarakat, menda-patkan

penolakan, dan dibenci masyarakat. Pasien yang berusia muda kerap dibatasi

dalam meraih pendidikan, sekolah enggan menerima mereka sebagai siswa

atau membatasi kegiatan pendidikan mereka(50).

7. Hubungan status pernikahan dengan kualitas hidup

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,206 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis

kelamin dengan kualitas hidup. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Costa dkk menyebutkan bahawa tidak terdapat hubungan

antara status pernikahan dengan kualitas hidup. Peneliti menduga

penyebabnya karena status pernikahan tidaklah menjadi dukungan terhadap

kualitas hidup penderita kusta, justru apabila penderita kusta menikah merasa
65

ketakutan berlebih ketika didiagnosa kusta. Seorang suami tidak bisa

menerima keadaan memenuhi kebutuhan istri dan anaknya, dan seorang istri

takut tidak dapat melayani suaminya sehingga diceraikan(53).

Berbeda lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Moons, Marquet,

Budst, dan de Geest (2004) mengatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas

hidup antara individu yang tidak menikah, individu bercerai ataupun janda,

dan individu yang menikah. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan

oleh Wahl, Rustoen, Hanestad, Lerdal & Moum (2004) menemukan

bahwabaik pada pria maupun wanita, individu dengan status menikah

memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi(46).

8. Hubungan riwayat penyakit kusta dalam keluarga dengan kualitas hidup

penderita kusta

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p =

0,011 (p < 0,05) yang berarti bahwa terdapat hubungan antara riwayat

penyakit kusta dalam keluarga dengan kualitas hidup. Belum ada penelitian

terkait dengan riwayat penyakit kusta dalam keluarga dengan kualitas hidup.

Tetapi ada teori pendukung yang mengatakan bahwa terdapat hubungan

antara riwayat penyakit kusta dengan kualitas hidup dikarenakan kuman

Mycobacterium leprae akan menular kepada manusia melalui kontak

langsung dengan penderita (keduanya harus ada lesi baik mikroskopis

maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang) dan

melalui pernapasan, bakteri kusta ini mengalami proses perkembangbiakan


66

dalam waktu 2-3 minggu, mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia. Masa

inkubasi rata-rata 2-5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5

tahun(12).

9. Hubungan antara tingkat kecacatan dengan kualitas hidup penderita

kusta

Berdasarkan tabel 4.4 Secara statistik hasil analisa menunjukan nilai p

= 0,604 (p > 0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat

kecacatan dengan kualitas hidup. Hal ini mungkin disebabkan karena tingkat

kecacatan responden yang diteliti pada penelitian ini rata-rata memiliki tingkat

kecacatan hanya sebatas 0 dan 1, sehingga tidak begitu mengganggu kegiatan

mereka sehari-hari, dan tidak mempengaruhi kualitas hidup.

Hasil penelitian ini berbrbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh

costa dkk. Peneliti menduga penyebabnya karena munculnya terapi MDT

secara rutin oleh petugas telah menimbulkan optimisme tentang prospek

untuk menghilangkan penyakit dan mencegah kecacatan. Selain itu adanya

kelompok perawatan diri (KPD) yang mengajarkan cara-cara perawatan yang

bertujuan mencegah kecacatan dan mengurangi cacat yang sudah ada

membuat penderita lebih percaya diri(53).

4.5 Keterbatasan Penelitian

 Tidak diteliti lebih lanjut mengenai faktor resiko lain (faktor psikologis,

depresi, lamanya menderita kusta) yang mempengaruhi kualitas hidup

penderita kusta.
67

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Terdapat hubungan antara riwayat penyakit kusta dalam keluarga, Percive

Stigma dan usia dengan kualitas hidup penderita kusta.

2) Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan,

penghasilan, status pernikahan, dan tingkat kecacatan dengan kualitas hidup

penderita kusta.

5.2. Saran

1. Bagi Masyarakat

a. Diharapkan dengan penelitian ini masyarakat lebih memahami tentang

penyakit kusta, bahwa penyakit kusta tidak menular hanya dengan

bertemu dengan penderita kusta tersebut. Kuman Mycobacterium leprae

menular apabila kontak langsung dengan penderita (keduanya harus ada

lesi baik mikroskopis maupun makroskopis) serta harus terpapar secara

berulang dan erat.

2. Bagi Peneliti selanjutnya

a. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko lain (faktor

psikologis, depresi, lamanya menderita kusta) yang berhubungan dengan

kejadian kusta serta meperbesar jumlah sampel.


68

b. Mencoba menggunakan instrumen lain dalam mengukur kualitas hidup

yang khusus berkaitan dengan orang yang memiliki penyakit kronis.

c. Diperlukan penelitian lain tentang cara perawatan diri penderita kusta

terhadap tingkat kecacatan kusta.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Kupang

a. Bagi penderita kusta sendiri dapat dilakukan konseling dan juga terapi

kelompok sebagai sarana penderita mengekspresikan perasaan dan saling

menguatkan bagi sesama penderita. Dengan konseling ini diharapkan

penderita memiliki pemahaman yang lebih baik tentang kondisi dirinya

sehingga dapat meningkatkan harga dirinya dan mengurangi Percive

stigma yang dirasakan penderita.

b. Kecacatan merupakan faktor pembentukan stigma, untuk itu tindakan

rehabilitasi fisik, serta perawatan kulit, mata seta anggota gerak dari luka

perlu dilakukan terhadap penderita dengan maksut mencegah kecacatan

pada penderita yang tidak atau belum mengalami kecacatan dan mencegah

kecacatan berlanjut bagi penderita yang sudah mengalami kecacatan.

c. Perhatian berupa konseling atau penyuluhan kesehatan juga perlu

dilakukan terhadap keluarga penderita agar keluarga memahami kondisi

penderita dan selanjutnya memiliki pemahaman dan sikap yang baik

terhadap keluarga yang menderita kusta.


69

Daftar Pustaka

1. I Made, D. S. Emmy, M. L. Sri. Kusta. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi

7, pp. 87-102. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2015.

2. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit

Kusta. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan; 2012.

3. Indonesia U. Kemenkes R.I. (2007). Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit

Kusta. Jakarta: Direktoral Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2009;(2001):9–26.

4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Profil

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Jakarta:

Kementrian Kesehatan; 2013.

5. NTT DKP. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2012. Dr.

Stefanus Bria Seran M, editor. Kupang: Dinas Kesehatan Provinsi Nusa

Tenggara Timur; 2012.

6. Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Profil Kesehatan Provinsi

Nusa Tenggara Timur Tahun 2015. Kupang; 2015.

7. Suardi. Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Kusta

di Kabupaten Biak Numfor. [Skripsi] 2012. Diakses tanggal 14 April


70

2017Sumber: http://eprints.undip.ac.id/42543.

8. Risiko F, Berhubungan Y, Kejadian D. Joseph, G. A., & Rao, P.S (1999).

Impact Of Leprosy on the Quality of Life. Bulletin of the World Health

Organization No. 77, 515-517. 2014;3(1):1–10.

9. Rahayuningsih E. Analisis kualitas.Euis Rahayuningsih, FKM UI, 2012.

2012;5(1). Available from: www.ub.com

10. Susanto, Nugroho. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat

Kecacatan Penderita Kusta. Tesis. Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana

Universitas Gadjah Mada; 2006.

11. Hiswani. 2001. Kusta Salah Satu Penyakit Menular yang Masih Dijumpai di

Indonesia. www. repository. usu. ac. id. Artikel.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3663/1/fkm-hiswani2.pdf.

2009;13–39.

12. InfoDatin, pusat data dan informasi kementrian kesehatan RI. 2015.

13. Indonesia U. Kementerian Kesehatan RI. 2014. Kusta, Penyakit Menular yang

Sulit Menular. www. depkes. go. id. [serial on line].

http://www.depkes.go.id/article/print/2014420003/ kusta-penyakit- menular-

yang-sulit-menular.html. 2009;27–42.

14. King, S., Schwallnus, H., Russel, D., Shapiro, L., & Aboelele, O. (2005).
71

Assessing Quality of Life of Children and Youth With Dissabilities : Available

Measures. McMaster University CanChild Centre for Childhood Dissability

Reseach. 2009;

15. WHO. Mondiale de la sante. Completion of Treatment and cure. Dalam A

Guide to Eliminating Leprosy As A Public Health Problem. 2nd ed. Genewa,

1997 : 35-7.

16. Ii BAB. Fitzpatrick T.B Johns R.A Wolff K, eds. Dalam color Atlas and

Synopsis Of Clinical Dermatologi. 3nd ed. Philladelphia : McGraw-Hill, 1997:

658-63. 2009;

17. Agusni I. Perubahan Pola Imunopatologik sebagai indikator untuk penanganan

kusta subklinik. Disertasi. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga,

Surabaya, 1997. 2015;28–34.

18. Rao, S. and Joseph, G. Impact Of Leprosy On The Quality Of Life; 2007.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2557686/.

19. Brouwers, et. al. Quality Of Life, Perceived Stigma, Activity And Participation

Of People With Leprosy-Related Disabilities In South-East Nepal; 2011.

Available from: http://dcidj.org/article/view/15/30.

20. Kaur and Van Brakel. Dehabilitation of leprosy affected people a study on

leprosy affected beggars; 2002. Available from:


72

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12549842.

21. Kurnianto, Joko. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecacatan penderita

kusta di Kabupaten Tegal. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002.

22. A. D. Muh. Penyakit Kusta, Sebuah Pendekatan Klinis. Penerbit Brilian

Internasional; 2012.

23. Bainson, K.A, Van Den Borne B. (1998). Dimensions and process of

stigmatization in leprosy. Leprosy Review , Vol. 69, 341-350. 2014;

24. Lumongga, L. N. Depresi Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana; 2009.

25. Rahayuningsih, E. 2012. Analisis Kualitas Hidup Penderita Kusta di

Puskesmas Kedaung Wetan Kota Tangerang Tahun 2012. Tesis. Depok:

Program Pascasarjana Universitas Indonesia.

26. Utara US. Zulkifli. 2003. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya.

Artikel. [serial on line]. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-

zulkifli2.pdf.

27. Fajar, N.A. 2010. Dampak Psikososial Penderita Kusta dalam Proses

Penyembuhannya. Jurnal Pembangunan Manusia, 10 (1): 2-5.

28. Kemenkes RI. (2011). Pedoman Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta:

Direktoral Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kementrian Kesehatan Republik Indoneia.


73

29. Prawoto. Faktor - Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Terjadinya

Reaksi Kusta (Studi di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Brebes). [Tesis]

2008. Diakses tanggal 5 April 2017 Sumber: eprints.undip.ac.id/6325.

30. Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta;

2012.

31. Wong, M. L., & Subramaniam, P. (2004). Socio-Cultural Issues in Leprosy

Control and Management. Singapore: Faculty of Medicine National University

of Singapore. 1 Marian E, Valois DS, Maria F, Campos C, Ignotti E Preval

Mycobacterium leprae Environ A Rev 2015;9(40)2103–10. 2015;9(40):2103–

10.

32. Brakel, W. H. (2003). Measuring Leprosy Stigma-A Preliminary Review of the

Leprosy Literature. International Journal of Leprosy and Other Mycobacterial

Diseases , Vol. 71 Number 3. (12):12–55.

33. Risiko F, Berhubungan Y, Kejadian D. WHO. (2002). WHOQOL_SRP : Users

manual. Geneva: WHO.

34. King, S., Schwallnus, H., Russel, D., Shapiro, L., & Aboelele, O. (2005).

Assessing Quality of Life of Children and Youth With Dissabilities : Available

Measures. McMaster University CanChild Centre for Childhood Dissability

Reseach.
74

35. WHO. (1997). WHOQOL : Measuring Quality of Life. Geneva: World Health

Organization.

36. Muhaimin, T. (2009). Dampak HIV/AIDS dalam Keluarga terhadap Kualitas

Hidup Anak. Disertasi. Depok: Departemen Kependudukan dan Biostatistik

FKM UI.

37. Studi P, Keperawatan I, Jember U. Nicholls PG, Wiens C, Smith WC. (2003).

Delay in presentation in the context of local knowledgeaned attitude toward

leprosy-the result of qualitif work in paraguay. Internasional Journal Of

Reprosy: other Mycobacterium Disease Vol 71:248-246. 2013;

38. Mankar, M. J., Joshi, S. M., Velankar, D. H., Mhatre, R. K., & Nalgundwar, A.

N. (2011). A Comparative Study of the Quality of Life, Knowledge, Attitude

and Belief About Leprosy Disease Among Leprosy Patients and Community

Members in Shantivan Leprosy Reh.

39. Palandeng HMF, Rombot D V. Tsutsumi, A, Izutsu, T., Akramul Islam MD.,

Maksuda, A., Kato, H., & Wakai, S. (2007) The Quality of life, Mental Health

and Precived Stigma Of Leprosy Patients In Bangladesh. Sosial Science &

Medicine 64, 2443-2453. 2014;87–92.

40. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Klinis. 4th ed.

Jakarta: Sagung Seto; 2011.


75

43. Risdianto. (2009). Hubungan Dukungan Sosial dengan Kualitas Hidup Lanjut

Usia di De sa Kemb ang Kuning Cepogo Boyolali. Skripsi Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas MuhammadiyahSurakarta.

44. Mariyanti ,(2013). At a Glance Medicine.Erlangga.Jakart

45. Nurhayati,(2011).Tingkat Kualitas Hidup Pasien Kusta. Kesmas (2) 2011

46. Moons, Marquet, Budst, dan De Gees (2004).Pengaruh Tingkat Pendidikan

dan Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Minum Obat Penderita Kusta di

Kabupaten Aceh Utara.Tesis.Banda Aceh:Universitas Syiah Kuala.

47. Baxter, dkk(1998). Kusta Diagnosis dan Pelaksanaan. Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 1998

48. Chaturvedi SK, Singh G, Gupta N. Stigma experience in skin disorder: An

Indian perspective. Dermatol Clin2005; 23: 635-42.

49. Rensen C, Bandyopadhyay S, Gopal PK, Vanbrakel WH. Measuring

leprosy-related stigma – a pilot study to validate a toolkit of instruments.

Disabil Rehabil. 2010; 1-9.

50. Stigter D, de Gaus L, Heynders M. Leprosy: between acceptance and

segregation. Community behavior towards persons affected by leprosy in

Eastern Nepal. Lepr Rev, 2000; 71: 492-8.


76

51. Prabhakara Rao V, Rao IR, Palande DD. Socio-economic rehabilitation

programme of LEPRA India –methodology, results and application of

needs-based socio-economic evaluation. Lepr Rev2000; 71: 466–471.

52. Mankar MJ,Joshi SM, Velankar DH, Mhatre RK, and Nalgundwar

AN.Acomparative study of the quality of life, knowledge, attitude and belief

about leprosy disease among leprosy patients and community members in

Shantivan leprosy rhabilitation centre, Nere, Maharashtra, India:J Glob Infect

Dis;2011; 3(4): 378–382

53. Costa MD,Terra FS,Costa RD Lyon S, Costa AMD, Antunes CMF.

Assessment of quality of life of patients with leprosy reactional states treatedin

A Dermatology Reference Center.An. Bras. Dermatol.Rio de Janeiro;2012;

vol.87
77

Lampiran 1. Naskah Penjelasan Dan Informasi Penelitian Kepada Subyek Penelitian

Gambaran Umum Tentang Penelitian

Salam sejahtera, perkenalkan saya Melanie Letor, mahasiswi Fakultas Kedokteran


Universitas Nusa Cendana semester VI (enam).Saat ini saya ingin mengajak
Bapak/Ibu/Saudara/i untuk terlibat menjadi subyek penelitian (responden) dalam penelitian
saya.

Dengan ini saya ingin menjelaskan tentang penyakit kusta yang saat ini masih
menjadi masalah kesehatan di Indonesia, termasuk di Kota Kupang.Kusta merupakan
penyakit kulit yang menular dan menahun.Kusta tidak hanya menimbulkan masalah
kesehatan tetapi juga dapat menimbulkan masalah sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan
ketahanan nasional. Penyakit kusta menjadi penting untuk segera ditangani, karena apabila
tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kecacatan kusta yang bersifat permanen.

Menurut beberapa penelitian dan literatur, kusta dapat dihubungkan dengan umur,
jenis kelamin, tingkat pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan.Namun faktor-faktor tersebut
berbeda pada setiap individu, tergantung daerah tempat tinggal dan budayanya.Oleh karena
itu, peneliti ingin meneliti tentang “Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Penderita Kusta”.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan umur,
jenis kelamin, tingkat pengetahuan, pendidikan, dan pekerjaan terhadap kejadian kusta di
Kota Kupang. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni-July 2017, bertempat di
wilayah kerja puskesmas di Kota Kupang.

Manfaat dari penelitian ini adalah Bapak/Ibu/Saudara/I sekalian dapat mengetahui


faktor-faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kusta sehingga dapat dilakukan
langkah – langkah pencegahan serta deteksi dini atau mengenal tanda-tanda penyakit kusta
lebih awal supaya cepat dilakukan penanganan seperti berobat ke puskesmas terdekat.Hal ini
karena pencegahan penyakit kusta tidak hanya dilakukan oleh petugas kesehatan tetapi juga
dapat dilakukan oleh masyarakat umum.

Penelitian ini bersifat sukarela sehingga Bapak/Ibu/Saudara/i berhak untuk


menerima dan menolak mengikuti penelitian ini. Apabila Bapak/Ibu/Saudara/i bersedia
78

untuk mengikuti penelitian ini, atau bersedia jika anak dari Bapak/Ibu/Saudara/I ikut dalam
penelitian ini, maka Bapak/Ibu/Saudara/i bisa menandatangani surat persetujuan bersedia
untuk mengikuti penelitian ini tetapi jika Bapak/Ibu/Saudara/I mengalami kesulitan untuk
mengingat hal – hal yang telah lalu atau penyakit yang diderita oleh Bapak/Ibu/Saudara/I
semakin memberat sehingga akan menyulitkan Bapak/Ibu/Saudara/i jika tetap mengikuti
penelitian ini dan jika terjadi hal – hal seperti sakit atau kepentingan pribadi yang tidak
memungkinkan Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengikuti penelitian, maka Bapak/Ibu/Saudara/i
berhak untuk menolak mengikuti penelitian.

Demikian gambaran mengenai penelitian yang akan dilakukan. Jika selama menjalani
penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka Bapak/Ibu/Saudara/i dapat
menghubungi saya :Melanie Letor (081249477765) di Fakultas Kedokteran Universitas Nusa
Cendana. Atas partisipasi dari Bapak/Ibu/Saudara/i, saya mengucapkan terima kasih atas
kerjasamanya.

Kupang, 2017

Mengetahui,
Tim Peneliti,

Nama jelas dan Tanda Tangan


Nama jelas dan Tanda Tangan
79

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian Setelah Mendapat Penjelasan

FORMULIR PERSETUJUAN MENGKUTI PENELITIAN SETELAH MENDAPAT


PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama responden :

Umur responden :

Pekerjaan responden :

Alamat responden :

Nomor Telepon / Handphone :

Setelah mendengar / membaca dan mengerti penjelasan yang diberikan mengenai tujuan dan
manfaat yang akan dilakukan pada penelitian ini, menyatakan secara suka rela tanpa paksaan
setuju untuk menjadi subyek penelitian dan bersedia untuk melakukan:

1. Menjadi responden untuk penelitian

2. Mengisi lembar kertas kuesioner yang diberikan oleh peneliti

3. Mengijinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengamatan kondisi


fisik rumah

4. Bersedia jika peneliti meminta untuk melihat luka atau kelainan kulit yang
dialami

Saya tahu bahwa keikutsertaan saya ini bersifat sukarela tanpa paksaan dari pihak
manapun, sehingga saya bisa menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian ini tanpa
kehilangan hak saya untuk mendapat pelayanan kesehatan.Saya juga berhak mengajukan
pertanyaan kepada peneliti apabila ada hal-hal yang ingin saya ketahui mengenai penelitian
ini.Saya percaya bahwa keamanan dan kerahasiaan data penelitian ini akan terjamin dan
dengan ini saya menyetujui semua data yang dihasilkan pada penelitian ini untuk disajikan
80

dalam bentuk lisan atau tulisan. Bila terjadi perbedaan maka akan diselesaikan secara
kekeluargaan.

Kupang, 2017

Yang memberikan penjelasan, Yang membuat pernyataan persetujuan,

Nama jelas dan Tanda angan Nama jelas dan Tanda tangan

Saksi-saksi :

Nama Tanda Tangan

1............................................................ ...........................................................
81

Instrument 1

FORMAT ISIAN PENELITIAN

1. No Responden :
2. No Register :
3. Umur :
Tidak produktif
Produktif
4. Jenis kelamin : Perempuan Laki-laki
5. Pendidikan
Tidak menyelesaikan wajib belajar 9 tahun
Menyelesaikan wajib belajar 9 tahun
6. Pekerjaan
< 18 tahun
< 18 tahun
7. Penghasilann
Dibawah UMR (≤ Rp 1.650.000)
Diatas UMR (≤ Rp 1.650.000)

Suami (Rp……………) Istri (Rp……………) Lainnya (Rp…................)

8. Cacat kusta

Tingkat 0 Tingkat 1 Tingkat 2

9. Untuk pertanyaan perceived ini, berilah tanda silang (X) pada pilihan skala
jawaban yang paling mewakili perasaan responden.Skala dari 0 – 10
menunjukkan bahwa semakin besar angka semakin besar perasaan yang
dirasakan.
a. Perasaan takut atau khawatir akan diperlakukan berbeda akibat penyakit
kusta
82

yang dimiliki?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
b. Perasaan takut atau khawatir ditolak atau dikucilkan oleh lingkungan
akibat penyakit kusta yang dialami?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

c. Perasaan takut atau khawatir akan kehilangan pekerjaan akibat penyakit


kusta yang dialami?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

d. Perasaan takut dilecehkan/dihina terkait kondisi fisik akibat penyakit


kusta?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

e. Takut terpaksa berpisah/dipisahkan dari pasangan akibat penyakit kusta ?

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10. Status Pernikahan
Belum menikah
Sudah menikah
11. Riwayat penyakit kusta dalam keluarga
Tidak ada
Ada
83

Instrument 2

KUISIONER PENELITIAN

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas


hidup kesehatan dan hal-hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan
setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan dengan pilihan jawaban. Pilihlah
jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda tidak yakin tentang jawaban
yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikiran pertama
yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik.

Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada
empat minggu terakhir.

Sangat Buruk Buruk Biasa saja Baik Sangat


baik

1 Bagaimana 1 2 3 4 5
menurut ada
kualitas
hidup anda ?

Sangat Buruk Buruk Biasa saja Baik Sangat


baik

2 Seberapa 1 2 3 4 5
puas anda
terhadap
kesehatan
anda?
84

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal
berikut ini dalam empat minggu terakhir.

Tidak Sedikit Dalam Sangat Dalam


sama jumlah sering jumlah
sekali sedang berlebihan
3 Seberapa jauh 5 4 3 2 1
rasa sakit fisik
anda mencegah
anda dalam
beraktivitas
sesuai
kebutuhan anda?
4 Seberapa sering 5 4 3 2 1
anda
membutuhkan
terapi medis
untuk dapat
berfungsi dalam
kehidupan
sehari-hari
anda?
5 Seberapa jauh 1 2 3 4 5
anda menikmati
hidup anda?
6 Seberapa jauh 1 2 3 4 5
anda merasa
hidup anda
berarti?
85

7 Seberapa jauh 1 2 3 4 5
anda mampu
berkonsentrasi?
8 Secara umum, 1 2 3 4 5
seberapa aman
anda rasakan
dalam
kehidupan
sehari-hari?
9 Seberapa sehat 1 2 3 4 5
lingkungan
dimana anda
tinggal
(berkaitan
dengan sarana
dan prasarana).
Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut ini
dalam 4 minggu terakhir?

Tidak Sedikit Sedang Sering Sangat


sama sering
sekali
10 Apakah anda 1 2 3 4 5
memiliki vitalitas
yang cukup
untuk beraktivitas
sehari-hari?
11 Apakah anda 1 2 3 4 5
86

dapat
menerima
penampilan
tubuh anda?
12 Apakah anda 1 2 3 4 5
memiliki cukup
uang untuk
memenuhi
kebutuhan anda?
13 Seberapa jauh 1 2 3 4 5
ketersediaan
informasi bagi
kehidupan
andadari hari ke
hari?
14 Seberapa sering 1 2 3 4 5
anda
memiliki
kesempatan untuk
bersenang-
senang/rekreasi?

Sangat Buruk Biasa Baik Sangat


buruk saja baik
15 Seberapa baik 1 2 3 4 5
kemampuan anda
dalam bergaul?
87

Sangat Tidak Biasa Memuas- Sangat


tidak memuaskan saja kan memuaska
memuask n
an
16 Seberapakah 1 2 3 4 5
anda puas
dengan tidur
anda?
17 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah anda
dengan
kemampuan
anda untuk
menampilkan
aktivitas
kehidupan
anda sehari-
hari?
18 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
kemampuan
anda
untuk
bekerja?
19 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda terhadap
88

diri
anda?
20 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
hubungan
personal/sosia
l anda?
21 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
kehidupan
seksual
anda?
22 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
dukungan
yang anda
peroleh dari
teman
anda?
23 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
kondisi
tempat anda
tinggal
89

saat ini?
24 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
akses
anda pada
layanan
kesehatan?
25 Seberapa 1 2 3 4 5
puaskah
anda dengan
transportasi
yang
harus anda
jalani?
90

Lampiran 5 Foto Kegiatan Penelitian


91
92

Lampiran 6 Surat Penelitian


93
94
95
96
97
98
99

Lampiran 7 : Analisis SPSS

Regression ( Analisis Bivariat)


Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:02:31
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any variable
used.
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
Syntax /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
/NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=ENTER GENDER
/RESIDUALS DURBIN.
Processor Time 00:00:00,02

Elapsed Time 00:00:00,02


Resources Memory Required 1740 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots
100

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

1 JENIS KELAMINb . Enter

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.

Model Summaryb
Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-
del Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e
1 ,246a ,060 ,037 20,294 ,060 2,635 1 41 ,112 1,442

a. Predictors: (Constant), JENIS KELAMIN


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1085,383 1 1085,383 2,635 ,112b


1 Residual 16885,687 41 411,846
Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), JENIS KELAMIN
101

Coefficientsa

Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity


Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partial Part Tolera VIF


Error order nce

(Constant) 73,485 9,286 7,914 ,000


1 JENIS
10,722 6,604 ,246 1,623 ,112 ,246 ,246 ,246 1,000 1,000
KELAMIN

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) JENIS KELAMIN

1 1,943 1,000 ,03 ,03


1
2 ,057 5,829 ,97 ,97

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 84,21 94,93 87,70 5,084 43


Residual -76,207 36,793 ,000 20,051 43
Std. Predicted Value -,687 1,422 ,000 1,000 43
Std. Residual -3,755 1,813 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


Regression

Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:05:59
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Input
Filter <none>
Weight <none>
102

Split File <none>


N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling
Statistics are based on cases with no
Cases Used
missing values for any variable used.
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
Syntax
/NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=ENTER
PENGHASILAN
/RESIDUALS DURBIN.
Processor Time 00:00:00,02

Elapsed Time 00:00:00,02


Resources Memory Required 1740 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method
1 PENGHASILANb . Enter

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.
103

Model Summaryb
R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-
Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e

,030a ,001 -,023 20,927 ,001 ,037 1 41 ,849 1,361

a. Predictors: (Constant), PENGHASILAN


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 16,086 1 16,086 ,037 ,849b

1 Residual 17954,983 41 437,926


Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), PENGHASILAN

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity
Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partia Part Tolera VIF


Error order l nce

(Constant) 89,817 11,507 7,805 ,000


1 PENGHA
-1,283 6,696 -,030 -,192 ,849 -,030 -,030 -,030 1,000 1,000
SILAN

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


104

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) PENGHASILAN

1 1,961 1,000 ,02 ,02


1
2 ,039 7,070 ,98 ,98

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 87,25 88,53 87,70 ,619 43


Residual -79,250 34,750 ,000 20,676 43
Std. Predicted Value -,723 1,350 ,000 1,000 43
Std. Residual -3,787 1,661 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


Regression

Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:06:37
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any variable
used.
105

REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
Syntax
/NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=ENTER
STATUS_NIKAH
/RESIDUALS DURBIN.
Processor Time 00:00:00,03

Elapsed Time 00:00:00,03


Resources Memory Required 1740 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

STATUS
1 . Enter
PERNIKAHANb

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-


del Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e
1 ,197a ,039 ,015 20,527 ,039 1,649 1 41 ,206 1,491

a. Predictors: (Constant), STATUS PERNIKAHAN


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP
106

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 694,827 1 694,827 1,649 ,206b

1 Residual 17276,242 41 421,372


Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), STATUS PERNIKAHAN

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity
Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partia Part Tolera VIF


Error order l nce

(Constant) 75,970 9,655 7,869 ,000


STATUS
1
PERNIKAHA 9,515 7,410 ,197 1,284 ,206 ,197 ,197 ,197 1,000 1,000
N

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) STATUS
PERNIKAHAN
1 1,946 1,000 ,03 ,03
1
2 ,054 6,002 ,97 ,97

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


107

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 85,48 95,00 87,70 4,067 43


Residual -77,485 35,515 ,000 20,281 43
Std. Predicted Value -,544 1,795 ,000 1,000 43
Std. Residual -3,775 1,730 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


Regression

Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:07:55
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any variable
used.
108

REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
Syntax
/NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=ENTER
KECACATAN
/RESIDUALS DURBIN.
Processor Time 00:00:00,02

Elapsed Time 00:00:00,02


Resources Memory Required 1740 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

TINGKAT
1 . Enter
KECACATANb

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-


del Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e

1 ,081a ,007 -,018 20,867 ,007 ,273 1 41 ,604 1,281

a. Predictors: (Constant), TINGKAT KECACATAN


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP
109

ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 118,725 1 118,725 ,273 ,604b

1 Residual 17852,345 41 435,423


Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), TINGKAT KECACATAN

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity
Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partia Part Tolera VIF


Error order l nce

13,21
(Constant) 90,883 6,880 ,000
0
1 TINGKAT
KECACATA -2,107 4,035 -,081 -,522 ,604 -,081 -,081 -,081 1,000 1,000
N

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) TINGKAT
KECACATAN
1 1,887 1,000 ,06 ,06
1
2 ,113 4,079 ,94 ,94

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
110

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 84,56 88,78 87,70 1,681 43


Residual -76,562 37,438 ,000 20,617 43
Std. Predicted Value -1,865 ,641 ,000 1,000 43
Std. Residual -3,669 1,794 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Regression

Notes

Output Created 14-JAN-2018 12:09:12


Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any variable
used.
REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
Syntax
/NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=ENTER
PEKERJAAN
/RESIDUALS DURBIN.
Resources Processor Time 00:00:00,03
111

Elapsed Time 00:00:00,02

Memory Required 1740 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

1 PEKERJAANb . Enter

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-


del Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e

1 ,080a ,006 -,018 20,869 ,006 ,266 1 41 ,609 1,347

a. Predictors: (Constant), PEKERJAAN


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 115,629 1 115,629 ,266 ,609b


1 Residual 17855,441 41 435,499
Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Coefficientsa
b. Predictors: (Constant), PEKERJAAN
112

Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity


Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partial Part Tolera VIF


Error order nce

(Constan
93,989 12,618 7,449 ,000
t)
1
PEKERJ
-3,656 7,095 -,080 -,515 ,609 -,080 -,080 -,080 1,000 1,000
AAN

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) PEKERJAAN

1 1,968 1,000 ,02 ,02


1
2 ,032 7,802 ,98 ,98

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 86,68 90,33 87,70 1,659 43


Residual -78,677 35,323 ,000 20,619 43
Std. Predicted Value -,615 1,588 ,000 1,000 43
Std. Residual -3,770 1,693 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


113

Regression

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

PERCEIVED
1 . Enter
STIGMAb

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. All requested variables entered.

Model Summaryb

Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-


del Square R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
Estimate Change Chang Change
e

1 ,341a ,116 ,095 19,683 ,116 5,386 1 41 ,025 1,599

a. Predictors: (Constant), PERCEIVED STIGMA


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2086,601 1 2086,601 5,386 ,025b

1 Residual 15884,469 41 387,426


Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), PERCEIVED STIGMA

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta

(Constant) 96,036 4,682 20,513 ,000


1
PERCEIVED STIGMA -,451 ,194 -,341 -2,321 ,025
114

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) PERCEIVED
STIGMA
1 1,767 1,000 ,12 ,12
1
2 ,233 2,757 ,88 ,88

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 76,19 96,04 87,70 7,048 43


Residual -86,683 25,964 ,000 19,447 43
Std. Predicted Value -1,632 1,183 ,000 1,000 43
Std. Residual -4,404 1,319 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Regression

Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:11:54
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values are
Definition of Missing
treated as missing.
Missing Value Handling Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any variable
used.
115

REGRESSION
/MISSING LISTWISE
/STATISTICS COEFF OUTS R
ANOVA COLLIN TOL CHANGE
ZPP
/CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10)
Syntax /NOORIGIN
/DEPENDENT
KUALITAS_HIDUP
/METHOD=STEPWISE
PERCEIVED_STIGMA GENDER
STATUS_NIKAH
/RESIDUALS DURBIN.
Processor Time 00:00:00,03

Elapsed Time 00:00:00,02


Resources Memory Required 2476 bytes

Additional Memory Required for


0 bytes
Residual Plots

Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered Variables Removed Method

Stepwise (Criteria:
Probability-of-F-to-enter <=
1 PERCEIVED STIGMA .
,050, Probability-of-F-to-
remove >= ,100).

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Model Summaryb

Mo R R Adjusted Std. Error Change Statistics Durbin-


del Squar R Square of the R Square F df1 df2 Sig. F Watson
e Estimate Change Chang Change
e
1 ,341a ,116 ,095 19,683 ,116 5,386 1 41 ,025 1,599

a. Predictors: (Constant), PERCEIVED STIGMA


b. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP
116

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2086,601 1 2086,601 5,386 ,025b

1 Residual 15884,469 41 387,426


Total 17971,070 42

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors: (Constant), PERCEIVED STIGMA

Coefficientsa
Model Unstandardized Standardi t Sig. Correlations Collinearity
Coefficients zed Statistics
Coefficie
nts

B Std. Beta Zero- Partia Part Tolera VIF


Error order l nce

20,51
(Constant) 96,036 4,682 ,000
3
1
PERCEIVED -
-,451 ,194 -,341 ,025 -,341 -,341 -,341 1,000 1,000
STIGMA 2,321

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Excluded Variablesa
Model Beta In t Sig. Partial Collinearity Statistics
Correlation Toleranc VIF Minimum
e Tolerance

JENIS KELAMIN ,195b 1,324 ,193 ,205 ,973 1,027 ,973


1 STATUS
,148b ,996 ,325 ,156 ,977 1,024 ,977
PERNIKAHAN

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


b. Predictors in the Model: (Constant), PERCEIVED STIGMA
117

Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index Variance Proportions

(Constant) PERCEIVED
STIGMA
1 1,767 1,000 ,12 ,12
1
2 ,233 2,757 ,88 ,88

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP

Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Predicted Value 76,19 96,04 87,70 7,048 43


Residual -86,683 25,964 ,000 19,447 43
Std. Predicted Value -1,632 1,183 ,000 1,000 43
Std. Residual -4,404 1,319 ,000 ,988 43

a. Dependent Variable: KUALITAS HIDUP


Explore

Notes
Output Created 14-JAN-2018 12:14:24
Comments
Data
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Input
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 43
User-defined missing values for
Definition of Missing dependent variables are treated as
missing.
Missing Value Handling
Statistics are based on cases with no
Cases Used missing values for any dependent
variable or factor used.
118

EXAMINE
VARIABLES=PERCEIVED_STIG
MA
/PLOT BOXPLOT STEMLEAF
HISTOGRAM NPPLOT
Syntax
/COMPARE GROUPS
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Processor Time 00:00:00,84
Resources
Elapsed Time 00:00:00,82

Case Processing Summary


Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Perc


ent

100,
PERCEIVED STIGMA 43 100,0% 0 0,0% 43
0%

Descriptives
Statistic Std.
Error
Mean 18,49 2,383

Lower Bound 13,68


95% Confidence Interval for Mean
Upper Bound 23,30

5% Trimmed Mean 18,28

Median 25,00
PERCEIVED STIGMA
Variance 244,256

Std. Deviation 15,629

Minimum 0

Maximum 44
Range 44
119

Interquartile Range 34

Skewness -,136 ,361


Kurtosis -1,735 ,709

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Si


g.
,0
PERCEIVED STIGMA ,230 43 ,000 ,819 43
00

a. Lilliefors Significance Correction


PERCEIVED STIGMA

PERCEIVED STIGMA Stem-and-Leaf Plot

Frequency Stem & Leaf

16,00 0 . 0000000000000003
1,00 0. 8
1,00 1. 3
1,00 1. 5
2,00 2 . 04
7,00 2 . 5567799
8,00 3 . 01344444
6,00 3 . 556668
1,00 4. 4

Stem width: 10
Each leaf: 1 case(s)
120
121

ANALISIS UNIVARIAT

Statistics
JENIS KELAMIN TINGKAT PENGHASILAN STATUS
PENDIDIKAN PERNIKAHAN

Valid 43 43 43 43
N
Missing 0 0 0 0
Frequency Table

JENIS KELAMIN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

LAKI-LAKI 29 67,4 67,4 67,4

Valid PEREMPUAN 14 32,6 32,6 100,0


Total 43 100,0 100,0

TINGKAT PENDIDIKAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

TIDAK TAMAT SD 4 9,3 9,3 9,3


TAMAT SD 16 37,2 37,2 46,5
Valid
TAMAT SMP 23 53,5 53,5 100,0
Total 43 100,0 100,0
122

PENGHASILAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

DIATAS UMR 15 34,9 34,9 34,9


Valid DIBAWAH UMR 28 65,1 65,1 100,0
Total 43 100,0 100,0

STATUS PERNIKAHAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

MENIKAH 33 76,7 76,7 76,7

Valid BELUM MENIKAH 10 23,3 23,3 100,0


Total 43 100,0 100,0

PEKERJAAN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

TIDAK 12 27,9 27,9 27,9

Valid BEKERJA 31 72,1 72,1 100,0


Total 43 100,0 100,0
123

Lampiran 8. Manuskrip

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PENDERITA


KUSTA DI PUSKESMAS
KOTA KUPANG 2017

Maria Priscilia Melanie Letor1, Ika Febianti Buntoro2, Sisilia Ratna Tallo Sp.KK3
1
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
2
Departemen Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana
3
Bagian SMF Kulit dan Kelamin RSUD W. Z. Yohannes Kupang

Latar Belakang: Kusta merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium leprae. Penyakit kusta memberikan dampak negatif bagi penderita kusta
tersebut. Stigma merupakan salah satu faktor tertundanya penanganan penyakit kusta yang
membuat penderita merasa malu dan terlambat mencari pengobatan sehingga akan
mengalami kecacatan yang berakibat terjadinya penurunan kualitas hidup. Tujuan:
Mengetahui hubungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, pekerjaan,
percive stigma, cacat kusta, riwayat penyakit kusta dlam keluarga dan status pernikahan
terhadap kualitas hidup.
Metode : Analisis observasional dengan pendekatan cross sectional dan sampel terdiri dari
43 pasien. Teknik sampling yang digunakan adalah total sampling. Hasil penelitian:
karakteristik responden sebagian besar perempuan (67.4%), berumur 18-45 tahun,
penghasilan dibawah UMR (65,1%), yang sudah menikah (77%), sudah bekerja (72,1%)
dengan tingkat kecacatan 0 (67,4%), tidak terdapat riwayat penyakit kusta dalam keluarga
(53,5%), memiliki nilai percive stigma dengan nilai rata-rata 87,70, dan kualitas hidup
dengan nilai rata-rata 18,49. Analisis data dilakukan dengan Uji Regresi Linier Sederhana
dan didapatkan nilai P = 0<0,05.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara umur, percive stigma, dan riwayat penyakit kustta
dalam keluarga dengan kualitas hidup penderita kusta.

Kata kunci : Kusta, percive stigma, kualitas hidup


124

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN DISABILITY AND EDUCATIONLEVELWITH


DEPRESSION LEVEL IN LEPROSY PATIENTS

IN KUPANG CITY 2017

Maria Priscilia Melanie Letor1, Ika Febianti Buntoro2, Sisilia Ratna Tallo Sp.KK3
1
Faculty of Medicine, Nusa Cendana University
2
Department of Tropical Medicine, Faculty of Medicine, Nusa Cendana University
3
Dermatology And Venereology, RSUD W. Z. Yohannes Kupang

Background: Leprosy is an infectious disease caused by Mycobacterium leprae. Leprosy


affects people with leprosy. Stigma is one of the factors delaying the handling of leprosy that
makes people feel shy and late to seek treatment so that will experience a disability that
resulted in a decrease in quality of life.
Objective : To know the relationship between age, sex, education, income, occupation,
percive stigma, leprosy, history of leprosy in family and marital status on quality of life.
Methods :This research use observational analytical method with cross sectional approach
and the sample consisted of 43 patients. Sampling technique used was total sampling. Results
: the characteristics of the respondents were mostly women (67.4%), aged 18-45 years old,
underage wage (65.1%), married (77%), working (72.1%) with disability level 0 (67.4 %),
there is no history of leprosy in the family (53.5%), has a stigma percive value with an
average value of 87.70, and quality of life with an average value of 18.49. Data analysis was
done with Simple Linear Regression Test and got value P = 0 <0,05.Conclusion : There is
relationship between age, percive stigma, and history of kustta disease in family with quality
of life of leprosy patient.

Key words : Leprosy, percive stigma, quality of life


125

PENDAHULUAN dengan beban kusta tinggi (high


Penyakit kusta yang juga endemic) jika Newly Case Detection
dikenal dengan lepra atau Morbus Rate (NCDR) ≥ 10 per 100.000
Hansen merupakan penyakit infeksi penduduk dan kusta rendah (low
yang disebabkan oleh endemic) jika NCDR ≤ 10 per
Mycobacterium leprae(1). Penyakit 100.000 penduduk. Di Indonesia
kusta merupakan salah satu penyakit telah ditetapkan 33 provinsi ke dalam
menular yang dapat menimbulkan 2 kelompok beban kusta, yaitu
masalah yang sangat kompleks, provinsi dengan beban kusta tinggi
bukan hanya dari segi medis tetapi (high endemic) sebanyak 13 provinsi
meluas sampai masalah sosial, dan beban kusta rendah (low
ekonomi, psikologis, dan budaya(2). endemic) sebanyak 20 provinsi.
Dari data World Health Hampir seluruh provinsi di bagian
Organization (WHO) yang timur Indonesia merupakan daerah
dikumpulkan dari 136 negara pada dengan beban kusta tinggi(4). Nusa
September 2016 menunjukkan angka Tenggara Timur NCDR nya sebesar
penemuan kasus baru mencapai 7,13 berarti masuk kriteria low
210.758 kasus. Wilayah dengan endemic(5).
angka penemuan kasus baru kusta Penderita Kusta baru yang paling
tertinggi di dunia yaitu Wilayah Asia banyak terjadi di NTT menurut Profil
Tenggara dengan temuan sebanyak Kesehatan NTT, 2015 ditemukan di
156.118 kasus. Di Indonesia sendiri Kabupaten Flores Timur, dan Kota
menjadi negara dengan penemuan Kupang memiliki jumlah penderita
kasus baru tertinggi ke-3 didunia kusta dengan urutan ke-dua tertinggi
dengan 17.202 kasus dibawah India di NTT. Jumlah penderita kusta di
dengan 127.326 kasus dan Brazil Kota Kupang pada 2015 yaitu 60
dengan 26.395 kasus(3). kasus. Profil Kesehatan NTT
Direktorat Jenderal Pengendalian mencatat bahwa pada 2011-2014
Penyakit dan Penyehatan dilaporkan kasus kusta mengalami
Lingkungan menetapkan dua peningkatan jumlah. Pada 2011
kelompok beban kusta yaitu provinsi sebanyak 343 kasus, pada 2012
126

menjadi 486 kasus, 2013 menurun Faktor yang memberikan


menjadi 430 kasus dan pada 2014 kontribusi terhadap tingginya
meningkat lagi menjadi 575 kasus. kejadian kusta yaitu perilaku
Sedangkan pada 2015 mengalami masyarakat yang dapat
penurunan menjadi 306 kasus(6). menyebabkan terjadinya kusta
Sebagian besar penderita kusta seperti: tingkat pengetahuan
berasal dari golongan ekonomi tentang penyakit kusta, minimnya
lemah. Keadaan ini turut pengetahuan dan stigma
memperburuk penanganan penyakit masyarakatakan penyakit yang
kusta yang seharusnya ditangani menyebabkan penderita terlambat
dengan cermat. Apabila penderita berobat sehingga menimbulkan
tidak diobati dengan baik dan cacat dan berpotensi menularkan
dilakukan pengawasan secara cermat kuman selanjutnya akan
dapat menimbulkan cacat dan mempengaruhi kualitas hidup
keadaan ini menjadi halangan bagi penderita(7). Lingkungan fisik
penderita kusta untuk bersosialisasi rumah yang tidak memenuhi syarat
dalam lingkungan untuk memenuhi kesehatan seperti: intensitas
kebutuhan sosial(2). pencahayaan, luas ventilasi, jenis
Penderita kusta yang kurang lantai, jenis dinding, kepadatan
memperoleh perhatian dari keluarga hunian yang buruk, dimana
dan masyarakat akan merasa rendah kelembaban, dan suhu, semakin
diri, penderita merasa malu sehingga memperparah kejadian tersebut
sering kali menjadi alasan untuk karena lingkungan fisik dapat
tidak menjalani pengobatan dengan menyebabkan kuman kusta bisa
teratur. Hal ini tentunya sangat berkembang secara optimal dan
merugikan baik bagi penderita perkembangannya akan semakin
sendiri maupun keberhasilan meningkat. Seiring dengan
program pemberantasan kusta di kepadatan hunian yang buruk,
masyarakat. Disamping itu perlu penderita akan lebih banyak kontak
mengubah pandangan yang salah dari dengan non penderita sehingga
masyarakat tentang penyakit kusta(2). akan menyebabkan menularnya
127

penyakit kusta ke anggota keluarga tahun 2017 dengan jumlah sampel


yang lain(7). sebanyak 43 orang penderita kusta
Berdasarkan hasil penelitian yang yang sesuai dengan kriteria inklusi
dilakukan oleh Joseph & Rao (1999) dan ekslusi. Pengambilan sampel
di Brazil mengatakan bahwa dilakukan dengan metode total
penghasilan berhubungan dengan sampling yaitu teknik pengambilan
kualitas hidup penderita kusta dan sampel dimana jumlah sampel sama
terdapat kolerasi positif antara status dengan populasi. Analisis data
sosial ekonomi dengan skor kualitas disajikan secara univariat untuk
hidup, serta penelitian Tsutsumi mendeskripsikan karakteristik setiap
(2007) yaitu penghasilan keluarga variabel penelitian, analisis bivariat
memiliki hubungan dengan kualitas digunakan untuk mengetahui
hidup penderita kusta(8). Beberapa hubungan antara variabel bebas
penelitian lain yang mendukung dengan variabel terikat menggunakan
antara laintentang analisis kualitas uji Regresi Linier Sederhana dimana
hidup penderita kusta yang dilakukan jika nilai P < 0,05 maka dapat
di Puskesmas Kedaung Wetan Kota disimpulkan hasil penelitian
Tanggerang oleh Rahayuningsi mempunyai kemaknaan secara
(2012) menyatakan bahwa stigma statistik.
sangat berperan penting karena
berhubungan dengan kualitas hidup HASIL DAN PEMBAHASAN
(9)
penderita kusta . Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
METODE PENELITIAN Menurut Jenis Kelamin
Jenis penelitian yang
JenisKelamin Subyek Penelitian
digunakan merupakan penelitian
N %
observasional analitik dan
pendekatan Cross sectional. Laki-laki 29 67,4

Penelitian ini dilakukan di Perempuan 14 32,6


puskesmas Kota Kupang. Waktu
Jumlah 43 100,0
penelitian pada bulan Juli-Agustus
128

Tabel 2. Karakteristik Responden Jumlah 43 100,0


Menurut Usia

Kelompok Subyek Penelitian Tabel 5. Karakteristik Responden


Usia Menurut Pekerjaan
N %
Pekerjaan Subyek
< 18 0 0
Penelitian
18 – 45 28 65,1

> 45 15 34,9 N %

Jumlah 35 100,0 Bekerja 31 72,1

Tidak 12 27,9
Tabel 3. Karakteristik Responden Bekerja
Menurut Penghasilan Jumlah 43 100,0

Pekerjaan Subyek Penelitian


Tabel 6. Karakteristik Responden
N %
Menurut Tingkat Kecacatan
Diatas 15 34,9
UMR Tingkat Subyek Penelitian
Kecacatan
Dibawah 28 65,1 N %

UMR

Jumlah 43 100,0 Cacat Tingkat 0 29 67,4

Cacat Tingkat 1 6 14,

Tabel 4. Karakteristik Responden Cacat Tingkat 2 8 18,6


Menurut Perkawinan

Status Subyek Penelitian


Pernikahan
N %

Menikah 33 76,7

Tidak 10 23,3
Menikah
129

Tabel 7. Karakteristik Responden Tabel 10. Karakteristik Responden


Menurut Tingkat Pendidikan menurut Kualitas Hidup

Tingkat Subyek Penelitian Kualitas Hidup Nilai


Pendidikan
N % Minimum 0

Maksimum 44
Tidak tamat 20 46,5
Rata-rata 18,49
SMP
23 53.5
Tamat SMP
ANALISIS BIVARIAT

Faktor Resiko P
Tabel 8. Karakteristik Responden
Jenis Kelamin 0,112
Menurut Riwayat Penyakit Kusta
Umur 0,041*
Dalam Keluarga
Tingkat 0,366
Riwayat
Subyek Penelitian Pendidikan
Penyakit
N % Pekerjaan 0,609
Kusta
Penghasilan 0,849
Dalam
Perceived Stigma 0,025*
Keluarga
Status Pernikahan 0,206
Tidak Ada 23 53,5 Riwayat Keluarga 0,011*
Ada 20 46,5 Tingkat Kecacatan 0,604
Keterangan : Uji Regresi Linier
Tabel 9. Karakteristik Responden Sederhana
Menurut Percive Stigma  P <0,05
Berdasarkan tabel di atas didapatkan
Percive Stigma Nilai
:
Minimum 8 1. Hubungan jenis kelamin

Maksimum 122 dengan kualitas hidup


penderita kusta
Rata-rata 87,70
Berdasarkan tabel
diatas Secara statistik hasil
analisa menunjukan nilai p =
130

0,112 (p > 0,05) yang berarti (2013) menyatakan bahwa


bahwa tidak terdapat terdapat hubungan antara
hubungan antara jenis jenis kelamin dengan kualitas
kelamin dengan kualitas hidup. Banyak faktor yang
hidup. mempengaruhi kualitas hidup
Hasil penelitian ini itu sendiri yang mana
sesuai dengan penelitian antaranya jenis kelamin.
yang dilakukan oleh Mankar Setiap penyakit dapat
(2011). Peneliti menduga hal menyerang manusia baik laki-
ini disebabkan penyakit kusta laki maupun perempuan
memberikan dampak yang tetapi pada beberapa penyakit
sama baik pada jenis kelamin terdapat perbedaan frekuensi
laki-laki maupun perempuan antara laki-laki dan
terhadap peran mereka dalam perempuan, antara lain
pergaulan sosial. Bagi laki- disebabkan perbedaan
laki, penyakit kusta pekerjaan, kebiasaan hidup,
merupakan ancaman bagi genetik, atau kondisi
peran sebagai kepala keluarga fisiologis itu sendiri. Hal ini
sehubungan dengan sesuai dengan teori riyadi
penurunan kapasitas (2009) yang menyatakan
produktif dan kehilangan bahwa setiap individu akan
potensi seksual. Pada mempengaruhi tingkat
perempuan, gangguan yang kualitas hidupnya(44).
dirasakan berupa Menurut Mariyanti
pengurangan kemampuan (2013), jenis kelamin laki-
untuk melakukan tugas di laki yang lebih banyak dari
lingkungan keluarga dan wanita dapat disebabkan oleh
lingkungan kerja(52). beberapa hal, dikarenakan
Tetapi berbeda laki-laki memiliki gaya hidup
dengan penelitian yang dan kualitas hidup yang
dilakukan oleh Mariyanti kurang baik yang dapat
131

mempengaruhi kesehatan 2. Hubungan usia dengan


seperti merokok, minum kualitas hidup penderita
kopi, personal hygien yang kusta
kurang alkohol, dan minuman Berdasarkan tabel
suplemen yang berdampak diatas Secara statistik hasil
terhadap kualitas analisa menunjukan nilai p =
hidupnya(44). Penelitian ini 0,041 (p < 0,05) yang berarti
sejalan dengan pendapat bahwa terdapat hubungan
Nurhayati 2011 yang antara usia dengan kualitas
menyatakan bahwa responden hidup penderita kusta.
laki-laki yang suka merokok, Kualitas hidup adalah sejauh
tidak menjaga personal mana seseorang dapat
hygien dan minum kopi juga merasakan dan menikmati
dapat mempengaruhi kualitas terjadinya segala peristiwa
hidup responden itu sendiri. penting dalam kehidupannya
Dalam hal ini karakteristik sehingga kehidupannya
seseorang sangat menjadi sejahtera. Jika
mempengaruhi pola seseorang dapat mencapai
kehidupan seseorang, karena kualitas hidup yang tinggi,
karakteristik bisa dilihat dari maka kehidupan individu
beberapa sudut pandang tersebut mengarah pada
diantaranya jenis kelamin, keadaan sejahtera sebaliknya
disamping itu keseriusan jika seseorang mencapai
seseorang dalam menjaga kualitas hidup yang rendah,
kesehatannya sangat maka kehidupan individu
mempengaruhi kualitas tersebut mengarah pada
kehidupanya baik dalam keadaan tidak sejahtera. Hal
beraktivitas, istirahat, ataupun ini sesuai dengan penelitian
psikologisnya(45). Hardiwinoto (2005) yang
menyebutkan bahwa
kesejahteraan menjadi salah
132

satu parameter tingginya hubungan antara tingkat


kualitas hidup lanjut usia pendidkan dengan kualitas
sehingga mereka dapat hidup. Hal ini mungkin
menikmati kehidupan masa disebabkan karena ada
tuanya(43). beberapa faktor penyebab
Menurut WHOQOL lain yang lebih
Group menyebutkan bahwa mempengaruhi kualitas hidup
kualitas hidup dipengaruhi yaitu lamanya menderita
oleh kesehatan fisik, kusta, faktor psikologis dan
kesehatan psikologis, faktor resiko lainnya yang
hubungan sosial, dan aspek tidak diteliti oleh peneliti.
lingkungan. Empat domain Berbeda dengan
kualitas hidup diidentifikasi penelitian yang dilakukan
sebagai suatu perilaku, status oleh Moons, Marquet, Budst,
keberadaan, kapasitas dan De Gees (2004)
potensial, dan persepsi atau mengatakan bahwa tingkat
pengalaman subjektif pendidikan adalah salah satu
(WHOQOL Group). Jika faktor yang dapat
kebutuhan-kebutuhan mempengaruhi kualitas hidup
tersebut tidak terpenuhi, akan subjektif. Penelitian yang
timbul masalah-masalah dilakukan oleh Wahl, Astrid,
dalam kehidupan lanjut usia Rusteun, Hanested (2004)
yang akan menurunkan menemukan bahwa kualitas
kualitas hidupnya(35). hidup akan meningkat seiring
3. Hubungan tingkat dengan lebih tingginya
pendidikan dengan kualitas tingkat pendidikan yang
hidup didapatkan oleh individu.
Secara statistik hasil Penelitian yang dilakukan
analisa menunjukan nilai p = oleh Noghani, Asghapur, dan
0,366 (p > 0,05) yang berarti Safa (2007) dalam
bahwa tidak terdapat menemukan adanya pengaruh
133

positif dari pendidikan (2004) menemukan bahwa


terhadap kualitas hidup status pekerjaan berhubungan
subjektif namun tidak dengan kualitas hidup baik
banyak(46). pada pria maupun wanita (46).
4. Hubungan pekerjaan 5. Hubungan penghasilan
dengan kualitas hidup dengan kualitas hidup
Berdasarkan tabel Berdasarkan tabel
bivariat diatas Secara statistik tabel bivariat diatas. Secara
hasil analisa menunjukan statistik hasil analisa
nilai p = 0,609 (p > 0,05) menunjukan nilai p = 0,849 (p
yang berarti bahwa tidak > 0,05) yang berarti bahwa
terdapat hubungan antara tidak terdapat hubungan
pekerjaan dengan kualitas antara penghasilan dengan
hidup. kualitas hidup. Penelitian ini
Berbeda lagi dengan berbeda dengan penelitian
penelitian yang dilakukan yang lain yaitu tidak adanya
oleh Moons, Marquet, Budst, hubungan antara penghasilan
dan De Gees (2004) dengan kualitas hidup.
mengatakan bahwa terdapat Penelitian yang
perbedaan kualitas hidup dilakukan oleh Baxter (1998)
antara penduduk yang dan dalkey (2002)
berstatus sebagai pelajar, menemukan adanya pengaruh
penduduk yang bekerja, dari faktor demografi berupa
penduduk yang tidak bekerja penghasilan dengan kualitas
(atau sedang mencari hidup yang dihayati secara
pekerjaan), dan penduduk subjektif. Penelitian yang
yang tidak mampu bekerja dilakukan oleh Noghani,
(atau memiliki disabiliti Safa, dan Kermani (2007)
tertentu). Ada juga penelitian juga menemukan adanya
yang dilakukan oleh Wahl, kontribusi yang lumayan dari
Astrid, Rusteun & Hanested faktor penghasilan terhadap
134

kualitas hidup subjektif hasil analisa menunjukan


namun tidak banyak(47). nilai p = 0,025 (p < 0,05)
Disamping hambatan yang berarti bahwa terdapat
dalam bidang sosial, kusta hubungan antara Percive
dan stigma yang berkaitan Stigma dengan kualitas hidup
juga membebankan hambatan penderita kusta.
yang besar dalam bidang Stigma adalah
ekonomi pasien dan penilaian negatif masyarakat
keluarganya. Stigma akan suatu hal atau tingkah
menyebabkan pasien kusta laku tertentu. Terdapat
kesulitan mencari pekerjaan berbagai macam pendekatan
atau kehilangan pekerjaan dalam mendefinisikan stigma.
dan penghasilan. Pasien kusta Goffman (1963)
juga kesulitan dalam mendefinisikan stigma
mendapatkan pinjaman sebagai atribut yang sangat
usaha. Hal ini akan membuat mencemarkan (deeply
pasien kusta mengalami discrediting) yang
kesulitan keuangan. Studi mengurangi nilai individu
oleh Prabhakara Rao dkk. sebagai manusia yang utuh.
(2000) pada 478 pasien kusta Penyakit kulit, termasuk
dengan cacat derajat 1 dan 2 kusta, yang tampil berbeda
di India menemukan bahwa dibandingkan dengan kulit
16-44% pasien kusta sehat akan menarik perhatian
mengalami penurunan dan mengundang reaksi orang
penghasilan akibat sekitar. Label sosial dan
penyakitnya(51). stigma kemudian akan
melekat. Puncak proses
6. Hubungan Percive Stigma
stigma terjadi ketika
dengan kualitas hidup
perbedaan yang ada
Berdasarkan tabel
menyebabkan berbagai
bivariat diatas Secara statistik
135

bentuk penolakan, eksklusi, membatasi kegiatan


dan diskriminasi(48). pendidikan mereka(50).
Pasien kusta sering 7. Hubungan status
mengalami stigma yang pernikahan dengan kualitas
cukup berat sebagai akibat hidup
penilaian atau “cap” sosial Berdasarkan tabel
yang buruk tentang bivariat diatas Secara statistik
penyakitnya atau kecacatan hasil analisa menunjukan
yang ditimbulkannya. Pasien nilai p = 0,206 (p > 0,05)
dan keluarganya mengalami yang berarti bahwa tidak
perlakuan negatif, isolasi terdapat hubungan antara
sosial, dan perilaku jenis kelamin dengan kualitas
diskriminatif lainnya(49). hidup.
Studi oleh de Stigter Penelitian ini sejalan
dkk. (2000) pada 300 orang dengan penelitian yang
anggota masyarakat di Nepal dilakukan oleh Costa dkk
yang dilakukan dengan cara menyebutkan bahawa tidak
melakukan wawancara terdapat hubungan antara
dengan pertanyaan terbuka status pernikahan dengan
menunjukkan bahwa pasien kualitas hidup. Peneliti
kusta mendapat perlakuan menduga penyebabnya
negatif oleh masyarakat, karena status pernikahan
yakni dikucilkan dalam tidaklah menjadi dukungan
masyarakat, menda-patkan terhadap kualitas hidup
penolakan, dan dibenci penderita kusta, justru apabila
masyarakat. Pasien yang penderita kusta menikah
berusia muda kerap dibatasi merasa ketakutan berlebih
dalam meraih pendidikan, ketika didiagnosa kusta.
sekolah enggan menerima Seorang suami tidak bisa
mereka sebagai siswa atau menerima keadaan memenuhi
kebutuhan istri dan anaknya,
136

dan seorang istri takut tidak antara riwayat penyakit kusta


dapat melayani suaminya dalam keluarga dengan
sehingga diceraikan(53). kualitas hidup. Belum ada
Berbeda lagi dengan penelitian terkait dengan
penelitian yang dilakukan riwayat penyakit kusta dalam
oleh Moons, Marquet, Budst, keluarga dengan kualitas
dan de Geest (2004) hidup.
mengatakan bahwa terdapat Tetapi ada teori
perbedaan kualitas hidup pendukung yang mengatakan
antara individu yang tidak bahwa terdapat hubungan
menikah, individu bercerai antara riwayat penyakit kusta
ataupun janda, dan individu dengan kualitas hidup
yang menikah. Demikian juga dikarenakan kuman
dengan penelitian yang Mycobacterium leprae akan
dilakukan oleh Wahl, menular kepada manusia
Rustoen, Hanestad, Lerdal & melalui kontak langsung
Moum (2004) menemukan dengan penderita (keduanya
bahwabaik pada pria maupun harus ada lesi baik
wanita, individu dengan mikroskopis maupun
status menikah memiliki makroskopis, dan adanya
kualitas hidup yang lebih kontak yang lama dan
tinggi(46). berulang-ulang) dan melalui
8. Hubungan riwayat pernapasan, bakteri kusta ini
penyakit kusta dalam mengalami proses
keluarga dengan kualitas perkembangbiakan dalam
hidup waktu 2-3 minggu, mampu
Berdasarkan tabel bivariat bertahan 9 hari di luar tubuh
diatas Secara statistik hasil manusia. Masa inkubasi rata-
analisa menunjukan nilai p = rata 2-5 tahun bahkan juga
0,011 (p < 0,05) yang berarti dapat memakan waktu lebih
bahwa terdapat hubungan dari 5 tahun(12).
137

9. Hubungan antara tingkat penyakit dan mencegah


kecacatan dengan kualitas kecacatan. Selain itu adanya
hidup kelompok perawatan diri
Berdasarkan tabel (KPD) yang mengajarkan
bivariat diatas Secara statistik cara-cara perawatan yang
hasil analisa menunjukan bertujuan mencegah
nilai p = 0,604 (p > 0,05) kecacatan dan mengurangi
yang berarti bahwa tidak cacat yang sudah ada
terdapat hubungan antara membuat penderita lebih
tingkat kecacatan dengan percaya diri(53).
kualitas hidup. Hal ini KESIMPULAN
mungkin disebabkan karena 1) Terdapat hubungan antara
tingkat kecacatan responden riwayat penyakit kusta dalam
yang diteliti pada penelitian keluarga, Percive Stigma dan
ini rata-rata memiliki tingkat usia dengan kualitas hidup
kecacatan hanya sebatas 0 penderita kusta.
dan 1, sehingga tidak begitu 2) Tidak terdapat hubungan
mengganggu kegiatan mereka antara jenis kelamin, tingkat
sehari-hari, dan tidak pendidikan, pekerjaan,
mempengaruhi kualitas penghasilan, status
hidup. pernikahan, dan tingkat
Hasil penelitian ini kecacatan dengan kualitas
berbrbeda dengan penelitian hidup penderita kusta.
yang dilakukan oleh costa
dkk. Peneliti menduga DAFTAR PUSTAKA
penyebabnya karena 1. W. I Made, D. S. Emmy, M.
munculnya terapi MDT L. Sri. Kusta. Ilmu Penyakit
secara rutin oleh petugas Kulit dan Kelamin, edisi 7, pp.
telah menimbulkan 87-102. Jakarta: Badan
optimisme tentang prospek Penerbit FKUI; 2015.
untuk menghilangkan
138

2. Departemen Kesehatan RI. Timur; 2012.


Buku Pedoman Nasional
6. Dinas Kesehatan Provinsi
Pengendalian Penyakit Kusta.
Nusa Tenggara Timur. Profil
Jakarta: Direktorat Jenderal
Kesehatan Provinsi Nusa
Pengendalian Penyakit dan
Tenggara Timur Tahun 2015.
Penyehatan Lingkungan;
Kupang; 2015.
2012.
7. Suardi. Faktor - Faktor Yang
3. Indonesia U. Kemenkes R.I.
Berhubungan Dengan
(2007). Pedoman Nasional
Kejadian Penyakit Kusta di
Pengendalian Penyakit Kusta.
Kabupaten Biak Numfor.
Jakarta: Direktoral Jenderal
[Skripsi] 2012. Diakses
Pengendalian Penyakit dan
tanggal 14 April 2017Sumber:
Penyehatan Lingkungan
http://eprints.undip.ac.id/4254
Kementrian Kesehatan
3.
Republik Indonesia.
2009;(2001):9–26. 8. Risiko F, Berhubungan Y,
Kejadian D. Joseph, G. A., &
4. Direktorat Jenderal
Rao, P.S (1999). Impact Of
Pengendalian Penyakit dan
Leprosy on the Quality of
Penyehatan Lingkungan Profil
Life. Bulletin of the World
Pengendalian Penyakit dan
Health Organization No. 77,
Penyehatan Lingkungan
515-517. 2014;3(1):1–10.
Tahun 2012. Jakarta:
Kementrian Kesehatan; 2013. 9. Rahayuningsih E. Analisis
kualitas.Euis Rahayuningsih,
5. NTT DKP. Profil Kesehatan
FKM UI, 2012. 2012;5(1).
Provinsi Nusa Tenggara
Available from: www.ub.com
Timur Tahun 2012. Dr.
Stefanus Bria Seran M, editor. 10. Susanto, Nugroho. Faktor-
Kupang: Dinas Kesehatan Faktor yang Berhubungan
Provinsi Nusa Tenggara Dengan Tingkat Kecacatan
Penderita Kusta. Tesis.
139

Yogyakarta: Sekolah Measures. McMaster


Pascasarjana Universitas University CanChild Centre
Gadjah Mada; 2006. for Childhood Dissability
Reseach. 2009;
11. Hiswani. 2001. Kusta Salah
Satu Penyakit Menular yang 15. WHO. Mondiale de la sante.
Masih Dijumpai di Indonesia. Completion of Treatment and
www. repository. usu. ac. id. cure. Dalam A Guide to
Artikel. Eliminating Leprosy As A
http://repository.usu.ac.id/bitst Public Health Problem. 2nd
ream/123456789/3663/1/fkm- ed. Genewa, 1997 : 35-7.
hiswani2.pdf. 2009;13–39.
16. Ii BAB. Fitzpatrick T.B Johns
12. InfoDatin, pusat data dan R.A Wolff K, eds. Dalam
informasi kementrian color Atlas and Synopsis Of
kesehatan RI. 2015. Clinical Dermatologi. 3nd ed.
Philladelphia : McGraw-Hill,
13. Indonesia U. Kementerian
1997: 658-63. 2009;
Kesehatan RI. 2014. Kusta,
Penyakit Menular yang Sulit 17. Agusni I. Perubahan Pola
Menular. www. depkes. go. id. Imunopatologik sebagai
[serial on line]. indikator untuk penanganan
http://www.depkes.go.id/articl kusta subklinik. Disertasi.
e/print/2014420003/ kusta- Program Pasca Sarjana
penyakit- menular-yang-sulit- Universitas Airlangga,
menular.html. 2009;27–42. Surabaya, 1997. 2015;28–34.

14. King, S., Schwallnus, H., 18. Rao, S. and Joseph, G. Impact
Russel, D., Shapiro, L., & Of Leprosy On The Quality
Aboelele, O. (2005). Of Life; 2007. Available from:
Assessing Quality of Life of http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
Children and Youth With mc/articles/PMC2557686/.
Dissabilities : Available
19. Brouwers, et. al. Quality Of
140

Life, Perceived Stigma, 24. Lumongga, L. N. Depresi


Activity And Participation Of Tinjauan Psikologis. Jakarta:
People With Leprosy-Related Kencana; 2009.
Disabilities In South-East
25. Rahayuningsih, E. 2012.
Nepal; 2011. Available from:
Analisis Kualitas Hidup
http://dcidj.org/article/view/15
Penderita Kusta di Puskesmas
/30.
Kedaung Wetan Kota
20. Kaur and Van Brakel. Tangerang Tahun 2012. Tesis.
Dehabilitation of leprosy Depok: Program Pascasarjana
affected people a study on Universitas Indonesia.
leprosy affected beggars;
26. Utara US. Zulkifli. 2003.
2002. Available from:
Penyakit Kusta dan Masalah
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/p
yang Ditimbulkannya. Artikel.
ubmed/12549842.
[serial on line].
21. Kurnianto, Joko. Faktor-faktor http://library.usu.ac.id/downlo
yang berhubungan dengan ad/fkm/fkm-zulkifli2.pdf.
kecacatan penderita kusta di
27. Fajar, N.A. 2010. Dampak
Kabupaten Tegal. Tesis.
Psikososial Penderita Kusta
Semarang: Universitas
dalam Proses
Diponegoro; 2002.
Penyembuhannya. Jurnal
22. A. D. Muh. Penyakit Kusta, Pembangunan Manusia, 10
Sebuah Pendekatan Klinis. (1): 2-5.
Penerbit Brilian Internasional;
28. Kemenkes RI. (2011).
2012.
Pedoman Pengendalian
23. Bainson, K.A, Van Den Borne Penyakit Kusta. Jakarta:
B. (1998). Dimensions and Direktoral Jendral
process of stigmatization in Pengendalian Penyakit dan
leprosy. Leprosy Review , Penyehatan Lingkungan
Vol. 69, 341-350. 2014; Kementrian Kesehatan
141

Republik Indoneia. International Journal of


Leprosy and Other
29. Prawoto. Faktor - Faktor
Mycobacterial Diseases , Vol.
Risiko Yang Berpengaruh
71 Number 3. (12):12–55.
Terhadap Terjadinya Reaksi
Kusta (Studi di wilayah kerja 33. Risiko F, Berhubungan Y,
Puskesmas Kabupaten Kejadian D. WHO. (2002).
Brebes). [Tesis] 2008. Diakses WHOQOL_SRP : Users
tanggal 5 April 2017 Sumber: manual. Geneva: WHO.
eprints.undip.ac.id/6325.
34. King, S., Schwallnus, H.,
30. Notoatmodjo S. Metodologi Russel, D., Shapiro, L., &
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Aboelele, O. (2005).
Rineka Cipta; 2012. Assessing Quality of Life of
Children and Youth With
31. Wong, M. L., &
Dissabilities : Available
Subramaniam, P. (2004).
Measures. McMaster
Socio-Cultural Issues in
University CanChild Centre
Leprosy Control and
for Childhood Dissability
Management. Singapore:
Reseach.
Faculty of Medicine National
University of Singapore. 1 35. WHO. (1997). WHOQOL :
Marian E, Valois DS, Maria F, Measuring Quality of Life.
Campos C, Ignotti E Preval Geneva: World Health
Mycobacterium leprae Organization.
Environ A Rev
36. Muhaimin, T. (2009). Dampak
2015;9(40)2103–10.
HIV/AIDS dalam Keluarga
2015;9(40):2103–10.
terhadap Kualitas Hidup
32. Brakel, W. H. (2003). Anak. Disertasi. Depok:
Measuring Leprosy Stigma-A Departemen Kependudukan
Preliminary Review of the dan Biostatistik FKM UI.
Leprosy Literature.
37. Studi P, Keperawatan I,
142

Jember U. Nicholls PG, Wiens 40. Sastroasmoro S, Ismael S.


C, Smith WC. (2003). Delay Dasar - Dasar Metodologi
in presentation in the context Penelitian Klinis. 4th ed.
of local knowledgeaned Jakarta: Sagung Seto; 2011.
attitude toward leprosy-the
43. Risdianto. (2009). Hubungan
result of qualitif work in
Dukungan Sosial dengan
paraguay. Internasional
Kualitas Hidup Lanjut Usia di
Journal Of Reprosy: other
De sa Kemb ang Kuning
Mycobacterium Disease Vol
Cepogo Boyolali. Skripsi
71:248-246. 2013;
Fakultas Ilmu Kesehatan
38. Mankar, M. J., Joshi, S. M., Universitas
Velankar, D. H., Mhatre, R. MuhammadiyahSurakarta.
K., & Nalgundwar, A. N.
44. Mariyanti ,(2013). At a
(2011). A Comparative Study
Glance
of the Quality of Life,
Medicine.Erlangga.Jakart
Knowledge, Attitude and
Belief About Leprosy Disease 45. Nurhayati,(2011).Tingkat
Among Leprosy Patients and Kualitas Hidup Pasien Kusta.
Community Members in Kesmas (2) 2011
Shantivan Leprosy Reh.
46. Moons, Marquet, Budst, dan
39. Palandeng HMF, Rombot D De Gees (2004).Pengaruh
V. Tsutsumi, A, Izutsu, T., Tingkat Pendidikan dan
Akramul Islam MD., Dukungan Keluarga Terhadap
Maksuda, A., Kato, H., & Kepatuhan Minum Obat
Wakai, S. (2007) The Quality Penderita Kusta di Kabupaten
of life, Mental Health and Aceh Utara.Tesis.Banda
Precived Stigma Of Leprosy Aceh:Universitas Syiah Kuala.
Patients In Bangladesh. Sosial
47. Baxter, dkk(1998). Kusta
Science & Medicine 64, 2443-
Diagnosis dan Pelaksanaan.
2453. 2014;87–92.
Fakultas Kedokteran
143

Universitas Indonesia; 1998 socio-economic evaluation.


Lepr Rev2000; 71: 466–471.
48. Chaturvedi SK, Singh G,
Gupta N. Stigma experience in 52. Mankar MJ,Joshi SM,
skin disorder: An Indian Velankar DH, Mhatre RK, and
perspective. Dermatol Nalgundwar
Clin2005; 23: 635-42. AN.Acomparative study of the
quality of life, knowledge,
49. Rensen C, Bandyopadhyay
attitude and belief about
S, Gopal PK, Vanbrakel
leprosy disease among leprosy
WH. Measuring leprosy-
patients and community
related stigma – a pilot members in Shantivan leprosy
study to validate a toolkit of rhabilitation centre, Nere,
instruments. Disabil Maharashtra, India:J Glob
Rehabil. 2010; 1-9. Infect Dis;2011; 3(4): 378–
382
50. Stigter D, de Gaus L,
Heynders M. Leprosy: 53. Costa MD,Terra FS,Costa RD

between acceptance and Lyon S, Costa AMD, Antunes


CMF. Assessment of quality
segregation. Community
of life of patients with leprosy
behavior towards persons
reactional states treatedin A
affected by leprosy in
Dermatology Reference
Eastern Nepal. Lepr Rev,
Center.An. Bras.
2000; 71: 492-8. Dermatol.Rio de Janeiro;2012;

51. Prabhakara Rao V, Rao IR, vol.87

Palande DD. Socio-


economic rehabilitation
programme of LEPRA India
–methodology, results and
application of needs-based
144

Anda mungkin juga menyukai