Anda di halaman 1dari 27

1

REFERAT
Demam Berdarah Dengue (DBD) Pada Anak
Maria P.Melanie Letor, S.Ked
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang
Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang
dr. Irene K. L. A. Davidz, Sp.A

PENDAHULUAN

Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi virus yang disebabkan oleh

virus dengue yang memiliki spektrum klinis yang luas pada manusia. Manifestasi klinis yang

bervariasi mulai dari yang paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), demam

dengue, demam berdarah dengue sampai demam berdarah dengue disertai syok (dengue

shock syndrome = DSS). Gambaran manifestasi yang bervariasi ini mengakibatkan suatu

fenomena gunung es dengan kasus dengue ringan (silent infection dengue) sebagai

dasarnya.(1)

World Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi

dengue terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya di antaranya 500.000 orang memerlukan

rawat inap dan hampir 90% dari rawat inap adalah anak-anak.(2)

Demam berdarah adalah penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk, yang paling

cepat menyebar di dunia. Dalam 50 tahun terakhir, kejadian DBD telah meningkat 30 kali

lipat. Sekitar 1,8 miliar (lebih dari 70%) populasi berisiko demam berdarah di seluruh dunia

tinggal di negara-negara anggota Wilayah Asia Tenggara dan Wilayah Pasifik Barat. Epidemi

demam berdarah adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia, Myanmar, Sri

Lanka, Thailand dan Timor-Leste yang berada di zona tropis dan ekuatorial dimana nyamuk

Aedes aegypti tersebar luas di daerah perkotaan dan pedesaan, di mana banyak serotipe virus

beredar. Dengue adalah penyebab utama rawat inap dan kematian pada anak-anak di wilayah

ini.(3)
2

Fenomena perdarahan pada DBD berkaitan dengan perubahan vaskular, penurunan

jumlah trombosit (<100.000/μl) dan koagulopati. Disfungsi sirkulasi atau syok pada DBD,

(sindrom syok dengue = SSD) yang biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7, disebabkan oleh

peningkatan permeabilitas vaskular sehingga terjadi plasma leakage, efusi cairan serosa ke

rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang

mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup dan curah

jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. Prognosis

kegawatan DBD tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat, segera dan pemantauan syok

secara ketat. Sekali SSD teratasi walaupun berat, penyembuhan akan terjadi dalam 2-3 hari.(4)

Epidemiologi DBD yang tersebar luas di wilayah Asia Tenggara, termasuk Indonesia

dan komplikasi fatal SSD yang dapat diatasi, menggugah penulis untuk menulis referat DBD

pada anak sebagai tambahan ilmu pengetahuan, penegakan diagnosa DBD yang tepat, dan

tatalaksana komplikasi DBD, demi kesembuhan pasien dan menurunkan dapat menurunkan

morbiditas dan mortalitas DBD.

ETIOLOGI

Virus dengue terdiri atas 4 serotipe, sehingga seseorang dapat terkena infeksi dengue

hingga empat kali semasa hidupnya.(5) Virus ini ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes

aegypti, yang tersebar hampir di seluruh penjuru Indonesia. Infeksi virus Dengue bisa

menyerang siapa saja baik anak-anak maupun orang dewasa.(5)

Virus dengue, dikategorikan dalam genus Flavivirus. Virus ini mengandung RNA

beruntai tunggal dan berukuran 50 nm. Ada empat serotipe virus dengue yaitu DENV-1,

DENV-2, DENV-3 dan DENV-4. Serotipe ini mungkin menginfeksi manusia dengan hanya

satu serotipe atau lebih pada waktu bersamaan. Keempat serotipe virus dengue dapat beredar

di daerah endemik karena kekebalan terhadap satu serotipe tidak mampu melindungi individu
3

dari infeksi oleh serotipe lainnya. Infeksi primer dan sekunder dapat dibedakan berdasarkan

respon kenaikan titer antibodi. Kemampuan semua serotipe DENV untuk memanfaatkan

antibodi flavivirus heterotip yang sudah ada sebelumnya untuk meningkatkan infeksi adalah

ciri unik DENV yang membedakannya dari semua flavivirus lainnya dan dianggap sebagai

basis utama dari patogenesis DENV.(3)

Genom virus dengue terdiri dari tiga gen protein struktural yang mengkode

nukleocapsid protein inti, protein membran yang terkait (M), protein envelope protein (E) dan

tujuh protein non-structural (NS) NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5. Fungsi

dari semua protein NS tidak diketahui dengan baik. Namun, protein NS1 telah terbukti

memicu sistem imun, dan dapat membangkitkan respons sel T. Pada infeksi virus dengue,

pasien akan memiliki kadar protein NS1 yang dapat diukur dalam darah dan dapat digunakan

sebagai penanda diagnostik infeksi.(3)

Gambar 1 morfologi virus


dengue.

KLASIFIKASI

Klasifikasi Dengue menurut WHO 2009

Latar belakang dan rasional pembuatan klasifikasi WHO 2009 telah didukung dengan

studi multisenter dalam Dengue Control study (DENCO study) yang mencakup negara-negara

endemis dengue di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Berdasarkan laporan klinis DENCO

study yang mempergunakan pemeriksaan klinis dan uji laboratorium sederhana, klasifikasi
4

infeksi dengue terbagi menjadi dua kelompok menurut derajat penyakit, yaitu dengue dan

severe dengue; dengue dibagi lebih lanjut menjadi dengue dengan atau tanpa warning signs

(dengue ± warning signs).(5)

Dengue without warning signsdisebut juga sebagai probable dengue, sesuai dengan

demam dengue dan demam berdarah dengue derajat I dan II pada klasifikasi WHO 1997.

Pada kelompok dengue without warning signs, perlu diketahui apakah pasien tinggal atau

baru kembali dari daerah endemik dengue. Diagnosis tersangka infeksi dengue ditegakkan

apabila terdapat demam ditambah minimal dua gejala berikut(5) :

 mual disertai muntah ruam (skin rash)

 nyeri pada tulang, sendi, atau retro-orbital

 uji torniket positif

 leukopenia

 gejala lain yang termasuk dalam warning signs.

Pada kelompok dengue without warning signs tersebut perlu pemantauan yang cermat untuk

mendeteksi keadaan kritis.

Dengue with warning signs, secara klinis terdapat gejala :

 nyeri perut

 muntah terus-menerus

 perdarahan mukosa

 letargi/gelisah

 pembesaran hati ≥2cm

 disertai kelainan parameter laboratorium, yaitu :

o peningkatan kadar hematokrit

o penurunan jumlah trombosit

o leukopenia.
5

Apabila dijumpai leukopenia, maka diagnosis lebih mengarah kepada infeksi dengue.

Warning signs berarti perjalanan penyakit yang sedang berlangsung mendukung ke

arah terjadinya penurunan volume intravaskular.Hal ini menjadi pegangan bagi klinisi di

tingkat kesehatan primer untuk mendeteksi pasien risiko tinggi dan merujuk mereka ke

tempat perawatan yang lebih lengkap fasilitasnya.Pasien dengan warning signs harus

diklasifikasi ulang apabila dijumpai salah satu tanda severe dengue. Selain warning signs,

klinisi harus memperhatikan kondisi klinis yang menyertai infeksi dengue seperti usia bayi,

ibu hamil, hemoglobinopati, diabetes mellitus, dan penyakit penyerta lain yang dapat

menyebabkan gejala klinis dan tata laksana penyakit menjadi lebih kompleks.(5)

Infeksi dengue diklasifikasikan sebagai severe dengue apabila terdapat severe plasma

leakage (perembesan plasma hebat), severe bleeding (perdarahan hebat), atau severe organ

impairment (keterlibatan organ yang berat).

Severe plasma leakage akan menyebabkan syok hipovolemik dengan atau tanpa

perdarahan (pada klasifikasi WHO 1997 dimasukkan dalam sindrom syok dengue) dan atau

penimbunan cairan disertai distres respirasi.

Severe bleeding didefinisikan bila terjadi perdarahan disertai kondisi hemodinamik

yang tidak stabil sehingga memerlukan pemberian cairan pengganti dan atau transfusi darah.

Yang dimaksud dengan perdarahan adalah semua jenis perdarahan, seperti hematemesis,

melena, atau perdarahan lain yang dapat mengancam kehidupan.


6

Gambar 2. Klasifikasi kasus dengue menurut WHO tahun 2009

Klasifikasi Dengue menurut WHO 2011

Setelah klasifikasi diagnosis dengue WHO 2009 disebarluaskan, maka beberapa

negara di Asia Tenggara mengadakan evaluasi kemungkinan penggunaannya. Ternyata

klasifikasi WHO 2009 belum dapat diterima seluruhnya untuk menggantikan klasifikasi

1997, terutama untuk kasus anak.(5)

Batasan untuk dengue ± warning signs terlalu luas sehingga akan menyebabkan over-

diagnosis. Namun, diakui bahwa perlu dibuat spektrum klinis terpisah dari DBD, yaitu

expanded dengue syndrome yang terdiri dari isolated organopathy dan unusual

manifestations. Berdasarkan hal tersebut, klasifikasi diagnosis dengue WHO 2011 disusun

hampir sama dengan klasifikasi diagnosis WHO 1997, namun kelompok infeksi dengue

simtomatik dibagi menjadi undifferentiated fever, DD, DBD, dan expanded dengue syndrome

terdiri dari isolated organopathy dan unusual manifestation.(5)


7

Bagan 1 Klasifikasi kasus dengue menurut WHO tahun 2011

PENEGAKAN DIAGNOSIS

MANIFESTASI KLINIS

Demam Dengue(6) :

 Demam tinggi mendadak, yang terjadi dua hingga tujuh hari.

 Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih:

- Nyeri kepala

- Nyeri retro orbita

- Nyeri otot dan tulang

- Ruam kulit

- Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan

- Leukopenia

Tidak ditemukan tanda kebocoran plasma (hemokonsentrasi, efusi pleura, asites,

hipoproteinemia).
8

Demam Berdarah Dengue

Setiap keluhan demam yang terjadi mendadak, dua hingga tujuh hari, dianjurkan

untuk dilakukan uji bendung (rumple leed test). Meskipun uji bendung ini tidak

patognomonik untuk infeksi virus dengue, dan dapat juga positif pada infeksi virus lain, uji

ini dapat memberikan petunjuk mengenai kemungkinan infeksi dengue, dan dapat

menghindarkan tenaga kesehatan dari risiko under-diagnosed pada kasus DBD. Setiap hasil

uji bendung yang positif harus dicurigai sebagai salah satu manifestasi infeksi dengue.

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat (pada setiap derajat sudah

ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi)

 Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan

ialah uji bendung.

 Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan

lain.

 Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi

menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin

dan lembap dan anak tampak gelisah.

 Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah

tidak terukur.

 Syok, ditandai dengan :

o nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba, pasien gelisah

o penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20 mmHg)

o hipotensi sampai tidak terukur

o kaki dan tangan dingin

o kulit lembab &capillary refill time memanjang (>2 detik)


9

Tabel 1. Perbedaan manifestasi klinis DD dan DBD(1)

No Gejala Klinis DD DBD

1 Nyeri kepala ++ +

2 Mual + +

3 Muntah +++ ++

4 Nyeri otot ++ +

5 Ruam kulit ++ +

6 Diare ++ +

7 Batuk + +

8 Pilek + +

9 Limfadenopati ++ +

10 Kejang + +

11 Kesadaran menurun 0 ++

12 Obstipasi 0 +

13 Uji tourniquet positif + ++

14 Petekie ++++ +++

15 Perdarahan saluran cerna 0 +

16 Hepatomegali ++ +++

17 Nyeri perut + +++

18 Trombositopenia ++ ++++

19 Syok 0 +++

Keterangan : (+) : 25% ; (++) : 50% ; (+++) : 75% ; (++++) : 100%

Pada keadaan seperti di Indonesia yang merupakan daerah endemis dengue, infeksi

dengue harus selalu dipikirkan pada anak dengan demam mendadak tinggi disertai muka

kemerahan tanpa selesma, petekie, dan atau uji torniket positif.


10

PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM

 Trombositopenia (100 000/μl atau kurang)

 Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler, dengan

manifestasi sebagai berikut :

o Peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai standar

o Penurunan hematokrit ≥ 20%, setelah mendapat terapi cairan

o Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia.

Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya

peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja DBD.(6)Peningkatan nilai

hematokrit juga dapat ditinjau dari hasil pemeriksaan hemoglobin, dimana kadar Ht normal

adalah tiga kali kadar Hb yang didapatkan. Jika seseorang memiliki kadar Hb 12 gr/dl, maka

hasil normal Ht yang diharapkan ada pada angka 36 %. Jika nilai hematokrit menunjukkan

kenaikan melebihi tiga kali nilai Hb, maka perlu diwaspadai adanya kemungkinan

hemokonsentrasi. Dalam keadaan ini, kondisi klinis pasien, tanda vital, dan tanda syok harus

dimonitor lebih ketat, sehingga dapat ditentukan algoritma penanganan yang harus dilakukan

selanjutnya.

Uji torniket bertujuan untuk menilai fragilitas kapiler dan tidak patognomonik untuk

diagnosis dengue. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan hampir 70% pasien dengue

mengalami leukopeni (<5000/ul) yang akan kembali normal sewaktu memasuki fase

penyembuhan pada hari sakit ke-6 atau ke-7. Jumlah trombosit mulai menurun pada hari ke-3

dan mencapai titik terendah pada hari sakit ke-5. Trombosit akan mulai meningkat pada fase

penyembuhan serta mencapai nilai normal pada hari ke-7.(5)

Pemeriksaan serial darah tepi yang menunjukkan perubahan hemostatik dan

kebocoran plasma merupakan petanda penting dini diagnosis DBD. Peningkatan nilai
11

hematokrit 20% atau lebih disertai turunnya hitung trombosit yang tampak sewaktu demam

mulai turun atau mulainya pasien masuk ke dalam fase kritis/syok mencerminkan kebocoran

plasma yang bermakna dan mengindikasikan perlunya penggantian volume cairan tubuh.(5)

Saat ini uji serologi Dengue IgM dan IgG sering dilakukan. Pada infeksi primer, IgM

akan muncul dalam darah pada hari ke-3, mencapai puncaknya pada hari ke-5 dan kemudian

menurun serta menghilang setelah 60-90 hari. IgG baru muncul kemudian dan terus ada di

dalam darah. Pada infeksi sekunder, IgM pada masa akut terdeteksi pada 70% kasus,

sedangkan IgG dapat terdeteksi lebih dini pada sebagian besar (90%) pasien, yaitu pada hari

ke-2. Apabila ditemukan hasil IgM dan IgG negatif tetapi gejala tetap menunjukkan

kecurigaan DBD, dianjurkan untuk mengambil sampel kedua dengan jarak 3-5 hari bagi

infeksi primer dan 2-3 hari bagi infeksi sekunder.(5)

IgM pada sesorang yang terkena infeksi primer akan bertahan dalam darah beberapa

bulan dan menghilang setelah 3 bulan. Dengan demikian, setelah fase penyembuhan, baik

IgM maupun IgG dengue akan tetap terdeteksi meskipun anak tidak menderita infeksi

dengue. Setelah 3 bulan, hanya IgG yang bertahan di dalam darah. Imunoglobulin G dapat

terdeteksi pada pemeriksaan darah seseorang yang telah terinfeksi oleh salah satu serotipe

virus dengue. Hal itu disebabkan oleh IgG dalam darah bertahan dalam jangka waktu yang

lama bahkan dapat seumur hidup. Untuk itu, interpretasi serologi tidak dapat berdiri sendiri,

tetapi harus dilengkapi dengan anmanesis, pemeriksaan fisis, serta pemeriksaan penunjang

lainnya untuk menegakkan diagnosis dengue. Pemeriksaan serologis terutama berguna untuk

membedakan antara infeksi primer dan sekunder.(5)


12

PERJALANAN PENYAKIT

Perjalanan penyakit DD dan DBD berbeda. Lama perjalanan penyakit dengue yang

klasik umumnya berlangsung selama 7 hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu(5) :

 Fase Demam (hari sakit ke-1 sampai dengan hari ke-3)

 Fase Kritis (hari ke-4 dan ke-5 (24-48 jam))

 Fase Penyembuhan (berlangsung 1-2 hari)

Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam tinggi. Anak

biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat mengalami dehidrasi, terlihat sakit

berat, muka dapat terlihat kemerahan (flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini

nilai hematokrit masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.

Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4 dan ke-5

(24-48 jam), pada saat ini demam turun,sehingga disebut sebagai fase deffervescene. Fase ini

kadang mengecoh karena orangtua menganggap anaknya sembuh oleh karena demam

turunpadahal anak memasuki fase berbahayaketikan kebocoran plasma menjadi nyata dan

mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah trombosit terendah

dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-organ lain mulai terlibat. Meski hanya

berlangsung 24-48 jam, fase ini memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.(5)

Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan, kebocoran

pembuluh darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang interstitial masuk ke dalam

pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan

hitung leukosit juga mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 haritapi dapat menjadi

fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah berlebih sehingga anak

dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat

meningkat kembali tetapi tidak begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu
13

seperti pelana kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada fase

ini anak terlihat riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti sebelum sakit.(5)

Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase

kritis/kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan

laboratorium,seperti peningkatan nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat menurun dan

setelah 24-48 jam, jumlah leukosit dan trombosit akan meningkat bertahap secara

bermakna.(5)

PATOGENESIS

Respon imun berperan penting dalam patogenesis Demam Berdarah Dengue (DBD).

Mekanisme patogenesis yang tepat untuk manifestasi klinis demam berdarah yang bervariasi

masih belum dipahami secara jelas. Berbagai mekanisme diusulkan untuk menjelaskan

manifestasi tersebut, seperti mekanisme kompleks imun, antibodi yang dimediasi sel T yang

bereaksi silang dengan endothel vaskular, peningkatan antibodi, komplemen dan produknya,

dan berbagai mediator termasuk sitokin dan kemokin. Apapun mekanismenya, hasil akhirnya

bermanifestasi pada endotel vaskular, trombosit dan berbagai organ yang menyebabkan

vaskulopati dan koagulopati yang bertanggung jawab untuk timbulnya perdarahan dan

syok.(7)

Secara umum, hipotensi disebabkan oleh kebocoran plasma yang mungkin ringan dan

sementara atau berlanjut pada kondisi syok dengan denyut nadi dan tekanan darah yang tidak

terdeteksi. Gangguan sementara pada fungsi lapisan glycocalyx endothel mungkin terlibat

selama infeksi dengue dan mengubah karakteristik matriks serat endotel. Antibodi anti-NS1

bertindak sebagai autoantibodi yang bereaksi silang dengan platelet dan sel endotel yang

tidak terinfeksi dan menyebabkan gangguan pada permeabilitas kapiler. Kebocoran plasma

disebabkan oleh peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi sistemik dan bermanifestasi
14

sebagai kombinasi antara hemokonsentrasi, efusi pleura atau asites. Kondisi ini menjadi jelas

pada hari ke-3 sampai hari ke-7 penyakit dan pasien mungkin afebris selama masa ini.(7)

Koagulopati yang terkait dengan demam berdarah memiliki mekanisme yang tidak

jelas. Peningkatan activated Partial Thromboplastin Time (aPTT) dan penurunan konsentrasi

fibrinogen adalah temuan yang cukup konsisten pada DBD. Pelepasan heparin sulfat atau

kondroitin sulfat (molekul yang mirip strukturnya dengan heparin sebagai antikoagulan) dari

glikocalyx juga berkontribusi terhadap koagulopati.(7)

Penyebab perdarahan pada DBD :

 Trombositopenia

 Disfungsi trombosit

 Defisiensi kompleks prothombin, sekunder terhadap keterlibatan hepar

 Cedera endothel

 DIC dan perpanjangan aPTT

 Menurunnya fibrinogen

 Meningkatnya Fibrinogen Degradation Product (FDP)

 Meningkatnya level D-Dimer

 Koagulopati konsumtif (aktivasi fagosit mononuklear)

 Destruksi trombosit

Penyebab Trombositopenia pada DBD :

 Penghancuran platelet (antiplatelet antibodi)

 DIC

 Penekanan sumsum tulang pada tahap awal

Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel kupffer merupakan

tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer. Virus dengue akan berreplikasi dalam

sel fagosit mononuklear yang telah terinfeksi, dan mengaktifkan respon sel monosit. Akibat
15

aktivasi sel monosit, sel T dapat mengeluarkan IFN-α dan IFN-γ, yang memicu monosit

mengeluarkan mediator yang dapat menyebabkan kebocoran plasma dan manifestasi

perdarahan.

Proses plasma leakage dan juga trombositopenia juga diakibatkan oleh penggunaan

trombosit yang meningkat yang dikarenakan oleh peningkatan permeabilitas kapiler sehingga

trombosit diperlukan untuk mencegah kebocoran plasma lebih lanjut.

TATALAKSANA

Tatalaksana infeksi virus dengue bergantung pada derajat keparahan dari penyakit.

Pasien yang memiliki gejala klinis demam tanpa ada tanda bahaya dapat diterapi berdasarkan

simptomatis sedangkan pasien yang menunjukan tanda bahaya harus dimonitor ketat dengan

terapi cairan secara parenteral. Sehingga dapat disimpulkan tidak ada terapi spesifik untuk

infeksi dengue virus, terapi dilakukan untuk mencegah komplikasi dari penyakit,sehingga

terapi infeksi virus dengue dibagi menjadi 4 bagian(8) :

(1) Tersangka DBD

(2) Demam Dengue (DD)

(3) DBD derajat I dan II

(4) DBD derajat III dan IV (SSD


16

Began 2 tatalaksana kasus tersangka DBD

Sumber : Pedoman Pelayanan Medis pada Anak, IDAI, 2009


17

Began 3 tatalaksana kasus tersangka DBD(Rawat Inap / Demam Dengue)

Sumber : Pedoman Pelayanan Medis pada Anak, IDAI, 2009


18

Began 4 tatalaksana kasus DBD derajat I dan II

Sumber : Pedoman Pelayanan Medis pada Anak, IDAI, 2009


19

Began 5 tatalaksana kasus DBD derajat III, IV atau DSS

Sumber : Pedoman Pelayanan Medis pada Anak, IDAI, 2009


20

KRITERIA MEMULANGKAN PASIEN

- Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik

- Nafsu makan membaik

- Secara klinis tampak perbaikan

- Hematokrit stabil

- Tiga hari setelah syok teratasi

- Jumlah trombosit > 50.000/ml

- Tidak dijumpai distres pernapasan

KOMPLIKASI

- Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok atupun tanpa syok.

- Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut.

- Edem paru, seringkali terjadi akibat overloadingcairan.

- Dapat terjadi ketidakseimbangan asam basa (berhubungan dengan diare dan muntah atau

karena menggunakan cairan hipotonis untuk koreksi dehidrasi), gangguan elektrolit

(hiponatremia dan hipokalsemia), infeksi nosokomial.

- Kelebihan cairan

Kelebihan cairan dengan efusi pleura dan ascites merupakan penyebab tersering distres

pernapasan bahkan menyebabkan kegagalan napas pada dengue berat. Penyebab kelebihan

cairan yang terjadi adalah pemberian cairan intravena secara berlebihan atau terlalu cepat

serta lama pemberian cairan >48 jam, menggunakan cairan hipotonis dibandingkan cairan

kristaloid isotonis. Manifetasi pada keadaan kelebihan cairan adalah :

- Gangguan pernapasan : susah bernapas, napas cepat, retraksi dinding dada, wheezing.

- Peningkatan tekanan vena jugular (JVP meningkat)

- Edema pulmoner (batuk berdarah atau sputum berbusa, krepitasi, sianosis)


21

Tatalaksana kondisi kelebihan cairan(3) :

- Terapi oksigen

- Tatalaksana kondisi kelebihan cairan bergantung pada fase penyakit dan status

hemodinamik pasien. Bila pasien stabil dan melewati fase kritis cairan intravena

dihentikan. Jika diperlukan dapat diberikan furosemid secara oral maupun intavena

dengan dosis 0.1-0.5 mg/kg/hari atau 2x sehari atau dilanjutkan dengan infus furosemid

0.1mg/kg/1 jam. Monitor kadar kalium dan koreksi bila terjadi hipokalemia.

- Bila hemodinamik pasien stabil namun masih berada fase kritis, pemberian carian

intravena dapat dikurangi atau diperlambat. Hindari pemberian diuretik pada kondisi ini

sebab dapat menyebabkan pasien mengalami syok hipovolemi.

- Bila pasien mengalami syok dengan hematokrit rendah atau normal namun menunjukan

gejala kelebihan cairan perlu dipikirkan adanya perdarahan sehingga dapat diberikan

transfusi whole blood. Bila pasien telah melewati syok dengan hematokrit meningkat,

dapat diberikan bolus koloid.

DIFFERENSIAL DIAGNOSA

Tabel 2. Diagnosis Banding untuk Demam tanpa disertai tanda lokal(6)

Diagnosis Manifestasi

- Infeksi virus dengue - Demam atau riwayat demam mendadak tinggi

- demam dengue selama 2-7 hari

- demam berdarah dengue - Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya

- Sindrom syok Dengue uji bendung

positif)

- Pembesaran hati

- Tanda-tanda gangguan sirkulasi


22

- Peningkatan nilai hematokrit, trombositopenia

dan leukopenia

- Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar

menderita atau tersangka demam berdarah

dengue.

Malaria - Demam tinggi khas bersifat intermiten

- Demam terus-menerus

- Menggigil, nyeri kepala, berkeringat dan nyeri

otot

- Anemia

- Hepatomegali, splenomegali

- Hasil apus darah positif (plasmodium)

Demam Tifoid - Demam lebih dari tujuh hari

- Terlihat jelas sakit dan kondisi serius tanpa

sebab yang jelas

- Nyeri perut, kembung, mual, muntah, diare,

konstipasi

- Delirium

Infeksi Saluran Kemih - Demam terutama di bawah umur dua tahun

- Nyeri ketika berkemih

- Berkemih lebih sering dari biasanya

- Mengompol (di atas usia 3 tahun)

- Ketidakmampuan untuk menahan kemih pada

anak yang sebelumnya bisa dilakukannya.

- Nyeri ketuk sudut kostovertebral atau nyeri


23

tekan suprapubik

- Hasil urinalisis menunjukkan proteinuria,

leukosituria (> 5/lpb) dan hematuria (> 5/lpb)

Sepsis - Terlihat jelas sakit berat dan kondisi serius

tanpa penyebab yang jelas

- Hipo atau hipertermia

- Takikardia, takipneu

- Gangguan sirkulasi

- Leukositosis atau leukopeni

Demam yang berhubungan - Tanda infeksi HIV

dengan infeksi HIV

PENCEGAHAN

Program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus dari

Kementerian Kesehatan merupakan salah satu langkah dalam pencegahan DBD. Program

PSN , yaitu:

1) Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat

penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung

air lemari es dan lain-lain.

2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum,

kendi, toren air, dan lain sebagainya.

3) Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi

untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.


24

Vaksin Dengue

Vaksin dengue merupakan salah satu vaksin terbaru yang diharapkan menunjukkan

manfaat dalam menangani penyakit demam berdarah. Walau demikian, isu penarikan vaksin

pada akhir tahun 2017 membuat keamanannya dipertanyakan. Vaksin dengue (yang kelak

dipatenkan dengan nama Dengvaxia), merupakan penggabungan dari chimeric yellow fever

dan dengue viruses (DENV) 1, 2, 3, dan 4. Pengembangan vaksin preklinis dilakukan selama

10 tahun oleh OraVax (Cambridge, MA) kemudian dilanjutkan oleh Acambis Inc(11).

Pada tahun 2005 Sanofi Pasteur membeli perusahaan tersebut dan mengambil alih

serta melanjutkan pengembangan dan penelitian vaksin dengue yang kemudian dipatenkan

dengan nama Dengvaxia. Dengvaxia telah mendapatkan izin edar dari Badan POM RI pada

tanggal 31 Agustus 2016 dengan indikasi pencegahan kasus dengue yang disebabkan oleh

dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 pada individu usia 9-16 tahun yang tinggal di area endemis(11).

Menyikapi permasalahan keamanan vaksin Denvaxia, Badan POM RI telah meminta

PT.Aventis Pharma sebagai pemilik izin edar Dengvaxia di Indonesia untuk memberikan

penjelasasan mengenai kejadian dengue berat pada kelompok seronegatif dan meminta yang

bersangkutan untuk melakukan komunikasi informasi kepada tenaga kesahatan dengan

membuat Dear Health-Care Professional Letter (DHCP-Letter) untuk kehati-hatian dalam

penggunaan vaksin Dengvaxia khususnya kelompok individu dengan seronegatif. DHCP-

Letter tersebut telah disirkulasi kepada tenaga kesehatan.


25

KESIMPULAN

DBD merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh virus dengue

dan ditransmisikan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti, dengan manifestasi klinis demam,

nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia dan diatesis hemoragik. Sementara SSD adalah penyakit DBD yang disertai

oleh renjatan / syok.

Diagnosis pasien dengan DBD sangat penting untuk penatalaksanaan kasus ini.

Pedoman diagnosis klinis dan panduan klasifikasi terkini untuk infeksi dengue dibuat untuk

memudahkan tenaga kesehatan dalam tatalaksana pasien yang bertujuan untuk meningkatkan

derajat kesehatan. Program pencegahan melalui vaksinansi dengue merupakan langkah

terbaru dalam eradikasi penyakit ini.

Terapi esensial untuk infeksi dengue adalah terapi cairan dan terapi simtomatis.

Terapi cairan yang tepat disertai pengawasan kondisi klinis dan laboratorium merupakan

langkah kunci dalam keberhasilan terapi anak dengan infeksi dengue.


26

DAFTAR PUSTAKA

1) Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar lnfeksi & Pediatri

Tropis. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008.

2) World Health Organization (WHO). Comprehensive guidelines for prevention and

control of dengue and dengue haemorrhagic fever. WHO Regional Publication

SEARO. 2011. 159-168 p.

3) WHO, UNICEF, UNDP. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention

and Control [Internet]. New York, USA: WHO; 2009. Available from:

http://www.who.int/tdr/publications/documents/dengue-diagnosis.pdf

4) Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. IDAI [Internet].

2003;4:156–62. Available from: https://saripediatri.org/index.php/sari-

pediatri/article/download/941/873

5) FKUI. Update Management of Infectious Diseases and Gastrointestinal Disorders.

Hadinegoro SRS, Kadim M, Devaera Y, Idris N, Ambarsari C, editors. Jakarta:

Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM; 2012.

6) IDAI, WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta: IDAI;

2009.

7) WHO, NHM, NVBDCP. National Guidelines for Clinical Management of Dengue

Fever in India. Prasad J, editor. New Delhi, South East Asia: WHO Searo Regional

Office; 2015.

8) IDAI. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pudjiadi A, Hegar

B, Handryastuti S, Idris N, Gandaputra E, Harmoniati E, editors. Jakarta: IDAI; 2009.

9) Fadhila SR. Sekilas Tentang Vaksin Dengue [Internet]. IDAI. 2017 [cited 2017 Nov

16]. Available from: http://www.idai.or.id/artikel/klinik/imunisasi/sekilas-tentang-

vaksin-dengue
27

10) World Health Organization. https://www.voaindonesia.com/a/vaksin-demam-

berdarah-tidak-boleh-diberikan-sembarangan/4359651.html

11) https://www.alomedika.com/manfaat-dan-keamanan-vaksin-dengue

Anda mungkin juga menyukai