Anda di halaman 1dari 122

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN

FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PASIEN


SKIZOFRENIA BERDASARKAN PERSEPSI
PASIEN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIPAGERAN

SKRIPSI

OLEH :
NADIA SINTIA WARDANY
NPM: 213114048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2018
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
FREKUENSI KEKAMBUHAN PADA PASIEN
SKIZOFRENIA BERDASARKAN PERSEPSI
PASIEN DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS CIPAGERAN

SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
Sarjana Keperawatan (S.1)

OLEH :
NADIA SINTIA WARDANY
NPM : 213114048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2018
PERSEMBAHAN

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat


serta karunia-Nya dan atas dukungan dan do’a dari orang-orang tercinta,
akhirnya skrpsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Oleh karena itu dengan rasa bangga dan bahagia penulis ingin mengucapkan
terimakasih dan penulis persembahkan skripsi ini untuk :
1. Khususnya kepada orang tua penulis Bapak Fredy Merdi W dan Ibu Rita
Andriani, S.E dan Adik penulis Aldy Miola yang selalu mendoakan,
memberikan dukungan dengan penuh kasih sayang dan pengorbanannya
baik dari segi moral, materi kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi yang telah dibuat ini dapat
membuat bangga kedua orang tua penulis.
2. Untuk orang terdekat dan terkasih yang selalu memberikan doa dan
dukungan kepada penulis, Fajar Nur Ramadhan, Ema Refina, Nurhayati,
Wida Widiawati, Dennisha Windyantie, Nadia Soba, Anggrani Syahfitri dan
semua teman angkatan 2014 Program Studi Ilmu Keperawatan (S-1).

Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu per satu.
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S.1)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2018

NADIA SINTIA WARDANY

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN


PADA PASIEN SKIZOFRENIA BERDASARKAN PERSEPSI PASIEN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPAGERAN
x + 99 halaman + 5 tabel + 3 gambar + 14 lampiran

ABSTRAK

Fenomena gangguan jiwa skizofrenia pada tahun 2016 terjadi pada 21 juta orang di
dunia, dimana 50% pasien skiofrenia mengalami kekambuhan (relaps). Skizofrenia
yang tidak ditangani akan menimbulkan kekambuhan yang mengakibatkan
hendaya berat dalam kemampuan individu berpikir dan memecahkan masalah,
kehidupan afek dan mengganggu relasi sosial. Faktor penyebab kekambuhan yaitu
dokter, penanggung jawab, klien dan keluarga. Penanganan yang dapat dilakukan
untuk mencegah kekambuhan yaitu dengan pemberian dukungan keluarga,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan
frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia berdasarkan persepsi pasien di
wilayah kerja puskesmas Cipageran.
Penelitian menggunakan metode penelitian analitik yang berjenis cross sectional,
dengan sampel 38 orang, dipilih dengan metode sampling yaitu purposive
sampling. Pengumpulan data dengan cara langsung mendatangi pasien dirumah
dengan membagikan kuesioner. Intrumen penelitian dukungan keluarga dibuat oleh
peneliti berdasarkan teori. Terdapat 2 tahapan analisa data dalam penelitian yaitu
analisa univariat untuk mengetahui gambaran dukungan keluarga dan frekuensi
kekambuhan dan analisa bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel
menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia
dengan p value = 0,001.
Disarankan hendaknya puskesmas Cipageran memberi penyuluhan kesehatan
tentang peran penting dukungan keluarga agar keluarga dilibatkan untuk merawat
pasien untuk mencegah terjadinya kekambuhan dan hendaknya menjalankan
program kerja kunjungan rumah secara rutin untuk pendataan riwayat pengobatan
dan kekambuhan pasien.

Kata Kunci : Dukungan keluarga, Frekuensi kekambuhan Skizofrenia


Kepustakaan : 37, 1992-2017

i
NURSING SCIENCE STUDY PROGRAM (S.1)
COLLEGE OF SCIENCE NURSING GENERAL ACHMAD YANI
CIMAHI 2018

NADIA SINTIA WARDANY

THE RELATIONSHIP BETWEEN FAMILY SUPPORT AND FREQUENCY OF


RECURRENCE IN SKIZOFRENIA PATIENTS BASED ON PATIENTS’
PERCEPTION IN THE WORKING AREA OF PUSKESMAS CIPAGERAN
x + 99 page + 5 table + 3 picture + 14 attachment

ABSTRACT

The phenomenon of schizophrenic mental disorder in 2016 occurs in 21 million


people in the world, of which 50% of patients with schizophrenic have relapsed.
Untreated schizophrenia leads to severe recurrence in the ability of individuals to
think and solve problems, affects life and disrupts social relationships. Factors
causing the recurrence of the doctor, the person in charge, the client and the family.
Handling that can be done to prevent relapse is by providing family support. This
study aims to determine the relationship of family support with frequency of
recurrence in schizophrenia patients based on patient perception in Cipageran
puskesmas working area.
The research used analytical research method of cross sectional type, with sample
of 38 people, chosen by sampling method that is purposive sampling. Data
collection by direct approaching patients at home by distributing questionnaires.
The research instrument of family support is made by researchers based on theory.
There are 2 stages of data analysis in research that is univariat analysis to know
picture of family support and frequency of recurrence and bivariate analysis to know
the relation between variables using Chi-Square test.The results showed there was
a correlation between family support and frequency of recurrence of schizophrenia
patients with p value = 0.001.
It is recommended that Cipageran Health Clinic provide health counseling on the
important role of family support for families to be involved in caring for patients to
prevent recurrence and should run regular home visit work programs for medical
history and patient recurrence.

Keywords : Family support, Frequency of schizophrenia recurrence


Literature : 37, 1992-2017

ii
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas berkat, rahmat serta
karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan proposal skripsi berjudul “Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia
Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran”.

Proposal skripsi ini ditujukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk
mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu
Keperawatan (S.1) pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani
Cimahi.

Dalam proses penulisan proposal skripsi ini, Penulis selalu mendapatkan


bimbingan, dorongan, serta semangat dari banyak pihak. Oleh karena itu Penulis
ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yth :

1. Gunawan Irianto, dr., M.Kes selaku Ketua STIKES Jenderal Achmad Yani
Cimahi.
2. Dr. Budiman, S.Pd., SKM., M.Kes selaku Wakil Ketua I STIKES Jenderal
Achmad Yani dan Dosen Pembimbing II
3. Achmad Setya Roswendi, S.Kp., MPH selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan (S.1) dan Dosen Pembimbing I
4. Nadirawati, S.Kp., M.kep selaku Penguji Seminar Proposal
5. Ibrahim Noch Bolla, S.Kp., M.M. selaku Penguji Sidang Skripsi
6. R. Acep Hasan Irawan, S.Kep., Ners selaku Tutor Analisa Data
7. Kiki Gustriyanti, S.Kep., Ners selaku dosen yang telah mendidik dan
memberikan bimbingan selama proses pembuatan proposal skripsi
8. Rahmi Imelisa, S.Kep., Ners., M.Kep., NS.Sp.Kep.J. selaku dosen yang telah
mendidik dan memberikan bimbingan selama proses pembuatan proposal
skripsi
9. Kepala dan Seluruh Petugas Puskesmas Cipageran Cimahi atas kesempatan
dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan
memperoleh informasi yang diperlukan selama penulisan proposal skripsi ini
10. Kepala dan Seluruh Petugas Puskesmas Cigugur Tengah, Cimahi atas
kesempatan dan bantuan yang diberikan kepada penulis dalam melakukan

iii
iv
v
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 7
C. Tujuan ........................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 10
A. Konsep Skizofrenia ...................................................................................... 10
1. Definisi skizofrenia ................................................................................... 10
2. Proses terjadinya skizofrenia ................................................................... 10
3. Etiologi skizofrenia ................................................................................... 11
4. Tanda gejala skizofrenia .......................................................................... 14
5. Diagnosis skizofrenia ............................................................................... 15
6. Tipe skizofrenia ....................................................................................... 16
7. Penatalaksanaan Skizofrenia .................................................................. 18
B. Konsep Kekambuhan .................................................................................. 26
1. Definisi kekambuhan ............................................................................... 26
2. Dampak kekambuhan .............................................................................. 26
3. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan ................................................ 28
4. Upaya keluarga untuk mencegah kekambuhan ....................................... 30
5. Frekuensi Kekambuhan ........................................................................... 31
C. Konsep Dukungan Keluarga ........................................................................ 31
1. Definisi keluarga ...................................................................................... 31
2. Definisi dukungan keluarga...................................................................... 32
3. Bentuk dukungan keluarga ...................................................................... 33
4. Manfaat dukungan keluarga .................................................................... 35

vi
5. Sumber dukungan keluarga ..................................................................... 36
6. Faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga ......................... 37
7. Keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia...................... 39
8. Kategori dukungan keluarga .................................................................... 41
D. Kerangka Teori ............................................................................................ 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 42
A. Metodologi Penelitian .................................................................................. 42
1. Paradigma Penelitian............................................................................... 42
2. Rancangan Penelitian.............................................................................. 43
3. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 43
4. Variabel Penelitian ................................................................................... 44
5. Definisi Operasional................................................................................. 45
B. Populasi dan Sampel Penelitian .................................................................. 46
1. Populasi penelitian .................................................................................. 46
2. Sampel penelitian .................................................................................... 47
C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen ................................................... 48
1. Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 48
2. Instrumen Penelitian ................................................................................ 49
3. Uji Validitas dan Realibilitas ..................................................................... 50
D. Prosedur Penelitian ..................................................................................... 53
1. Tahap Persiapan ..................................................................................... 53
2. Tahap Pelaksanaan ................................................................................. 53
3. Tahap Akhir ............................................................................................. 54
E. Pengolahan Data dan Analisa Data ............................................................. 54
1. Teknik pengolahan data .......................................................................... 54
2. Analisa Data ............................................................................................ 55
F. Etika Penelitian ............................................................................................ 57
G. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................ 58
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................................ 60
A. Hasil Penelitian ............................................................................................ 60
B. Pembahasan ............................................................................................... 62
C. Keterbatasan Penelitian............................................................................... 69
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 70
A. Simpulan ..................................................................................................... 70

vii
B. Saran ........................................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 71
LAMPIRAN ............................................................................................................ 74

viii
DAFTAR TABEL

No Judul Halaman
Tabel 2.1. Teori somategenesis tentang penyebab 11
skizofrenia……...
Tabel 3.1. Definisi 46
Operasional………………………………………….
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Pasien
Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah
60
Kerja Puskesmas
Cipageran………………………………..
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi untuk Frekuensi Kekambuhan Pada
Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di 60
Wilayah Kerja Puskesmas
Cipageran……………………...
Tabel 4.3
Distribusi Hubungan Dukungan keluarga dengan
Frekuensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia 61
Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah Kerja
Puskesmas Cipageran………………………………………

ix
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman
Gambar 2.1. Perbedaan struktural otak orang dewasa normal
dengan otak pasien skizofrenia …………………………. 13
Gambar 2.2. Kerangka Teori……………………………………………. 41
Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian…………………………….. 43

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi Kisi Kuesioner Sebelum Revisi

Lampiran 2. Kisi Kisi Kuesioner Setelah Revisi

Lampiran 3. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

Lampiran 5. Surat Izin Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan

Lampiran 6. Surat Izin Studi Pendahuluan Puskesmas Cigugur

Lampiran 7. Surat Izin Studi Pendahuluan Puskesmas Cipageran

Lampiran 8. Surat Persetujuan Seminar Proposal

Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian Kantor Kesatuan Bangsa Cimahi

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan

Lampiran 11. Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas Puskesmas Cigugur

Lampiran 12. Surat Persetujuan Sidang Skripsi

Lampiran 13. Surat Rekomendasi Pusat Studi Statistik

Lampiran 14. Hasil Analisa Data

xi
xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa yang

menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa yang menimbulkan

penderitaan pada individu dan hambatan dalam melaksanakan peran

sosial (Depkes, 2018). Mardjono (dalam Hawari, 2012) mendefinisikan

gangguan jiwa (mental disorder) sebagai salah satu dari empat masalah

kesehatan utama di negara maju, negara modern dan negara industri.

Keempat masalah kesehatan utama tersebut adalah penyakit degeneratif,

kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan.

Menurut data WHO (2018) menyebutkan masalah gangguan jiwa

di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius dengan

angka perkiraan saat ini terdapat 450 juta orang mengalami gangguan

jiwa dengan ratio rata-rata 1 dari 4 orang di dunia. Terdapat sekitar 35

juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.

Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan

sosial dengan keanekaragaman penduduk, maka jumlah kasus gangguan

jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara

dan penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang. Data

Riskesdas (2018) menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia

15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah

1
2

penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000

penduduk. Di Jawa Barat, permasalahan orang dengan gangguan jiwa

(ODGJ) ringan tercatat sebanyak 4.324.221 orang dari total penduduk

46.497.000 orang. Sedangkan ODGJ berat sebanyak 74.395 orang.

Pasung ada 10.638 orang. Diantara jenis gangguan jiwa yang sering

ditemui salah satunya adalah skizofrenia.

Skizofrenia (schizophrenia) adalah gangguan yang terjadi pada

fungsi otak. Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang artinya retak

atau pecah (split) dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian

seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang

mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of

personality) (Hawari, 2012).

Gangguan jiwa skizofrenia ditandai dengan gejala-gejala positif

seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi, gangguan kognitif

dan persepsi; gejala-gejala negatif seperti avolition (menurunnya minat

dan dorongan), berkurangnya keinginan berbicara dan miskinnya isi

pembicaraan, afek yang datar, serta terganggunya relasi personal

(Strauss et al dalam Arif, 2006). Dampak dari skizofrenia menimbulkan

hendaya berat dalam kemampuan individu berpikir dan memecahkan

masalah, kehidupan afek dan mengganggu relasi sosial. (Arif, 2006)

Penanganan yang dilakukan untuk mengatasi dampak dari

skizofrenia atau gangguan jiwa beberapa diantaranya adalah:

psikofarmakologi, psikoterapi, terapi psikososial, terapi psikoreligius dan

program rehabilitasi yang biasanya dilakukan di lembaga (institusi)


3

rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa, Pada umumnya program

rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan

evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita

mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan

dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat (Hawari, 2012). Setelah

kembali ke keluarga, pasien harus minum obat setiap hari sesuai

ketentuan dari dokter. Namun pasien yang pulang dari Rumah Sakit Jiwa,

banyaknya yang kemudian kambuh lagi.

Fenomena kekambuhan pasien skizofrenia 50% pasien

mengalami kekambuhan (relaps). Kambuh merupakan keadaan pasien

dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan

mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2018). Pasien

dengan diagnosis skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun

pertama, 70% pada tahun kedua (Sullinger dalam Keliat, 1992).

Sullinger (dalam Keliat, 1992) mengidentifikasi 4 faktor penyebab

pasien kambuh dan perlu dirawat dirumah sakit yaitu : Klien, Dokter

(Pemberi resep), Penanggung jawab pasien (case manager), dan

keluarga. Pasien skizofrenia dirawat kembali dirumah sakit karena alasan

umum yaitu ketidakmampuan pasien dan keluarga menangani masalah

dirumah. Salah satu faktor penyebab kekambuhan gangguan jiwa adalah

keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku pasien dirumah

(Sullinger dalam Keliat, 1992). Seperti berdasarkan hasil penelitian

sebelumnya oleh Farida Yan Pratiwi Kurnia (Universitas Jember, 2015)

“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan pada Pasien

Skizofrenia di RSD dr. Soebandi Jember” disimpulkan bahwa faktor


4

dominan yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan pada pasien

skizofrenia secara berurutan adalah peran keluarga, usia dan faktor

kepatuhan minum obat.

Menurut Stuart & Laraia (2005), dampaknya terjadi kekambuhan

bagi keluarga yaitu penolakan, stigma, frustasi, tidak berdaya,

kecemasan, kelelahan, duka. Keluarga yang mempunyai anggota

keluarga skizofrenia diharapkan mampu melakukan perawatan dikeluarga

untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan untuk mencegah kekambuhan menurut Yosep (2007) yaitu :

membuat suatu keadaan dimana anggota keluarga dapat melihat bahaya

terhadap diri pasien dan aktivitasnya seperti : tidak merasa takut dan

bersikap terbuka, bertanya dan memberikan informasi tidak berbelit,

membantu anggota bagaimana memandang orang lain, membangun self

esteem, menurunkan ancaman, ciptakan kondisi lingkungan yang

nyaman dan aman, hargai pasien secara pribadi, membantu pemecahan

masalah pasien, serta memberi dukungan kepada pasien.

Keluarga perlu memberi dukungan pasien untuk bersosialisasi

kembali, menciptakan kondisi lingkungan suportif, menghargai pasien

secara pribadi, membantu pemecahan masalah pasien. Selain itu juga

pemerintah telah mengadakan program Kesehatan Jiwa Masyarakat,

Program Empat Seruan Nasional Stop Stigma dan Diskriminasi Terhadap

ODGJ dan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(MenKes, 2018)

Kesehatan jiwa masyarakat ini dititik beratkan pada upaya

promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif dan rehabilitative


5

dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan

masyarakat dalam menghadapi masalah kesehatan jiwa sehingga akan

terbentuk perilaku sehat sebagai individu, keluarga dan masyarakat yang

memungkinkan setiap individu hidup lebih produktif secara sosial dan

ekonomi dengan prinsip yang komprehensif, holistik, paripurna dan

secara terus-menerus.

Program yang dilakukan pemerintah dan penjelasan yang

berkaitan dengan program kesehatan jiwa untuk keluarga sudah

dijalankan namun, pada kenyataannya sikap keluarga yang mempunyai

anggota keluarga gangguan jiwa skizofrenia masih saja melakukan sikap

mengisolasi, memasung, penolakan, tidak menerima kenyataan, dan juga

muncul stigma yang berkaitan dengan gangguan jiwa skizofrenia yaitu

sikap keluarga dan masyarakat menganggap bahwa bila seorang anggota

keluarganya menderita skizofrenia, hal tersebut merupakan aib bagi

keluarga. Seringkali penderita skizofrenia disembunyikan bahkan

dikucilkan, tidak dibawa berobat ke dokter karena rasa malu (Hawari,

2012).

Melihat tingginya angka fenomena kekambuhan maka dari itu

upaya penting dalam penyembuhan dan pencegahan kekambuhan

kembali adalah dengan adanya dukungan keluarga yang baik. Dukungan

keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap

penderita sakit. Keluarga perlu memberikan dukungan (support) kepada

pasien untuk meningkatkan motivasi dan tanggung jawab untuk

melaksanakan perawatan secara mandiri (Keliat, 1992).


6

Dampak posisitf dari dukungan keluarga adalah meningkatkan

penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

Bentuk dukungan ini dapat diberikan melalui dua cara yaitu secara

langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung dukungan ini akan

memberikan dorongan kepada anggotanya untuk berperilaku sehat,

sedangkan secara tidak langsung dukungan yang diterima dari orang lain

akan mengurangi ketegangan atau depresi sehingga tidak menimbulkan

gangguan (Sadock & Sadock, 2013).

Berdasarkan data hasil studi pendahuluan dari dinas kesehatan

didapatkan data sebanyak 491 pasien yang mengalami ODGJ berat di

Cimahi. Dari 491 pasien, terdapat 3 wilayah terbanyak dengan pasien

ODGJ berat yaitu, wilayah Cipageran sebanyak 56 pasien , wilayah

Cigugur 54 pasien, dan wilayah Melong Asih 50 pasien. Sementara data

hasil dari puskesmas Cipageran, dari 56 pasien dengan ODGJ berat

terdapat 42 pasien dengan Skizofrenia.

Sedangkan dari hasil wawancara peneliti dengan 10 keluarga

pasien yang memiliki anggota keluarga penderita skizofrenia di wilayah

Cipageran didapatkan data bahwa, 2 pasien tidak pernah dibawa

keluarga berobat ke tempat pelayanan kesehatan, keluarga juga tidak

menyarankan pasien untuk berobat dan mengkonsumsi obat hanya jika

petugas puskesmas sedang melakukan program kunjungan rumah saja,

pada 6 orang pasien lainnya, keluarga melakukan perawatan atau

pengobatan rutin setiap 2 minggu 1x, dan keluarga memberikan perhatian

serta nasehat agar pasien bisa melakukan aktivitas sehari-harinya

meskipun masih dibantu oleh keluarga dan pada 2 orang pasien lainnya,
7

keluarga tidak membawa lagi pasien untuk pengobatan rutin dan pasien

juga terputus obat, keluarga tidak lagi memberikan perhatian dan

keluarga mengatakan bahwa mereka tidak ada waktu untuk

mengantarnya ke tempat pelayanan kesehatan. Dari seluruh keluarga

pasien yang diwawancara oleh peneliti, mereka mengatakan bahwa

pasien lebih dari 1x dalam 1 tahun terakhir mengalami kekambuhan.

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Yunus Taufik

(STIKES Aisyiyah Yogyakarta, 2014) dengan judul “Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia Diy” terdapat hubungan antara

dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan. Dan juga hasil penelitian

Irma Wahyuningrum (STIKES Telogorejo Semarang) dengan judul

“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Durasi Kekambuhan Pasien

Skizofrenia Di RSJ Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang” terdapat

hubungan antara dukungan keluarga dengan durasi kekambuhan.

Melihat fenomena diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang

“Hubungan Dukungan Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan Pada

Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah

yaitu: Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada pasien skizofrenia?


8

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan

frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran dukungan keluarga pada pasien dengan

gangguan skizofrenia

b. Mengetahui gambaran frekuensi kekambuhan pada pasien

dengan skizofrenia

c. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada pasien skizofrenia

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

pengetahuan ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan penelitian selanjutnya tentang kekambuhan pasien

skizofrenia.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan gambaran tentang

pelaksanaan dukungan keluarga dalam merawat anggota keluarga

yang mengalami skizofrenia dan dapat dijadikan bahan evaluasi

dalam langkah-langkah yang tepat untuk pemberian pendidikan

kesehatan pada keluarga. Serta untuk melihat gambaran persepsi


9

pasien tentang bagaimana keluarga memberikan dukungan pada

pasien.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Skizofrenia

1. Definisi skizofrenia

Hermann (dalam Yosep, 2007) mendefinisikan skizofrenia sebagai

penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi pasien, cara

berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (neurological disease

that affects a person’s perception, thinking, language, emotion, and

social behavior).

2. Proses terjadinya skizofrenia

Di dalam otak terdapat milyaran sambungan sel. Setiap

sambungan sel menjadi tempat untuk meneruskanmaupun menerima

pesan dari sambungan sel yang lain. Sambungan sel tersebut

melepaskan zat kimia yang disebut neurotransmitter yang membawa

pesan dari ujung sambungan sel yang satu ke sambungan sel yang

lain. Di dalam otak yang terserang Skizofrenia terdapat kesalahan

atau kerusakan pada sistem komunikasi tersebut.

Bagi keluarga dengan penderita schizoprenia di dalamnya, akan

mengerti dengan jelas apa yang dialami penderita schizoprenia

dengan membandingkan otak dengan telepon. Pada orang normal,

sistem switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal

persepsi yang datang dikirim kembali dengan sempurna tanpa ada

9
gangguan sehingga menghasilkan perasaan, pemikiran, dan akhirnya

melakukan

9
10

tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak pasien schizophrenia,

sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak

berhasil mencapai sambungan sel yang dituju.

Skizofrenia terbentuk secara bertahap dimana keluarga maupun

pasien tidak menyadari ada sesuatu yang tidak beres dalam otaknya

dalam kurun waktu yang lama. Kerusakan yang perlahan-lahan ini

yang akhirnya menjadi skizofrenia yang tersembunyi dan berbahaya.

Gejala yang timbul secara perlahan-lahan ini bisa saja

menjadi schizophrenia acute. Periode skizofrenia akut adalah

gangguan yang singkat dan kuat, yang meliputi halusinasi,

penyesatan pikiran (delusi), dan kegagalan berpikir.

Kadang kala skizofrenia menyerang secara tiba-tiba. Perubahan

perilaku yang sangat dramatis terjadi dalam beberapa hari atau

minggu. Serangan yang mendadak selalu memicu terjadinya periode

akut secara tepat. Beberapa penderita mengalami gangguan seumur

hidup, tapi banyak juga bisa kembali hidup secara normal dalam

periode akut tersebut. Kebanyakan didapati bahwa mereka dikucilkan,

menderita depresi yang hebat, dan tidak dapat berfungsi

sebagaimana layaknya orang normal dan lingkungannya. Dalam

beberapa kasus, serangan dapat meningkat menjadi apa yang

disebut skizofrenia kronis. Pasien menjadi buas, kehilangan karakter

sebagai manusia dalam kehidupan sosial, tidak memiliki motivasi

sama sekali, dan tidak memiliki kepekaaan tentang perasaannya

sendiri (Yosep, 2007).


11

3. Etiologi skizofrenia

Tampaknya skizofrenia tidak disebabkan oleh penyebab yang

tunggal, tetapi dari berbagai faktor. Sebagian besar ilmuwan meyakini

bahwa skizofrenia adalah penyakit biologis yang disebabkan oleh

faktor-faktor genetik, ketidakseimbangan kimiawi di otak, abnormalitas

struktur otak, atau abnormalitas dalam lingkungan prenatal (Arif,

2006)

a. Somategenesis

Pendekatan somategenesis berusaha memahami kemunculan

skizofrenia sebagai akibat dari berbagai proses biologis dalam

tubuh

1) Faktor – faktor genetik (keturunan)

Berbagai penelitian menunjukan bahwa gen yang diwarisi

seseorang, sangat kuat mempengaruhi resiko seseorang

mengalami skizofrenia. Studi pada keluarga telah

menunjukkan bahwa semakin deka relasi seseorang dengan

pasien skizofrenia, makin besar resikonya untuk mengalami

penyakit tersebut.

Tabel 2. 1 : Teori somategenesis tentang penyebab Skizofrenia

Teori – teori somatogenesis tentang penyebab skizofrenia


Genetic Penelitian pada keluarga, kembar da anak
adopsi cenderung menunjukan bahwa
kerentanan pada skizofrenia ditransmisikan
secara genetic.
12

Teori – teori somatogenesis tentang penyebab skizofrenia


Biochemistry Obat antipsikotik menghambat reseptor
dopamin, cenderung menunjukkan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh masalah
dalam system dopamine
Neuroanatomy Ketidaknormalan otak (misalnya:
pembesaran ventrikel) ditemukan di antara
pasien-pasien skizofrenia.

2) Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)

Beberapa bukti menunjukkan bahwa skizofrenia mungkin

berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut

neurotransmitter yaitu kimiawi otak yang memungkinkan

neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli

mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas

neurotransmitter dopamin yang berlebihan di bagian-bagian

tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal

terhadap dopamin. Banyak ahli yang berpendapat bahwa

aktivitas dopamin yang berlebihan saja tidak cukup untuk

skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin

dan norepinephrin tampaknya juga memainkan peranan.

3) Neuroanatomy (abnormalitas struktur otak)

Berbagai teknik imaging, seperti MRI dan PET telah

membantu para ilmuwan untuk menemukan abnormalitas

struktural spesifik pada otak pasien skizofrenia. Misalnya,

pasien skizofrenia yang kronis cenderung memiliki ventrikel

otak yang lebih besar. Mereka juga memiliki volume jaringan


13

otak yang lebih sedikit daripada orang normal. Pasien

skizofrenia menunjukkan aktivitas yang sangat rendah pada

lobus frontalis otak. Ada juga kemungkinan abnormalitas di

bagian-bagian lain otak seperti di lobus temporalis, basal

ganglisa, thalamus, hippocampus, dan superior temporal

gyrus.

Magnetic resonance imaging (MRI) menunjukkan

perbedaan structural antara otak orang dewasa normal

disebelah kiri dengan otak pasien skizofrenia di sebelah

kanan. Otak pasien skizofrenia menunjukkan pembesaran

ventrikel, namun tidak semua pasien skizofrenia menunjukkan

litas ini.
14

Gambar 2. 1 : Perbedaan struktural otak orang dewasa normal


dengan otak pasien skizofrenia

4. Tanda gejala skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu gejala

positif dan gejala negatif (Hawari, 2012).

a. Gejala positif skizofrenia

1) Delusi atau waham yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional

(tidak masuk akal).

2) Halusinasi yaitu pengalaman panca indera tanpa ada

rangsangan (stimulus), misalnya penderita mendengar suara-

suara / bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber

dari suara atau bisikan itu.

3) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi

pembicaraanya, misalnya bicaranya kacau.

4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

5) Merasa dirinya “orang besar”, merasa serba mampu, serba

hebat dan sejenisnya.

6) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada

ancaman terhadap dirinya.

7) Menyimpan rasa permusuhan

b. Gejala negatif skizofrenia

1) Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar


15

2) Menarik diri atau mengasingkan diri (witdrawn) tidak mau

bergaul atau kontak dengan orang lain, suka melamun

3) Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak berbicara

4) Pasif dan apatis

5) Sulit dalam berpikir abstrak

6) Pola piker stereotip

7) Tidak ada / kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan

tidak ada inisiatif

5. Diagnosis skizofrenia

Diagnosis skizofrenia yang biasa digunakan adalah berdasarkan

DSM-IV (Arif, 2006). Kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM-IV :

a. Gejala Karakteristik : dua atau lebih gejala berikut ini yang muncul

dalam jangka waktu yang signifikan dalam periode 1 bulan, yaitu :

1) Delusi (waham, keyakinan yang kuat terhadap sesuatu yang

sebenarnya tidak nyata).

2) Halusinasi (seperti mendengar suara-suara atau melihat

sesuatu yang sebenarnya tidak ada).

3) Cara bicara tak teratur.

4) Tingkah laku yang tak terkontrol.

5) Gejala negatif, yaitu afek datar, alogia, atau tidak ada

kemauan (avolition).

b. Disfungsi sosial/pekerjaan : adanya gangguan terhadap fungsi

sosial atau pekerjaan untuk jangka waktu yang signifikan.

c. Durasi : tanda gangguan terjadi secara terus-menerus selama 6


16

bulan. Periode 6 bulan ini mencakup paling tidak 1 bulan dengan

gejala karakteristik seperti diatas.

d. Gejala psikotik bukan disebabkan karena gangguan mood atau

schizoaffective

e. Gejala psikotik bukan disebabkan karena penggunaan obat atau

kondisi medik tertentu.

f. Hubungan dengan pervasive development disorder. Bila ada

riwayat autistic disorder atau gangguan PDD lainnya. Diagnosis

tambahan skizofrenia hanya dibuat bila ada halusinasi atau delusi

yang menonjol, selama paling tidak 1 bulan (atau kurang bila

tertangani dengan baik).

6. Tipe skizofrenia

a. Tipe Paranoid

Seorang yang menderita skizofrenia tipe paranoid

menunjukan gejala seperti : Waham (delusion) kejar atau waham

kebesaran, waham cemburu juga sering ditemukan, halusinasi

yang mengandung isi kejaran atau kebesaran, gangguan alam

perasaan dan perilaku misalnya ansietas, kemarahan, suka

bertengkar, menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif.

b. Tipe Disorganized (Tipe Hebefrenik)

Skizofrenia tipe disorganized ditandai dengan gejala-gejala

seperti inkoherensi (jalan pikiran yang kacau, tidak dapat

dimengerti apa maksudnya), alam perasaan yang datar tanpa

ekspresi serta tidak serasi (incongruous), perilaku dan tertawa

kekanak-kanakan (giggling), senyum yang menunjukan rasa puas


17

diri, waham tidak jelas / tidak sistematik, menyeringai sendiri,

pengucapan kalimat berulang-ulang. Disorganisasi tingkah laku

dapat membawa pada gangguan yang serius pada berbagai

aktivitas hidup sehari-hari.

c. Tipe Katatonik

Seseorang yang menderita skizofrenia tipe katatonik

menunjukan gejala seperti stupor katatonik (pengurangan dari

pergerakan atau nampak seperti patung), Negativisme katatonik

(suatu perlawanan terhadap upaya untuk menggerakan dirinya),

kekakuan katatonik, kegaduhan katatonik (legaduhan aktivitas

motoric) dan sikap tubuh katatonik (sikap yang tidak wajar).

d. Tipe Undifferentiated

Tipe Undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang

menampilkan perubahan pola gejala-gejala yang cepat

menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya kebingungan

(confusion), emosi yang tidak dapat dipegang karena berubah-

ubah, adanya delusi, referensi yang berubah-ubah atau salah,

adanya ketergugahan yang sangat besar, autisme seperti mimpi,

depresi, dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan

ketakutan.

e. Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas

dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual

atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan negatif, atau mungkin

masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya


18

delusional. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri

secara sosial, pikiran tidak logis, inaktivitas, dan afek datar.

7. Penatalaksanaan Skizofrenia

a. Terapi Psikofarmaka

Hingga sekarang belum ditemukan obat yang ideal. Masing-

masing jenis obat psikofarmaka memiliki kelebihan dan

kekurangan selain efek samping. Terdapat obat psikofarmaka

yang lebih berkhasiat menghilangkan gejala negatif skizofrenia

daripada gejala positif skizofrenia atau sebaliknya.

Obat psikofarmaka yang ideal memenuhi syarat-syarat antara lain:

1) Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relative

singkat

2) Tidak ada efek samping, kalaupun ada relative kecil

3) Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala

positif maupun negative

4) Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya

ingat)

5) Tidak menyebabkan kantuk

6) Memperbaiki pola tidur

7) Tidak menyebabkan habituasi, adiksi dan dependensi

8) Tidak menyebabkan lemas otot

9) Kalau mungkin pemakaiannya dosis tunggal

Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini,

yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan

Clozaril (Clozapine).
19

1) Antipsikotik Konvensional

Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut

antipsikotik konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik

konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.

Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :

a) Haldol (haloperidol)

b) Stelazine ( trifluoperazine)

c) Mellaril (thioridazine)

d) Thorazine ( chlorpromazine)

e) Navane (thiothixene)

f) Trilafon (perphenazine)

g) Prolixin (fluphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh

antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih

merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.

Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotik konvensional).

Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan

(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik

konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para

ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian

antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami

kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat

diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan

interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan

depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di


20

dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem

depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic

antipsycotic.

2) Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal

karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan

efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik

konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic

yang tersedia, antara lain :

a) Risperdal (risperidone)

b) Seroquel (quetiapine)

c) Zyprexa (olanzopine)

Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk

menangani pasien-pasien dengan skizofrenia.

3) Clozaril

Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan

antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ±

25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan

antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril

memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana

pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat

menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk

melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril

harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.


21

Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling

sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

b. Psikoterapi

Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia,

baru dapat diberikan apabila penderita dengan terapi

psikofarmaka sudah mencapai tahapan dimana kemampuan

menilai realitas (reality testing ability / RTA) sudah kembali pulih

dan pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan

dengan catatanpenderita masih tetap mendapatkan terapi

psikofarmaka.

1) Psikoterapi suportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan

dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa

putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam

menghadapi hidup tidak kendur dan menurun.

2) Psikoterapi Re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan

pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan

pendidikan di waktu lalum dan pendidikan ini juga

dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang

baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

3) Psikoterapi Re-konstruktif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki

(rekonstruksi) kepribadian yang telah mengalami keretakan

menjadi kepribadian untuk seperti semula sebelum sakit.


22

4) Psikoterapi kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan

kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional

sehingga penderita mampu membedakan nilai – nilai moral

etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak,

mana yang halal dan haram dan lain sebagainya

(discriminative judgment)

5) Psikoterapi psiko-dinamik

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan

menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat

menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari

jalan keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita

dapat memahami kelebihan dan kelemahan dirinya dan

mampu menggnakan mekanisme pertahanan diri (defense

mechanism) dengan baik.

6) Psikoterapi perilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan

gangguan perilaku yang terganggu (maladaptive) menjadi

perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).

Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar

penderita mampu berfungsi kembali secara wajar dalam

kehidupannya sehari-hari baik dirumah, disekolah atau

kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosialnya

7) Psikoterapi keluarga
23

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan

hubungan penderita dengan keluarganya. Dengan psikoterapi

ini diharapkan keluarga dapat memahami mengenai gangguan

jiwa skizofrena dan dapat membantu mempercepat proses

penyembuhan penderita.

c. Terapi psikososial

Salah satu dampak gangguan jiwa skizofrenia adalah

terganggunya fungsi social penderita atau hendaya (impairment).

Hendaya terjadi dalam berbagai bidang fungsi rutin kehidupan

sehari-hari, seperti dalam bidang studi (sekolah atau kuliah),

pekerjaan, hubungan sosial dan perawatan diri. Sering pula

diperlukan pengawasan agar kebutuhan gizi dan hygiene terjamin

dan untuk melindungi penderita dari akibat buruk akibat hendaya

daya nilai dan hendaya kognitif, atau akibat tindakannya yang

berdasarkan waham (delusi) atau sebagai respon atau tindak

lanjut terhadap halusinasinya.

Terapi psikososial dimaksudkan agar penderita mampu

kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan

mampu merawat diri, mampumandiri tidak tergantung pada orang

lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.

Penderita yang menjalani terapi psikososial hendaknya tetap

mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya

waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk

tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukkan

dan banyak bergaul.


24

d. Terapi Psikoreligius

Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita

skizofrenia ternyata mempunyai manfaat. Penelitian menunjukkan

bahwa komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di

bidang klinik (religious commitment is associated with clinical

benefit).

Terapi keagamaan berupa kegiatan ritual keagamaan seperti

sembahyang, berdoa, memanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,

ceramah keagamaan dan kajian kitab suci dan lain sebagainya.

Pemahaman dan penafsiran yang salah terhadap agama dapat

mencetuskan terjadinya gangguan jiwa skizofrenia, yang dapat

diamati dengan adanya gejala-gejala waham (delusi) keagamaan

atau jalan pikiran yang patologis dengan pola sentral keagamaan.

e. Rehabilitasi

Bagi penderita gangguan jiwa skizofrenia (dan gangguan jiwa

psikosis lainnya) yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis

dan menahun selain program terapi, diperlukan program

rehabilitasi sebagai persiapan penempatan kembali ke keluarga

dan masyrakat.

Program rehabilitasi biasanya dilakukan dilembaga (institusi)

rehabilitasi, misalnya dibagian lain dari suatu rumah sakit jiwa

khusus untuk penderita yang kronis. Dilembaga itu para penderita

tidak hanya diberikan terapi obat psikofarmaka tetapi juga

diintegrasikan dengan jenis-jenis terapi lainnya termasuk

keterampilan (occupational therapy). Dalam lembaga rehabilitasi


25

para penderita merupakan suatu kelompok atau komunitas

dimana terjadi interaksi antara sesame penderita dan dengan para

pelatih (sosialisasi). Program rehabilitasi tidak hanya diikuti oleh

penderita rawat inap, tetapi juga dapat diikuti oleh penderita rawat

jalan; yaitu pagi hingga sore hari penderita berada dilembaga

rehabilitasi, sedangkan malam harinya pulang menginap di rumah

masing-masing (day care).

Program rehabilitasi sebagai persiapan kembali kekeluarga

dan kemasyarakat meliputi berbagai macam kegiatan, antara lain:

1) Terapi kelompok

2) Menjalankan ibadah keagamaan bersama

3) Kegiatan kesenian (menyanyi, musik, tari-tarian, seni lukisa

dan sebagainya)

4) Terapi fisik berupa olahraga (pendidikan jasmani)

5) Keterampilan (membuat kerajinan tangan)

6) Berbagai macam kursus (bimbingan belajar/les)

7) Bercocok tanam (bila tersedia lahan)

8) Rekreasi (darmawisata)

9) Dan lain sebagainya

Lembaga rehabilitasi yang ideal seyogianya memiliki

sarana dan prasarana yang memadai serta para pengasuh /

pelatih / pembimbing (instruktur) yang professional terdiri dari

psikiater, psikolog, pekerja social, guru agaman, guru kesenian,

guru olahraga, guru keterampilan, guru bimbingan belajar/les,

guru pertanian dan lainnya yang terkait. Pada umumnya program


26

rehabilitasi berlangsung 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan

evaluasi paling sedikit 2 kali, yaitu evaluasi sebelum mengikuti

program rehabilitasi dan evaluasi pada saat penderita akan

dikembelikan ke keluarga dan masyarakat.

B. Konsep Kekambuhan

1. Definisi kekambuhan

Kekambuhan adalah peristiwa timbulnya kembali gejala-gejala

yang sebelumnya sudah memperoleh kemajuan (Stuart dan Laraia,

2001). Sedangkan menurut Boyd dan Nihart (1998) kekambuhan yaitu

kembalinya gejala-gejala penyakit sehingga cukup parah dan

mengganggu aktivitas sehari-hari dan memerlukan rawat inap dan

rawat jalan yang tidak terjadwal. Kambuh merupakan keadaan pasien

dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan

mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2018). Pada

gangguan jiwa kronis diperkirakan mengalami kekambuhan 50% pada

tahun pertama, dan 70% pada tahun kedua (Yosep, 2007).

2. Dampak kekambuhan

Dampak gangguan jiwa bagi keluarga sangat besar, apalagi ada

beberapa anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dampak

dari anggota yang menderita gangguan jiwa bagi keluarga

diantaranya keluarga belum terbiasa dengan adanya gangguan jiwa.

Menurut Stuart & Laraia (2005), dampak-dampak gangguan jiwa bagi

keluarga, seperti:

a. Penolakan
27

Sering terjadi dan timbul ketika ada keluarga yang

menderita gangguan jiwa, pihak anggota keluarga lain menolak

penderita tersebut dan menyakini memiliki penyakit berkelanjutan.

b. Stigma

Informasi dan pengetahuan tentang gangguan jiwa tidak

semua dalam anggota keluarga mengetahuinya. Keluarga

menganggap penderita tidak dapat berkomunikasi layaknya orang

normal lainnya. Menyebabkan beberapa keluarga merasa tidak

nyaman untuk mengundang penderita dalam kegiatan tertentu.

c. Frustrasi, Tidak berdaya dan Kecemasan

Sulit bagi siapa saja untuk menangani orang dengan

pemikiran aneh, tingkah laku aneh dan tak terduga. Bahkan ketika

orang itu stabil karena obat, apatis dan kurangnya motivasi bisa

membuat frustasi. Keluarga dapat menjadi marah marah, cemas,

dan frustasi karena berjuang untuk mendapatkan kembali ke

rutinitas yang sebelumnya penderita lakukan.

d. Kelelahan

Seringkali keluarga menjadi putus asa berhadapan dengan

orang yang dicintai yang memiliki penyakit mental. Mereka

mungkin mulai merasa tidak mampu mengatasi dengan hidup

dengan orang yang sakit yang harus terus-menerus dirawat.

Namun seringkali, mereka merasa terjebak dan lelah oleh tekanan

dari perjuangan sehari-hari, terutama jika hanya ada satu anggota

keluarga mungkin merasa benar-benar di luar kendali.


28

e. Duka

Keluarga dapat menerima kenyataan penyakit yang dapat

diobati, tetapi tidak dapat disembuhkan. Keluarga berduka ketika

orang yang dicintai sulit untuk disembuhkan dan melihat penderita

memiliki potensi berkurang secara substansial bukan sebagai

yang memiliki potensi berubah.

3. Faktor yang mempengaruhi kekambuhan

a. Klien

Sudah umum diketahui bahwa pasien yang gagal

memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk

kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 -

50% pasien pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara

teratur (Appleton, 1982, dikutip oleh Sullinger, 1998). Pasien

kronis, khususnya skizfrenia sukar mengikuti aturan makan obat

karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan

mengambil keputusan. Dirumah sakit perawat bertanggung jawab

dalam pemberian atau pemantauan pemberian obat, dirumah

tugas perawat digantikan oleh keluarga.

b. Dokter (Pemberi resep)

Makan obat secara teratur dapat mengurangi frekuensi

kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptik yang lama

dapat menimbulkan efek samping Tardive Dyskinesia yang dapat

mengganggu hubungan sosial seperti gerakan tidak terkontrol.

Dokter yang memberi resep diharapkan tetap waspada

mengidentifikasi dosis terapeutik yang dapat mencegah kambuh


29

dan menurunkan efek samping.

c. Penanggung Jawab Pasien (case manager)

Setelah pasien pulang kerumah maka perawat Puskesmas

tetap bertanggung jawab atas program adaptasi pasien di rumah.

Penanggung jawab kasus mempunyai kesempatan yang lebih

banyak untuk bertemu dengan pasien; sehingga dapat

mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil tindakan.

d. Keluarga

Pasien yang tinggal dengan keluarga dengan ekspresi

emosi yang tinggi diperkirakan kambuh dalam waktu 9 bulan.

Hasilnya 57 persen kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi

emosi tinggi dan 17% kembali dirawat dengan ekspresi emosi

rendah (Vaugh dan Snyder). Terapi keluarga dapat diberikan

untuk menurunkan ekspresi emosi. Salah satu diantaranya yang

bisa diberikan keluarga adalah dukungan keluarga (family

support). Dukungan keluarga dinyatakan sangat mempengaruhi

kekambuhan pasien skizofrenia selain oleh karena faktor obat, itu

ada dalam hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Yunus

taufik (2014) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY” , dan penelitian oleh

penelitian Irma wahyuningrum dengan judul “Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Durasi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJ

Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang” yang menyatakan

bahwa dukungan keluarga berhubungan (ada hubungan) dengan


30

kekambuhan pada pasien skizofrenia.

4. Upaya keluarga untuk mencegah kekambuhan

a. Mengenali tanda kambuh.

b. Menjalani pengobatan yang sesuai.

c. Menghindari situasi yang mungkin memicu timbulnya gejala.

Seperti film-film atau program di televisi, pengalaman baru.

d. Mempelajari tentang keadaan sakit yang diderita anggota

keluarganya.

e. Melaksanakan latihan teknik managemen stress. Contoh:

meditasi, berpikir positif, dan nafas dalam.

f. Melaksanakan aktivitas secara terstruktur. (CAMH, 2018)

Seseorang yang menderita gangguan jiwa harus diberi

semangat dan nasehat untuk mengatur keadaan dirinya dan untuk

menghindari kekambuhan. Tim kesehatan menyatakan bahwa

pasien menyimpan catatan harian mengenai perasaan dan

perilakunya sehingga mereka secara signifikan dapat mengalami

perubahan dan peringatan tanda akan kekambuhannya. Banyak

pasien yang mempelajari dan mengenali pribadi mereka dengan

adanya catatan tersebut.

Memelihara pola hidup juga penting untuk setiap orang

khususnya pasien gangguan jiwa. Mengambil dosis obat yang

benar pada waktu yang sama setiap hari sangat diperlukan.

Membantu mengingatkan pasien dalam meminum obat dengan

menggunakan pil box untuk setiap dosis harian. Hal tersebut

dapat menolong mereka bila mereka harus mengambil dosis


31

pengobatan.

Dalam sebuah riset menyatakan bahwa tidur yang cukup

dapat mempengaruhi pikirannya dan dapat mencegah

kekambuhan. Jika intensitas tidurnya terlalu banyak, dapat

diidentifikasi jika hal tersebut adalah tanda dari depresi. Namun

sebaliknya, jika intensitas tidurnya kurang mungkin menandakan

jika pasien merasa khawatir. (Veague, 2009)

Memelihara pola hidup sehat, memonitor dan

memeriksakan anggota keluarga yang mengalami kekambuhan

gangguan jiwa dapat membantu mencegah kekambuhan yang

dialaminya.

5. Frekuensi Kekambuhan

Menurut Nurdiana (2007) kejadian kekambuhan skizofrenia dapat

dikategorikan menjadi kategori rendah, tinggi dan sedang.

a. kategori rendah apabila pasien tidak pernah kambuh dalam waktu

satu tahun

b. sedang apabila pasien kambuh satu kali dalam waktu kurang dari

satu tahun

c. tinggi apabila pasien kambuh lebih dari sama dengan dua kali

dalam satu tahun.

C. Konsep Dukungan Keluarga

1. Definisi keluarga

Berikut akan dikemukakan definisi keluarga menurut beberapa ahli

(Muhlisin, 2012):
32

a. Menurut Tinkhan dan Voorhies (1977) mendefinisikan sebagai

berikut :

Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih invidu

yang terkait oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk

satu rumah tangga, saling berhubungan dalam lingkup peraturan

keluarga serta saling menciptakan dan memelihara budaya.

b. Menurut Friedman (2002) mendefinisikan sebagai berikut :

Keluarga adalah kumpulan dua orang manusia atau lebih,

yang satu sama yang lain saling terikat secara emosional, serta

bertempat tinggal yang sama dalam satu daerah yang berdekatan.

c. Menurut UU No.10 tahun 1992 mendefinisikan sebagai berikut:

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang

terdiri dari suami isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah

dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

2. Definisi dukungan keluarga

Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya

dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika

diperlukan.

Menurut Gottlieb (1998) dalam Kuncoro (2018) dukungan keluarga

adalah komunikasi verbal dan non verbal, saran, bantuan, yang nyata

atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

subyek di dalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-


33

hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh

pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa

memperoleh dukungan secara emosional merasa lega karena

diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada

dirinya.

Serason (1983) dalam Kuncoro (2018) mengatakan bahwa

dukungan keluarga adalah keberadaan, kesediaan, kepedulian, dari

orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi

kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cobb yang

mendefinisikan dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan,

perhatian dan penghargaan atau menolong dengan sikap menerima

kondisinya.

3. Bentuk dukungan keluarga

Kaplan (1976) dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa

keluarga memiliki 4 jenis dukungan, yaitu :

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan disseminator

informasi tentang dunia yang dapat digunakan untuk

mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah

dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang

diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada

individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat,

usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian
34

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan

balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber

validator identitas anggota keluarga, diantaranya: memberikan

support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.

c. Dukungan instrumenal

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis

dan konkrit diantaranya: bantuan langsung dari orang yang

diandalkan seperti materi, tenaga dan sarana. Manfaat dukungan

iniadalah mendukung pulihnya energi atau stamina dan semangat

yang menurun selain itu individu merasa bahwa masih ada

perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap seseorang

yang sedang mengalami kesusahan atau penderitaan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai

untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan

terhadap emosi. Manfaat dari dukungan ini adalah secara

emosional menjamin nilai-nilai individu (baik pria maupun wanita)

akan selalu terjaga kerahasiannya dari keingintahuan orang lain.

Aspek–aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang

diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian

dan mendengarkan serta didedengarkan.


35

4. Manfaat dukungan keluarga

Wills dalam Friedman (2010) menyimpulkan bahwa baik efek-efek

penyangga (dukungan sosial melindungi individu terhadap efek

negatif dari stess) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara

langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun

ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari

dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi

berfungsi secara bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan

dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan

menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan di

kalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi.

Serason (1993) dalam Kuncoro (2018) berpendapat bahwa

dukungan keluarga mencakup 2 hal yaitu :

a. Jumlah sumber dukungan yang tersedia, merupakan persepsi

individu terhadap sejumlah orang yang dapat diandalkan saat

individu membutuhkan bantuan.

b. Tingkat kepuasan akan dukungan yang diterima berkaitan dengan

persepsi individu bahwa kebutuhannya akan terpenuhi

(pendekatan berdasarkan kualitas).

Selain itu dukungan keluarga dinyatakan bermanfaat atau

berpengaruh atau berhubungan untuk pencegahan kekambuhan

itu ada dalam hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Yunus taufik (2014) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di

Poliklinik Rumah Sakit Jiwa Grhasia DIY” , dan penelitian oleh


36

penelitian Irma wahyuningrum dengan judul “Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Durasi Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJ

Daerah Dr Amino Gondohutomo Semarang” yang menyatakan

bahwa dukungan keluarga berhubungan (ada hubungan) dengan

kekambuhan pada pasien skizofrenia.

5. Sumber dukungan keluarga

Menurut Root & Dooley (1985) dalam Kuncoro (2018) ada 2

sumber dukungan keluarga yaitu natural dan artifisial. Dukungan

keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial

dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang

berada disekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami,

kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non

formal sedangkan dukungan keluarga artifisial adalah dukungan yang

dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan

keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sehingga

sumber dukungan keluarga natural mempunyai berbagai perbedaan

jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial. Perbedaan itu

terletak pada :

a. Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa

adanya tanpa di buat-buat sehingga mudah diperoleh dan bersifat

spontan.

b. Sumber dukungan keluarga yang natural mempunyai kesesuaian

dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus

diberikan.
37

c. Sumber dukungan keluarga natural berakar dari hubungan yang

telah berakar lama.

d. Sumber dukungan natural mempunyai keragaman dalam

penyampaian dukungan, mulai dari pemberian barang yang nyata

hanya sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan

salam.

e. Sumber dukungan keluarga natural terbebas dari beban dan label

psikologis.

6. Faktor – faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga

Menurut Purnawan (dalam Indriyatmo, 2018) faktor-faktor yang

mempengaruhi dukungan keluarga adalah :

a. Faktor internal

1) Tahap Perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam

hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan

demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki

pemahaman dan respon terhadap perubahan kesehatan yang

berbeda-beda.

2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan

terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri dari

pengetahuan, latar belakang pendidikan, dan pengalaman

masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara berfikir

seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-

faktor yang berhubungan dengan penyakit dan menggunakan


38

pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga kesehatan

dirinya.

3) Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap

adanya dukungan dan cara melaksanakannya. Seseorang

yang mengalami respons stres dalam setiap perubahan

hidupnya cenderung berespon terhadap berbagai tanda sakit,

mungkin dilakukan dengan cara mengkhawatirkan bahwa

penyakit tersebut dapat mengancam kehidupannya.

Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang mungkin

mempunyai respons emosional yang kecil selama dia sakit.

Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara

emosional terhadap ancaman penyakit mungkin akan

menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak

mau menjalani pengobatan.

4) Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang

menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang

dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan

kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.

b. Faktor eksternal

1) Praktik di Keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya: pasien juga kemungkinan besar akan melakukan


39

tindakan pencegahan jika keluarganya melakukan hal yang

sama. Misal: anak yang selalu diajak orang tuanya untuk

melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, maka ketika punya

anak dia akan melakukan hal yang sama.

2) Faktor Sosioekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan risiko

terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang

mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel

psikososial mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan

lingkungan kerja. Sesorang biasanya akan mencari dukungan

dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini akan

mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara

pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit

yang dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan

ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk

cara pelaksanaan kesehatan pribadi.

7. Keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien skizofrenia

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi

perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien

(Friedman, 2010). Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga

kesehatan (dokter/perawat) jika mereka tidak sanggup merawatnya.


40

Asuhan keperawatan berfokus pada keluarga bukan hanya

memulihkan keadaan pasien tapi bertujuan untuk mengembangkan

dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah

pasien dalam keluarga tersebut dimana peran perawat menjadi

konselor (Keliat, 1992).

Menurut Keliat (1992) keluarga mempunyai peran yang sangat

penting dilihat dari berbagai faktor yaitu :

a. Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan

interpersonal dengan lingkungannya. Keluarga merupakan

“institusi” pendidikan utama bagi individu untuk belajar dan

mengembangkan nilai, sikap dan perilaku.

b. Keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan jiwa

(skizofrenia) yang terjadi pada salah satu anggota dapat

mempengaruhi seluruh system.

c. Berbagai pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat pasien seumur

hidup tetapi hanya fasilitas yang membantu pasien dan keluarga

mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya

masalah, menanggulangi berbagai masalah dan mempertahankan

keadaan adaptif.

d. Keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku pasien dirumah

dapat menyebabkan kekambuhan gangguan jiwa (skizofrenia)

Oleh karena itu, keterlibatan keluarga dalam proses

pemulihan, pencegahan kambuh dan penanganan skizofrenia

sangat diperlukan. Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat


41

berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan

individu serta dapat juga menentukan tentang program

pengobatan yang dapat mereka terima.

8. Kategori dukungan keluarga

a. Kategori dukungan baik

b. Kategori dukungan kurang baik

D. Kerangka Teori

KEKAMBUHAN PADA
SKIZOFRENIA
PASIEN SKIZOFRENIA

FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI
KEKAMBUHAN :
1. KLIEN
DUKUNGAN KELUARGA
2. DOKTER
1. DUKUNGAN
3. PENANGGUNG JAWAB INFORMASIONAL

4. KELUARGA 2. DUKUNGAN
PENILAIAN
3. DUKUNGAN
INSTRUMENTAL
4. DUKUNGAN
EMOSIONAL

Gambar 2. 2 : Kerangka teori

Sumber : Sullinger (dalam Keliat, 1992), Kaplan (dalam Friedman, 2010)


42
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Menurut Sullinger (dalam Keliat, 1992), bahwa ada empat faktor

penyebab kekambuhan dan perlu dirawat di rumah sakit yaitu faktor

klien, dokter, penanggung jawab pasien (case manager) dan

keluarga. Pasien skizofrenia dirawat kembali dirumah sakit karena

alasan umum yaitu ketidakmampuan pasien dan keluarga menangani

masalah dirumah (Sullinger dalam Keliat, 1992). Salah satu upaya

keluarga yang bisa dilakukan untuk mencegah kekambuhan adalah

dengan memberi dukungan keluarga.

Dukungan keluarga merupakan cara untuk menunjukkan sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya

dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika

diperlukan. (Friedman, 2010).

Maka dalam penelitian ini, penulis membuat kerangka penelitian

tentang hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan

pada pasien skizofrenia berdasarkan persepsi pasien.

42
43

Variabel Independen Variabel Dependen

Kekambuhan pasien
Dukungan keluarga gangguan jiwa

Gambar 3. 1 : Kerangka konsep penelitian

Sumber : Sullinger (dalam Keliat, 1992), Kaplan (dalam Friedman, 2010)

2. Rancangan Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian analitik yaitu, rancangan penelitian yang bertujuan

mencari hubungan dua variabel independen dan variabel dependen

(Notoatmodjo, 2012). Rancangan penelitian menggunakan

pendekatan cross sectional yaitu, dimana peneliti melakukan

observasi atau pengumpulan data variabel independen dan dependen

hanya satu kali pada suatu saat. Dalam penelitian ini, peneliti telah

melakukan pengumpulan data tentang dukungan keluarga (variabel

independen) dan frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia

(variabel dependen) yang menggunakan instrumen penelitian

kuesioner pada 38 responden satu kali pada satu saat di wilayah

Cipageran.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan

serta diteriman untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta

yang diamati ataupun kondisi-kondisi yang diamati, dan digunakaan

sebagai petunjuk untuk langkah-langkah penelitian selanjutnya (Good


44

dan Scates dalam Budiman, 2011). Adapun hipotesis dalam penelitian

ini adalah :

Ha : terdapat hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada pasien skizofrenia berdasarkan persepsi pasien di

wilayah kerja puskesmas cipageran.

Ho : tidak terdapat hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada pasien skizofrenia berdasarkan persepsi pasien di

wilayah kerja puskesmas cipageran.

4. Variabel Penelitian

Menurut Soeparto (dalam Nursalam, 2014) variabel adalah

perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap

sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain). Dalam penelitian ini terdapat

2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

Variabel independen atau variabel bebas yaitu variabel yang

nilainya menentukan variabel lain atau suatu kegiatan stimulus yang

dimanipulasi oleh peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel

dependen (Nursalam, 2014). Variabel independen dalam penelitian ini

adalah dukungan keluarga. sedangkan, variabel dependen atau

variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel

lain atau variabel respons akan muncul sebagai akibat dari manipulasi

variabel-variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel dependen pada

penelitian ini adalah frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia di

wilayah kerja puskesmas cipageran.


45

5. Definisi Operasional

Menurut Nursalam (2014), definisi operasional adalah definisi

berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan

tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur) itulah yang

merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran

secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian

dapat diulangi lagi oleh orang lain. Sebaliknya definisi konseptual

menggambarkan sesuatu berdasarkan kriteria konseptual atau

hipotetik dan bukan pada ciri-ciri yang dapat diamati.

Tabel 3. 1 Definisi operasional

Nama Definisi Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Variabel konseptual operasional Ukur
Dukungan Komunikasi Sikap atau Kuesioner a. dukungan Ordinal
Keluarga verbal dan tindakan baik ≥ mean
non verbal, yang 75
saran, diberikan b. dukungan
bantuan keluarga kurang baik
yang nyata kepada < mean 75
atau tingkah anggota
laku yang keluarganya
diberikan (pasien
oleh orang- gangguan
orang yang jiwa) seperti
akrab penerimaan,
dengan dukungan,
subyek pertolongan,
didalam perhatian dan
lingkungan penghargaan
sosialnya di cipageran.
atau berupa
kehadiran
dan hal-hal
yang dapat
memberikan
46

Nama Definisi Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Variabel konseptual operasional Ukur
keuntungan
emosional
atau
berpengaru
h pada
tingkah laku
penerimany
a. (Gottlieb
dalam
Kuncoro,
2018)
Frekuensi Peristiwa Suatu kondisi Data a. Kekambuh Ordinal
Kekambuh timbulnya ketika pasien Dokumenta an tinggi
an kembali sudah si (≥2x dalam
gejala- kembali ke 1 tahun)
gejala yang keluarga b. Kekambuh
sebelumnya namun an sedang
sudah mengalami (1x dalam
memperoleh lagi gejala- <1 tahun)
kemajuan gejala seperti c. Kekambuh
(Stuart dan sebelum an rendah
Laraia, dirawat (tidak
2001). kambuh
dalam 1
tahun)
(Nurdiana,
2007)
B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

Populasi adalah subjek (misalnya manusia ; pasien) yang

memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2014).

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012) populasi adalah keseluruhan

objek penelitian atau objek yang diteliti.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah pasien skizofrenia

sebanyak 42 orang yang didapatkan dari jumlah pasien ODGJ berat


47

dengan diagnosa Skizofrenia di wilayah Cipageran dari hasil data

studi pendahuluan periode Januari – Desember 2017.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah bagian dari populasi yang terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampling

adalah proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili

populasi yang ada (Nursalam, 2014). Teknik sampling dalam

penelitian ini adalah non probability sampling dengan mengunakan

metode sampling yaitu purposive sampling karena peneliti melakukan

pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu (kriteria)

yang telah dibuat.

Pada penelitian ini peneliti tidak menentukan besar sampel

dengan menggunakan rumus untuk menghitung ukuran sampel.

Besar sampel yang akan diambil yaitu 38 orang dari jumlah populasi

yang ada dikarenakan 4 orang tidak menjadi sampel (2 pasien ada

yang sedang dirawat, pindah alamat dan kabur), sampel yang sudah

dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi dikarenakan dilihat dari

pertimbangan jumlah populasi yang tersedia, dan ukuran minimum

sampel yang digunakan untuk penelitian deskriptif analitik.

Selain itu pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil riset

partisipan yang tersedia saat itu dan telah memenuhi kriteria sampel

yang telah ditentukan terlebih dahulu seperti :


48

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah kriteria dengan subjek penelitian dapat

mewakili dalam sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai

sampel. Karakteristik sampel yang layak diteliti adalah:

1) pasien skizofrenia

2) bersedia menjadi responden

3) kooperatif

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah kriteria subjek penelitian tidak dapat

mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel

penelitian. Sampel yang tidak dapat dimasukan yaitu :

1) Pasien skizofrenia yang sedang kambuh

C. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti telah melakukan pengumpulan data

dengan cara langsung mendatangi pasien-pasien skizofrenia di

rumahnya sebanyak 38 responden sesuai dengan data yang

didapatkan dari Puskesmas, peneliti dibantu oleh petugas Puskesmas

dan Kader dari setiap RW di wilayah Cipageran selama 1 minggu (2-8

April 2018). Teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu pengisian

kuesioner tentang dukungan keluarga yang diisi oleh pasien

skizofrenia yang telah memenuhi kriteria sebagai responden.

Responden yang memenuhi kriteria, diminta kesediaannya untuk

menandatangani setelah diberi informed consent. Setelah itu peneliti

memberikan kuesioner kepada responden untuk diisi dan


49

dikumpulkan pada hari yang sama. Bagi responden yang tidak bisa

membaca dan menulis, pengisian kuesioner dibantu oleh peneliti

dengan cara peneliti membacakan apa yang tertulis pada kuesioner.

Tata cara penelitiannya yaitu, selama pengambilan data berlangsung,

peneliti mendampingi responden sehingga dapat memberi penjelasan

pada saat terjadi suatu hal yang kurang dimengerti oleh responden.

Sedangkan untuk data kekambuhan pasien dalam 1 tahun terakhir

pada rencana awal akan diambil dari data rekam medis pasien yang

ada di puskesmas namun puskesmas tidak mempunyai rekam medis

terkait riwayat kekambuhan pasien sehingga data kekambuhan

didapatkan dari hasil wawancara peneliti kepada keluarga pasien

skizofrenia.

2. Instrumen Penelitian

Intsrumen penelitian adalah alat yang digunakan oleh peneliti

untuk pengumpulan data (Arikunto, 2006). Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini adalah:

a. Dukungan keluarga

Instrumen yang digunakan untuk variabel dukungan

keluarga dengan menggunakan kuesioner yang berbentuk ceklis

(√) yang terdiri dari 15 item pertanyaan yang meliputi 4 komponen

dukungan keluarga. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan

positif dengan empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari

Selalu, Sering, Jarang dan Tidak pernah. Bobot nilai yang

diberikan untuk setiap pertanyaan adalah 1 sampai 4, dimana

jawaban Selalu bernilai 4, Sering bernilai 3, Jarang bernilai 2 dan


50

tidak pernah bernilai 1. Dan bentuk pertanyaan negatif dengan

empat pilihan alternatif jawaban yang terdiri dari Selalu, Sering,

Jarang dan Tidak pernah. Bobot nilai yang diberikan untuk setiap

pertanyaan adalah 1 sampai 4, dimana jawaban Selalu bernilai 1,

Sering bernilai 2, Jarang bernilai 3 dan tidak pernah bernilai 4.

Kisi-kisi pertanyaan dukungan keluarga adalah:

No Pertanyaan No. Pertanyaan


1 Dukungan emosional 1, 2, 3. 4
2 Dukungan informasional 5, 6, 7
3 Dukungan instrumenal 8, 9, 10, 11
4 Dukungan penilaian 12, 13, 14, 15

b. Frekuensi kekambuhan pasien skizofrenia

Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kekambuhan

pada pasien skizofrenia adalah dengan mengambil data langsung

dari hasil wawancara bersama keluarga pasien tentang

kekambuhan pasien dalam 1 tahun terakhir. Lalu digolongkan

sesuai dengan frekuensi kekambuhan menurut Nurdiana (2007).

Kekambuhan pasien skizofrenia:

Tinggi : bila pasien dalam satu tahun kambuh ≥ 2 kali

Sedang : bila kurang dalam satu tahun kambuh satu kali, dan

Rendah : bila dalam satu tahun tidak pernah kambuh

3. Uji Validitas dan Realibilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-

tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu


51

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi

(Arikunto, 2013). Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan

peneliti adalah kuesioner.

Untuk mengetahui apakah kuesioner mampu mengukur

apa yang hendak diukur, maka perlu diuji dengan cara

mengkorelasikan skor yang diperoleh dari masing-masing

pertanyaan dan skor total. Uji validitas dapat dilakukan dengan

menggunakan uji korelasi pearson product moment (Arikunto,

2013). Untuk menghitungnya menggunakan rumus :

Keterangan :

rxy : koefisien relasi

n : jumlah responden uji coba

∑x : jumlah skor item / butir

∑y : skor total seluruh item

Item yang dikatakan valid jika r hitung > r tabel dan item

yang dikatakan tidak valid jika r hitung < r tabel (Riyanto, 2013).

Uji validitas dilakukan di wilayah Cigugur pada 15 pasien

skizofrenia yang menjadi responden. Hasil uji validitas untuk

kuesioner dukungan keluarga dari 16 butir soal didapat 12 soal

adalah valid dengan rata rata nilai > 0.514 sedangkan terdapat 4

soal yang tidak valid mempunyai nilai p1 0,255, p4 0.363, p7

0.149, dan p11 0.423. kemudian dilakukan uji content untuk

mempertahankan pertanyaan yang tidak valid dan ada pertanyaan


52

yang dihilangkan. Dan dilakukan kembali uji validitas untuk 15

butir soal dengan hasil semua pertanyaan valid (> 0.514)

b. Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjuk bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliable

artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2013).

Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan rumus

Alpha yaitu :

Keterangan :

r11 : reliabilitas instrumen

n : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑σt2 : jumlah varians butir

σt 2 : varians total

Jika nilai alpha > 0.6 artinya reliabilitas mencukupi (sufficient

reliability) sementara jika alpha > 0.80 ini mensugestikan seluruh

item reliabel dan seluruh tes secara konsisten memiliki reliabilitas

yang kuat.

Setelah dilakukan uji validitas dan didapatkan hasil

kuesioner tentang dukungan keluarga yang valid dengan jumlah

15 soal (r hitung > 0.514) dan uji reliabilitas (nilai alpha 0.916).
53

D. Prosedur Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Menentukan topik penelitian

b. Melakukan studi pendahuluan pada tanggal 1 februari 2018 ke

dinas kesehatan kota cimahi

c. Memilih lahan penelitian

d. Melakukan studi pendahuluan pada tanggal 6 februari 2018 ke

puskesmas cipageran kota cimahi

e. Melakukan kunjungan rumah untuk wawancara pada 10

responden pada tanggal 13 februari 2018 di cipageran

f. Studi kepustakaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan

masalah penelitian

g. Menyusun proposal penelitian beserta instrumen penelitian

h. Mengikuti bimbingan proposal

i. Melaksanakan seminar proposal pada tanggal 27 Februari 2018

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian yaitu:

a. Melakukan revisi proposal penelitian

b. Mengurus surat izin penelitian pada tanggal 12 Maret 2018 dari

kampus dan 21 Maret 2018 dari Kesbangpol dan Dinkes kota

Cimahi

c. Melakukan uji validitas dan reliabilitas pada tanggal 22-24 Maret

2018 pada 15 responden di wilayah Cigugur

d. Melakukan pengolahan uji validitas ke tutor analisa data pada

tanggal 26 Maret 2018


54

e. Melakukan pengumpulan data penelitian pada tanggal 2 – 8 April

2018 pada 38 responden di wilayah Cipageran

f. Melakukan pengolahan dan analisa data penelitian ke tutor

analisa data pada tanggal 11 April 2018

g. Menarik kesimpulan

3. Tahap Akhir

a. Melaksanakan sidang skripsi pada tanggal 28 Mei 2018

b. Penyusunan laporan penelitian

c. Perbaikan hasil penelitian dan pendokumentasian

E. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Teknik pengolahan data

a. Editing, setelah dilakukan editing pada kuesioner dukungan

keluarga dengan hasil : jawaban dari responden semua lengkap

15 jawaban, jawaban cukup jelas.

b. Coding, merupakan kegiatan merubah data berbentuk kalimat

atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Dalam penelitian ini

coding untuk frekuensi kekambuhan yaitu 3 = kekambuhan tinggi,

2 = kekambuhan sedang, 1 = kekambuhan rendah.

c. Processing, setelah data di coding (dirubah kedalam bentuk

“kode”) lalu data dimasukkan ke dalam program atau software

komputer. Analisa data yang dilakukan dengan SPSS tujuannya

untuk melakukan uji validitas dan reliebilitas instrument, untuk

mengetahui distribusi frekuensi dari variabel dukungan keluarga

dan frekuensi kekambuhan, melakukan uji normalitas data dan


55

melakukan uji Chi-square dengan hasil ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan.

d. Cleaning, kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry

dan hasilnya tidak ada kesalahan pengkodean, data semua

lengkap sebanyak 38 data sesuai jumlah responden.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

1) Analisa univariat dalam penelitian ini untuk melihat distribusi

frekuensi dukungan keluarga dan kekambuhan skizofrenia,

analisis tersebut menggunakan rumus sebagai berikut :

X = n x 100%
N

Keterangan :

X : nilai presentase

N : jumlah scoring pertanyaan

n : nilai yang diperoleh dari tiap kelompok (Notoatmodjo, 2005)

selanjutnya data ditabulasi dan diimplementasikan dengan

skala likert yaitu :

selalu : diberi nilai 4

sering : diberi nilai 3

kadang-kadang : diberi nilai 2

tidak pernah : diberi nilai 1

Dengan hasil data untuk menilai dukungan keluarga seperti :

a. Kategori dukungan baik (≥ mean 75)

b. Kategori dukungan kurang baik (< mean 75)


56

2) Untuk analisa univariat instrumen yang menilai frekuensi

kekambuhan yaitu dengan cara dengan mengambil data

langsung dari hasil wawancara bersama keluarga pasien

tentang kekambuhan pasien dalam 1 tahun terakhir, lalu

melihat berapa kali pasien mengalami kekambuhan dan

mendokumentasikan hasilnya apakah pasien dalam frekuensi

kambuh tinggi, kambuh sedang atau kambuh ringan.

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Analisis

dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer.

Adapun uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-Square (x2)

dengan tingkat kemaknaan 95 % atau nilai alpha 0,05 (5%) :

Keterangan :

X2 : nilai chi – square

fo : frekuensi yang diobservasi

fe : frekuensi yang diharapkan

∑ : jumlah semua pertanyaan

Hasil perhitungan statistik antara dua variabel bebas dan terkait

dengan menggunakan taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria uji

statistik adalah :

1) Bila p value < alpha maka hubungan tersebut sacara statistik

ada hubungan yang bermakna atau Ho ditolak.


57

2) Bila p value > alpha maka hubungan tersebut secara statistik

tidak ada hubungan yang bermakna atau Ho diterima.

F. Etika Penelitian

Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku

untuk setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti,

pihak yang diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang aan

memperoleh dampak hasil penelitian tersebut. Mengingat penelitian

keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika

keperawatan yang harus diperhatikan adalah :

1. Respect for person

a. Informed consent

Merupakan bentuk persetujun antara peneliti dengan responden

penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum subjek menjadi responden. Tujuannya

adalah agar subjek mengerti maksud, tujuan penelitian dan

mengetahui dampaknya. Pada saat subjek bersedia menjadi

responden, maka mereka menandatangani lembar persetujuan. Pada

saat subjek tidak bersedia menjadi responden, maka peneliti

menghormati hak keluarga.

b. Confidentiality (kerahasiaan)

Peneliti memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi ataupun masalah-masalah lainnya. Dan peneliti juga

menjamin adanya anonymity (tanpa nama) yaitu dengan cara tidak

memberikan nama jelas melainkan hanya mencantumkan inisial nama


58

responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang

disajikan.

2. Justice

Peneliti melakukan penyeleksian responden yang adil dan tidak

diskriminatif sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan. Peneliti

juga tidak menghukum bagi responden yang menolak atau

mengundurkan diri dalam penelitian, walaupun responden pernah

menyetujui untuk berpartisipasi dalam penelitian.

3. Beneficence

Peneliti menjamin bagi responden yang menyetujui menjadi

responden tidak akan dirugikan. Adapun manfaat dari penelitian ini

untuk responden dan keluarga yaitu, bertambahnya pengetahuan

tentang cara merawat dan cara memberi dukungan keluarga pada

anggota keluarga yang sakit

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan dari bulan Januari – Juni 2018 dan

waktu untuk pengambilan data telah dilakukan pada tanggal 2-8 April

2018. Lokasi penelitian ini di rumah warga di wilayah Cipageran, Cimahi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini penulis menyajikan hasil penelitian tentang

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada

Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran. Penelitian ini merupakan penelitian Analitik

dengan pendekatan Cross Sectional dengan jumlah responden 38 orang.

Teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling

dengan pendekatan purposive sampling. Hasil pengumpulan data ini

disajikan dalam bentuk table yang terdiri dari hasil analisa univariat untuk

melihat distribusi frekuensi dukungan keluarga dan kekambuhan

skizofrenia dan analisa bivariate untuk mengetahui Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia

Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran.

1. Gambaran dukungan keluarga pada pasien dengan gangguan

skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran

Sebelum dilakukan analisa data dukungan keluarga dibagi

menjadi 3 kategori yaitu (akan dilampirkan) : dukungan tinggi (76-

100%), dukungan sedang (56-75%) dan dukungan rendah (< 56%)

(Nursalam,

59
60

2014). Setelah dilakukan analisa data sesuai dengan syarat Uji

Chi-Square yaitu dilakukan penggabungan sel ketika hasil uji pada

tabel > 2 x 2 cell frekuensi harapan < 5 lebih dari 20 %, maka kategori

dukungan keluarga menjadi 2 kategori yaitu : dukungan baik ≥ mean

75 dan dukungan kurang baik < mean 75.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang

berdasarkan persepsi pasien skizofrenia di wilayah kerja puskesmas

cipageran, maka peneliti menyajikan distribusi frekuensi dukungan

keluarga, yaitu :

Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Pada Pasien


Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah Kerja
Puskesmas Cipageran

Dukungan Keluarga Frekuensi Persen (%)

Kurang Baik 17 44.7

Baik 21 55.3

Total 38 100.0

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 38 responden

terdapat 21 responden (55.3%) memiliki dukungan keluarga baik.

2. Gambaran frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia

Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas

Cipageran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti pada

keluarga pasien skizofrenia di wilayah kerja puskesmas cipageran,

maka peneliti menyajikan distribusi frekuensi, yaitu :


61

Tabel 4. 2 Distribusi Frekuensi untuk Frekuensi Kekambuhan


Pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah
Kerja Puskesmas Cipageran

Frekuensi Kekambuhan Frekuensi Persen (%)

Rendah 20 52.6

Sedang 6 15.8

Tinggi 12 31.6

Total 38 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa dari 38 responden

terdapat 20 responden (52,6%) mengalami kekambuhan rendah,

3. Hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pada

pasien skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran

Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan

Pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran. Analisa bivariate yang digunakan pada penelitian

ini adalah uji statistik Chi-Square.

Tabel 4. 3 Distribusi Hubungan Dukungan keluarga dengan


Frekuensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan
Persepsi Pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran

Frekuensi Kekambuhan
Dukungan Rendah Sedang Tinggi
P-Value
Keluarga
N % N % N % Total %
62

Kurang 3 17.6 % 4 23.5% 10 58.8% 17 100%


Baik

Baik 17 81.0% 2 9.5% 2 9.5% 21 100% 0.001

Total
20 52.6% 6 15.8% 12 31.6% 38 100%
Berdasarkan table 4.3 dapat diketahui bahwa dari 21 responden

yang memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 17 responden (81.0%)

mempunyai kekambuhan rendah. Dan 17 responden yang memiliki

dukungan keluarga kurang baik sebanyak 10 responden (58.8%)

mempunyai kekambuhan tinggi.

Dari hasil analisis antara dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada kelien skizofrenia didapatkan P Value (0.001) < alpha

(α = 0.05) maka Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa ada hubungan antara

dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan pada pasien

skizofrenia berdasarkan persepsi pasien di wilayah kerja puskesmas

cipageran.

B. Pembahasan

1. Gambaran dukungan keluarga pada pasien dengan gangguan

skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja

Puskesmas Cipageran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti kepada

pasien dengan skizofrenia diketahui bahwa dari 38 responden

terdapat 21 responden (55.3%) mempunyai dukungan keluarga baik

dan 17 responden (44.7%) mempunyai dukungan keluarga kurang

baik.
63

Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Keluarga juga berfungsi sebagai sistem pendukung bagi anggotanya

dan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung, selalu siap memberikan pertolongan dengan bantuan jika

diperlukan.

Dukungan keluarga yang diberikan pada setiap keluarga tentunya

berbeda – beda tergantung dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga menurut Purnawan (2008) yaitu : a. Faktor internal

yang terdiri dari : tahap perkembangan, pendidikan atau tingkat

pengetahuan, faktor emosi, spiritual. b. Faktor eksternal yang terdiri

dari : praktik di keluarga, faktor sosioekonomi, latar belakang budaya.

Selain itu juga dukungan keluarga bergantung pada 4 bentuk

dukungan keluarga: dukungan informasional, dukungan penilaian,

dukungan instrumental, dukungan emotional (Kaplan,1976 dalam

Friedman,2010).

Sesuai dengan data yang didapatkan dari hasil penelitian

mengenai dukungan keluarga yang berdasarkan persepsi pasien

skizofrenia, sebanyak 21 responden (55.3%) yang memiliki dukungan

keluarga baik terkaji dalam aspek pengetahuan bahwa keluarga

mengetahui tentang penyakit pasien, keluarga mulai terbuka dengan

lingkungannya dan hilangnya stigma terhadap pasien skizofrenia

terlihat dari hasil dan cara komunikasi antara pasien dengan keluarga.

Rata-rata hasil dari perlakuan atau sikap keluarga terhadap pasien

berdasarkan persepsi pasien yaitu keluarga selalu memberi support,


64

keluarga tidak pilih kasih, pasien merasa dirawat dengan kasih

sayang, keluarga mengingatkan agar konsumsi obat teratur dan rutin

kontrol ke tempat pelayanan kesehatan, keluarga mengikutsertakan

pasien dalam kegiatan sehari-hari .

Sedangkan pada 17 responden (44.7%) yang mempunyai

dukungan keluarga kurang baik dikarenakan permasalahan pada

aspek sosioekonomi, keadaan ekonomi keluarga pasien masih

dibawah standar rata-rata gaji atau keluarga kurang mampu, hal ini

yang menyebabkan keluarga tidak mampu untuk memberikan pasien

perawatan yang optimal sehingga keluarga tidak membawa pasien

untuk kontrol rutin ke tempat pelayanan kesehatan dan pasien putus

obat lalu beberapa diantaranya tidak berobat sekalipun ke

puskesmas, keluarga hanya mengandalkan obat yang diberi oleh

kader setempat. Lalu pada aspek praktik dikeluarga, pencegahan

jarang sekali dilakukan keluarga, perhatian atau rasa keperdulian

yang diberikan keluarga sangat minim sekali. Keluarga juga jarang

untuk meluangkan waktu untuk mendengarkan masalah yang dialami

pasien sehingga pasien lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri

dan akhirnya pasien banyak yang tidak mau untuk berkomunikasi

dengan lingkungannya.

Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Yunus Taufik

(2014) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat

Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa

Grhasia DIY terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan

tingkat kekambuhan dengan hasil dari 85 responden terdapat 66


65

responden (77.6%) memberikan dukungan keluarga cukup . Dan juga

hasil penelitian Irma Wahyuningrum (STIKES Telogorejo Semarang)

dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Durasi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJ Daerah Dr.Amino

Gondohutomo Semarang terdapat hubungan antara dukungan

keluarga dengan durasi kekambuhan dengan hasil dari 80 responden

terdapat 48 responden (60%) memberikan dukungan keluarga

dengan bentuk dukungan keluarga terbanyak yaitu pemberian

dukungan emosional dan penilaian seperti kepercayaan, perhatian,

support dan penghargaan karena dukungan yang baik ditunjukkan

pada keluarga dengan memberikan motivasi dan keluarga hampir

selalu memberikan obat serta mengantar pasien untuk berobat agar

mencegah pasien tidak kambuh.

2. Gambaran frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia

Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas

Cipageran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,

frekuensi kekambuhan pada pasien skizofrenia bahwa dari 38

responden terdapat 20 responden (52,6%) mengalami kekambuhan

rendah, 12 responden (31.6%) mengalami kekambuhan tinggi dan 6

responden lainnya (15.8%) mengalami kekambuhan sedang.

Fenomena kekambuhan pasien skizofrenia 50% pasien

mengalami kekambuhan (relaps). Kambuh merupakan keadaan

pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan

mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2018). Sullinger


66

(dalam Keliat, 1992) mengidentifikasi 4 faktor penyebab pasien

kambuh dan perlu dirawat dirumah sakit yaitu : Klien, Dokter (Pemberi

resep), Penanggung jawab pasien (case manager), dan keluarga.

Dalam faktor keluarga, kekambuhan dapat terjadi karena keluarga

memberikan dukungan keluarga yang kurang atau rendah kepada

pasien.

Menurut hasil penelitian yang didapatkan faktor terbesar yang

menyebabkan pasien kambuh adalah keluarga. Peran keluarga

sangat penting karena keluarga tidak hanya memberi dukungan

seperti nasehat, saran, informasi, perhatian, pengakuan, dukungan,

rasa percaya, rasa aman melainkan keluarga juga adalah sumber dari

sarana, materi dan tenaga yang terkait dengan pengobatan

berkelanjutan pasien (pemeriksaan rutin dan obat teratur) sebagai

cara untuk mencegah kekambuhan.

Faktor lain seperti dokter, klien dan penanggung jawab pasien

juga berpengaruh karena beberapa diantara pasien yang mengalami

kekambuhan itu berkaitan dengan dosis obat yang diberikan dokter

yang tidak berpengaruh atau memberikan efek samping yang sangat

berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari pasien seperti pasien

menjadi sangat lelah, kantuk, sakit kepala dan tremor. Lalu pada

faktor penanggung jawab, pada Puskesmas Cipageran untuk Tim

Jiwa-nya sudah melakukan kunjungan rumah atau pendataan rutin

baik secara langsung maupun melalui kader setempat yang bekerja

sama dengan dokter penanggung jawab namun tetap pihak

puskesmas tidak mempunyai bukti fisik atau rekam medis terkait


67

riwayat kekambuhan pasien dikarenakan beberapa pasien tidak

terdaftar atau tidak tercatat sebagai pasien dengan gangguan

skizofrenia sehingga pasien tidak mendapatkan pengobatan dan obat

secara optimal. Dan pada faktor klien, beberapa diantaranya pasien,

mereka telah menerima kondisi lingkungan dan keadaan dirinya

dilihat dari sisi pasien sudah membiasakan diri untuk tertib jadwal

untuk minum obat namun tidak sedikit pula pasien masih tidak mau

untuk diberikan motivasi konsumsi obat dan melakukan pengobatan

rutin.

3. Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi

kekambuhan pada pasien skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien

Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti,

hubungan dukungan keluarga dengan frekuensi kekambuhan bahwa

dari 38 responden terdapat 21 responden yang memiliki dukungan

keluarga baik dengan 17 responden (81.0%) mempunyai

kekambuhan rendah, 2 responden (9.5%) mempunyai kekambuhan

sedang dan 2 responden lainnya (9.5%) mempunyai kekambuhan

tinggi serta 17 responden lainnya memiliki dukungan keluarga kurang

baik dengan 10 responden (58.8%) mempunyai kekambuhan tinggi, 4

responden (23.5%) mempunyai kekambuhan sedang dan 3

responden lainnya (17.6%) mempunyai kekambuhan rendah.

Manfaat dukungan keluarga pada pasien untuk meningkatkan

motivasi dan tanggung jawab untuk melaksanakan perawatan secara

mandiri (Keliat, 1992). Dampak posisitf dari dukungan keluarga


68

adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-

kejadian dalam kehidupan. Bentuk dukungan ini dapat diberikan

melalui dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung.

Secara langsung dukungan ini akan memberikan dorongan kepada

anggotanya untuk berperilaku sehat, sedangkan secara tidak

langsung dukungan yang diterima dari orang lain akan mengurangi

ketegangan atau depresi sehingga tidak menimbulkan gangguan

(Sadock & Sadock, 2013).

Sesuai hasil penelitian pada 21 responden yang memiliki

dukungan keluarga baik dengan 17 responden (81.0%) mempunyai

kekambuhan rendah, didapatkan data bahwa perkembangan keadaan

pasien semakin membaik setiap saatnya karena sikap keluarga yang

berusaha untuk melibatkan diri dalam proses pengobatan pasien,

keluarga yang memberikan motivasi, dukungan juga membantu untuk

meningkatkan harga diri pasien. Beberapa diantaranya pasien sudah

mempunyai pekerjaan tetap, melanjutkan pendidikan, melaksanakan

kegiatan sehari-hari secara mandiri meskipun ada juga yang masih

dibantu dan harus dimotivasi oleh keluarga. Lalu sebagian besar

pasien telah melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya,

mampu bersosialisasi namun ada juga yang masih berdiam diri

dirumah saja.

Ketika respon keluarga pada pasien tidak sebagaimana mestinya

yaitu tidak memberi perawatan dan dukungan lalu terjadi

kekambuhan, maka akan ada dampak untuk keluarga seperti :

penolakan, stigma, frustasi, tidak berdaya, kecemasan, kelelahan,


69

duka. Seperti yang terjadi pada keluarga yang memberi dukungan

kurang baik lalu pasien mengalami kekambuhan tinggi, banyak

dampak yang dirasakan oleh keluarga, bukan hanya pasien yang

menutup diri namun keluarga juga jadi menutup diri dari lingkungan

sekitar karena rasa duka dan frustasi. Banyak stigma yang muncul,

keluarga meyakini bahwa penyakit skizofrenia (gangguan jiwa) adalah

aib dan hasil dari guna-guna orang lain. Lalu ketika keluarga sudah

berupaya untuk memberikan dukungan pada pasien namun pasien

menolak untuk diberi pengobatan dan pada akhirnya terjadi

kekambuhan, keluarga merasa lelah dan putus asa.

Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Yunus Taufik

(2014) dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat

Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Rumah Sakit Jiwa

Grhasia DIY terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan

tingkat kekambuhan, hasil nilai signifikansi p = 0.019. Dan juga hasil

penelitian Irma Wahyuningrum (STIKES Telogorejo Semarang)

dengan judul Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Durasi

Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSJ Daerah Dr.Amino

Gondohutomo Semarang terdapat hubungan antara dukungan

keluarga dengan durasi kekambuhan, hasil nilai signifikansi p = 0.047.

C. Keterbatasan Penelitian

1. Diagnosa (kekambuhan) seharusnya ditentukan oleh petugas medis

dan direkap dalam rekam medis.


70

2. Data riwayat kekambuhan didapatkan dari hasil wawancara bersama

keluarga pasien karena tidak tersedia dalam hasil rekam medis

puskesmas.

3. Perubahan kategori dukungan keluarga dari 3 kategori menjadi 2

kategori dikarenakan penggabungan sel karena terdapat sel frekuensi

harapan < 5 lebih dari 20%


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Frekuensi Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia

Berdasarkan Persepsi Pasien Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran,

dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Yang memiliki dukungan keluarga baik sebanyak 21 responden

(55.3%).

2. Terdapat 20 responden (52.6%) memiliki frekuensi kekambuhan yang

rendah.

3. Terdapat hubungan antara Dukungan Keluarga Dengan Frekuensi

Kekambuhan Pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien

Di Wilayah Kerja Puskesmas Cipageran dengan P value 0.001 <

alpha (α=0.05).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa

saran sebagai berikut :

1. Saran Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan oleh peneliti lain

dengan meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi kekambuhan

pada klien

69
70

skiofrenia yang disebabkan oleh faktor penanggung jawab, faktor

obat dan faktor klien itu sendiri.

2. Saran Praktis

a. Bagi puskesmas diharapkan dapat memberi penyuluhan

kesehatan tentang peran penting dukungan keluarga agar

keluarga terbiasa dilibatkan untuk merawat pasien agar mencegah

terjadinya kekambuhan dan memberi dukungan kepada anggota

keluarganya yang sakit.

b. Bagi puskesmas diharapkan melakukan pendataan tentang

riwayat penyakit pasien dan riwayat kekambuhan untuk bukti fisik.

c. Bagi puskesmas dan tim kader diharapkan untuk memberi arahan

dan motivasi kepada keluarga dan masyarakat sekitar untuk

mengajak keluarga datang ke tempat pengobatan secara rutin.

d. Bagi puskesmas dan Tim kader setempat selaku penanggung

jawab pasien diharapkan tetap berjalan program kerja untuk

pendataan rutin dan kunjungan rumah pasien.


71

DAFTAR PUSTAKA

Andri. (2018, januari 2). Kongres Nasional Skizofrenia V Closing The Treathment
Gap for Schizophrenia. Retrieved from www.kabarindonesia.com:
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=3&dn=20081021083307
Arif, I. S. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Bakri, M. H. (n.d.). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka
Mahardika.
Boyd, M. A., & Nihart, M. A. (1998). Psychiatric Nursing Contemporary Practice.
Lippincott: Raven Public Hers.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Bandung: Refika Aditama.
CAMH. (2018, febuari 15). Center of Addition & Mental Health : Overview of
Structured Relapse Prevention. Retrieved from CAMH:
http://www.camh.ca/en/hospital/Documents/www.camh.net/Publications/R
esources_for_Professionals/SRP/srp_pt1_intro.pdf
Dahlan, S. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.
Depkes. (2018, januari 5). Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa
di Indonesia III. Retrieved from
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/KMK_No._HK_.02_.02-
MENKES-73-
2015_ttg_Pedoman_Nasional_Pelayanan_Kedokteran_Jiwa_.pdf
Friedman, M. M. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori & Praktik
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Hawari, D. (2012). Skizofrenia Pendekatan Holistik (BPSS) Bio-Psiko-Sosio-
Spiritual. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Indriyatmo, W. (2018, Maret 7). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan
Motivasi Untuk Sembuh Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi
Di Ruang One Day Care Rsud Dr. Moewardi. Retrieved from
http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/23/01-gdl-wahyudiind-
1125-1-2_fullt-n.pdf
Keliat, B. A. (1992). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. Jakarta: EGC.
72

Kuncoro, Z. S. (2018, januari 16). Dukungan Sosial pada Lansia. Retrieved from
SCRIBD: https://www.scribd.com/document/92064895/Dukungan-Sosial-
Pada-Lansia
Kurnia, F. y. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekambuhan pada
Pasien Skizofrenia di RSD dr. Soebandi Jember. Pustaka kesehatan vol 3
no. 3.
MenKes, N. (2018, januari 10). Stop stigma dan diskriminasi terhadap orang
dengan gangguan jiwa. Retrieved from www.depkes.go.id:
http://www.depkes.go.id/article/view/201410270011/stop-stigma-dan-
diskriminasi-terhadap-orang-dengan-gangguan-jiwa-odgj.html
Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurdiana. (2007). Hubungan Peran Serta Keluarga Terhadap Tingkat
Kekambuhan Klien Skizofrenia. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan
Volume 3 Banjarmasin: STIKES Muhammadiyah.
Nursalam. (2014). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemb
Medika.
Riskesdas. (2018, febuari 15). Riset Kesehatan Dasar 2013. Retrieved from
Depkes:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf
Riyanto, A. (2013). Satistik Inferensial Untuk Kesehatan . Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2013). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
. Jakarta: EGC.
Sari, F. S. (2017). Dukungan Keluarga Dengan Kekambuhan Pada Pasien
Skizofrenia. Jurnal Pembangunan Nagari Volume 2 Nomor 1 , 1-18.
Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (2001). Prinsip dan Praktik Keperawatan Psikiatrik.
Jakarta: EGC.
Taufik, Y. (2014). Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kekambuhan
Pada Pasien Skizofrenia di Poliklinik RSJ Grhasia DIY. Naskah Publikasi.
Veague, H. B. (2009). Schizophrenia. New York: Chelsea House.
Wahyunigrum, I., Surtiningrum, A., & Nurulita, U. (2013). Hubungan Dukungan
Keluarga dengan Durasi Kekambuhan Pasien Skizofrenia di RSJ
DR.Amino Gondohutomo Semarang.
73

WHO. (2018, januari 5). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat.
Retrieved from Kementrian Kesehatan Republik Indonesia:
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html
Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.
74

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kisi – Kisi Kuesioner sebelum revisi

I. Instrumen yang digunakan untuk variabel dukungan keluarga dengan

menggunakan kuesioner yang berbentuk ceklis (√) yang terdiri dari 16

item pertanyaan yang meliputi 4 komponen dukungan keluarga.

II. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan positif (no. 2-16) dengan
empat pilihan alternatif :
Selalu = nilai 4
Sering = nilai 3
Jarang = nilai 2
Tidak pernah = nilai 1
III. Kuesioner disusun dalam bentuk bentuk pertanyaan negatif (no. 1)
dengan empat pilihan alternatif :
Selalu = nilai 1
Sering = nilai 2
Jarang = nilai 3
Tidak pernah = nilai 4
IV. Pertanyaan dukungan keluarga adalah:

No Pertanyaan No. Pertanyaan


1 Dukungan emosional 1, 2, 3. 4
2 Dukungan informasional 5, 6, 7, 8
3 Dukungan instrumenal 9, 10, 11, 12
4 Dukungan penilaian 13, 14, 15, 16
V. Masing-masing item pertanyaan dinilai, kemudian akan dijumlahkan
sesuai dengan perhitungan rumus. Setelah itu akan dilanjutkan dengan
pengkategorian :
1. Kategori dukungan tinggi (76-100%)
2. Kategori dukungan sedang (56-75%)
3. Kategori dukungan rendah (< 56%)
75

Lampiran 2. Kisi – Kisi Kuesioner setelah revisi

I. Instrumen yang digunakan untuk variabel dukungan keluarga dengan


menggunakan kuesioner yang berbentuk ceklis (√) yang terdiri dari 15
item pertanyaan yang meliputi 4 komponen dukungan keluarga.
II. Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan positif (no. 2-15) dengan
empat pilihan alternatif :
Selalu = nilai 4
Sering = nilai 3
Jarang = nilai 2
Tidak pernah = nilai 1
III. Kuesioner disusun dalam bentuk bentuk pertanyaan negatif (no. 1)
dengan empat pilihan alternatif :
Selalu = nilai 1
Sering = nilai 2
Jarang = nilai 3
Tidak pernah = nilai 4
IV. Pertanyaan dukungan keluarga adalah:

No Pertanyaan No. Pertanyaan


1 Dukungan emosional 1, 2, 3. 4
2 Dukungan informasional 5, 6, 7
3 Dukungan instrumenal 8, 9, 10, 11
4 Dukungan penilaian 12, 13, 14, 15
V. Masing-masing item pertanyaan dinilai, kemudian akan dijumlahkan
sesuai dengan perhitungan rumus. Setelah itu akan dilanjutkan dengan
pengkategorian :
1. dukungan baik ≥ mean 75
2. dukungan kurang baik < mean 75
76

Lampiran 3.

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Judul Penelitian : Hubungan Dukungan Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan


pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah Kerja
Puskesmas Cipageran

Peneliti : Nadia Sintia Wardany

NPM : 213114048

Saya adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES


Jenderal Achmad Yani Cimahi yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk
mengetahui Hubungan Dukungan Keluarga dengan Frekuensi Kekambuhan
pada Pasien Skizofrenia Berdasarkan Persepsi Pasien di Wilayah Kerja
Puskesmas Cipageran.

Partisipasi bapak/ibu/saudara/i dalam penelitian ini adalah bersifat


sukarela dan tidak ada paksaan dari pihak manapun. Apabila bapak/ibu/saudara/i
bersedia menjadi responden dalam penelitian ini maka bapak/ibu/saudara/i akan
diberi formulir persetujuan menjadi responden untuk ditandatangani sebagai
lembar persetujuan.

Peneliti akan menjaga kerahasiaan identitas dan data yang responden


berikan. Informasi yang responden berikan akan saya simpan sebaik mungkin
dan apabila dalam pemberian informasi ada yang kurang dimengerti maka
responden dapat menanyakannya kepada peneliti.

Terima kasih atas partisipasi bapak/ibu/saudara/i dalam penelitian ini.

Cimahi, 2018

Peneliti Responden Responden


77

Lampiran 4.

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN


PADA PASIEN SKIZOFRENIA BERDASARKAN PERSEPSI PASIEN DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIPAGERAN

(Diisi oleh peneliti)

No. Responden :

Hari/Tanggal/Jam :

I. KUESIONER DUKUNGAN KELUARGA


Petunjuk pengisian :
a. Bacalah pernyataan ini dengan baik, kemudian berikan tanda ceklis
(√) pada jawaban yang sesuai dengan kondisi yang
Bapak/Ibu/Saudara/I alami.
b. Jawablah pernyataan-pernyataan dibawah ini dengan sejujurnya dan
peneliti menjamin kerahasiaan atas jawaban yang
bapak/Ibu/Saudara/I berikan.
c. Tiap pernyataan diisi dengan satu jawaban

No Pernyataan Tidak Jarang Sering Selalu


Pernah
1 Anda merasa diberikan perlakuan
berbeda dengan anggota keluarga
lainnya
2 Keluarga memberi dukungan / support
kepada anda saat anda sedang
menghadapi masalah
3 Keluarga merawat anda dengan cinta dan
kasih sayang sehari-hari
78

No Pernyataan Tidak Jarang Sering Selalu


Pernah
4 Keluarga mengajak anda dalam kegiatan
sehari-hari
5 Keluarga mengingatkan anda manfaat
mengkonsumsi obat secara teratur
6 Keluarga membantu anda dengan
memberikan informasi yang tepat tentang
segala sesuatu yang dibutuhkan anda
selama masa pengobatan
7 Keluarga mengingatkan anda untuk
mengusir suara halusinasi sesuai dengan
yang diajarkan oleh petugas kesehatan
8 Keluarga menyediakan dana untuk
pengobatan anda
9 Keluarga menyediakan waktu menemani
anda kontrol ke rumah sakit / puskesmas
10 Keluarga meluangkan waktu untuk
mendengarkan masalah anda
11 Keluarga memfasilitasi transportasi yang
dibutuhkan oleh anda selama kontrol ke
rumah sakit / puskesmas
12 Keluarga memotivasi anda untuk minum
obat secara teratur
13 Keluarga memotivasi anda untuk
mengikuti program pengobatan
berkelanjutan misalnya kontrol ke rumah
sakit / puskesmas
14 Keluarga memberikan pujian kepada
anda bila anda melakukan kegiatan
secara tepat
15 Keluarga membantu meningkatkan harga
diri anda selama perawatan sehingga
79

No Pernyataan Tidak Jarang Sering Selalu


Pernah
anda tetap merasa berharga dan berguna

II. Dokumentasi Kekambuhan


Petunjuk pengisian :
Berilah tanda ceklis (√) pada tempat yang disediakan.

1. Dalam satu tahun terakhir ini berapa kali pasien mengalami gejala
kekambuhan
( ) Tidak pernah
( ) 1 kali
( ) 2 kali
( ) Lebih dari 2 kali
80

Lampiran 5. Surat Izin Studi Pendahuluan Dinas Kesehatan


81

Lampiran 6. Surat Izin Studi Pendahuluan Puskesmas Cipageran


82
83

Lampiran 7. Surat Izin Studi Pendahuluan Puskesmas Cigugur


84

Lampiran 8 Surat Persetujuan Seminar Proposal


85

Lampiran 9. Surat Rekomendasi Penelitian Kantor Kesatuan Bangsa Cimahi


86

Lampiran 10. Surat Izin Penelitian Dinas Kesehatan


87

Lampiran 11. Surat Izin Uji Validitas dan Reliabilitas Puskesmas Cigugur
88

Lampiran 12. Surat Persetujuan Sidang Skripsi


89

Lampiran 13. Surat Rekomendasi Pusat Studi Statistik


90

Lampiran 14. Hasil Analisa Data

A. Distribusi Frekuensi dukungan keluarga

katbaru_dukungan
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid duk_rend 17 44.7 44.7 44.7
duk_ting 21 55.3 55.3 100.0
Total 38 100.0 100.0
B. Distribusi Frekuensi Kekambuhan

Kekambuhan
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid rendah_kambu
20 52.6 52.6 52.6
h
sedang_kambu
6 15.8 15.8 68.4
h
tinggi_kambuh 12 31.6 31.6 100.0
Total 38 100.0 100.0
91

A. Uji Validitas dan Reliabilitas ke-1

Reliability

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.896 .897 16

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
soal2 2.73 1.163 15
soal3 3.33 .976 15
soal5 3.33 1.047 15
soal6 3.13 1.125 15
soal8 2.60 1.404 15
soal9 3.33 1.175 15
soal10 2.80 1.207 15
soal12 3.33 1.175 15
soal13 3.13 1.187 15
soal14 2.80 1.265 15
soal15 2.33 1.345 15
soal16 2.80 1.320 15
soal1 3.87 .516 15
soal4 3.13 1.246 15
soal7 2.20 1.320 15
soal11 1.60 .828 15
92

Item-Total Statistics
Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Correlation Deleted
soal2 43.73 119.067 .585 . .889
soal3 43.13 117.552 .792 . .883
soal5 43.13 117.838 .719 . .884
soal6 43.33 115.667 .757 . .882
soal8 43.87 114.124 .639 . .887
soal9 43.13 117.838 .629 . .887
soal10 43.67 118.952 .564 . .889
soal12 43.13 119.552 .558 . .890
soal13 43.33 117.952 .617 . .887
soal14 43.67 114.952 .690 . .884
soal15 44.13 114.981 .640 . .886
soal16 43.67 115.524 .634 . .887
soal1 42.60 131.971 .255 . .898
soal4 43.33 123.667 .363 . .897
soal7 44.27 129.067 .149 . .906
soal11 44.87 126.695 .423 . .894
93

B. Uji validitas dan reliabilitas ke-2

Reliability

Scale: ALL VARIABLES


Case Processing Summary
N %
Cases Valid 15 100.0
a
Excluded 0 .0
Total 15 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in
the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based
on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.916 .919 12

Item Statistics
Mean Std. Deviation N
soal2 2.73 1.163 15
soal3 3.33 .976 15
soal5 3.33 1.047 15
soal6 3.13 1.125 15
soal8 2.60 1.404 15
soal9 3.33 1.175 15
soal10 2.80 1.207 15
soal12 3.33 1.175 15
soal13 3.13 1.187 15
soal14 2.80 1.265 15
soal15 2.33 1.345 15
soal16 2.80 1.320 15
94

Inter-Item Correlation Matrix


soal2 soal3 soal5 soal6 soal8 soal9 soal10 soal12 soal13 soal14 soal15 soal16
soal2 1.000 .587 .430 .466 .849 .488 .366 .174 .286 .447 .152 .195
soal3 .587 1.000 .793 .607 .626 .830 .606 .457 .699 .579 .508 .333
soal5 .430 .793 1.000 .687 .535 .542 .339 .542 .939 .486 .321 .310
soal6 .466 .607 .687 1.000 .579 .396 .126 .396 .574 .522 .629 .740
soal8 .849 .626 .535 .579 1.000 .433 .371 .173 .420 .515 .303 .301
soal9 .488 .830 .542 .396 .433 1.000 .554 .534 .375 .481 .377 .322
soal10 .366 .606 .339 .126 .371 .554 1.000 .554 .369 .533 .528 .287
soal12 .174 .457 .542 .396 .173 .534 .554 1.000 .529 .625 .377 .599
soal13 .286 .699 .939 .574 .420 .375 .369 .529 1.000 .495 .373 .292
soal14 .447 .579 .486 .522 .515 .481 .533 .625 .495 1.000 .672 .701
soal15 .152 .508 .321 .629 .303 .377 .528 .377 .373 .672 1.000 .804
soal16 .195 .333 .310 .740 .301 .322 .287 .599 .292 .701 .804 1.000

Item-Total Statistics
Corrected Squared Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Multiple Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Correlation Deleted
soal2 32.93 94.638 .548 .919 .913
soal3 32.33 91.810 .835 .977 .903
soal5 32.33 92.524 .733 .992 .906
soal6 32.53 91.552 .723 .990 .906
soal8 33.07 89.781 .625 .840 .911
soal9 32.33 92.238 .654 .971 .909
soal10 32.87 93.552 .573 .970 .912
soal12 32.33 93.095 .613 .964 .910
soal13 32.53 92.124 .651 .988 .909
soal14 32.87 88.410 .772 .933 .903
soal15 33.33 90.381 .633 .984 .910
soal16 32.87 91.124 .616 .961 .911
95

C. Analisa Bivariat
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kat_dukungan *
38 100.0% 0 0.0% 38 100.0%
kekambuhan

kat_dukungan * kekambuhan Crosstabulation


Kekambuhan
rendah_ sedang_ tinggi_k
kambuh kambuh ambuh Total
kat_duku duk_rend Count 0 1 6 7
ngan Expected Count 3.7 1.1 2.2 7.0
% within
0.0% 14.3% 85.7% 100.0%
kat_dukungan
duk_seda Count 3 3 4 10
Expected Count 5.3 1.6 3.2 10.0
% within
30.0% 30.0% 40.0% 100.0%
kat_dukungan
duk_ting Count 17 2 2 21
Expected Count 11.1 3.3 6.6 21.0
% within
81.0% 9.5% 9.5% 100.0%
kat_dukungan
Total Count 20 6 12 38
Expected Count 20.0 6.0 12.0 38.0
% within
52.6% 15.8% 31.6% 100.0%
kat_dukungan
96

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance
Value df (2-sided)
Pearson Chi-
19.624a 4 .001
Square
Likelihood Ratio 21.973 4 .000
N of Valid Cases 38
a. 6 cells (66.7%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 1.11.
D. Uji Normalitas Data
Explore
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
persentase_sk
38 100.0% 0 0.0% 38 100.0%
or
Descriptives
Std.
Statistic Error
persentase_sko Mean 75.0439 2.99985
r 95% Confidence Lower
68.9656
Interval for Mean Bound
Upper
81.1221
Bound
5% Trimmed Mean 75.7992
Median 79.1667
Variance 341.965
Std. Deviation 18.4923
0
Minimum 33.33
Maximum 100.00
Range 66.67
Interquartile Range 30.00
Skewness -.682 .383
Kurtosis -.548 .750
97

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statisti
c df Sig. Statistic Df Sig.
persentase_sk
.114 38 .200* .927 38 .016
or
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

persentase_skor
98
99
100

E. Analisa Bivariat ke-2

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
katbaru_dukungan *
38 100.0% 0 0.0% 38 100.0%
kekambuhan

katbaru_dukungan * kekambuhan Crosstabulation


Kekambuhan
rendah_ sedang_ tinggi_k
kambuh kambuh ambuh Total
katbaru_d duk_baik Count 3 4 10 17
ukungan Expected Count 8.9 2.7 5.4 17.0
% within
17.6% 23.5% 58.8% 100.0%
katbaru_dukungan
duk_krng Count 17 2 2 21
Expected Count 11.1 3.3 6.6 21.0
% within
81.0% 9.5% 9.5% 100.0%
katbaru_dukungan
Total Count 20 6 12 38
Expected Count 20.0 6.0 12.0 38.0
% within
52.6% 15.8% 31.6% 100.0%
katbaru_dukungan

Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance
Value df (2-sided)
Pearson Chi-
15.551a 2 .000
Square
Likelihood Ratio 16.897 2 .000
N of Valid Cases 38
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The
minimum expected count is 2.68.

Anda mungkin juga menyukai