Anda di halaman 1dari 128

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP

MASYARAKAT TERHADAP UPAYA PENCEGAHAN


PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN
LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013

Skripsi Diajukan Sebagai Tugas Akhir Strata-1 (S-1) pada


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Oleh:
SUMIYATI ASTUTI
109104000039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M
RIWAYAT HIDUP

Nama : Sumiyati Astuti

Tempat, Tanggal Lahir : Brebes, 5 Juli 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jln. Tipar cakung No. 69 RT 001 RW 01


Kel. Sukapura, Kec. Cilincing
Jakarta Utara

Telepon/Hp : 087876771564

Email :

Riwayat Pendidikan:

SDN Sukapura 02 Pagi Jakarta (1997-2003)

SMP Negeri 30 Jakarta (2003-2006) 3. SMAN 75 Jakarta (2006-2009)


4. S1 Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-2013)

V
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, September 2013

Sumiyati Astuti, NIM: 109104000039

Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya


Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta
Utara tahun 2013

xx + 89 halaman + 10 tabel + 3 bagan + 5 lampiran

ABSTRAK

Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh


bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.
Prevalensi penyakit TBC semakin meningkat, total kasus penyakit TBC di
Kelurahan Lagoa yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja pada tahun 2012
mencapai 67 kasus. Hal ini terjadi karena upaya pencegahan penyakit tuberkulosis
belum dilakukan secara maksimal oleh warga Kelurahan Lagoa.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit
tuberkulosis. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross
sectional, sampel dalam penelitian ini adalah warga RW 04 Kelurahan Lagoa
yang didapat dengan teknik Cluster Sampling. Analisis data yang digunakan
adalah analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji
Correlation Spearman.
Hasil analisis univariat menunjukkan 71,7% mayoritas responden
memiliki pengetahuan yang baik terhadap upaya pencegahan penyakit TBC, 55%
responden memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit TBC dan
66,7% responden memiliki upaya pencegahan penyakit TBC yang baik. Analisis
bivariat dengan uji Correlation Spearman dengan α=0.05, hasil analisis
didapatkan ada hubungan antara pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit
TBC (p value=0.000), dan ada hubungan antara sikap masyarakat dengan upaya
pencegahan penyakit TBC (p value=0.003). Diharapkan tenaga kesehatan dapat
lebih meningkatkan promosi kesehatan yang lebih baik lagi mengenai pentingnya
melakukan upaya pencegahan penyakit TBC yang dapat dilakukan oleh
masyarakat sebagai pencegahan terhadap penyakit TBC yang dapat menyebabkan
kematian.

Kata Kunci: Tuberkulosis, Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis,


Pengetahuan, Sikap

vi
THE STUDY PROGRAM OF NURSING SCIENCES
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH OF JAKARTA

Undergraduated thesis, September 2013

Sumiyati Astuti, NIM: 109104000039

Relationship of Knowledge Level and Society Attitude Against Tuberculosis


Disease Prevention in RW 04 Lagoa, North Jakarta Year 2013

xx + 89 pages + 10 tables + 3 sketch + 5 appendixes

ABSTRACT

Tuberculosis (TBC) is an infection disease which it caused by


Mycobacterium tuberculosis. Prevalence increase in 2012 total cases of TBC
disease in Lagoa, Koja district health centre reported there up to 67 cases. This
happen due to the prevention has not done optimaly by citizen from Lagoa
district.
The purpose of this study was determine the relationship of the level of
knowledge and society attitude due the effort from preventing tuberculosis
disease. This study is quantitative cross sectional design, the sample in this study
were citizen from RW 04 subdistrict of Lagoa with Cluster Sampling. Analysis of
the data used is the univariate and bivariate analysis. Bivariate analysis used is
Correlation Spearman’s test.
The result of univariate analysis showed 71,7% majority of respondent
have good knowledge about the prevention of tuberculosis, 55% of respondent
have positive attitude about tuberculosis prevention and 66,7% of respondent have
good effort of preventing the TBC disease. Bivariate analysis with Correlation
Spearman’s test with α=0.05 level, the result found there were a relationship
between knowledge and the prevention of tuberculosis (p value=0.000). And a
relationship between society attitude and the prevention of tuberculosis (p
value=0.003). therefore health workers are expected to further enhance the
promotion of better health and more about the importance of prevention of TBC
disease that can be done by the community as the prevention of tuberculosis
disease that can cause death.

Keyword : Tuberculosis, Preventing TBC disease, Knowledge, Attitude

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara”.

Selama proses penyelesaian skripsi ini, penulis telah banyak mendapat

bantuan berupa bimbingan dan dukungan dari semua pihak. Untuk itu penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And sebagai Dekan Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM dan Ns. Eni Nur’aini Agustini, S.

Kep, M. Sc, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan

(PSIK) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ns. Waras Budi Utomo, S. Kep, MKM, selaku pembimbing pertama yang

telah membimbing dengan sabar dan memberikan motivasi kepada

penulis.

4. Ns. Puspita Palupi, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. Mat, selaku pembimbing

kedua yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.

5. Bapak/Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan, yang telah

memberikan doa dan ilmu pengetahuan selama penulis mengikuti

perkuliahan.

viii
6. Segenap staf bidang Akademik FKIK dan Program Studi Ilmu

Keperawatan.

7. Kepala Dinas Kesehatan Kota Jakarta beserta seluruh stafnya karena telah

membantu dalam perizinan penelitian.

8. Kepala Puskesmas Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh stafnya

karena telah membantu dalam pemberian data untuk penelitian.

9. Kepala Kelurahan Lagoa Kecamatan Koja Jakarta Utara beserta seluruh

stafnya karena telah membantu dalam perizinan dan pengambilan data

penelitian.

10. Ketua RT 002, RT 004, RT 006, RT 008, RT 010 dan RT 012 karena telah

membantu dalam perizinan dan pengambilan data.

11. Teristimewa ucapan terima kasih kepada seluruh keluarga tercinta, orang

tua yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan pengorbanan baik moril

maupun materil demi kelancaran kehidupan dan masa depan penulis, serta

untuk kakak-kakakku yang selalu memberikan doa dan semangat.

12. Karang Taruna 03, Wati, Yessi, dan Winda yang telah banyak membantu

dalam mengumpulkan data penelitian.

13. Sahabat-sahabatku yang telah memberikan doa dan semangat dalam

menyelesaikan penelitian ini.

14. Teman-teman PSIK 2009 yang telah berjuang bersama-sama dalam

mengikuti perkuliahan di Keperawatan.

ix
Demikian penyusunan skripsi ini penulis buat, semoga dapat bermanfaat

bagi pembaca sekalian. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih jauh

dari kesempurnaan dan masih banyak terdapat kesalahan. Oleh sebab itu kritik dan saran untuk per
pihak. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan kemudahan kepada kita semua.

Jakarta, Oktober 2013

Sumiyati Astuti

x
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP .................................................................................. v

ABSTRAK ................................................................................................ vi

ABSTRACT .............................................................................................. vii

KATA PENGANTAR .............................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL .................................................................................... xvi

DAFTAR BAGAN .................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................xviii

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ........................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 8

C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 9

D. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9

E. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10

F. Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 11


xi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengetahuan ................................................................................... 12
1. Pengertian ................................................................................ 12

2. Klasifikasi ................................................................................ 13

3. Proses Adopsi Perilaku ............................................................ 14

4. Tingkat Pengetahuan dari Domain Kognitif ........................... 15

5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ............................... 16

B. Sikap ............................................................................................... 18

1. Pengertian ................................................................................ 18

2. Komponen Pokok Sikap .......................................................... 19

3. Tingkatan Sikap ....................................................................... 20

4. Faktor yang Mempengaruhi Sikap .......................................... 21

C. Tuberkulosis ................................................................................... 23

1. Pengertian Tuberkulosis .......................................................... 23

2. Etiologi .................................................................................... 24

3. Penularan ................................................................................. 25

4. Manifestasi Klinis ................................................................... 25

5. Komplikasi .............................................................................. 27

6. Faktor Risiko TBC .................................................................. 28

7. Pencegahan .............................................................................. 34

8. Kebijakan Program Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis

di Indonesia .................................................................................. 37

D. Penelitian Terkait ........................................................................... 39

E. Kerangka Teori ............................................................................... 42


xii
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep ........................................................................... 43

B. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 44


C. Definisi Operasional ....................................................................... 44

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian ............................................................................ 48

B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 48

C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 49

1. Populasi Penelitian .................................................................. 49

2. Sampel Penelitian .................................................................... 49

D. Teknik Pengambilan Sampling ...................................................... 52

E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian .............................. 52

1. Instrumen Penelitian ................................................................ 52

2. Uji Validitas dan Reabilitas ..................................................... 56

3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 58

F. Pengolahan Data ............................................................................. 59

G. Teknik Analisa Data ....................................................................... 60

H. Etika Penelitian .............................................................................. 61

BAB V HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Kelurahan Lagoa Jakarta Utara ..................................... 64

B. Gambaran Karakteristik Responedn .............................................. 65

xiii
1. Karakteristik Usia .................................................................... 65

2. Karakteristik Jenis Kelamin .................................................... 66

3. Karakteristik Pendidikan ......................................................... 66

4. Karakteristik Pekerjaan ........................................................... 67


C. Analisa Univariat ........................................................................... 67

1. Gambaran Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ......................................... 68

2. Gambaran Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis ............................................................. 69

3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit TBC ......................... 69

D. Analisa Bivariat .............................................................................. 70

1. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Terhadap Upaya

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis ......................................... 70

2. Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis ............................................................. 71

BAB VI PEMBAHASAN

A. Analisis Univariat ........................................................................... 73

1. Gambaran Pengetahuan Tentang Penyakit Tuberkulosis

Dan Upaya Pencegahan Penyakit TBC ........................................ 73

2. Gambaran Sikap Masyarakat Tentang Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis .................................................................. 77

3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit TBC ......................... 80

xiv
B. Analisis Bivariat ............................................................................. 81

1. Hubungan Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit TBC ........................................... 81

2. Hubungan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit Tuberkulosis ............................................................. 83

C. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 85

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................... 87

B. Saran ............................................................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

xv
DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................45

Tabel 5.1 Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden.........................65

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin............................66

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan...................66

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan..........................67

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap Upaya

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis.............................................68

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis..................................69

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Upaya Pencegahan Penyakit

Tuberkulosis................................................................................69

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Proporsi Pengetahuan Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis..................................70

Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap

Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis..................................71

xvi
DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi .................. 19

Bagan 2.2 Kerangka Teori ....................................................... 42

Bagan 3.1 Kerangka Konsep .................................................... 43

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Informed Concent

Lampiran 2 Kuesioner

Lampiran 3 Output Analisis Univariat dan Bivariat

Lampiran 4 Surat Izin Uji Validitas dan Reabilitas

Lampiran 5 Surat Izin Penelitian

xviii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

Amiloidosis : Kelainan metabolisme protein

Apeks paru-paru : Bagian puncak paru-paru

BCG : Bacillus Calmette et Guerin

Bronkitis kronis : Gangguan paru obstruktif yang ditandai produksi

mukus berlebihan di saluran napas bawah dan

menyebabkan batuk kronis

Depkes : Departemen Kesehatan

DOTS : Directly Observed Treatment, Shorcourse

chemotherapy

Efusi pleura : suatu keadaan dimana terdapat penumpukan

cairan dalam pleura

Empiema : Terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam

rongga pleura

Hemoptisis : Darah yang keluar dari mulut saat batuk

Karsinoma paru : Neoplasma ganas yang muncul dari epitel

bronkus

Kor pulmonale : Gagal jantung kanan akibat penyakit paru kronis

Laringitis : Infeksi pada daerah laring

MDGs : Millenium Development Goals

Meninges : Membran tipis yang membungkus otak dan

medula spinalis.

Morbiditas : Kesakitan

xix
Parenkim paru : Organ berupa kumpulan kelompok alveoli yang

mengelilingi cabang-cabang bronkus.

Penyakit jantung koroner : Penyakit jantung yang disebabkan penyempitan

arteri koroner

Pleuritis : Peradangan pada pleura

Sindrom gagal napas : Suatu kondisi yang ditandai dengan hipoksemia

berat, dispnea dan infiltrasi pulmonari bilateral

Tuberkulosis ekstrapulmonar : Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain


selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, pers

xx
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis (TBC) masih menjadi masalah kesehatan global. Sepertiga

dari populasi dunia sudah tertular dengan TBC dimana sebagian besar

penderita TBC adalah usia produktif (15-55 tahun). Hal ini menyebabkan

kesehatan yang buruk di antara jutaan orang setiap tahun dan menjadi

penyebab utama kedua kematian dari penyakit menular diseluruh dunia,

setelah Human Immunodeficiency Virus (HIV)/AIDS (Acquired Immune

Deficiency Syndrome). Pada tahun 2011 terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4

juta kematian akibat penyakit TBC dan HIV. World Health Organization

(WHO) menyatakan TBC sebagai global darurat kesehatan masyarakat pada

tahun 1993 (WHO, 2012).

Di Indonesia, TBC merupakan masalah kesehatan yang harus

ditanggulangi oleh pemerintah. Data WHO (2008) mencatat bahwa Indonesia

berada pada peringkat 5 dunia penderita TBC terbanyak setelah India, China,

Afrika Selatan dan Nigeria. Peringkat ini mengalami penurunan dibandingkan

tahun 2007 yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-3 kasus TBC

terbanyak setelah India dan China (Depkes, 2012).

Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium

tuberculosis di Indonesia sangatlah tinggi. Tahun 2009, 1,7 juta orang

meninggal karena TBC yang diantaranya 600.000 perempuan dan 1,1 juta

laki-laki, sementara ada 9,4 juta kasus baru TBC yang diantaranya 3,3 juta

1
2

perempuan dan 6,1 juta laki-laki. Kasus TBC lebih banyak diderita oleh laki-

laki dibandingkan perempuan. Tahun 2010 Indonesia telah berhasil

menurunkan insidens, prevalensi, dan angka kematian. Insidens berhasil

diturunkan sebesar 45% yaitu 343 menjadi 189 per 100.000 penduduk,

prevalensi dapat diturunkan sebesar 35% yaitu 443 menjadi 289 per 100.000

penduduk dan angka kematian diturunkan sebesar 71% yaitu 92 menjadi 27

per 100.000 penduduk. TBC masih merupakan masalah kesehatan penting di

dunia dan di Indonesia. TBC juga merupakan salah satu indikator

keberhasilan MDGs yang harus dicapai oleh Indonesia, yaitu menurunkan

angka kesakitan dan angka kematian menjadi setengahnya di tahun 2015

(Depkes, 2011).

Hasil Riset Kesehatan Dasar Nasional pada tahun 2007 menunjukkan

prevalensi TBC paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya umur dan

prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun. Prevalensi TBC paru 20%

lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan, tiga kali lebih tinggi di

pedesaan dibandingkan perkotaan dan empat kali lebih tinggi pada

pendidikan rendah dibandingkan pendidikan tinggi. Sebanyak 17 provinsi

mempunyai prevalensi Tuberkulosis Paru diatas prevalensi nasional, yaitu

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, DKI Jakarta, Jawa

Tengah, DI Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara

Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat, dan Papua (Depkes,

2008).
3

Profil Kesehatan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 menunjukkan

total presentase angka kejadian TBC paru secara klinis sebesar 37,026%

dimana presentase wilayah Jakarta Pusat sebesar 2,269%, Jakarta Utara

sebesar 16,274%, Jakarta Barat sebesar 2,274%, Jakarta Selatan sebesar

4,615% dan Jakarta Timur sebesar 11,594%. Presentase tertinggi terdapat

pada wilayah Jakarta Utara yaitu sebesar 16,274% (Dinkes, 2007).

Hasil survei prevalensi TBC tahun 2004 mengenai pengetahuan, sikap

dan perilaku menunjukkan bahwa 96% keluarga merawat anggota keluarga

yang menderita TBC dan hanya 13% yang menyembunyikan keberadaan

mereka. Meskipun 76% keluarga pernah mendengar tentang TBC dan 85%

mengetahui bahwa TBC dapat disembuhkan, akan tetapi hanya 26% yang

dapat menyebutkan dua tanda dan gejala utama TBC. Cara penularan TBC

dipahami oleh 51% keluarga dan hanya 19% yang mengetahui bahwa tersedia

obat TBC gratis (Depkes, 2011). Dari hasil survei tersebut menunjukkan

bahwa masih ada keluarga yang belum memiliki pengetahuan yang cukup

tentang penyakit tuberkulosis.

Survei pada tahun 2004 tersebut juga mengungkapkan pola pencarian

pelayanan kesehatan. Apabila terdapat anggota keluarga yang mempunyai

gejala TBC, 66% akan memilih berkunjung ke Puskesmas, 49% ke dokter

praktik swasta, 42% ke rumah sakit pemerintah, 14% ke rumah sakit swasta

dan sebesar 11% ke bidan atau perawat praktik swasta. Namun pada

responden yang pernah menjalani pengobatan TBC, tiga Fasilitas Pelayanan

Kesehatan (FPK) utama yang digunakan adalah rumah sakit, puskesmas dan

praktik dokter swasta. Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS


4

(Directly Observed Treatment, Shorcourse chemotherapy) untuk diagnosis

dan pengobatan TBC merupakan tantangan utama di Indonesia dengan

wilayah geografis yang sangat luas (Depkes, 2011).

Media (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan, Sikap

dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit Tuberkulosis Paru di Kecamatan

Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatra Barat”. Hasil

penelitian ini menunjukkan pengetahuan sebagian masyarakat mengenai

tanda-tanda penyakit TBC relatif cukup baik, sikap masyarakat masih kurang

peduli terhadap akibat yang dapat ditimbulkan oleh penyakit TBC, perilaku

dan kesadaran sebagian masyarakat untuk memeriksakan dahak dan

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan masih kurang, karena mereka

malu dan takut divonis menderita TBC.

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko (2010) tentang “Hubungan

Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap Pencegahan dan

Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan Pencarian Pengobatan

Dengan Penyakit TBC di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

Surakarta” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

sikap pencegahan dan pencarian pengobatan serta tingkat pendidikan

masyarakat terhadap penyakit TBC di kota Surakarta. Dan tidak ada

hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan, pengetahuan dan

praktek pencarian pengobatan terhadap penyakit TBC di kota Surakarta.

Wahyuni (2008) melakukan penelitian tentang “Determinan Perilaku

Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan Penyakit TBC Di Wilayah Kerja

Puskesmas Bendosari” mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang


5

bermakna antara pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, kepadatan hunian

rumah dan luas ventilasi rumah dengan pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis. Serta determinan yang paling besar pengaruhnya adalah tingkat

pendidikan, kepadatan hunian dan pengetahuan.

Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam pelayanan

kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas peningkatan kesehatan

termasuk program pendidikan kesehatan khusus, yang dibuat untuk

membantu klien menurunkan risiko sakit, mempertahankan fungsi yang

maksimal, dan meningkatkan kebiasaan yang berhubungan dengan kesehatan

yang baik (Perry & Potter, 2005). Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

dilakukan untuk menurunkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit

tuberkulosis. Upaya pencegahan tersebut terdiri dari menyediakan nutrisi

yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak terlalu padat dan

udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC

(Francis, 2011).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan yang

baik apabila tidak ditunjang dengan sikap yang positif yang diperlihatkan

akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku, seperti yang diungkapkan

oleh Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan

bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan tindakan. Menurut

Roger (1974) dalam Notoadmodjo (2007) sikap dan praktek yang tidak

didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada

kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak


6

diimbangi oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan

mempunyai makna yang berarti bagi kehidupan. Maka dari itu pengetahuan

dan sikap merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat salah

satunya upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi.

Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja

menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142

kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari hasil data yang tercatat

selama tiga tahun terakhir menunjukkan kasus penyakit tuberkulosis yang

terjadi di wilayah Kecamatan Koja cukup tinggi. Puskesmas Kecamatan Koja

memiliki wilayah cakupan kerja sebanyak enam kelurahan, yaitu kelurahan

Tugu Utara, kelurahan Tugu Selatan, kelurahan Koja, kelurahan Lagoa,

kelurahan Rawa Badak Utara dan kelurahan Rawa Badak selatan.

Penanggung jawab poli TB mengatakan bahwa dari semua kelurahan yang

ada di kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu

kelurahan Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67

kasus tahun 2012.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah RW 04 Kelurahan

lagoa melalui wawancara. Hasil wawancara dari 5 pertanyaan didapatkan

delapan warga mengatakan tidak tahu mengenai penyakit tuberkulosis, cara

penularan, dan tindakan pencegahan. Dua warga kelurahan Lagoa lainnya

mengatakan tahu tentang penyakit tuberkulosis, penularan dan tindakan

pencegahannya.
7

Wawancara lebih lanjut mengenai sikap masyarakat kelurahan Lagoa

mengenai penyakit tuberkulosis didapatkan hasil dari 3 pertanyaan yaitu

delapan warga mengatakan bahwa tidak terlalu mempedulikan tentang

tindakan pencegahan penyakit TBC karena mereka beranggapan selama

mereka tidak berinteraksi dengan penderita TBC, mereka tidak akan tertular

penyakit TBC. Responden juga mengatakan bahwa saat bersin dan batuk

tidak menutup mulutnya, dan masih ada masyarakat yang membuang ludah

atau dahak disembarang tempat.

Penelitian-penelitian terkait tentang tuberkulosis sudah banyak

dilakukan di Indonesia namun kebanyakan hanya terbatas pada keberhasilan

pengobatan penyakit tuberkulosis saja. Penelitian yang akan dilakukan oleh

peneliti yaitu mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis secara

keseluruhan. Pengetahuan mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dan

dipahami sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyakit tuberkulosis.

Berdasarkan latar belakang ini peneliti ingin mengetahui adakah

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.


8

B. Perumusan Masalah

TBC masih menjadi masalah kesehatan global. Pada tahun 2011

terdapat 9 juta kasus baru dan 1,4 juta kematian akibat penyakit TBC dan

HIV (WHO, 2012). Angka kematian dan kesakitan akibat kuman

Mycobacterium tuberculosis di Indonesia sangat tinggi sebesar 1,7 juta orang

meninggal karena TBC (Depkes, 2011).

Kasus penyakit tuberkulosis di wilayah kecamatan Koja cukup tinggi.

Data kasus penyakit tuberkulosis yang tercatat di Puskesmas Kecamatan Koja

menunjukkan tahun 2010 sebanyak 147 kasus, tahun 2011 sebanyak 142

kasus dan tahun 2012 sebanyak 129 kasus. Dari semua kelurahan yang ada di

kecamatan koja, yang memiliki kasus tuberkulosis terbanyak yaitu kelurahan

Lagoa sebanyak 52 kasus tahun 2010, 58 kasus tahun 2011, dan 67 kasus

tahun 2012.

Studi pendahuluan yang telah dilakukan di wilayah RW 04 Kelurahan

lagoa didapatkan masih banyaknya warga yang tidak mengetahui tentang

penyakit TBC dan pencegahannya, serta sikap warga Kelurahan Lagoa tidak

terlalu memperhatikan tentang tindakan pencegahan penyakit TBC.

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti merumuskan Hubungan

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan

Penyakit TBC pada Masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.


9

C. Pertanyaan penelitian

1. Bagaimana tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan penyakit TBC

pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

2. Bagaimana sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada

masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

3. Bagaimana upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat di RW 04

kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

4. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya pencegahan

penyakit TBC pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

5. Bagaimana hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

pada masyarakat di RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara?

D. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum :

Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya

pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa

Jakarta Utara.

2. Tujuan khusus :

a. Diketahuinya tingkat pengetahuan tentang upaya pencegahan

penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta

Utara.

b. Diketahuinya sikap tentang upaya pencegahan penyakit TBC pada

masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

c. Diketahuinya upaya pencegahan penyakit TBC pada masyarakat

RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.


10

d. Diketahuinya hubungan tingkat pengetahuan terhadap upaya

pencegahan penyakit TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan

Lagoa Jakarta Utara.

e. Diketahuinya hubungan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit

TBC pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

E. Manfaat penelitian

1. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya PSIK

Secara akademik penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan

mahasiswa keperawatan mengenai pengaruh tingkat pengetahuan dan

sikap terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

2. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi perawat khususnya

mengenai penyakit TBC tentang pentingnya pengetahuan dan sikap

terhadap upaya pencegahan penyakit TBC

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan untuk penelitian

yang akan datang mengenai aspek lain tentang pencegahan penyakit TBC
11

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan menggunakan

design penelitian analitik dengan pendekatan secara cross sectional. Alat pengumpul data yang digunak
BAB II

Tinjauan Pustaka

A. Pengetahuan

1. Pengertian

Martin dan Oxman (1988) dalam Kusrini (2009) mengungkapkan

bahwa pengetahuan merupakan kemampuan untuk membentuk model

mental yang menggambarkan obyek dengan tepat dan

merepresentasikannya dalam aksi yang dilakukan terhadap suatu obyek.

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan suatu kejadian tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

terbentuknya suatu tindakan. Dengan demikian terbentuknya perilaku

terhadap seseorang karena adanya pengetahuan yang ada pada dirinya

terbentuknya suatu perilaku baru, terutama yang ada pada orang dewasa

dimulai pada domain kognitif. Dalam arti seseorang terlebih dahulu diberi

stimulus yang berupa informasi tentang upaya pencegahan penyakit TBC

sehingga menimbulkan pengetahuan yang baru dan selanjutnya

menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap pada orang tersebut

terhadap informasi upaya pencegahan penyakit TBC yang diketahuinya.

Akhirnya rangsangan yakni informasi upaya pencegahan penyakit TBC

12
13

yang telah diketahuinya dan disadari sepenuhnya tersebut akan

menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan atau

sehubungan dengan stimulus atau informasi upaya pencegahan penyakit

TBC (Notoatmodjo, 2007).

Djannah (2009) dalam penelitiannya di Yogyakarta mengungkapkan

bahwa semakin tinggi pengetahuan terhadap suatu objek maka akan

semakin baik pula sikap seseorang terhadap objek tersebut. Pengetahuan

dan pemahaman seseorang tentang penyakit tuberkulosis dan pencegahan

penularannya memegang peranan penting dalam keberhasilan upaya

pencegahan penularan penyakit tuberkulosis. Dari pengalaman dan

penelitian terbukti bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

(Notoatmodjo, 2007).

2. Klasifikasi

Budiman (2013) menjelaskan bahwa jenis pengetahuan di antaranya

sebagai berikut:

a. Pengetahuan Implisit

Merupakan pengetahuan yang masih tertanam dalam bentuk

pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang tidak bersifat

nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif, dan prinsip.

b. Pengetahuan Eksplisit

Merupakan pengetahuan yang telah disimpan dalam wujud nyata,

bisa dalam wujud perilaku kesehatan.


14

3. Proses Adopsi Perilaku

Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2007)

mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu

b. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi

d. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru

e. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui

proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang

positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2007).


15

4. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan yang tercakup

dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di

dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk


16

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri,

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

5. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Budiman (2013) menjelaskan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi terbentuknya pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin mudah

menerima informasi sehingga banyak pula pengetahuan yang

dimiliki.

b. Informasi/media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga

menghasikan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Adanya

informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Sosial, budaya, dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan seseorang tanpa melalui

penalaran sehingga akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak


17

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan

seseorang.

d. Lingkungan

Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke

dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini

terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan

direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi masa lalu.

f. Usia

Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin

bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan

pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin

membaik.
18

B. Sikap (attitude)

1. Pengertian

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb menyatakan

bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan

bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan

suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan

merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Maka dari itu,

sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Sikap dalam hal ini merupakan sikap seseorang dalam menghadapi

penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahannya. Sikap merupakan

kecenderungan seseorang untuk menginterpretasikan sesuatu dan bertindak

atas dasar hasil interpretasi yang diciptakannya. Sikap seseorang terhadap

sesuatu dibentuk oleh pengetahuan, antara lain nilai-nilai yang diyakini

dan norma-norma yang dianut. Untuk dapat mempengaruhi seseorang,

informasi perlu disampaikan secara perlahan-lahan dan berulang-ulang

dengan memperlihatkan keuntungan dan kerugiannya bila mengadopsi

informasi tersebut (Kurniasari,2008).


19

Diagram di bawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.

Proses Terbentuknya Sikap dan


Reaksi
Stimulus Reaksi
Rangsangan Proses
Stimulus Tingkah laku
(terbuka)

Sikap
(tertutu

Bagan 2.1 Proses Terbentuknya Sikap dan Reaksi, Skiner (1938)

Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena adanya rangsangan,

seperti pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit TBC.

Rangsangan tersebut menstimulus diri masyarakat untuk memberi respon,

dapat berupa sikap positif atau negatif, akhirnya akan diwujudkan dalam

perilaku atau tidak.

Menurut Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013), setiap orang yang

mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis dikatakan

menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap favorable terhadap objek

itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan negatif terhadap suatu

objek psikologis dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap

objek sikap tersebut.

2. Komponen Pokok Sikap

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap

itu mempunyai 3 komponen pokok:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.


20

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan,

pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh

misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit TB paru (penyebabnya,

akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan

membawa ibu untuk berpikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena

penyakit TB paru. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut

bekerja sehingga ibu tersebut berniat untuk melakukan pencegahan agar

anaknya tidak terkena penyakit TB paru. Ibu ini mempunyai sikap tertentu

terhadap objek yang berupa penyakit TB paru.

Breckler (1984) dalam Budiman (2013) menjelaskan bahwa

komponen utama sikap adalah sebagai berikut:

a. Kesadaran

b. Perasaan

c. Perilaku

3. Tingkatan Sikap

Notoatmodjo (2007) membagi sikap dalam berbagai tingkatan:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.


21

Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang di berikan, terlepas dari pekerjaan itu benar

atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

suatu masalah adalah suatu indikasi sikap.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran

sikap dapat dilakukan secara langsung. Secara langsung dapat

ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu objek.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sikap

adalah:

a. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap, untuk

dapat mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek

psikologis.

b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen

sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita


22

anggap penting, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita

terhadap sesuatu.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap kita. Tanpa kita sadari,

kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap

berbagai masalah.

d. Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup

kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap tertentu.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

individu, pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara

sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

f. Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap yang ditentukan oleh situasi lingkungan

dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk


23

sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan

bentuk mekanisme pertahanan ego.

C. Tuberkulosis Paru

1. Pengertian

TBC adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru.

Penyakit ini ditularkan dari orang ke orang melalui cairan dari

tenggorokan dan paru-paru seseorang dengan penyakit pernapasan aktif

(WHO, 2012).

Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena

infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru mencakup

80% dari keseluruhan kejadian penyakit tuberkulosis, sedangkan 20%

selebihnya merupakan tuberkulosis ekstrapulmonar (Djojodibroto, 2009).

TBC adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim

paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,

termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius

utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam

yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar

ultraviolet (Smeltzer, 2002).

Dari ketiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa TBC

merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis yang biasanya menyerang organ paru-paru, akan tetapi dapat


24

juga menyerang organ lain, seperti tulang, meninges, ginjal, dan nodus

limfe.

2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk

batang berukuran panjang 1 sampai 4 mm dengan tebal 0,3 sampai 0,6

mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium tuberculosis adalah berupa

lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta sangat

tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah

bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena

itu, Mycobacterium tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru

yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang

kondusif untuk penyakit tuberkulosis (Somantri, 2007).

Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat

bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga

sering disebut Basil Tahan Asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia

dan fisik. Bakteri ini juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat

dorman dan aerob (Widoyono, 2008).

Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100 oC selama 5-10

menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-

95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara

terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun

tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993

melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi

bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008).


25

3. Penularan

Penyakit tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuklei) saat seorang pasien

TBC batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut terhirup

oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara

saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan

terhisap ke dalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6

bulan.

Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang

lainnya, sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah

17%. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya

keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa

(tidak serumah) (Widoyono, 2008).

4. Manifestasi klinis

Tuberkulosis paru memiliki gejala seperti demam tingkat rendah,

keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam, nyeri

dada, dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif,

tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sputum mukopurulen

dengan hemoptisis (Smeltzer, 2002).

Gejala utama pasien TBC adalah batuk berdahak selama 2 sampai 3

minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu

dahak bercampur darah, batuk darah, sesak napas, badan lemas, nafsu

makan menurun (anoreksia), berat badan menurun, malaise, berkeringat


26

malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari 1 bulan

(Depkes, 2009).

Menurut Werdhani (2007), gejala penyakit TBC dapat dibagi

menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ

yang terlibat:

Gejala sistemik/umum:

a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan

darah)

b. Demam yang tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya

dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang

serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.

c. Penurunan nafsu makan dan berat badan

d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:

a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi

sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)

akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan

menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai

sesak.

b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat

disertai dengan keluhan sakit dada.

c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi

tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan


27

bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan

nanah.

d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
kejang.

Komplikasi

Ardiansyah (2012) membagi komplikasi penyakit TBC itu dalam 2 kategori yaitu:
Komplikasi Dini

Pleuritis

Efusi Pleura

Empiema

Laringitis

TB usus

Komplikasi Lanjut

Obstruksi Jalan Napas

Kor Pulmonale

3) Amiloidosis

4) Karsinoma Paru

5) Sindrom Gagal Napas


28

6. Faktor Risiko

Suryo (2010) menjelaskan bahwa faktor risiko yang menyebabkan

penyakit TBC adalah sebagai berikut:

a. Faktor umur

Beberapa faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis di

Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta

infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York

pada panti penampungan orang-orang gelandangan, menunjukkan

bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat

secara bermakna sesuai dengan umur.

Insiden tertinggi tuberkulosis paru-paru biasanya mengenai

usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TBC

adalah kelompok usia produktif, yaitu 15-50 tahun.

b. Faktor Jenis Kelamin

Di benua Afrika banyak tuberkulosis, terutama menyerang

laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TBC pada laki-laki

hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC pada

wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9% pada wanita. Antara

tahun 1985-1987 penderita TBC pada laki-laki cenderung meningkat

sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TBC pada wanita menurun

0,7%.

TBC lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan

wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan

merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TBC.


29

c. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap

pengetahuan seseorang, di antaranya mengenai rumah yang

memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TBC sehingga

dengan pengetahuan yang cukup, maka seseorang akan mencoba

untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, tingkat

pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaannya.

d. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus

dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang

berdebu, paparan partikel debu di daerah terpapar akan memengaruhi

terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Paparan kronis udara

yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya

gejala penyakit saluran pernapasan dan umumnya TBC.

Jenis pekerjaan seseorang juga memengaruhi pendapatan

keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-

hari di antara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan. Selain

itu, akan memengaruhi kepemilikan rumah (konstruksi rumah).

Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan di bawah UMR

akan mengonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai

dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai

status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena

penyakit infeksi, di antaranya penyakit TBC. Dalam hal jenis

konstruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang,


30

maka konstruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat

kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan

penyakit TBC.

e. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan

meningkatkan risiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit

jantung koroner, bronkitis kronis, dan kanker kandung kemih.

Kebiasaan rokok meningkatkan risiko untuk terkena TBC sebanyak

2,2 kali.

Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per

tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430

batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana

dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan. Prevalensi merokok pada

hampir semua negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-

laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan

adanya kebiasaan merokok sehingga mempermudah untuk terjadinya

infeksi penyakit TBC.

f. Kepadatan Hunian Kamar Tidur

Luas lantai bangunan rumah harus cukup untuk penghuni di

dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus

disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan

overload. Hal ini tidak sehat karena di samping menyebabkan

kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga


31

terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota

keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya

dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif

bergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk

rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah

penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang

satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya

tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami-istri dan anak

di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup,

disyaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

g. Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan

luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakkan jendela

kurang baik atau kurang leluasa, dapat dipasang genting kaca.

Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri

patogen di dalam rumah, misalnya basil TBC. Oleh karena itu,

rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.

Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau

kurang lebih 60 lux, kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya

yang lebih redup.

Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda

dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya.


32

Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna

dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada

yang melalui kaca berwarna. Penularan kuman TBC relatif tidak

tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam

rumah serta sirkulasi udara diatur, risiko penularan antarpenghuni

akan sangat berkurang.

h. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah

untuk menjaga agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar.

Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni

rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan

kurangnya oksigen di dalam rumah. Di samping itu, kurangnya

ventilasi akan menyebabkan kelembapan udara di dalam ruangan

naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan

penyerapan. Kelembapan ini akan menjadi media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/bakteri penyebab penyakit,

misalnya kuman TBC.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan

udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena

di situ selalu terjadi aliran udara terus-menerus. Bakteri yang

terbawa oleh udara akan selalu tetap di dalam kelembapan

(humiditas) yang optimum.

Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang

ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen
33

minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat

dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Untuk udara segar juga diperlukan

untuk menjaga temperatur dan kelembapan udara dalam ruangan.

Umumnya temperatur kamar 22o-30oC, dari kelembapan udara

optimum kurang lebih 60%.

i. Kondisi Rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan

penyakit TBC. Atap, dinding, dan lantai dapat menjadi tempat

perkembangbiakan kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan

akan menyebabkan penumpukan debu sehingga akan dijadikan

sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman

Mycobacterium tuberculosis.

j. Kelembapan Udara

Kelembapan udara dalam ruangan untuk memperoleh

kenyamanan, di mana kelembapan yang optimum berkisar 60%

dengan temperatur kamar 22o-30oC. Kuman TBC akan cepat mati

bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup

selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembap.

k. Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi

kurang mempunyai risiko 3,7 kali untuk menderita penyakit TBC

berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau

lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap


34

kekuatan daya tahan tubuh dan respon imunologik terhadap

penyakit.

l. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan,

keadaan sanitasi lingkungan, gizi, dan akses terhadap pelayanan

kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya

kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga

akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk,

akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga

memudahkan terkena infeksi TBC.

m. Perilaku

Perilaku dapat terdiri atas pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Pengetahuan penderita TBC yang kurang tentang cara penularan,

bahaya, dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan

perilaku sebagai orang sakit dan akhirnya berakibat menjadi sumber

penular bagi orang di sekelilingnya.

7. Pencegahan

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dapat dilakukan

untuk mencegah timbulnya penyakit TBC, yaitu:

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

menutup mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak di

sembarangan tempat.
35

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan

vaksinasi BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan

memberikan penyuluhan tentang penyakit TBC, yang meliputi

gejala, bahaya, dan akibat yang ditimbulkannya terhadap kehidupan

masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang-orang yang terinfeksi, atau dengan

memberikan pengobatan khusus kepada penderita TBC. Pengobatan

dengan cara dirawat di rumah sakit hanya dilakukan bagi penderita

dengan kategori berat dan memerlukan pengembangan program

pengobatannya, sehingga tidak dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan

desinfeksi, seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat,

perhatian khusus terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga

yang terjangkit penyakit TBC (piring, tempat tidur, pakaian), dan

menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang-orang yang melakukan kontak

langsung dengan penderita, seperti keluarga, perawat, dokter,

petugas kesehatan, dan orang lain yang terindikasi, dengan vaksin

BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan

penderita TBC. Perlu dilakukan Tes Tuberkulin bagi seluruh anggota


36

keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu diulang

pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, dan perlu pemeriksaan

intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu

pengobatan yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah

ditetapkan oleh dokter untuk diminum dengan tekun dan teratur,

selama 6 sampai 12 bulan. Perlu diwaspadai adanya kebal terhadap

obat-obat, dengan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter.

Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit tuberkulosis dapat

dilakukan dengan cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat,

perumahan yang tidak terlalu padat dan udara yang segar merupakan

tindakan yang efektif dalam pencegahan TBC.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TBC, yaitu:

a. Bagi masyarakat

1) Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan

tubuh meningkat untuk membunuh kuman TBC

2) Tidur dan istirahat yang cukup

3) Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba

4) Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan disekitarnya

5) Membuka jendela agar masuk sinar matahari di semua ruangan

rumah karena kuma TBC akan mati bila terkena sinar matahari

6) Imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah

agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TBC


37

7) Menyarankan apabila ada yang dicurigai sakit TBC agar segera

memeriksakan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh

b. Bagi penderita

1) Tidak meludah di sembarang tempat

2) Menutup mulut saat batuk atau bersin

3) Berperilaku hidup bersih dan sehat

4) Berobat sesuai aturan sampai sembuh

5) Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar segera

diberikan pengobatan pencegahan

8. Kebijakan Program Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia

(Depkes, 2009)

a. Penanggulangan TBC dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi

yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang

meliputi : perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta

menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

b. Penanggulangan TBC dilaksanakan dengan menggunakan strategi

DOTS.

c. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap

program penanggulangan TBC.

d. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan,

kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu

memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadi TB-MDR.

e. Penanggulangan TBC dilaksanakan oleh seluruh sarana pelayanan

kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah dan


38

Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar Kesehatan Paru

Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM),

Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4), dan Klinik Pengobatan

lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).

f. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TBC di

tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan

Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI.

g. Program penanggulangan TBC dengan pendekatan program DOTS

Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical Approach to Lung

Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages).

h. Penanggulangan TBC dilaksanakan melalui promosi, penggalangan

kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan sektor terkait,

pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan TB (Gerdunas TB).

i. Peningkatan kemampuan laboratorium TBC di berbagai tingkat

pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring.

j. Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan

TBC dan diberikan kepada pasien secara cuma-cuma.

k. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam

jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan

kinerja program.

l. Penanggulangan TBC lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin

dan kelompok rentan terhadap TBC.


39

m. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap pasien TB agar tidak

dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

n. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs.

D. Penelitian Terkait

1. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Nanin Kurniasari dengan judul

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Dengan Keteraturan

Dalam Pengobatan TBC Di UPTD Puskesmas Cibogo Kabupaten

Subang Tahun 2007. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah

kuantitatif dengan desain penelitian cross-sectional. Teknik analisa

dalam penelitian adalah korelasi pearson moment (produk). Sampel

dalam penelitian sebesar 25 orang dari populasi penderita TBC yang

diterapi di Puskesmas Cibogo (Sampling Jenuh). Hasil dari uji

pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC

di peroleh nilai P = 0, 590 tidak ada hubungan yang signifikan antara

pengetahuan penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC,

sikap penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC di

dapatkan nilai P = 0,180 tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap

penderita TBC dengan keteraturan dalam pengobatan TBC.

2. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Bagas Wirasti Tahun 2010 dengan

judul Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang

Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di

Puskesmas Sawangan Kota Depok Tahun 2010. Jenis penelitian ini

adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel

adalah penderita TBC yang tercatat di Puskesmas Sawangan Depok yang


40

berjumlah 33 orang, di ambil menggunakan metode sampling jenuh.

Hasil yang didapatkan dari penelitian tersebut menunjukkan variabel

yang mempunyai hubungan signifikan terhadap perilaku pencegahan

penularan TB adalah pendidikan (p = 0,001), pekerjaan (p = 0,046) dan

pengetahuan (p = 0,031). Variabel yang tidak berhubungan dengan

perilaku pencegahan penularan TBC adalah usia dan jenis kelamin (p >

0,05).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Arimas Bramantyo dengan judul

Hubungan Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Ibu

Terhadap Gizi dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak

di Puskesmas Pisangan Tahun 2009-2010. Rancangan penelitian yang

digunakan adalah cross sectional. Sampel pada penelitian ini adalah anak

penderita TBC yang berumur ≤ 15 tahun dan ibu penderita. Cara

pengumpulan data dengan menggunakan data primer dan sekunder. Data

ini dianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov, Chi-Square dan Fisher-

Exact sebagai alternatifnya (p<0,05). Hasil yang didapat menunjukkan

terdapat hubungan status gizi anak terhadap keberhasilan pengobatan TB

paru anak (p=0,047), ada hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap

keberhasilan pengobatan TB paru anak (p=0,037) dan tidak ada

hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang gizi terhadap keberhasilan

pengobatan TB paru anak (p=0,273). Terdapat hubungan antara status

gizi anak dan tingkat pendidikan terhadap keberhasilan pengobatan TB

paru anak.
41

4. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Rizki Ramdan Sudarso dengan

judul Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang

Tuberkulosis dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Anak

Di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Periode Januari 2009-Juni

2010. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan

pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian adalah ibu yang

menderita tuberkulosis paru dan berobat di Puskesmas Kelurahan Lagoa

Jakarta Utara dengan jumlah sampel 58 orang dengan pendekatan

sampling jenuh. Hasil analisis uji chi-square variabel yang memiliki

hubungan yang bermakna dengan keberhasilan pengobatan TB Paru anak

di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara periode Januari 2009 – Juni

2010 adalah usia ibu (p = 0,001), pekerjaan ibu (p = 0,013), dan tingkat

pengetahuan ibu tentang tuberkulosis (p = 0,027).

5. Penelitian terkait yang dilakukan oleh Niko Rianda Putra dengan judul

Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian TB

Paru Di Wilayah Kota Solok Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan

desain case control. Sampel dalam penelitian ini adalah orang yang

pernah menderita TB paru yang termasuk dalam kasus Dinkes Kota

Solok dan seluruh Puskesmas di Kota Solok pada tahun 2011 yaitu 22

kasus atau orang yang Tb paru dibandingkan dengan yang belum pernah

menderita TB paru atau kontrol. Data variabel independen diperoleh

dengan mewawancarai, observasi dan mengukur. Dari hasil uji statistik

menunjukkan tingkat pengetahuan nilai (p = 0,034), sikap tentang

pencegahan (p = 0, 028), tindakan pencegahan (p = 0,028), kondisi


42

kepadatan hunian (p = 0,015), kondisi ventilasi (p = 0,016), dan kondisi

pencahayaan (p = 0,015), memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru

di Kota Solok. Sedangkan untuk kondisi jenis lantai dengan hasil uji
statistik kondisi jenis lantai (p = 1,000) tidak memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru d

E. Kerangka Teori

Stimulus Organisme Faktor yang mempengaruhi pengetah


(Informasi) Perhatian Pendidikan
Perasaan Usia
Penerimaan Pengalaman
Sumber informasi
Penghasilan

Respon Tertutup:

Pengetahuan
Sikap Faktor yang mempengaruhi sikap de

Pengalaman pribadi
Pengaruh orang lain yang dianggap p
Respon Terbuka: Pengaruh kebudayaan
Penyakit TBC dapat dicegah/tidak terjadi Media massa
Upaya pencegahan penyakit TBCPengaruh faktor emosional

Bagan 2.2 Kerangka Teori


Berdasarkan Teori Stimulus Organisme Respon(SOR), Skiner (1938) dalam
Notoatmodjo (2010), Budiman (2013), Azwar (2013), PPTI (2010)
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan antara konsep-

konsep atau variabel-variabel yang akan diamati (diukur) melalui

penelitian yang dimaksud (Notoatmodjo, 2010). Sesuai dengan tujuan

penelitian yang bersifat kuantitatif yaitu untuk mengidentifikasi adanya

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis. Dimana upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

sebagai variabel dependen sedangkan tingkat pengetahuan dan sikap

sebagai variabel independen.

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

Pengetahuan Upaya
Pencegahan
Sikap Penyakit
TBC

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

43
44

B. Hipotesis Penelitian

Nursalam (2008) menjelaskan bahwa hipotesis adalah jawaban

sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian. Maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat RW 04

kelurahan Lagoa Jakarta Utara.

2. Ada hubungan antara sikap terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis pada masyarakat RW 04 kelurahan Lagoa Jakarta

Utara.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga peneliti

dapat melakukan pengukuran secara cermat terhadap suatu objek (Hidayat,

2007).
45

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Penelitian
1. Pengetahuan. Adalah segala sesuatu Kuesioner Meminta responden Dinyatakan dalam tingkatan: Ordinal
yang diketahui untuk mengisi
responden mengenai pernyataan pada 1. Pengetahuan kurang
penyakit tuberkulosis kuesioner B, yang Apabila skor tingkat
paru meliputi berisi tentang pengetahuan responden < 55%
pengertian, gejala, pengetahuan terhadap atau < 10 pernyataan yang
penyebab, cara upaya pencegahan benar.
penularan, komplikasi, penyakit tuberkulosis 2. Pengetahuan cukup
faktor risiko dan menggunakan skala Apabila skor tingkat
tindakan pencegahan. Guttman dan skoring. pengetahuan responden antara
Pertanyaan terdiri dari 56-74% atau 11-14 pernyataan
pernyataan positif dan yang benar.
negatif. 3. Pengetahuan baik
- Pernyataan Apabila skor tingkat
positif, pada pengetahuan responden ≥ 75%
responden atau ≥ 15 pernyataan yang
menjawab benar benar.
diberi nilai 1, dan
jika salah diberi (Arikunto, 2010)
nilai 0
- Pernyataan negatif,
pada responden
menjawab benar
diberi nilai 0, dan
jika salah diberi
nilai 1
2. Sikap Adalah penilaian, Kuesioner Meminta responden 1. Positif (mendukung upaya Ordinal
persepsi responden untuk mengisi pencegahan penyakit TBC)
terhadap upaya pernyataan pada jika nilai ≥ nilai mean (77,8)
46

pencegahan penyakit kuesioner C, yang 2. Negatif (menolak upaya


TBC yang dilakukan berisi tentang sikap pencegahan penyakit TBC)
pada kehidupan sehari- terhadap upaya jika nilai < nilai mean (77,8)
hari. pencegahan penyakit
tuberkulosis (Azwar, 2013)
menggunakan skala
Likert dan skoring.
Pertanyaan terdiri dari
pernyataan positif dan
negatif dengan pilihan
jawaban; sangat setuju
(SS), setuju (S), tidak
setuju (TS), sangat
tidak setuju (STS).
- Pernyataan positif di
beri nilai SS: 4, S: 3,
TS: 2, STS: 1
- Pernyataan negatif
di beri nilai STS: 4,
TS: 3, S: 2, SS: 1.

3. Upaya Merupakan tindakan Kuesioner Meminta responden Dinyatakan dalam tingkatan: Ordinal
Pencegahan yang pernah dilakukan untuk mengisi
penyakit responden dalam pernyataan pada 1. Kurang
TBC mencegah penyakit kuesioner D, yang Apabila skor responden < 55%
tuberkulosis paru. berisi tentang 2. Cukup
pelaksanaan upaya Apabila skor responden antara
pencegahan penyakit 56-74%
tuberkulosis 3. Baik
menggunakan skala Apabila skor responden ≥ 75%
47

Likert dan skoring.


Pertanyaan terdiri dari (Budiman, 2013)
pernyataan positif dan
negatif dengan pilihan
jawaban; selalu,
sering, kadang-
kadang, jarang, tidak
pernah.
- Pernyataan positif di
beri nilai selalu: 5,
sering: 4, kadang-
kadang: 3, jarang: 2,
tidak pernah: 1
- Pernyataan negatif
di beri nilai tidak
pernah: 5, jarang: 4,
kadang-kadang: 3,
sering: 2, selalu: 1.

Tabel 3.1 Definisi Operasional


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan

menggunakan rancangan penelitian analitik dan desain cross sectional

(potong lintang). Desain penelitian ini digunakan untuk meneliti suatu

kejadian pada waktu yang bersamaan (sekali waktu). Sehingga variabel

dependen dan variabel independen diteliti secara bersamaan (Notoatmodjo,

2010). Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, dan

variabel dependen dalam penelitian ini adalah upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis. Tujuannya untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan

dan sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Variabel dalam

penelitian ini adalah bivariat yaitu pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Juni 2013. Penelitian dilakukan

di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara, alasan pemilihan lokasi

penelitian ini karena wilayah ini terdapat banyak warganya yang menderita

penyakit tuberkulosis akibat wilayah ini dekat dengan pabrik sehingga

terkena polusi dari pabrik tersebut.

48
49

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah

semua warga RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara sebanyak

1.719 KK.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah subunit populasi survei itu sendiri yang oleh peneliti

dipilih dengan mewakili populasi target. Semakin besar sampel maka

representative sampel tersebut semakin mendekati jumlah populasi

(Nursalam, 2008). Sampel penelitian ini adalah warga yang berada di

RW 04 kelurahan Lagoa kota madya Jakarta Utara.

a. Kriteria Sampel

Dalam pemilihan sampel, peneliti membuat kriteria bagi

sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada kriteria

inklusi, yaitu karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak

untuk diteliti. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Warga RW 04 kelurahan Lagoa yang sudah dewasa (>17 tahun).

2) Bersedia untuk menjadi responden.

3) Mampu berkomunikasi dengan aktif.


50

Kriteria eksklusi:

1) Tidak dapat membaca, menulis dan mendengar

2) Tempat tinggal tidak permanen

b. Jumlah Sampel
Perhitungan sampel menggunakan rumus uji hipotesis beda dua proporsi menurut Budiarto

√( ( )) √( ( )) ( ( ))

[
]

Keterangan :

n= jumlah sampel yang dibutuhkan

= 1,96 (Derajat kemaknaan 95% (CI) confident internal

dengan (α) sebesar 5%)

= 1,645 (Kekuatan uji sebesar 95%)

= 0,117 (Praktek pencegahan penyakit tuberkulosis, hasil

penelitian Handoko, 2010)

= + 30% = 0,117 + 0,30 = 0,417

( )⁄ ( )⁄
= = = 0,267
51

√( ( )) √( ( )) ( ( ))

[ ]

√( ( )) √( ( )) ( ( ))

[ ]

[ ]

[ ]

[ ]

Setelah dilakukan penghitungan, maka didapat n (sampel) = 54

responden. Selanjutnya hasil sampel dikalikan 10% untuk mengantisipasi

adanya kemungkinan hilangnya data atau ketidaklengkapan pengisian

kuesioner, 54 x 10% = 5,4 = 6. Maka total sampel dalam penelitian

adalah 54 + 6 = 60 responden. Supaya penyebaran data warga pada setiap

RT merata dan seimbang, maka digunakan rumus sebaran data dari

Suyanto (2011), yaitu:

RT 002 = RT 008 =

RT 004 = RT 010 =

RT 006 = RT 012 =
52

D. Teknik Pengambilan Sampling

Teknik sampling adalah teknik yang dipergunakan untuk mengambil

sampel dari populasi. Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi

proporsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2007). Teknik

sampling yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan teknik Cluster

sampling. Cluster sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana

pemilihannya mengacu pada kelompok bukan pada individu (Dahlan, 2010).

Pengambilan sampel dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu dengan

mengambil 6 RT dari 15 RT yang ada di RW 04 kelurahan Lagoa tersebut

secara acak, maka terpilih 6 RT yang menjadi sampel yaitu RT 002 sebanyak

3 KK, RT 004 sebanyak 3 KK , RT 006 sebanyak 4 KK, RT 008 sebanyak 3

KK, RT 010 sebanyak 4 KK dan RT 012 sebanyak 4 KK. Alasan pemilihan

tempat tersebut didasarkan kepada banyaknya kasus penyakit tuberkulosis

yang terdapat di tempat tersebut. Kemudian masing-masing KK dari setiap

RT diambil 2-3 orang sebagai responden.

E. Alat Pengumpul Data dan Prosedur Penelitian

1. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah kuesioner atau

angket yang disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu kepada

konsep dan teori yang telah dibuat. Pertanyaan terdiri dari empat bagian

yaitu, bagian A berisi tentang data demografi yang meliputi nama, usia,

jenis kelamin, status pendidikan dan status pekerjaan. Bagian B berkaitan

dengan tingkat pengetahuan dalam bentuk pernyataan tertutup tentang

penyakit tuberkulosis dan pencegahannya sebanyak 20 item. Pernyataan


53

negatif berjumlah 7 point, yaitu pada point B1, B3, B5, B8, B10, B14,

B17 dan pernyataan positif berjumlah 15 point, yang terdiri dari point B2,

B4, B6, B7, B9, B11, B12, B13, B15, B16, B18, B19 dan B20.

Bagian C berisi 24 pernyataan tentang sikap tentang upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis dalam bentuk pernyataan tertutup.

Pernyataan positif berjumlah 11 point, yang terdiri dari point C1, C3, C5,

C6, C10, C16, C17, C18, C19, C20, C22 dan pernyataan negatif

berjumlah 13 point, yang terdiri dari point C2, C4, C7, C8, C9, C11, C12,

C13, C14, C15, C21, C23 dan C24.

Bagian D berisi 18 pertanyaan tentang upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis yang telah dilakukan oleh warga dalam bentuk pertanyaan

tertutup. Pertanyaan positif berjumlah 9 point, yang terdiri dari point D1,

D3, D6, D7, D8, D9, D11, D13, D14 dan pertanyaan negatif berjumlah 9

point, yang terdiri dari point D2, D4, D5, D10, D12, D15, D16, D17 dan

D18.

Skala pengukuran pengetahuan tentang pencegahan penyakit

tuberkulosis menggunakan skala Guttman, skala yang bersifat tegas dan

konsisten dengan memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari

pernyataan: benar dan salah atau ya dan tidak. Skala Guttman dapat

dibuat dalam bentuk pilihan ganda atau dalam bentuk check list. Skor

penilaiannya jika jawaban pernyataan benar maka nilainya 1, sedangkan

jika jawaban pernyataan salah maka nilainya 0 (Hidayat, 2007).

Skala pengukuran sikap tentang upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis menggunakan skala Likert. Dalam penilaian atau skor


54

berdasarkan skala Likert berbeda antara pernyataan positif dengan

pernyataan negatif. Penilaian untuk pernyataan positif sikap responden

tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yaitu:

Sangat setuju :4

Setuju :3

Tidak setuju :2

Sangat tidak setuju 1

Sedangkan penilaian pernyataan negatif sikap responden tentang upaya pencegahan penyak
Sangat tidak setuju 4

Tidak setuju :3

Setuju :2

Sangat setuju :1

Skala pengukuran upaya pencegahan penyakit tuberkulosis juga menggunakan skala Liker
penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh responden yaitu:

Selalu 5

Sering 4

Kadang-kadang 3

Jarang 2

Tidak pernah 1
55

Sedangkan penilaian pertanyaan negatif tentang upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis yang telah dilakukan oleh responden juga

menggunakan skala Likert, yaitu:

Tidak pernah :5

Jarang :4

Kadang-kadang :3

Sering :2

Selalu :1

Penilaian bagi upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan dengan cara membandingk
kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut:

Interpretasi Tingkat Upaya


Skor Penilaian
Pencegahan
76 – 100% Baik
56 – 75% Cukup
0 – 55% Kurang

Penilaianbagisikapterhadapupayapencegahanpenyakit

tuberkulosis dilakukan dengan cara membandingkan jumlah nilai jawaban

dengan nilai median, apabila nilai responden < mean (77,8) dari nilai

sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis maka termasuk

responden yang tidak mendukung terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis sedangkan apabila nilai responden ≥ mean (77,8) dari nilai

sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis maka

termasuk
56

responden yang mendukung terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis.

Penilaian bagi pengetahuan dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor jawaban de
berikut:

Interpretasi Tingkat
Skor Penilaian
Pengetahuan
76 – 100% atau 15-20 point
Baik
jawaban yang benar
56 – 75% atau 11-14 point
Cukup
jawaban yang benar
0 – 55% atau 0-10 point
Kurang
jawaban yang benar

Uji Validitas dan Reabilitas

Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang d

tersebut harus diuji validitas dan reabilitas. Sebelum kuesioner

digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu kuesioner dilakukan uji

validitas dengan rumus korelasi Pearson product moment. Bila nilai r

hitung lebih besar dari r tabel berarti valid sedangkan jika nilai r

hitungnya lebih kecil dari r tabel berarti tidak valid (Hidayat, 2007).
57

Setelah dilakukan uji validitas dari 62 pertanyaan, maka

diperoleh jumlah pertanyaan yang valid. Pertanyaan yang dinyatakan

valid inilah yang digunakan dalam pertanyaan penelitian.

a. Reabilitas

Reabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukuran dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila

dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama,

dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran reabilitas

menggunakan bantuan Software komputer dengan rumus Alpha

Cronbach. Suatu variabel dikatakan realibel jika memberikan nilai

Alpha Cronbanch > 0,60 (Budiman, 2013)

b. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas

Uji coba kuesioner dilakukan pada tanggal 9 – 10 Juni 2013

terhadap 30 warga kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Tujuan dari uji

coba kuesioner adalah untuk mengetahui apakah pertanyaan-

pertanyaan yang ada dalam kuesioner penelitian mudah dimengerti

atau sulit dimengerti oleh responden. Dari hasil uji coba kuesioner ini

ditemukan banyak pertanyaan yang belum memiliki validitas dan

reliabilitas yang baik, sehingga dilakukan uji validitas konten.

Validitas konten adalah instrumen atau kuesioner dapat

diperiksa untuk melihat apakah isinya mencakup pengertian

konseptual tertentu yang hendak diukur (Pohan, 2006). Dari hasil uji

validitas konten didapatkan dari 62 pertanyaan, ada beberapa


58

pertanyaan yang kontennya belum sesuai sehingga dilakukan

perbaikan pada pertanyaan B2, C6 dan D17.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam

penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti

dan dibantu oleh beberapa teman mahasiswa peneliti yang sebelumnya

dilakukan diskusi untuk mempersamakan persepsi dari kuesioner

penelitian. Pengumpulan data dilakukan di wilayah kelurahan Lagoa

kotamadya Jakarta Utara dengan prosedur sebagai berikut:

a. Membuat surat permohonan izin penelitian dari PSIK UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang ditujukan kepada Lurah kelurahan Lagoa

Jakarta Utara.

b. Setelah mendapat persetujuan dari Lurah kelurahan Lagoa Jakarta

Utara, peneliti menyerahkan surat permohonan tersebut kepada ketua

RT 002, RT 004, RT 006, RT 008, RT 010 dan RT 012. Setelah itu

peneliti melakukan penseleksian calon responden.

c. Peneliti mengidentifikasi responden yang memenuhi kriteria inklusi

penelitian.

d. Meminta calon yang terpilih agar bersedia menjadi responden setelah

mengadakan pendekatan dan memberikan penjelasan tentang tujuan,

manfaat, dan prosedur penelitian serta hak dan kewajiban selama

menjadi responden. Responden yang bersedia selanjutnya diminta

menandatangani lembar informed concent.


59

e. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya bila ada

yang belum jelas.

f. Setelah itu pertanyaan dalam kuesioner dijawab, maka peneliti

mengumpulkan data dan mengucapkan terima kasih kepada

responden.

F. Pengolahan Data

Pada pengolahan data, penulis menggunakan alat perangkat lunak.

Setiadi (2007) membagi 5 tahapan pengolahan data yaitu:

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan sendiri oleh

peneliti di tempat penelitian agar apabila jika ada kekurangan data

dapat segera dilengkapi.

2. Coding

Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting

bila pengolahan dan analisis data menggunakan komputer.

3. Scoring (Penetapan skor)

Setelah data terkumpul dan kelengkapannya diperiksa kemudian

dilakukan tabulasi dan diberi skor sesuai dengan kategori dari data

serta jumlah item pertanyaan dari setiap variabel.

4. Entry Data

Entry data adalah kegiatan memasukan data dari kuisioner kedalam

paket program komputer agar dapat dianalisis, kemudian membuat


60

distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel

kontingensi.

5. Cleaning Data

Pembersihan data merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan ke dalam komputer untuk memastikan data telah

bersih dari kesalahan sehingga data siap dianalisa.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data dibantu menggunakan perangkat lunak dengan analisa

yang digunakan adalah:

1. Analisis Univariat

Menurut Setiadi (2007), analisis univariat merupakan analisis

tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas

data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Variabel

dalam penelitian ini meliputi variabel independen yaitu pengetahuan

dan sikap. Dan variabel dependennya adalah upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara

variabel independen dengan dependen, yaitu hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta

Utara. Analisis yang paling tepat untuk penelitian ini yaitu

menggunakan uji Spearman Rank (Rho). Uji ini merupakan ukuran

asosiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya


61

pada skala ordinal sehingga objek atau responden dapat di ranking

dalam dua rangkaian yang berurutan (Dahlan, 2012). Sehingga dari

hasil uji ini dapat terlihat pola hubungan antara tingkat pengetahuan

dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis di RW 04 kelurahan Lagoa kotamadya Jakarta Utara.

Kekuatan hubungan dari kedua variabel tersebut ditentukan dengan

mengetahui nilai dari kekuatan korelasinya (nilai r) menurut Dahlan

(2010), sebagai berikut:

No. Parameter Nilai Interpretasi


1. 0,00-0,199 Sangat lemah
2. 0,20-0,399 Lemah
3. Kekuatan korelasi (r) 0,40-0,599 Sedang
4. 0,60-0,799 Kuat
5. 0,80-1,000 Sangat kuat

Untuk melihat kemaknaan perhitungan sistem dengan

membandingkan nilai p < α (0,05) maka ada hubungan yang bermakna

antara variabel dependent dengan variabel independent. Sebaliknya

jika p > α (0,05) maka tidak ada hubungan yang bermakna antara

variabel dependent dengan variabel independent.

H. Etika Penelitian

Hidayat (2007) menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian

menekankan masalah etika penelitian yang meliputi:

1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.


62

Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan

dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

Pemberian informed concent bertujuan agar subjek mengerti

maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika subjek

bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.

Jika responden tidak menerima, maka peneliti harus menghormati hak

subjek.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subjek

penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar kuisioner dan hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian.

3. Kerahasiaan (Confidentially)

Etika penelitian bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas

responden, melindungi dan menghormati hak responden dengan

mengajukan surat pernyataan persetujuan (informed consent).

Sebelum menandatangani surat persetujuan, peneliti menjelaskan

judul penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan

menjelaskan kepada responden bahwa penelitian tidak akan

membahayakan bagi responden. Peneliti akan menjamin kerahasiaan

identitas responden, dimana data-data yang diperoleh hanya akan

digunakan untuk kepentingan penelitian dan apabila telah selesai

maka data tersebut akan dimusnahkan.


BAB V

HASIL PENELITIAN

Bab ini akan memaparkan secara lengkap, hasil penelitian hubungan tingkat

pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Penelitian ini dilaksanakan

selama satu minggu dari tanggal 23 Juni sampai 29 Juni 2013. Pembagian

kuesioner dilakukan di enam RT yang ada di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta

Utara.

A. Gambaran Kelurahan Lagoa Jakarta Utara

Kelurahan Lagoa merupakan salah satu kelurahan yang ada di wilayah

Kecamatan Koja Jakarta Utara, dengan luas wilayah kurang lebih 15.799 km2.

Letaknya berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara : Jalan Raya Cilincing, Kelurahan Kalibaru

b. Sebelah Selatan : Jalan Mawar, Jalan Johar, Jalan Waru,

Kelurahan Tugu Utara

c. Sebelah Barat : Kali Pinang, Kelurahan Rawa Badak Utara, dan

Kelurahan Koja

d. Sebelah Timur : Jalan Kramat Jaya, Kelurahan Semper Barat

Kelurahan Lagoa Jakarta Utara memiliki 18 RW dan 222 RT. Jumlah

penduduk di wilayah Kelurahan Lagoa Jakarta Utara pada bulan Februari 2013

berjumlah 71.219 jiwa dengan kepadatan penduduk 451 jiwa/km2.

64
65

RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta utara memiliki 15 RT dengan jumlah

penduduk sejumlah 4990 jiwa. Luas wilayah RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta

Utara kurang lebih 8,90 ha.

B. Gambaran Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini adalah warga yang berusia ≥ 17 tahun

yang tinggal di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara baik yang menderita

TBC maupun yang tidak menderita TBC. Total responden berjumlah 60 orang.

Dalam penelitian ini didapatkan 6 responden yang menderita penyakit TBC.

Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain:

1. Karakteristik Usia

Tabel 5.1
Distribusi Statistik Deskriptif Umur Responden
Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Mean Median Modus Min-Mak


Umur 33,43 30 30 17-61

Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil analisis didapatkan umur

responden adalah 33,43 tahun, median 30 tahun dengan modus 30 tahun.

Umur termuda 17 tahun dan umur tertua 61 tahun.


66

2. Karakteristik Jenis Kelamin

Tabel 5.2
Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin
Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)


Laki-Laki 40 66.7
Perempuan 20 33.3
Total 60 100.0

Tabel 5.2 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin. Dapat diketahui responden perempuan sebanyak 20 orang

(33,3%) dan laki-laki sebanyak 40 orang (66,7%).

3. Karakteristik Pendidikan

Tabel 5.3
Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan
Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase (%)


Dasar 15 25.0
Menengah 39 65.0
Tinggi 6 10.0
Total 60 100.0

Tabel 5.3 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan

tingkat pendidikan. Hal ini menunjukkan dari 60 responden, semuanya

menempuh pendidikan, berpendidikan dasar sebanyak 15 orang (25%),

berpendidikan SMA sebanyak 39 responden (65%) dan berpendidikan

tinggi sebanyak 6 responden (10%).


67

4. Karakteristik Pekerjaan

Tabel 5.4
Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan
Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase (%)


Buruh 13 21.7
Guru 1 1.7
IRT 9 15.0
Karyawan Swasta 24 40.0
Mahasiswa 1 1.7
Pelajar 2 3.3
Wiraswasta 10 16.7
Total 60 100.0

Tabel 5.4 diatas menunjukkan karakteristik responden berdasarkan

jenis pekerjaan. Hal ini menunjukkan pekerjaan dari 60 responden yang

terdapat pada penelitian ini meliputi 13 orang (21,7%) buruh, 1 orang

(1,7%) guru, 9 orang (15%) IRT, 24 orang (40%) karyawan swasta, 1

orang (1,7%) mahasiswa, 10 orang (16,7%) wiraswasta, dan 2 orang (3,3

%) pelajar.

C. Analisis Univariat

Analisis univariat adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Pada

umumnya analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap

variabel.
68

1. Gambaran pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis

Tabel 5.5
Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Terhadap Upaya
Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pada Masyarakat Di RW 04
Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Pengetahuan Jumlah Persentase (%)


Baik 43 71.7
Cukup 16 26.7
Kurang 1 1.7
Total 60 100.0

Tabel 5.5 diatas diperoleh hasil pengetahuan terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat. Dapat diketahui dari

60 responden yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 43 orang (71,7%),

pengetahuan yang cukup mengenai upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis sebanyak 16 orang (26,7%) dan pengetahuan yang kurang

mengenai upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 1 orang

(1,7%).
69

2. Gambaran sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis

Tabel 5.6
Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap
Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan
Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Sikap Jumlah Persentase (%)


Positif 33 55.0
Negatif 27 45.0
Total 60 100.0

Tabel 5.6 diatas diperoleh hasil sikap masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis. Responden yang memiliki sikap positif

terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 33 orang

(55%), dan responden yang memiliki sikap negatif terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 27 orang (45%).

3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Tabel 5.7
Distribusi Responden Menurut Upaya Pencegahan Penyakit
Tuberkulosis Pada Masyarakat Di RW 04 Kelurahan Lagoa
Jakarta Utara Tahun 2013

Upaya Pencegahan Jumlah Persentase (%)


Baik 40 66.7
Cukup 20 33.3
Kurang 0 0
Total 60 100.0
70

Tabel 5.7 hasil penelitian mengenai upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis meliputi kategori baik sebanyak 40 orang (66,7%) dan

kategori cukup sebanyak 20 orang (33,3%).

D. Analisis Bivariat

Berdasarkan kerangka konsep, analisis bivariat telah menguji hubungan

satu persatu antara variabel bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas

adalah tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis. Uji bivariat ini menggunakan uji Correlation Spearman

dengan menggunakan α = 5%.

1. Hubungan pengetahuan masyarakat terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis

Tabel 5.8
Distribusi Responden Menurut Proporsi Pengetahuan Terhadap
Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Pada Masyarakat
Di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Upaya Pencegahan
Pengetahuan Baik Cukup Kurang Total Nilai r p value
N % N % N % N %
Baik 36 83.7 7 16.3 0 0 43 100.0
Cukup 4 25.0 12 75.0 0 0 16 100.0 0.541 0.000
Kurang 0 0 1 100.0 0 0 1 100.0
Total 40 66.7 20 33.3 0 0 60 100.0

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa responden yang memiliki

pengetahuan yang baik sebanyak 43 orang (100%) terdapat 36 orang

(83,7%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan

7 orang (16,3%) memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang


71

cukup. Responden yang memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 16

orang (100%) terdapat 4 orang (25%) memiliki upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis yang baik dan 12 orang (75%) memiliki upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki

pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (100%) terdapat 1 orang (100%)

memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Hasil uji

Correlation Spearman diperoleh nilai p value=0,000, dimana nilai p<0,05

yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation

diperoleh nilai 0,541 yang berarti terdapat hubungan yang sedang antara

pengetahuan dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

2. Hubungan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis

Tabel 5.9
Distribusi Responden Menurut Sikap Masyarakat Terhadap
Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis Di RW 04 Kelurahan
Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013

Upaya Pencegahan
Tota
Sikap Baik Cukup Kurang l Nilai r p value
N % n % n % N %
Positif 23 69.7 10 30.3 0 0 33 100.0
Negatif 17 63.0 10 37.0 0 0 27 100.0 0.378 0.003
Total 40 66.7 20 33.3 0 0 60 100.0
72

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa responden yang memiliki sikap

positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebanyak 33

orang (100%) terdapat 23 orang (69,7%) memiliki upaya pencegahan yang

baik dan 10 orang (30.3%) memiliki upaya pencegahan yang cukup.

Responden yang memiliki sikap negatif terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis sebanyak 27 orang (100%) terdapat 17 orang (63%)

memiliki upaya pencegahan yang baik dan 10 orang (37%) memiliki upaya

pencegahan yang cukup. Hasil uji Correlation Spearman diperoleh nilai p

value=0,003, dimana nilai p<0,05 yang berarti terdapat hubungan yang

bermakna antara sikap dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

Nilai coefficient correlation diperoleh nilai 0,378 yang berarti terdapat

hubungan yang lemah antara sikap dengan upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis.
BAB VI

PEMBAHASA

Pembahasan ini akan menguraikan makna hasil penelitian yang dilakukan

tentang hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara

tahun 2013. Pembahasan ini mencakup perbandingan antara hasil penelitian

dengan konsep teoritis dan penelitian sebelumnya. Bab ini juga akan menjelaskan

tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan.

A. Analisis Univariat

1. Gambaran Pengetahuan tentang Penyakit Tuberkulosis dan Upaya

Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan diperlukan sebagai dukungan dalam menimbulkan

rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat

dikatakan bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah responden mampu mengetahui

tentang penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis.

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa sumber informasi yang

diperoleh dari berbagai sumber maka seseorang cenderung mempunyai

73
74

pengetahuan yang luas. Pengetahuan tentang penyakit tuberkulosis dan

upaya pencegahannya yang didapatkan oleh responden berasal dari

berbagai sumber, seperti buku, media massa, penyuluhan atau

pendidikan dan melalui kerabat. Adanya informasi baru mengenai suatu

hal dari media massa memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

Hasil penelitian pada 60 responden menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis dan upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik sebesar 71,1%,

pengetahuan yang cukup sebesar 26,7% dan pengetahuan yang kurang

sebesar 1,7%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sebagian

besar responden memiliki pengetahuan yang baik terhadap penyakit

tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Pengetahuan

yang baik tersebut didapatkan melalui berbagai faktor, seperti buku,

media massa, penyuluhan dari Puskesmas dan dari kerabat terdekat

yang memberitahukan tentang pentakit TBC dan upaya pencegahannya.

`Pengetahuan yang baik dalam penelitian ini adalah wawasan atau

pemahaman yang dimiliki responden tentang penyakit TBC dan upaya

pencegahannya yang mencakup pengertian, penyebab, penularan, tanda

dan gejala, komplikasi, faktor risiko dan tindakan pencegahan penyakit

TBC. Sedangkan pengetahuan yang cukup dalam penelitian ini dapat

diartikan bahwa responden memiliki pemahaman yang cukup tentang

penyakit TBC dan upaya pencegahannya seperti pengertian, tanda

gejala, penularan dan beberapa upaya pencegahan. Pengetahuan yang


75

kurang dalam penelitian ini adalah responden memiliki pemahaman

yang kurang tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya seperti

tentang pengertian, komplikasi, faktor risiko dan beberapa upaya

pencegahan. Hal ini dikarenakan responden kurang mendapatkan

informasi tentang penyakit tuberkulosis dari media massa maupun dari

Puskesmas karena responden jarang mengikuti kegiatan pendidikan

kesehatan di Puskesmas.

Pengetahuan yang baik mengenai upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat dalam

melakukan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Masyarakat

dengan pengetahuan yang baik diharapkan dapat melakukan upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang tepat. Kesadaran akan tumbuh

pada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis jika warga mempunyai pengetahuan yang baik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008),

tingkat pengetahuan responden tentang penyakit tuberkulosis dan

perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di desa Sidorejo

didapatkan nilai presentase sebesar 42,5% yang berpengetahuan baik.

Pada penelitian ini juga melaporkan bahwa pengetahuan baik yang

didapatkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti media massa,

pengalaman, usia dan lingkungan.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian ini dimana pengetahuan

yang dimiliki responden didapatkan melalui media massa, buku,

pengalaman responden, penyuluhan dari Puskesmas, dan informasi


76

tentang penyakit TBC dan upaya pencegahannya yang didapatkan dari

kerabat terdekat. Latar belakang pendidikan dari responden juga

mempengaruhi pengetahuan yaitu mayoritas pendidikan responden

adalah SMA. Sesuai dengan teori, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang akan semakin baik tingkat pengetahuannya (Notoatmodjo,

2007).

Penelitian ini tidak sejalan dengan Putra (2011), tingkat

pengetahuan responden tentang penyakit TBC dan perilaku

pencegahannya di kota Solok didapatkan presentase sebesar 63,6%

yang berpengetahuan rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan dalam

penelitian Putra dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman

responden terhadap penyakit TBC dan upaya pencegahannya. Sampel

yang diambil oleh Putra adalah penderita TB paru yang tercatat oleh

Dinkes Kota Solok.

Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima pengetahuan baru dan

semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin baik

pengetahuannya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan

oleh peneliti, mayoritas responden memiliki pengetahuan yang baik

(71,7%) terhadap penyakit tuberkulosis dan upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis dengan mayoritas karakteristik pendidikan responden

adalah SMA (65,0%).


77

2. Gambaran Sikap Masyarakat tentang Upaya Pencegahan Penyakit

Tuberkulosis

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek

(Notoatmodjo, 2007). Proses pembentukan sikap dapat terjadi karena

adanya rangsangan, seperti pengetahuan masyarakat tentang

pencegahan penyakit TBC. Rangsangan tersebut menstimulus diri

masyarakat untuk memberi respon, dapat berupa sikap positif atau

negatif, akhirnya akan diwujudkan dalam perilaku atau tidak.

Berkowitz (1972) dalam Azwar (2013) berpendapat bahwa setiap orang

yang mempunyai perasaan positif terhadap suatu objek psikologis

dikatakan menyukai objek tersebut atau mempunyai sikap favorable

terhadap objek itu, sedangkan individu yang mempunyai perasaan

negatif terhadap suatu objek psikologis dikatakan mempunyai sikap

yang unfavorable terhadap objek sikap tersebut. Sikap responden dalam

penelitian ini adalah bagaimana responden bersikap terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis, baik mendukung atau menolak.

Hasil penelitian pada 60 responden ini menunjukkan bahwa

responden yang memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis sebanyak 55% dan sikap negatif sebanyak 45%.

Sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

cenderung menerima dan mengetahui tentang hal tersebut, sedangkan

sikap negatif cenderung menolak terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis. Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan


78

dalam mengambil tindakan, terlebih bila sikap tersebut bersifat terbuka,

besar kemungkinan dapat tercermin dari tindakan yang diperlihatkan.

Azwar (2013) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi

sikap yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap

penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan

lembaga agama dan pengaruh faktor emosional. Hal ini sesuai dengan

penelitian dimana sikap masyarakat RW 04 dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti pengalaman pribadi, pengaruh orang lain, kebudayaan

yang dimiliki masyarakat dan pendidikan masyarakat, dimana sebagian

pendidikan responden dalam penilitian adalah SMA sehingga memiliki

pemahaman yang baik tentang upaya pencegahan penyakit TBC yang

dapat mempengaruhi responden dalam bersikap. Ini sejalan dengan

penelitian Djannah (2009), sikap responden tentang perilaku

pencegahan penularan penyakit tuberkulosis di Sleman Yogyakarta

didapatkan sebagian besar memiliki sikap yang baik.

Sikap positif dalam penelitian ini terdiri dari responden

mendukung dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis, cara

penularan, dan fsktor risiko yang menyebabkan penyakit tuberkulosis

terjadi. Sikap negatif dalam penelitian ini terdiri dari beberapa

responden kurang mendukung dengan beberapa upaya pencegahan dan

faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit tuberkulosis. Hal ini

disebabkan responden kurang informasi tentang penyakit tuberkulosis,

memiliki pengalaman yang kurang tentang upaya pencegahannya dan


79

dapat juga disebabkan oleh pengaruh orang lain atau kebudayaan dalam

pengambilan sikap dari responden.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Fibriana

(2011), responden yang memiliki sikap negatif tentang pencegahan

penyakit menular tuberkulosis sebanyak 54,5%. Hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu pengalaman pribadi, faktor emosional, faktor

dukungan keluarga, dan usia, dimana sebagian usia responden dalam

penelitian berusia <36 tahun yang mempunyai emosi yang terkadang-

kadang (malas) untuk pergi berobat. Sampel yang diambil oleh Fibriana

adalah keluarga penderita tuberkulosis yang ada di Puskesmas

Wringinanom Gresik.

Sikap masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar

memiliki sikap positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

yang artinya sebagian besar masyarakat RW 04 mendukung atau

menerima tentang upaya untuk mencegahan penyakit TBC. Dengan

sikap positif yang dimiliki warga RW 04 dapat menurunkan angka

kejadian penyakit TBC di Kelurahan Lagoa. Kasus penyakit

tuberkulosis di Kelurahan Lagoa pada tahun 2012 sebesar 67 kasus

dimana sikap penderita rata-rata kurang mendukung dalam pengobatan,

seperti tidak rutin meminum obat anti tuberkulosis di Puskesmas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi sikap seseorang adalah

pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi pengetahuan yang

dimiliki akan memberikan kontribusi terhadap terbentuknya sikap yang

baik. Pembentukan sikap tidak dapat dilepaskan dari adanya faktor-


80

faktor yang mempengaruhi seperti pengalaman pribadi, kebudayaan,

orang lain yang dianggap penting, media massa, serta faktor emosional

dari individu (Azwar, 2013).

3. Gambaran Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis

Pencegahan penyakit merupakan komponen penting dalam

pelayanan kesehatan. Perawatan pencegahan melibatkan aktivitas

peningkatan kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan khusus,

yang dibuat untuk membantu klien menurunkan risiko sakit,

mempertahankan fungsi yang maksimal, dan meningkatkan kebiasaan

yang berhubungan dengan kesehatan yang baik (Perry & Potter,2005).

Upaya pencegahan penyakit tuberkulosis dilakukan untuk menurunkan

angka kematian yang disebabkan oleh penyakit tuberkulosis. Upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis dalam penelitian ini adalah tindakan

yang pernah dilakukan oleh responden dalam mencegah penyakit

tuberkulosis.

Hasil penelitian pada 60 responden ini menunjukkan bahwa

responden yang memiliki upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang

baik sebanyak 66,7% dan yang memiliki upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis yang cukup sebanyak 33,3%. Hal ini disebabkan oleh

faktor pengetahuan dan sikap yang dimiliki oleh responden. Hasil

penelitian tentang pengetahuan didapatkan sebagian besar responden

memiliki pengetahuan yang baik sedangkan hasil penelitian tentang

sikap didapatkan sebagian besar responden memiliki sikap positif

terhadap upaya pencegahan penyakit TBC sehingga upaya pencegahan


81

yang dilakukan responden sudah baik. Upaya pencegahan yang

dilakukan masyarakat untuk mencegah penyakit tuberkulosis seperti

menggunakan masker pada saat berbicara dengan penderita TBC,

mengkonsumsi makanan yang bergizi, menjaga kebersihan lingkungan,

menyediakan ventilasi dan sinar matahari yang cukup dan tidak

membuang dahak disembarang tempat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Djannah (2009),

54,1% respondennya memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan Putra (2011), didapatkan hasil tingkat tindakan

pencegahan TB paru oleh penderita TB di kota Solok secara umum

terhadap TB paru tergolong kurang dengan nilai sebesar 81,8%.

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis

Berdasarkan hasil pengolahan data yang menggunakan

perhitungan korelasi Spearman Rank dengan bantuan program

komputer menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,000 lebih kecil dari

nilai α=0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation 0,541

menyatakan bahwa ada hubungan yang sedang dan searah antara

pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang


82

artinya semakin baik tingkat pengetahuan, maka semakin baik upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang dilakukannya.

Hasil penelitian yang didapatkan dari 43 orang dengan tingkat

pengetahuan yang baik terdapat 83,7% memiliki upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis yang baik dan 16,3% memiliki upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki

pengetahuan yang cukup sebanyak 16 orang terdapat 25% memiliki

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik dan 75% memiliki

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup. Responden yang

memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 1 orang dengan upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang cukup.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008) yang

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara

pengetahuan dengan perilaku pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. Semakin baik

tingkat pengetahuan maka semakin tinggi juga tindakan pencegahan

penularan penyakit tuberkulosis yang dilakukan.

Djannah (2009) dalam penelitiannya mengungkapkan pendapat

yang berbeda dengan hasil penelitian ini yaitu bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara pengetahuan mahasiswa tentang

penyakit tuberkulosis dengan perilaku pencegahan penularan penyakit

tuberkulosis. Nilai probabilitas yang didapatkan bersifat tidak

signifikan yaitu 0,904>0,05. Nilai coefficient corelation yang


83

didapatkan 0,21 artinya berkorelasi lemah dan tidak mempunyai

hubungan.

Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan tingkat

pengetahuan terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada

masyarakat kelurahan Lagoa dapat disimpulkan sesuai dengan teori dan

penelitian terkait bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang

baik memiliki tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis lebih baik

dibandingkan dengan responden dengan tingkat pengetahuan yang

kurang dan cukup. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang karena dengan pengetahuan yang baik dapat menciptakan

perilaku yang baik (Notoatmodjo,2007).

2. Hubungan sikap masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis

Hasil pengolahan data yang menggunakan perhitungan korelasi

Sperman Rank menghasilkan nilai probabilitas sebesar 0,003 lebih kecil

dari nilai α=0,05 maka dapat disimpulkan Ho ditolak yang berarti ada

hubungan yang signifikan antara sikap masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis. Nilai coefficient correlation 0,378

menyatakan bahwa ada hubungan yang lemah dan searah antara sikap

masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang

artinya semakin positif sikap seseorang, maka semakin baik upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis yang dilakukannya.


84

Hasil penelitian yang didapatkan dari 33 orang dengan sikap

positif terdapat 69,7% memiliki upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis yang baik dan 30,3% memiliki upaya pencegahan penyakit

tuberkulosis yang cukup. Responden yang memiliki sikap negatif

sebanyak 27 orang terdapat 63% memiliki upaya pencegahan yang baik

dan 37% memiliki upaya pencegahan yang cukup.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuni (2008) yang

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap

responden dengan perilaku pencegahan penularan penyakit tuberkulosis

di wilayah kerja Puskesmas Bendosari. Nilai probabilitas yang

didapatkan bersifat signifikan yaitu 0,000<0,05. Nilai coefficient

corelation yang didapatkan 0,755 artinya korelasi kuat dan searah.

Semakin positif sikap masyarakat maka semakin baik tindakan

pencegahan yang dilakukan.

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) yang

menyatakan bahwa domain dari perilaku adalah pengetahuan, sikap dan

tindakan. Roger (1974) dalam Notoatmodjo (2007) memiliki pendapat

yang sama yaitu sikap dan praktek yang tidak didasari oleh

pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan lama pada kehidupan

seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak diimbangi

oleh sikap dan praktek yang berkesinambungan tidak akan mempunyai

makna yang berarti bagi kehidupan.

Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan sikap masyarakat

terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada masyarakat


85

kelurahan Lagoa dapat disimpulkan sesuai dengan teori dan penelitian

terkait bahwa responden dengan tingkat pengetahuan yang baik dan

sikap yang positif memiliki tindakan pencegahan penyakit tuberkulosis

yang baik. Hal ini dapat diartikan bahwa pengetahuan dan sikap

merupakan penunjang dalam melakukan perilaku sehat

(Notoatmodjo,2007).

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan dalam penelitian ini meliputi :

1. Ketika mencari responden dalam penelitian ini yang sesuai dengan

kriteria inklusi dan ekslusi merupakan suatu tantangan karena peneliti

harus mendatangi setiap rumah dan tidak mengetahui secara lengkap

data dari responden.

2. Kebanyakan responden merupakan warga pendatang yang kebanyakan

dari suku Jawa sehingga responden kurang bervariasi.

3. Banyak responden menganggap bahwa penyakit tuberkulosis

merupakan penyakit yang memalukan karena dapat membuat malu

keluarga.

4. Instrumen mengenai pengetahuan, sikap dan upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis yang digunakan merupakan hasil modifikasi dari

teori dan instrumen dibuat oleh peneliti sendiri, kemudian pertanyaan

yang ada dalam instrumen merupakan pernyataan tertutup, sehingga

bisa jadi pernyataan dalam instrumen ini belum mewakili apa yang
86

dirasakan oleh responden. Namun peneliti sudah meminimalkan hal

tersebut dengan melakukan uji validitas dan reabilitas instrumen.

5. Informasi bias pada penelitian ini dapat terjadi karena pada variabel upaya pencegahan sebagian be
BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan mengenai

hubungan tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara

tahun 2013, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki

pengetahuan yang baik tentang upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

sebesar 71,7%.

2. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki sikap

positif terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis sebesar 55 %.

3. Pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa sebagian besar memiliki

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis yang baik sebesar 66,7%.

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan masyarakat

dengan upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan

Lagoa dengan nilai p sebesar 0,000 serta memiliki hubungan positif yang

sedang dengan nilai r sebesar 0,541 artinya semakin baik tingkat

pengetahuan maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis

pada masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa.

5. Terdapat hubungan yang bermakna antara sikap masyarakat dengan

upaya pencegahan penyakit tuberkulosis di RW 04 Kelurahan Lagoa

dengan nilai p sebesar 0,003 serta memiliki hubungan yang lemah

87
88

dengan nilai r sebesar 0,378 artinya semakin positif sikap seseorang

maka semakin baik upaya pencegahan penyakit tuberkulosis pada

masyarakat RW 04 Kelurahan Lagoa.

B. Saran

1. Bagi Pelayanan Keperawatan

a. Promosi kesehatan tentang penyakit TBC dan pencegahan penyakit

TBC agar ditingkatkan kembali, supaya dapat menumbuhkan

kesadaran kepada masyarakat untuk melakukan upaya pencegahan

penyakit TBC.

b. Petugas kesehatan tetap memberikan dorongan/motivasi kepada

masyarakat untuk melakukan pengobatan secara teratur bagi penderita

TBC.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

a. Diharapkan dapat meningkatkan peran perawat dalam promosi

kesehatan sebagai health educator terhadap upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis.

b. Diharapkan dapat menjadi evidence based bagi perkembangan ilmu

keperawatan, khususnya mengenai pentingnya upaya pencegahan

penyakit tuberkulosis.

c. Diharapkan dapat menambah bahan literatur mengenai upaya

pencegahan penyakit tuberkulosis.


89

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian lebih lanjut, di rekomendasikan untuk peneliti selanjutnya

adalah area penelitian dapat dikembangkan dengan jumlah populasi lebih banyak dan jumlah variabel y
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta: Diva Press. 2012

Arikunto, S. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. 2010

. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta. 2010

Azwar, S. Sikap Manusia (Teori dan Pengukurannya). Yogyakarta: Pustaka


Pelajar. 2013

Bramantyo, A. Hubungan Status Gizi Anak, Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan


Ibu Terhadap Gizi dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Pada
Anak di Puskesmas Pisangan. Jakarta: Skripsi FK UPN Veteran. 2010

Budiarto, E. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC. 2003

Budiman, A.R. Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Salemba Medika. 2013

Dahlan, M.S. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. 2010

. Langkah-Langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang


Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto. 2010

. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,


Multivariat, Dilengkapi Dengan Menggunakan SPSS Edisi 5. Jakarta :
Salemba Medika. 2012

Departemen Kesehatan RI. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007: Jakarta. 2008

. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010: Jakarta. 2010

. TBC Masalah Kesehatan Dunia.


http://depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1444-tbc-masalah-
kesehatan-dunia.html . Diakses tanggal 4 November 2012

. Pedoman Nasional Penangulangan Tuberkulosis Edisi


2: Jakarta. 2007

. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB): Jakarta.


2009

. Penanggulangan TB Alami Kemajuan.


http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1449-menkes-
penanggulangan-tb-alami-kemajuan-.html . Diakses tanggal 4 November
2012

. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-


2014: Jakarta. 2011

. TBC Masalah Kesehatan Dunia: Jakarta. 2011

Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Profil DKI Jakarta 2007: Jakarta. 2008

Djannah, S.N. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Dengan Perilaku


Pencegahan Penularan TBC Pada Mahasiswa di Asrama Manokwari
SlemanYogyakarta.www.journal.uad.ac.id/index.php/KesMas/article/downl
oad/549/pdf. Diakses pada tanggal 3 Juni 2013

Djojodibroto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009

Fibriana, L.P. Hubungan Antara Sikap Dengan Perilaku Keluarga Tentang


Pencegahan Penyakit Menular Tuberkulosis.
http://www.dianhusada.ac.id/jurnalimg/jurper1-9-lin.pdf. Diakses pada
tanggal 6 Juli 2013

Francis, C. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga. 2011

Handoko, N.P. Hubungan Tingkat Penghasilan, Pendidikan, Pengetahuan, Sikap


Pencegahan dan Pencarian Pengobatan, Praktek Pencegahan dan
Pencarian Pengobatan Dengan Penyakit TBC di BBKPM Surakarta
Tahun 2010. www.akpergshwng.com/naspub_handoko.pdf. Diakses
tanggal 10 Oktober 2012

Hidayat, A. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta:


Salemba Medika. 2007

Kurniasari, N. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Penderita TBC Dengan


Keteraturan Dalam Pengobatan TBC Di UPTD Puskesmas Cibogo
Kabupaten Subang Tahun 2008.
http://library.esaunggul.ac.id/opac/files/NANIN%20KURNIASARI%2020
0531015.pdf . Diakses tanggal 28 Maret 2013

Kusrini. Sistem Pakar, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta: ANDI. 2009

Media, Y. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Tentang Penyakit


Tuberkulosis (TB) Paru di Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah
Datar Provinsi Sumatra Barat Tahun 2010.
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/MPK/article/view/108/89.
Diakses tanggal 2 Desember 2012
Muttaqin, A. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika. 2009
Naga, S.S. Buku Panduan Lengkap Ilmu Penyakit Dalam. Jogjakarta: DIVA
Press. 2012

Niven, N. Psikologi Kesehatan: Pengantar Untuk Perawat & Profesional


Kesehatan Lain. Jakarta: EGC. 2000

Notoatmodjo, S. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010

. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010

. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.


2007

. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta. 2012

Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. 2008

Perkumulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI). Buku Saku PPTI:


Jakarta. 2010

Pohan, I.S. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan: Dasar-Dasar Pengertian dan


Penerapan. Jakarta: EGC. 2006

Potter, P.A. & Perry, A.N. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC. 2005

Putra, N.R. Hubungan Perilaku dan Kondisi Sanitasi Rumah Dengan Kejadian
TB Paru Di Wilayah Kota Solok.
http://repository.unand.ac.id/16894/1/SKRIPSI_LENGKAP_NIKO.pdf.
Diakses tanggal 2 Desember 2012

Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007

Smeltzer, S.C. & Brenda, G.B. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta: EGC. 2002

Somantri, I. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika. 2007

Sudarso, R.R. Hubungan Karakteristik dan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang


Tuberkulosis Dengan Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru Anak
Di Puskesmas Kelurahan Lagoa Jakarta Utara. Jakarta: Skripsi FK UPN
Veteran. 2010
Suryo. J. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B
First. 2010

Wahyuni. Determinan Perilaku Masyarakat Dalam Pencegahan, Penularan


Penyakit TBC di Wilayah Kerja Puskesmas Bendosari. www.jurnal.stikes-
aisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/download/2/2 . Diakses tanggal 3
Juni 2013

Werdhani, R.A. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis Tahun


2007.
http://staff.ui.ac.id/internal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.pdf
. Diakses tanggal 26 Desember 2012

WHO Internasional. Global Tuberculosis Report 2012.


http://www.who.int/tb/publications/global_report/en/. Diakses tanggal 9
November 2012

. Tuberculosis. http://www.who.int/topics/tuberculosis/en/
. Diakses tanggal 9 November 2012

Widoyono. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga. 2008

Wirasti, B. Hubungan Antara Karakteristik dan Pengetahuan Tentang


Tuberkulosis Paru Dengan Perilaku Penularan Tuberkulosis Paru Di
Puskesmas Sawangan Kota Depok. Jakarta : Skripsi FK UPN Veteran.
2010
Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera

Nama : Sumiyati Astuti

NIM 109104000039

Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Saya akan
melakukan penelitian tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis. Tujuan
Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan
sikap terhadap upaya pencegahan penyakit tuberkulosis.

Untuk keperluan tersebut saya harap dengan kerendahan hati agar kiranya
anda bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah
disediakan. Kerahasiaan jawaban anda akan dijaga dan hanya diketahui oleh
peneliti. Kuesioner ini saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa
yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik
untuk penelitian ini.

Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi anda dalam
pengisian kuesioner ini.

Apakah anda bersedia menjadi responden dalam penelitian ini ?

YA / TIDAK

Tertanda

( )

Responden
Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN TENTANG HUBUNGAN TINGKAT

PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP UPAYA

PENCEGAHAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI RW 04 KELURAHAN

LAGOA JAKARTA UTARA TAHUN 2013

Tujuan :

Kuesioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: “Hubungan Tingkat Pengetahuan

dan Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan Penyakit Tuberkulosis di RW

04 Kelurahan Lagoa Jakarta Utara Tahun 2013”.

Petunjuk :

1. Bacalah pernyataan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti

2. Setiap jawaban dimohon untuk dapat memberikan jawaban yang jujur

3. Harap mengisi pernyataan yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak

ada yang terlewat. Setiap nomor hanya diisi dengan satu jawaban.

4. Beri tanda ceklist (√) pada kotak pertanyaan bapak/ibu yang dianggap

benar.

5. Jika bapak/ibu salah mengisi jawaban, coret/silang jawaban tersebut dan

beri tanda ceklist pada jawaban yang dianggap benar.

6. Bapak/ibu/saudara/i dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada

kesulitan dalam menjawab isi kuesioner.


A. Karakteristik Responden

Nama :

Usia :

Jenis kelamin :

Status pendidikan :

Status pekerjaan :

B. Pengetahuan
Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list (√) pada kotak. Benar atau Salah sesu

Benar Salah Benar Salah


√ √ √

No Pernyataan Benar Salah


1. TBC merupakan penyakit keturunan dari orang tua
2. Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri TBC
3. Penyebaran penyakit TBC dapat melalui pemakaian sabun
yang digunakan bersama-sama penderita penyakit TBC
4. Batuk, nyeri dada, dan demam merupakan tanda dan gejala
dari penyakit TBC
5. Anggota keluarga yang tidak tinggal serumah dengan
penderita TBC memiliki risiko yang besar terserang atau
tertular penyakit TBC
6. Sering begadang dan kurang istirahat merupakan salah satu
faktor penyebab terjangkit TBC
7. Pencegahan penularan TBC dengan menutup mulut saat
bersin dan batuk
8. TBC bila tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti otak, jantung,
dan ginjal
9. Cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat masuk ke
rumah dapat membunuh kuman TBC
10. TBC dapat disebut juga dengan paru-paru basah
11. Penderita TBC dapat mengalami kematian akibat kuman TBC
yang ada di dalam tubuhnya
12. Supaya tidak tertular penyakit TBC, maka sebaiknya anak
balita diberikan imunisasi BCG
13. Membersihkan lingkungan rumah setiap hari merupakan
tindakan efektif dalam pencegahan TBC
14. Perumahan yang terlalu padat dan kumuh merupakan kondisi
yang tidak dapat menyebabkan TBC
15. Lingkungan yang lembab merupakan kondisi yang dapat
menyebabkan TBC
16. Membuka jendela pada siang hari merupakan salah satu
tindakan pencegahan TBC
17. Upaya pencegahan yang lain yaitu dengan membuang
dahak/ludah di sembarang tempat
18. Meminum obat secara tekun dan teratur bagi penderita TBC
merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah penularan
penyakit
19. Tidur dan istirahat yang cukup dapat mencegah tertularnya
TBC
20. Pencegahan TBC dapat dilakukan dengan menyediakan
makanan dengan gizi seimbang seperti nasi, lauk, sayur, dan
buah
C. Sikap

Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list (√) pada kotak.

SS, S, TS atau STS sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin mengganti
jawaban, silahkan mencoret jawaban kemudian menuliskan kembali tanda chek list (√) pada jawa

SS S TS STS SS S TS STS
√ √ √

Keterangan :

SS : sangat setuju

S : setuju

TS : tidak setuju

STS : sangat tidak setuju


No Pernyataan SS S TS STS
1. Untuk mencegah terserang penyakit TBC perlu
pemahaman yang baik tentang penyebaran penyakit
TBC
2. Menurut saya penyakit TBC dapat sembuh sendiri
3. Pemeriksaan kesehatan secara berkala harus
dilaksanakan sebagai langkah pencegahan
4. Menurut saya tidak perlu tahu masalah penyakit TBC
5. Saya menyadari bahwa lingkungan tempat tinggal
dapat mempengaruhi penyebaran TBC
6. Saya melakukan pemeriksaan ke puskesmas apabila
merasakan demam, dan batuk lebih dari 2 minggu
7. Menurut saya pencegahan TBC dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi jamu
8. Jika saya mengalami batuk-batuk, saya lebih memilih
membeli obat di warung dari pada ke Puskesmas
9. Saya menganggap bahwa penyakit TBC merupakan
penyakit yang memalukan
10. Keluarga harus memberikan perlakuan berbeda apabila
ada salah satu keluarganya terjangkit TBC, guna
mencegah tersebarnya penyakit TBC
11. Untuk membunuh kuman penyebab TBC diperlukan
pengobatan jangka pendek
12. Saat batuk dan bersin sebaiknya tidak menutup mulut
13. Saya tidak perlu memperhatikan kebersihan
lingkungan tempat tinggal
14. Membuang dahak di sembarangan tempat adalah hal
yang wajar bagi saya
15. Penyuluhan TBC tidak perlu dilaksanakan
16. Luas kamar yang sangat kecil dan sempit akan
menyebabkan penyakit TBC
17. Cahaya yang terang dan sinar matahari yang dapat
masuk ke rumah merupakan hal yang sangat penting
18. Jika ada di lingkungan masyarakat kita ada yang
terdiagnosa TBC kita anjurkan untuk pengobatan
19. Untuk mencegah penyakit TBC,saudara menganjurkan
keluarga untuk memeriksakan kesehatan ke
Puskesmas/RS
20. Pemberian Obat Anti TBC secara cuma-cuma
merupakan upaya penanggulangan TBC yang tepat
21. Penderita TBC sebaiknya dikucilkan dari keluarga,
masyarakat dan pekerjaannya
22. Meminum Obat Anti Tuberkulosis selama 6 sampai 12
bulan secara tekun dan teratur merupakan tindakan
yang paling efektif
23. Saya memakai barang-barang yang sama dengan
penderita TBC seperti piring, gelas, dan pakaian
24. Pemeriksaan kesehatan tidak penting bagi saya
D. Upaya Pencegahan TBC

Isilah pernyataan dibawah ini dengan memberi tanda chek list (√) pada kotak.

Selalu, Sering, Kadang-kadang, Jarang atau Tidak Pernah sesuai pilihan jawaban anda! Jika anda ingin me

Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


kadang pernah

Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


kadang pernah
√ √

No Pertanyaan Selalu Sering Kadang- Jarang Tidak


kadang pernah
1. Apakah saudara menutup mulut saat
bersin dan batuk?
2. Apakah saudara membuang dahak di
sembarang tempat?
3. Apakah saudara menggunakan masker
jika berbicara dengan penderita TBC?
4. Jika ada anggota keluarga saudara ada
yang terkena penyakit TBC, apakah
saudara menggunakan alat makan
yang sama dengan penderita TBC?
5. Apakah jendela di setiap ruangan yang
ada di rumah saudara tertutup pada
siang hari?
6. Apakah saudara menjaga kebersihan
rumah setiap hari, seperti menyapu
dan mengepel ruang tamu, kamar
tidur, dapur, dan ruangan lainnya?
7. Apakah saudara mendapatkan
informasi mengenai tindakan
pencegahan penyakit TBC dari
petugas kesehatan?
8. Apakah saudara menyajikan makanan
sehat dan bergizi seimbang (seperti
nasi, lauk-pauk, sayur, buah-buahan,
dll) setiap hari?
9. Apakah saudara melakukan kerja bakti
membersihkan rumah dan lingkungan
setiap minggu?
10. Apakah di setiap kamar yang ada di
rumah saudara selalu dihuni oleh lebih
dari 3 orang?
11. Apakah saudara mengikuti penyuluhan
tentang penyakit TBC oleh petugas
kesehatan yang ada di Puskesmas?
12. Apakah saudara jika mengalami batuk
berdahak lebih dari 2 minggu sering
mengabaikannya/tidak berobat ke
dokter?
13. Apakah saudara rutin melakukan
pemeriksaan kesehatan?
14. Apakah saudara mencuci tangan
sebelum dan setelah melakukan
kegiatan?
15. Apakah saudara merokok setiap hari?
16. Jika sakit, apakah saudara membeli
obat di warung?
17. Apakah saudara mengucilkan
penderita TBC dalam pergaulan untuk
menghindari tertular penyakit TBC?
18. Apakah saudara mengkonsumsi jamu
setiap hari untuk menghindari tertular
penyakit TBC?
Lampiran 3

OUTPUT ANALISA UNIVARIAT DAN BIVARIAT

Analisa Univariat

Statistics

Usia

N Valid 60

Missing 0

Mean 33.4333

Median 30.0000

Mode 30.00

Std. Deviation 12.12836

Minimum 17.00

Maximum 61.00

Sum 2006.00

Jenis kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 40 66.7 66.7 66.7

Perempuan 20 33.3 33.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Dasar 15 25.0 25.0 25.0

Menengah 39 65.0 65.0 90.0

Tinggi 6 10.0 10.0 100.0

Total 60 100.0 100.0


Pekerjaan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Buruh 13 21.7 21.7 21.7

Guru 1 1.7 1.7 23.3

IRT 9 15.0 15.0 38.3

Karyawan Swasta 24 40.0 40.0 78.3

Mahasiswa 1 1.7 1.7 80.0

Pelajar 2 3.3 3.3 83.3

Wiraswasta 10 16.7 16.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 43 71.7 71.7 71.7

Cukup 16 26.7 26.7 98.3

Kurang 1 1.7 1.7 100.0

Total 60 100.0 100.0

Statistics
sikap pencegahan TBC

N Valid 60

Missing 0

Mean 77.7667

Median 78.5000

Mode 83.00

Std. Deviation 6.63163

Minimum 63.00

Maximum 93.00

Sum 4666.00
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

pengetahuan sikap pencegahan

N 60 60 60
Normal Parameters a
Mean 15.8500 77.7667 76.5667

Std. Deviation 2.34936 6.63163 9.21194

Most Extreme Differences Absolute .188 .074 .152

Positive .113 .065 .079

Negative -.188 -.074 -.152

Kolmogorov-Smirnov Z 1.454 .571 1.178

Asymp. Sig. (2-tailed) .029 .900 .125

a. Test distribution is Normal.

Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Positif 33 55.0 55.0 55.0

Negatif 27 45.0 45.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

Upaya pencegahan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 40 66.7 66.7 66.7

Cukup 20 33.3 33.3 100.0

kurang 0 0 0 0

Total 60 100.0 100.0


Analisa Bivariat

Pengetahuan

Correlations

upaya
pengetahuan pencegahan

Spearman's rho Pengetahuan Correlation 1.000 .541**

Coefficient Sig. (2- . .000

tailed) 60 60

upaya pencegahan Correlation .541** 1.000

Coefficient Sig. (2- .000 .

tailed) 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
pengetahuan * pencegahan Crosstabulation
Count N

Pencegahan
Nilai r p
Baik Cukup Kurang Total

Pengetahuan Baik 36 7 0 43
Cukup 4 12 0 16
0,541 0,000
Kurang 0 1 0 1

Sikap
Total 40 20 0 60

Correlations

upaya
sikap pencegahan

Spearman's rho Sikap Correlation 1.000 .378**

Coefficient Sig. (2- . .003

tailed) 60 60

upaya pencegahan Correlation .378** 1.000

Coefficient Sig. (2- .003 .

tailed) 60 60

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


sikap * pencegahan Crosstabulation

Count

Pencegahan
Nilai r P
Baik Cukup Kurang Total

Sikap negatif 17 10 0 27
positif 23 10 0 33 0,378 0,003

Total 40 20 0 60

Anda mungkin juga menyukai