Anda di halaman 1dari 26

CASE SULIT

OS ENDOFTALMITIS

Disusun Oleh :
Elizabeth Chikita Putri
112018070

Dosen Pembimbing :
dr. Eny Tjahjani Permatasari, Sp.M, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MATA DR. YAP YOGYAKARTA
PERIODE 1 JULI- 3 AGUSTUS 2019
LAPORAN KASUS

A. Identifikasi Pasien

Nama : Tn. SM

Umur : 73 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Alamat : Nglambeng RT 01/01 Jumpolo, Karanganyar

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tanggal masuk rumah sakit : 16 Juni 2019

B. Anamnesis

Tipe Anamnesis : Autoanamnesis dan Alloanamnesis

Keluhan utama :

Mata kiri terasa nyeri dan tidak dapat melihat.

1. Anamnesis :

Pasien datang ke RS dengan keluhan mata sebelah kiri nyeri, merah dan kelopak
mata kiri bengkak dan tidak dapat melihat sejak 3 minggu yang lalu. Pasien
mengaku mata kirinya terasa berair dan nyerinya semakin bertambah hingga
menjalar sampai ke kepala.Pasien mengaku terkena batang jagung 3 minggu
sebelum masuk RS awalnya pasien mengalami mata merah, mata berair, dan
terasa nyeri setelah itu penglihatan mata kiri pasien semakin memburuk, menjadi
tidak dapat melihat. Pasien mengaku bagian mata kiri yang berwarna hitam
berubah warna menjadi putih, pasien sempat membasuh mata dengan rebusan
daun sirih sebanyak 2x dan tidak ada perbaikan. Riwayat demam, mual muntah,
dan penurunan kesadaran tidak ada.
2. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit jantung rematik, asam
urat, dan AIDS disangkal.
3. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien.
4. Riwayat pengobatan
Sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke Puskesmas Jumapolo dan diberikan
obat salep serta antibiotik oral.
C. Status Present

Sakit sedang/ Composmentis


Berat badan : Tidak diukur
Tinggi badan : Tidak diukur
IMT : Tidak diukur
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 68x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu Badan : 36,5 °C

D. Status General
Kepala : Bentuk bulat, simetris, Rambut tidak mudah dicabut

Mata : Lihat status oftalmologis

Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan nyeri tekan (-)

Thoraks : Simetris kiri dan kanan

Pulmo : Dalam batas normal

Jantung : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Ekstremitas : Dalam batas normal


E. Status Lokalisasi Oftalmologis

OD OS
20/80 Visus 0
Sentral Kedudukan Sentral

Pergerakan Bola
Sde
Mata
Kesegalah Arah
Lunak perpalpasi TIO Keras perpalpasi
Bentuk normal, edema (-) Palpebra Edema (+) hiperemis (+)
nyeri tekan (-) ekteropion (-) nyeri tekan (+) ekteropion (-
Enteropion (-) Blefarospasme ) Enteropion (-)
(-) trikiasis (-) sikatriks (-) tes Blefarospasme (-) trikiasis
anel tidak dilakukan (-) sikatriks (-) tes anel tidak
dilakukan
Normal, tumbuh teratur, Supercilia Tumbuh teratur, warna
warna hitam, simetris, hitam, simetris, sekret (+)
Sekret (-)
Hiperemi (-) Injeksi Konjungtiva Mix Injeksi (+), kemosis
konjungtiva (-) Injeksi siliar (+) perdarahan
(-) perdarahan subkonjungtiva (-)
subkonjungtiva (-) pterigiujm pterigiujm (-) pinguekula (-)
(-) pinguekula (-)
Jernih, sensibilitas normal, Kornea Keruh (+), Infiltrate (+) ,
ulkus (-) perforasi (-) Arcus Ulkus (+)Arcus senilis (+)
senilis (+) tes placido tidak tes placido tidak dilakukan
dilakukan
Hiperemi (-) Sklera Hiperemi (+) atrofi (+)
Normal COA Hipopion (+)
Warna hitam kecoklatan, Iris Sde
Sentral, regular,  3 mm, Pupil Sde
reflek cahaya (+)
Jernih, tes Shadow (-) Lensa Sde

F. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 7,1 103/mm3
RBC : 4,5 108/mm3
HB : 13,7 g/dl
HCT : 42,0 %
PLT : 260 103/mm3
MCV : 93,3
MCH : 32,6 g/dl
MCHC: 32,6 g/dl
RDW : 14,5 %
Lym : 27,3 %
MXD : 6,8 %
Neu : 65,9%
- Kultur dengan spesimen cairan vitreus: Masih menunggu hasil
G. RESUME

Tn. C, 73 tahun, dengan keluhan mata kiri terasa nyeri sejak 3 minggu yang

lalu. Keluhan tersebut disertai dengan mata yang tampak merah, membengkak dan

kehilangan pengelihatan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak

sakit sedang, kesadaran composmentis. Tekanan darah : 140/90mmHg, nadi:

68x/menit, frekuensi napas: 20x/menit, suhu:36,5 C. Pada pemeriksaan kepala

didapatkan bentuk bulat, simetris, rambut tidak mudah dicabut. Pada pemeriksan mata

Oculi sinistra (OS) : visus: 0, Kedudukan: sentral, Pergerakan bola mata: sulit

dievaluasi, TIO : keras perpalpasi palpebra superior/ inferior: Edema dan Hiperemis,

konjungtiva: mix injection dan kemosis, kornea: keruh berisi infiltrate dan ulkus,

camera oculi anterior (COA): hipopion, iris: sulit dinilai, pupil: sulit dinilai, lensa:

sulit dinilai. Oculi dekstra (OD): visus: 6/24, kedudukan ,pergerakan bola mata,

palpebra, konjungtiva, kornea, skelera, COA, iris, pupil dan lensa : dalam batas

normal. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan adanya pembesaran KGB dan nyeri

tekan, inspeksi thorax simetris kiri dan kanan, Pada pemeriksaan jantung, paru,

abdomen dan ekstremitas dalam batas normal.

H. DIAGNOSA KLINIS

OS Endoftalmitis
I. PENATALAKSANAAN

- Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv

- Gentamisin 80 mg / 8 jam/ iv

- Analsik 3x1

- Giflox / 30 menit OS

- Thidim / 30 menit OS

- Tobro / 30 menit OS

- Sa 1% / 4 jam OS

- Injeksi sub conjungtiva Diflucan + Thidim /24 jam

J. PROGNOSI98

Dubia ad malam

K. Follow up

17 juli 2019
S : nyeri dan kabur pada mata kiri
O :
VOD : 6/24, VOS : 0, TIOD : N, TIOS : N+1
Segmen anterior OS :
Konjungtiva : injeksi mix, kemosis (+), sekret (+) purulen
Kornea : ulkus (+)
COA : Pus (+)
Iris/pupil/lensa/Segmen posterior OS :sde
Segmen anterior dan posterior OD : dalam batas normal
A : Endoftalmitis OS
P :
- Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv

- Gentamisin 80 mg / 8 jam/ iv

- Analsik 3x1

- Giflox / 30 menit OS
- Thidim / 30 menit OS

- Tobro / 30 menit OS

- Sa 1% / 4 jam OS

- Injeksi sub conjungtiva Diflucan + Thidim /24 ja

18 Juli 2019
S : nyeri dan kabur pada mata kiri
O :
VOD : 6/24, VOS :0, TIOD : N, TIOS : N+1
Segmen anterior OS :
Konjungtiva : injeksi mix (+), kemosis (+), sekret (+) purulen
Kornea : ulkus (+)
COA : Pus (+)
Iris/pupil/lensa/Segmen posterior OS :sde
Segmen anterior dan posterior OD : dalam batas normal
A :Endoftalmitis OS (Post injeksi intravitreal vancomicin dan ceftazidime)
P :
- Ceftriaxone 1 gr/ 12 jam/ iv

- Gentamisin 80 mg / 8 jam/ iv

- Analsik 3x1

- Giflox / 30 menit OS

- Thidim / 30 menit OS

- Tobro / 30 menit OS

- Sa 1% / 4 jam OS

- Injeksi sub conjungtiva Diflucan + Thidim /24 jam

L. DISKUSI

Dilaporkan sebuah kasus seorang laki-laki 73 tahun dengan keluhan utama

mata kiri nyeri dan tidak bisa melihat. Pasien ini didiagnosis Endoftalmitis OS.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan pemeriksaan fisik.


Dari anamnesis diketahui pasien mengeluh mata kiri merah dan nyeri disertai

dengan penurunan penglihatan. Pasien juga mengeluh semakin hari nyeri pada mata

kiri semakin bertambah dan mata kiri pasien akhirnya tidak dapat melihat lagi. Hal

ini sesuai dengan kebanyakan kasus endoftalmitis dimana sering dijumpai adanya

penurunan tajam penglihatan.3

Pasien mengaku bagian mata kiri yang berwarna hitam berubah menjadi

berwarna putih. Dari pemeriksaan fisik status oftalmologis kiri didapatkan visus = 0,

konjungtiva dan sklera hiperemis, kornea keruh dan terdapat hipopion. Hal ini sesuai

dengan gejala pada endoftalmitis. Endoftalmitis merupakan radang purulen pada

seluruh jaringan intraokuler, disertai dengan terbentuknya abses di dalam badan

kaca.3,4

Pada mata timbul gejala berupa mata sakit, merah, kelopak bengkak, refleks

fundus hilang akibat adanya nanah di dalam badan kaca. Tajam penglihatan sangat

menurun dan peningkatan TIO.Tekanan bola mata meningkat akibat massa supuratif

yang tertumpuk di dalam bola mata.3 Pada Endoftalmitis terjadi infiltrasi dari sel-sel

mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan

timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan

batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan

epitel dan timbullah ulkus.5

Pasien bekerja sebagai petani dan memiliki riwayat mata kiri pernah tertusuk

batang jagung sebelum akhirnya pasien tidak dapat melihat. Hal ini sesuai

kepustakaan Penyebab terjadinya endoftalmitis adalah faktor eksogen, karena dari

anamnesis yang dilakukan pasien mengaku ada riwayat trauma pada mata. bentuk

endoftalmitis yang paling sering dijumpai adalah endoftalmitis infeksi jamur yang

masuk bersama trauma tembus (eksogen).5


Pada pasien ini penyebab terjadinya endoftalmitis adalah faktor eksogen

karena dari anamnesis yang dilakukan pasien mengaku ada riwayat trauma pada

mata.

Penanganan untuk endoftalmitis adalah dengan terapi antibiotik dan terapi

suportif 1,2 . Terapi antibiotik yang diberikan adalah injeksi ceftriaxone 1 gr setiap

12 jam, dan Gentamisin 80mg setiap 8 jam. Selain itu sebagai anti nyeri diberikan

Analsik. Untuk obat tetes antibiotik diberikan giflox dan tobro setiap 30 menit.

Pasien diberikan injeksi subkonjungtiva berupa diflucan dan thidim setiap 24 jam

selama 5 hari.

Pasien pada kasus ini mempunyai prognosis dubia ad malam karena pasien

tersebut sudah mengalami kebutaan. Dengan terapi yang optimal sekalipun,

endoftalmitis memiliki prognosis yang buruk.4 Prognosis penderita endoftalmitis

tergantung dari kondisi imunitas penderita, durasi dari endoftalmitis, virulensi

bakteri, jangka waktu infeksi sampai penatalaksanaan. Pada kasus ini, prognosis

pasien dubia ad malam karena mengingat umur penderita yang sudah cukup tua.2
TINJAUAN PUSTAKA

ENDOFTALMITIS

A. PENDAHULUAN

Endoftalmitis termasuk kegawatdaruratan dalam bidang oftalmologi meskipun

bukan 5 besar penyebab terjadinya kebutaan. Endoftalmitis merupakan peradangan

berat dalam bola mata, biasanya akibat infeksi setelah trauma atau bedah atau endogen

akibat sepsis. Berbentuk radang supuratif di dalam rongga mata dan struktur didalamnya.

Peradangan supuratif didalam bola mata akan memberikan abses didalam badan kaca.

Penyebab endoftalmitis supuratif adalah kuman dan jamur yang masuk bersama trauma

tembus (eksogen) atau sistemik melalui peredaran darah (endogen).1,2,3

Endoftalmitis jarang ditemukan namun merupakan komplikasi yang

membahayakan. Endoftalmitis sering terjadi setelah trauma pada mata termasuk setelah

dilakukannya operasi mata yang merupakan faktor risiko masuknya mikroorganisme ke

dalam mata. Mikroorganisme ini menyebabkan infeksi intraokuler yang disebut

endoftalmitis.1,2

Diagnosis endoftalmitis selalu berdasarkan kondisi klinis. Ini biasanya ditandai

dengan edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion atau eksudat pada COA.

Visus menurun bahkan dapat menjadi hilang. Karena hasil pengobatan akhir sangat

tergantung pada diagnosis awal, maka penting untuk melakukan diagnosis sedini
mungkin. Pengobatan bukan untuk mengobati visusnya, karena visus tidak dapat

diperbaiki lagi. Cara yang paling muktahir dalam pengobatan endoftalmitis adalah

dengan melakukan vitrektomi atau Eviserasi.1,2

B. ANATOMI dan FISIOLOGI VITREOUS HUMOUR


Vitreous humour atau badan kaca menempati daerah belakang lensa. Struktur ini
merupakan gel transparan yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), sedikit kolagen, dan
molekul asam hialuronat yang sangat terhidrasi. Badan vitreous mengandung sangat
sedikit sel yang menyintesis kolagen dan asam hialuronat. Berfungsi mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan
badan vitreous akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftamoskopi.8

Gambar 1 anatomi penampang sagital bola mata

C. DEFENISI
Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, biasanya akibat
infeksi setelah trauma atau bedah, atau endogen akibat sepsis. Berbentuk radang
supuratif di dalam rongga mata dan struktur di dalamnya peradangan supuratif di
dalam bola mata akan memberikan abses di dalam badan kaca.9
D. ETIOLOGI
 Endoftalmitis Endogen Endoftalmitis endogen terjadi akibat penyebaran bakteri,

jamur atau parasit dari fokus infeksi di dalam tubuh yang menyebar secara

hematogen atau akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya endocarditis.

 Endoftalmitis Eksogen Endoftalmitis eksogen dapat terjadi akibat trauma

tembus, infeksi sekunder dan komplikasi yang terjadi pada tindakan pembedahan

yang membuka bola mata. Bakteri yang sering merupakan penyebab adalah

stafilokok, streptokok, pneumokok, pseudomonas, dan basil sublitis.

 Endoftalmitis Fakoanafilaktik Endoftalmitis fakoanalitik merupakan

endoftalmitis unilateral atau bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomatosa

terhadap lensa yang mengalami ruptur. Merupakan suatu penyakit autoimun

terhadap jaringan tubuh, tidak mengenal jaringan lensa yang tidak terletak di

dalam kapsul. Tubuh membentuk antibodi terhadap lensa sehingga terjadi reaksi

antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala endotalmitis fakoanafilaktik.9

E. EPIDEMIOLOGI

Endophthalmitis endogen jarang terjadi, hanya terjadi pada 2-15% dari semua

kasus endophthalmitis. Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien

yang dirawat. Dalam beberapa kasus, mata kanan dua kali lebih mungkin terinfeksi

sebagai mata kiri, mungkin karena lokasinya yang lebih proksimal untuk

mengarahkan aliran darah ke arteri karotid kanan. Sejak tahun 1980, infeksi Candida

dilaporkan pada pengguna narkoba suntik telah meningkat. Jumlah orang yang

beresiko mungkin meningkat karena penyebaran AIDS, sering menggunakan obat

imunosupresif, dan lebih banyak prosedur invasif (misalnya, transplantasi sumsum

tulang).
Sebagian besar kasus endophthalmitis eksogen (sekitar 60%) terjadi setelah

operasi intraokular. Ketika operasi merupakan penyebab timbulnya infeksi,

endophthalmitis biasanya dimulai dalam waktu 1 minggu setelah operasi. Di Amerika

Serikat, endophthalmitis postcataract merupakan bentuk yang paling umum, dengan

sekitar 0,1-0,3% dari operasi menimbulkan komplikasi ini, yang telah meningkat

selama beberapa tahun terakhir. Walaupun ini adalah persentase kecil, sejumlah besar

operasi katarak yang dilakukan setiap tahun memungkinkan untuk terjadinya infeksi

ini lebih tinggi.

Post traumatic Endophthalmitis terjadi pada 4-13% dari semua cedera

penetrasi okular. Insiden endophthalmitis dengan cedera yang menyebabkan perforasi

pada bola mata di pedesaan lebih tinggi bila dibandingkan dengan daerah perkotaan.

Keterlambatan dalam perbaikan luka tembus pada bola mata berkorelasi dengan

peningkatan resiko berkembangnya endophthalmitis. Kejadian endophthalmitis yang

disebabkan oleh benda asing intraokular adalah 7-31%. 10

F. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan

ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Dalam endophthalmitis

endogen, mikroorganisme yang melalui darah menembus sawar darah-mata baik oleh

invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium

vaskular yang disebabkan oleh substrat yang dilepaskan selama infeksi. Kerusakan

jaringan intraokular dapat juga disebabkan oleh invasi langsung oleh mikroorganisme

dan atau dari mediator inflamasi dari respon kekebalan.

Endophthalmitis dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris,

retina, atau koroid. Hal ini juga dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular,

mengarah kepada eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan
dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap prosedur operasi yang mengganggu

integritas bola mata dapat menyebabkan endophthalmitis eksogen.10

Secara rinci, patofisiologi dari endoftalmitis dapat diakibatkan dengan mekanisme

sebagai berikut11 :

1. Endoftalmitis Eksogen

Infeksi purulent yang terjadi disebabkan karena infeksi eksogen yang diikuti

oleh cedera yang mengakibatkan perforasi, perforasi dari ulkus kornea yang

terinfeksi atau akibat infeksi luka post-operasi diikuti oleh operasi intraokuler.

Organisme yang biasanya terdapat pada konjungtiva, palpebra atau pada alis mata

biasanya merupakan penyabab pada endoftalmitis post-operatif. Sebagian besar

kasus dari endoftalmitis eksogen terjadi paska operasi atau setelah trauma

terhadap mata. Bakteri gram positif merupakan penyabab utama, dengan angka

kejadian hampir 90% dari setiap kasus dan merupakan flora normal dari

konjungtiva.

2. Endoftalmitis Endogen

Dalam endophthalmitis endogen, mikroorganisme yang melalui darah (terlihat

pada pasien yang bacteremic dalam situasi seperti endokarditis) menembus sawar

darah-mata baik oleh invasi langsung (misalnya, emboli septik) atau oleh

perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh substrat yang

dilepaskan selama infeksi. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan

oleh invasi langsung oleh mikroorganisme dan / atau dari mediator inflamasi dari

respon kekebalan. Hal-hal bakteremia tersebut dapat terjadi pula pada infeksi

caries gigi dan perperal sepsis.


Individu yang mempunyai faktor resiko menjadi endoftalmitis endogen

biasanya memiliki faktor komorbid seperi diabetes mellitus, gagal ginjal gangguan

katup jantung, SLE, AIDS, leukemia dan kondisi keganasan lainya. Prosedur

invasif dapat menyebabkan bakteremia seperti hemodialisis, kateter urin,

endoskopi gastrointestinal, tindakan kedokteran gigi juga dapat menyebabkan

endoftalmitis. Infeksi jamur dapat terjadi sampai dengan 50% pada semua kasus

endoftalmitis endogen, C.albicans merupakan salah satu patogen yang tersering.

Pada penyebab bakteri, S.aureus merupakan bakteri gram positif yang biasanya

diikuti oleh penyakit sistemik yang kronis, seperti diabetes mellitus atau gagal

ginjal.9,10

G. MANIFESTASI KLINIK

Gambar 2. Endoftalmitis

Dalam menegakkan diagnosis, anamnesis dan pemeriksaan fisik merupakan

modal utama bagi seorang dokter umum untuk meneggak diagnosis. Pada anamnesis,

dapat ditemukan gejala sebagai berikut10 :

 Endoftalmitis bakteri biasanya menimbulkan gejala berupa nyeri yang akut,

kemerahan pada mata, pembengkakan, dan penurunan visus. Pada beberapa bakteri

(misalnya, Propionibacterium acnes) dapat menyebabkan radang kronis dengan


gejala ringan. Organisme ini adalah flora kulit yang khas dan biasanya masuk pada

saat operasi intraokular.

 Endophthalmitis jamur akan menimbulkan gejala selama beberapa hari sampai

minggu. Gejala sering penglihatan kabur, rasa nyeri, dan penurunan visus. Riwayat

trauma tembus dengan tanaman atau benda asing yang terkontaminasi dengan tanah

mungkin sering diperoleh. Individu dengan infeksi Candida akan timbul demam

tinggi, disusul beberapa hari kemudian dengan gejala okular. Demam persistent yang

tidak diketahui dapat dikaitkan dengan infeksi jamur.

 Riwayat operasi mata, trauma mata, atau bekerja dalam industri sering ditemukan.

Dalam kasus endophthalmitis pascaoperasi, infeksi paling sering terjadi setelah

pembedahan (misalnya, pada minggu pertama), tetapi mungkin terjadi bulan atau

tahun kemudian seperti dalam kasus P.acnes.11

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan dari pemeriksaan visus, inspeksi struktur luar

mata, ophthalmoscope, pemeriksaan fundus dan pemeriksaan slit lamp. Pemeriksaan fisk

yang dapat ditemukan pada pasien dengan endoftalmitis diantaranya adalah :

 Kelopak mata bengkak dan eritema

 Konjungtiva tampak chemosis

 Kornea edema, keruh, tampak infiltrate

 Hypopion (lapisan sel-sel inflamasi dan eksudat di camera oculi anterior)

 Iris odem dan keruh

 Pupil tampak “yellow reflex” akibat eksudat purulent pada corpus vitreum

 Eksudat pada vitreus


 TIO meningkat atau menurun.TIO meningkat pada fase awal, namun pada

kasus yang berat, prosesus siliaris mungkin dapat mengalami kerusakan dan

mengakibatkan penurunan tekanan intraokuler.

 Tepi luka menjadi berwarna kuning atau nekrosis11

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Karena endophtalmitis adalah penyakit yang serius dan menyebabkan

gangguan penglihatan, maka harus dapat diagnosa dini dan dilakukan

penatalaksanaan yang tepat untuk mencegah terjadinya kebutaan yang merupakan

resiko yang paling ditakuti. Prosedur diagnosis yang harus dilakukan adalah :

 Ophthalmological evaluation

 Pemeriksaan tajam penglihatan

 Tonometri untuk memeriksa tekanan bola mata

 Pemeriksaan funduskopi

 Memeriksa kedua mata dengan slit lamp biomicroscopy2,3

I. KLASIFIKASI ENDOFTALMITIS

1. Endoftalmitis Eksogen

1.a Endoftalmitis Post-operatif akut

a. Endoftalmitis Akut Pasca Bedah Katarak

Merupakan bentuk yang paling sering dari endoftalmitis, dan hampir selalu

disebabkan oleh infeksi bakteri. Tanda-tanda infeksi dapat muncul dalam waktu

satu sampai dengan enam minggu dari operasi. Namun, dalam 75-80% kasus

muncul di minggu pertama pasca operasi. Sekitar 56-90% dari bakteri yang

menyebabkan endoftalmitis akut adalah gram positif, dimana yang paling sering

adalah Staphylococcus epidermis, Staphylococcus aureus dan Streptococcus. Pada

pasien dengan endoftalmitis akut pasca operasi biasa ditemui Injeksi silier,
hilangnya reflek fundus, hipopion, pembengkakan kelopak mata, fotofobia,

penurunan visus dan kekeruhan vitreus.12,13

b Endoftalmitis Pasca Operasi Filtrasi Antiglaukoma


Diantara semua kasus endoftalmitis pasca operasi, komplikasi ini terjadi

pasca operasi filtrasi antiglaukoma yang terjadi sebanyak 10% dari kasus. Dari

total jumlah kasus dengan operasi filtrasi antiglaukoma, endoftalmitis terjadi

dalam persentase yang sama seperti di Katarak (0,1%). Trabeculectomy dan

trepanotrabeculectomy, sebagai metode yang tersering, membentuk filtrasi

fistula yang mengarahkan cairan ke ruang bawah konjungtiva. Akumulasi cairan

ini memungkinkan menjadi tempat peradangan yang dapat disebabkan oleh

inokulasi bakteri selama operasi, atau bisa terjadi selama periode pasca operasi.

Tanda-tanda endoftalmitis muncul empat minggu setelah operasi pada 19%

pasien, atau bahkan kemudian dalam sebagian besar kasus. Infeksi juga dapat

terjadi satu tahun berikutnya setelah operasi. Manfestasi klinis yang terjadi sangat

mirip dengan salah satu endoftalmitis akut dengan tanda-tanda kumpulan pus di

tempat akumulasi cairan dan kerusakan nekrotik dari sclera sebagai konsekuensi

dari efek toksik. Bakteri penyebab paling umum adalah jenis Streptococcus dan

Staphylococcus aureus, disamping itu Haemophilus influenza juga menjadi salah

satu penyebabnya.13,14

1.b Endoftalmitis Post-operatif kronis

a. Endoftalmitis Pseudofaki Kronik


Endoftalmitis pseudofaki kronik biasanya berkembang empat minggu hingga
enam minggu. Biasanya, keluhan pasien ringan dengan tanda-tanda mata merah,
penurunan ketajaman visus dan adanya fotofobia. Sedangkan tanda-tanda yang
dapat ditemui yaitu adanya eksudat serosa dan fibrinous dari berbagai derajat
dapat diamati, dihubungkan dengan adanya hipopion dan tanda-tanda moderat
dari kekeruhan dan opacity dalam vitreous body.
Salah satu yang khas dari endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya plak
kapsul putih dan secara proporsional tingkat kekeruhan badan vitreous yang lebih
rendah dibandingkan dengan endophthalmitis akut. Hal ini dianggap bahwa
penyebab endoftalmitis pseudofaki kronik adalah adanya beberapa bakteri yang
memiliki virulensi rendah, dengan tanda-tanda inflammation yang berjalan
lambat. Frekuensi paling sering yang menjadi penyebab dari chronic
endiphthalmitis adalah Propionibacterium acnes dan Corynebacterium
species.13,14

Gambar.Endoftalmitis Pseudofaki Kronik

1.c Endoftalmitis Post-traumatik


a. Endoftalmitis Pasca Trauma
Setelah terjadinya cedera mata, endoftalmitis terjadi dalam persentase tinggi
(20%), terutama jika cedera ini terkait dengan adanya benda asing intraokular.
Dengan temuan klinis berupa luka perforasi, infeksi berkembang sangat cepat.
Tanda-tanda infeksi biasanya berkembang segera setelah cedera, tapi biasanya
diikuti oleh reaksi post-traumatic jaringan mata yang rusak. Informasi yang
sangat penting dalam anamnesis adalah apakah pasien berasal dari lingkungan
pedesaan atau perkotaan, cedera di lingkungan pedesaan lebih sering diikuti oleh
endoftalmitis (30%) dibandingkan dengan pasien dari lingkungan perkotaan.
(11%). Secara klinis, Endoftalmitis pasca-trauma ditandai dengan rasa sakit,
hiperemi ciliary, gambaran hipopion dan kekeruhan pada vitreous body. Dalam
kasus endoftalmitis pasca-trauma, agen causative paling umum adalah bakteri
dari kelompok Bacillus dan Staphylococcus. Dalam Endoftalmitis post-traumatik,
khususnya dengan masuknya benda asing, sangat penting untuk dilakukan
vitrekomi sesegera mungkin, dengan membuang benda asing intraokular dan
aplikasi terapi antibiotik yang tepat.14

2. Endoftalmitis Endogen
2.a Endoftalmitis Bakterial
Pada bentuk endoftalmitis ini tidak ada riwayat operasi mata ataupun trauma
mata. Biasanya ada beberapa penyakit sistemik yang mempengaruhi, baik melalui
penurunan mekanisme pertahanan host atau adanya fokus sebagai tempat potensial
terjadinya infeksi. Dalam kelompok ini penyebab tersering adalah; adanya
septicaemia, pasien dengan imunitas lemah, penggunaan catethers dan Kanula
intravena kronis. Agen bakteri yang biasanya menyebabkan endoftalmitis endogen
adalah Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan spesies Streptococcus. Namun,
agen yang paling sering menyebabkan Endoftalmitis endogen adalah jamur (62%),
gram positive bakteri (33%), dan gram negatif bakteri dalam 5% dari kasus. 14

Gambar .Endoftalmitis Endogen

2.b Fungal endoftalmitis


Fungal endoftalmitis dapat berkembang melalui mekanisme endogen setelah
beberapa trauma atau prosedur bedah dengan inokulasi langsung ke ruang anterior
atau vitreous body, atau transmisi secara hematogen dalam bentuk candidemia. Tidak
seperti fungal chorioretinitis yang disebabkan oleh kandidiasis, yang disertai dengan
tanda peradangan minimal pada vitreous body, fungal endoftalmitis merupakan
penyakit serius dengan karakteristik tanda-tanda endoftalmitis akut.13,14
Gambar . Fungal Endoftalmitis

J. DIAGNOSIS BANDING
Panoftalmitis

Panoftalmitis merupakan peradangan seluruh bola mata termasuk sklera dan


kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses. Infeksi kedalam bola mata
dapat melalui peredaran darah (endogen) atau perforasi bola mata dan akibat tukak
kornea perforasi (eksogen).
Umumnya pasien datang dengan keluhan demam, sakit kepala dan kadang-
kadang muntah, rasa nyeri, mata merah, kelopak mata bengkak atau edem, serta
terdapat penurunan tajam penglihatan. Pada pemeriksaan fisik dapata ditemukan
injeksi konjungtiva dan siliar yang hebat, chemosis konjungtiva selalu ada dan kornea
tampak keruh. Pupil mengecil permanen, pada COA sering terdapat hipopion dan
adanya peningkatan tekanan intraokuler. Oleh karena adanya radang pada kapsul
tenon akan mengakibatkan terbatasnya gerakan bola mata. Bila panoftalmitis akibat
bakteri maka perjalanan penyakit cepat dan berat, sedang bila akibat jamur perjalanan
penyakit perlahan-lahan dan gejala terlihat beberapa minggu setelah infeksi.
Pengobatan panoftalmitis ialah dengan antibiotic dosis tinggi dan bila gejala
radang sangat berat dilakukan segera eviserasi isi bola mata. Penyulit panoftalmitis
dapat membentuk jaringan granulasi disertai vaskularisasi dari koroid. Panoftalmitis
dapat berakhir dengan terbentuknya jaringan fibrosis yang akan mengakibatkan ftisis
bulbi.1

K. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana endoftalmitis dilakukan di ruang gawat darurat. Jika telah
didiagnosis atau diduga kuat endoftalmitis, pasien harus dirujuk segera ke spesialis
mata untuk evaluasi lebih lanjut. Tatalaksana diberikan berdasarkan penyebab
endoftalmitis. Pada endoftalmitis endogen, terapi antibiotik yang tepat adalah kunci
keberhasilan tatalaksana. Endoftalmitis endogen responsif terhadap pemberian
antibiotik intravena, sedangkan pada endoftalmitis eksogen tidak selalu perlu
diberikan antibiotik. Antibiotik sistemik juga diberikan untuk membunuh fokus
infeksi yang jauh dan mencegah berlanjutnya bakteremia, dengan demikian
mengurangi kemungkinan endoftalmitis pada mata lainnya. Terapi parenteral tidak
diperlukan pada endoftalmitis pasca operasi kecuali ada bukti infeksi di luar bola
mata. Pada endoftalmitis bentuk lain, perlu diberikan antibiotik spektrum luas bila
kultur positif.8
Antibiotik empirik spektrum luas yang digunakan adalah vankomisin dan
aminoglikosida atau sefalosporin generasi tiga. Sefalosporin generasi tiga mampu
mempenetrasi jaringan okular dan efektif terhadap bakteri Gram negatif.
Injeksi antibiotik intravena telah merevolusi tatalaksana endoftalmitis eksogen
namun pada kasus endoftalmitis endogen, keefektifannya masih kontroversial.
Demikian juga intervensi bedah, seperti vitrektomi, dilakukan pada endoftalmitis
pasca operasi dan pasca trauma tapi kegunaannya pada kasus endogen diperdebatkan.
Sumber infeksi dapat digunakan sebagai pedoman pemilihan antibiotik. Pada
kasus dengan riwayat infeksi gastrointestinal atau genitourinaria, antibiotik pilihannya
adalah sefalosporin generasi dua atau tiga dan aminoglikosida. Vankomisin digunakan
untuk penyalahguna obat untuk mengatasi kemungkinan infeksi Bacillus. Bila sumber
infeksinya diperkirakan luka, digunakan oksasilin atau sefalosporin generasi pertama.
Jika anamnesis pasien, pewarnaan, atau kultur mengarah pada infeksi jamur, rejimen
obat harus menyertakan amfoterisin B, flukonazol, atau itrakonazol.
Intervensi bedah disarankan terutama untuk pasien yang terinfeksi organisme
virulen, visus 20/400 atau kurang, atau keterlibatan vitreus berat. Kadang
endoftalmitis posterior difus atau panoftalmitis menyebabkan kebutaan meski telah
ditatalaksana dengan baik, namun vitrektomi dan antibiotik intravitreal mencegah
atrofi okular atau keharusan enukleasi.
Beberapa kerusakan berhubungan dengan mediator inflamasi. Steroid seperti
deksametason diberikan intravitreal, meskipun perannya belum jelas. Secara empiris,
steroid topikal diberikan pada pasien dengan endoftalmitis fokal anterior atau difus
untuk mencegah komplikasi seperti glaukoma dan sinekiae.8

Pada kasus-kasus yang sudah berat biasanya diperlukan penatalaksanaan


secara operatif seperti :
1. Virectomy
Vitrectomy adalah tindakan bedah dalam terapi endophthalmitis. Bedah
debridemen rongga vitreous terinfeksi menghilangkan bakteri, sel-sel
inflamasi, dan zat beracun lainnya untuk memfasilitasi difusi vitreal, untuk
menghapus membran vitreous yang dapat menyebabkan ablasio retina, dan
membantu pemulihan penglihatan. Endophthalmitis vitrectomy Study (EVS)
menunjukkan bahwa di mata dengan akut endophthalmitis operasi postcataract
dan lebih baik dari visi persepsi cahaya. Vitrectomy juga memainkan peran
penting dalam pengelolaan endoftalmitis yang tidak responsif terhadap terapi
medikamentosa.6,7
2. Enukleasi
Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola
mata dengan melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam
rongga orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot penggerak mata,
saraf optik dan melepaskan conjungtiva dari bola mata. Enukleasi bulbi
biasanya dilakukan pada keganasan intraokular, mata yang dapat
menimbulkan oftalmia simpatika, mata yang tidak berfungsi dan memberikan
keluhan rasa sakit, endophthalmitis supuratif dan pthisis. Biasanya pasien
setelah enukleasi bulbi diberi mata palsu atau protesis.

L. PENCEGAHAN
 Pencegahan endoftalmitis meliputi kebiasaan hidup yang baik sehingga terhindar
dari mikroorganisme yang pathogen.

 Jika pernah mengalami operasi katarak, pencegahan resiko terjadinya infeksi


dengan cara mengikuti instruksi dokter tentang perawatan mata setelah operasi dan
juga kontrol yang teratur ke dokter mata untuk mengetahui perkembangan
perbaikan mata setelah operasi.

 Untuk mencegah endoftalmitis yang disebabkan karena trauma mata, gunakan


pelindung mata di tempat kerja dan saat berolahraga berat. Kacamata pelindung
atau helm dapat melindungi dari terjadinya trauma pada mata di tempat kerja.9
M. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah meluasnya peradangan sehingga
mengenai ketigalapisan mata (retina, koroid, sklera) dan badan kaca sehingga
terjadilah panoftalmitis. Selain itu komplikasi lainnya dapat berupa vitreous
hemoragik, endoftalmitis rekuren, ablasio retina, dan glaukoma sekunder.9

N. PROGNOSIS
Prognosis endoftalmitis bervariasi tergantung pada tingat keparahan infeksi,
organisme yang terlibat dan jumlah kerusakan mata menopang dari peradangan dan
jaringan parut. Kasus ringan endoftalmitis dapat memiliki hasil visual yang sangat
baik. Kasus yang parah dapat menyebabkan tidak hanya dalam kehilangan
penglihatan, tapi akhirnya hilang seluruh mata. Fungsi penglihatan pada pasien
endoftalmitis sangat tergantung pada kecepatan diagnosis dan tatalaksana.
Prognosisnya sangat bervariasi tergantung penyebab. Prognosis endoftalmitis sangat
buruk terutama bila disebabkan jamur atau parasit. Faktor prognosis terpenting adalah
visus pada saat diagnosis dan agen penyebab. Prognosis endoftalmitis endogen secara
umum lebih buruk dari eksogen karena jenis organisme yang menyebabkan
endoftalmitis endogen biasanya lebih virulen.10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam: Ilmu


Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009: Hal 175-176

2. Christiana. Endoftalmitis. Available at: http://cpddokter.com/


home/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1661: Accesed 2015,
September 5.

3. Rooseno, D. Endoftalmitis. Available at: http://www.scribd.com/


doc/44504681/endoftalmitis. Accesed 2015, September 5.

4. Ehlers, J., Shah, C,. Postoperative endophtalmitis. Dalam: The Wills Eye Manual.
Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Disease. Fifth
Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins; 2005.

5. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Bagian Ilmu Penyakit Mata : Fakultas
kedokteran Gadjah Mada. Yogyakarta ED 1st. 2007

6. Isiantoro, H., Gan, V. Amnioglikosid. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.


Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2007: Hal. 705-717

7. Suherman, S., Ascobat, P. Adrenokortikotropin, adrenokortikosteroid, analog-sintetik


dan antagonisnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Indonesia; 2007: Hal.496-516.

8. Radnansuk. Bedah Mata. Available at http://pinter-sains.blogspot.com/2010/10/mata-


bagian-1.html?m=1. Accesed 2015, september 8

9. Ilyas HS. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai penerbit
2010.h..175-7.

10. Kalamalarajah S, Silvestri G, Sharma N. Surveillance of endophthalmitis following


cataract surgery in the UK. Eye 2004; 18:6: 580-7.

11. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers 2007.346-
352.
12. Ojaimi Elvis and David T Wong. Endophthalmitis, Prevention and
Treatment.University of Toronto.2013

13. Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute
endophthalmitis after cataract surgery: a population-based study. Ophthalmology
2009;116(3):425-30.

14. Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study of
endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal wounds. Am J
Ophtalmol 2003; 136: 300-5.

Anda mungkin juga menyukai