Anda di halaman 1dari 29

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ROEMANI

MUHAMMADIYAH
NO : B-1.8/507/RSR/III/2019

PEDOMAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN


PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
NOMOR :B-1.8/507/RSR/III/2019
TENTANG
PEDOMAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN

BISMILLAHIRRAHMAANIRROHIIM
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH

Menimbang : a. bahwa upaya membuat pasien terlibat dalam pengambilan keputusan


dalam proses asuhan/tindakan adalah dengan jalan memberikan
persetujuan (consent).
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagimana dimaksud pada huruf a
perlu menetapkan peraturan direktur Rumah Sakit Roemani
Muhammadiyah tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
4. Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Semarang
Nomor 16/KEP/III.0/D/2018 tentang Pengangkatan Direksi Rumah
Sakit Roemani Muhammadiyah.

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ROEMANI
MUHAMMADIYAH TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN
TINDAKAN KEDOKTERAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :
1) Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.
2) Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu kandung, anak-anak kandung,
saudara-saudara kandung atau pengampunya.
3) Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang selanjutnya disebut tindakan kedokteran
adalah suatu tindakan medis berupa preventif, diagnostik, terapeutik, atau rehabilitatif
yang dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
4) Tindakan invasif adalah suatu tindakan medis yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh pasien.
5) Tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi adalah tindakan medis yang
berdasarkan tingkat probabilitas tertentu, dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan.
6) Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
7) Pasien yang kompeten adalah pasien dewasa atau bukan anak menurut peraturan
perundang-undangan atau telah/pernah menikah, tidak terganggu kesadaran fisiknya,
mampu berkomunikasi secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat
keputusan secara bebas.

BAB II
PERSETUJUAN DAN PENJELASAN
Bagian Kesatu
Persetujuan
Pasal 2
1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis
maupun lisan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.

Pasal 3
1) Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2) Tindakan kedokteran yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud
padaayat (1) dapat diberikan dengan persetujuan lisan.
3) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam bentuk
pernyataan yang tertuang dalam formulir khusus yang dibuat untuk itu.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan dalam bentuk ucapan
setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai
ucapan setuju.
5) Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dianggap meragukan, maka dapat dimintakan persetujuan tertulis.

Pasal 4
1) Dalam keadaan gawat darurat, untuk menyelamatkan jiwa pasien dan/atau mencegah
kecacatan tidak diperlukan persetujuan tindakan kedokteran.
2) Keputusan untuk melakukan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diputuskan oleh dokter atau dokter gigi dan dicatat di dalam rekam medik.
3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin kepada pasien
setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat.

Pasal 5
1) Persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan sebelum dimulainya tindakan.
2) Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan.
3) Segala akibat yang timbul dari pembatalan persetujuan tindakan kedokteran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab yang
membatalkan persetujuan.
Pasal 6
Pemberian persetujuan tindakan kedokteran tidak menghapuskan tanggung gugat
hukum dalam hal terbukti adanya kelalaian dalam melakukan tindakan kedokteran yang
mengakibatkan kerugian pada pasien.

Bagian Kedua
Penjelasan
Pasal 7
1) Penjelasan tentang tindakan kedokteran harus diberikan langsung kepada
pasiendan/atau keluarga terdekat, baik diminta maupun tidak diminta.
2) Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan
kepada keluarganya atau yang mengantar.
3) Penjelasan tentang tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-
kurangnya mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan.

Pasal 8
1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi :
a. Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut;
b. Diagnosis penyakit, atau dalam hal belum dapat ditegakkan, maka sekurang-
kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding;
c. Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukannya tindakan
kedokteran;
d. Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan.
2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi :
a. Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif, diagnostik,
terapeutik, ataupun rehabilitatif.
b. Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan sesudah
tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin terjadi.
c. Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan
tindakan yang direncanakan.
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing alternatif
tindakan.
e. Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan darurat
akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga lainnya.
3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua risiko dan
komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang dilakukan, kecuali:
a. Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum.
b. Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau yang dampaknya sangat
ringan.
c. Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya (unforeseeable).
4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a. Prognosis tentang hidup-matinya (ad vitam).
b. Prognosis tentang fungsinya (ad functionam).
c. Prognosis tentang kesembuhan (ad sanationam).

Pasal 9
1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 harus diberikan secara lengkap
dengan bahasa yang mudah dimengerti atau cara lain yang bertujuan untuk
mempermudah pemahaman.
2) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dan didokumentasikan dalam
berkas rekam medis oleh dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan
mencantumkan tanggal, waktu, nama, dan tanda tangan pemberi penjelasan dan
penerima penjelasan.
3) Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan tersebut dapat merugikan
kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan penjelasan, maka dokter
atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan tersebut kepada keluarga terdekat
dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi.

Pasal 10
1) Penjelasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan oleh dokter atau dokter gigi
yang merawat pasien atau salah satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang
merawatnya.
2) Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada
dokter atau dokter gigi lain yang kompeten.
3) Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan
kewenangannya.
4) Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tenaga
kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada pasien.

Pasal 11
1) Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang
akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan.
2) Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan dasar daripada persetujuan.

Pasal 12
1) Perluasan tindakan kedokteran yang tidak terdapat indikasi sebelumnya, hanya dapat
dilakukan untuk menyelamatkan jiwa pasien.
2) Setelah perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan,
dokter atau dokter gigi harus memberikan penjelasan kepada pasien atau keluarga
terdekat.

BAB III
YANG BERHAK MEMBERIKAN PERSETUJUAN
Pasal 13
1) Persetujuan diberikan oleh pasien yang kompeten atau keluarga terdekat.
2) Penilaian terhadap kompetensi pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh dokter pada saat diperlukan persetujuan

BAB IV
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS
Pasal 14
1) Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup (withdrawing/withholding lifesupport)
pada seorang pasien harus mendapat persetujuan keluarga terdekat pasien.
2) Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan
dari tim dokter yang bersangkutan.
3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan secara tertulis.

Pasal 15
Dalam hal tindakan kedokteran harus dilaksanakan sesuai dengan program pemerintah di
mana tindakan medik tersebut untuk kepentingan masyarakat banyak, maka persetujuan
tindakan kedokteran tidak diperlukan.

BAB V
PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN
Pasal 16
1) Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan/atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
2) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
secara tertulis.
3) Akibat penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi
tanggungjawab pasien.
4) Penolakan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
memutuskan hubungan dokter dan pasien.

BAB VI
TANGGUNG JAWAB
Pasal 17
1) Pelaksanaan tindakan kedokteran yang telah mendapat persetujuan menjadi
tanggungjawab dokter atau dokter gigi yang melakukan tindakan kedokteran.
2) Sarana pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan persetujuan tindakan
kedokteran.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan

Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal7 Rajab1440 H
14Maret 2019 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran selesai disusun.
Dengan harapan adanya Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran ini, pelaksanaan
pelayanan baik ke masyarakat, pasien dan keluarga, antar Profesional Pemberi Asuhan
serta antar unit atau bagian di rumah sakit dapat dilakukan lebih optimal.
Terima kasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada Direktur RS Roemani
Muhammadiyah yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam pembuatan
dokumen ini, serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah dan
akan berpartisipasi aktif dalan pelaksanaan penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi
pedoman ini.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, Maret 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Peraturan Direktur Utama RS Roemani Muhammadiyah


Kata Pengantar .................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II RUANG LINGKUP ............................................................................................... 3
A. Waktu Memperoleh Informed Consent .............................................................. 3
B. Tindakan yang Memerlukan Informed Consent ................................................. 3
BAB III TATA LAKSANA ............................................................................................... 4
A. Penjelasan dan Persetujuan Tindakan Kedokteran ............................................ 4
B. Pihak yang Memberikan Persetujuan ................................................................. 7
C. Ketentuan pada Situasi Khusus .......................................................................... 8
D. Penolakan Tindakan Kedokteran ....................................................................... 8
E. Penundaan Persetujuan ....................................................................................... 9
F. Pembatalan Persetujuan yang Telah Diberikan .................................................. 9
G. Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran .................................................... 10
BAB IV DOKUMENTASI................................................................................................. 11
BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 12
LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT ROEMANI MUHAMMADIYAH
NOMOR : B-1.8/507/RSR/III/2019
TENTANGPEDOMAN PERSETUJUAN
TINDAKAN KEDOKTERAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu dasar moral dari adanya suatu persetujuan tindakan kedokteran adalah
menghormati martabat manusia (respect for person), yang mana setiap individu (pasien)
harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan
nasib sendiri). Pasien sendirilah yang berhak menentukan apa yang boleh dilakukan
terhadap dirinya.
Seperti diketahui bersama bahwa tindakan kedokteran dapat berupa preventif,
diagnostik, terapeutik, dan rehabilitatif. Persetujuan tindakan kedokteran telah diatur
dalam UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada Pasal 45 ayat (1) sampai
dengan ayat (6) dan dalam Permekes No. 290/Menkes/ Per/III/2008 tentang persetujuan
tindakan kedokteran. Dengan adanya UU dan Permenkes yang mengatur tentang
Persetujuan tindakan kedokteran, maka setiap tenaga medik wajib melaksanakannya.
Tentu saja, persetujuan yang diberikan oleh pasien terjadi setelah pasien mendapatkan
penjelasan yang diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran tersebut. Persetujuan
yang diberikan pasien dapat secara tertulis maupun tidak tertulis.
Persetujuan tidak tertulis dapat diberikan dalam bentuk ucapan setuju atau bentuk
gerakan menganggukkan kepala yang dapat diartikan sebagai ucapan setuju. Namun
apabila persetujuan lisan yang diberikan dianggap meragukan maka dapat dimintakan
persetujuan secara tertulis.

B. Tujuan
Tujuan Umum
Sebagai panduan dalam pelaksanaan pelayanan di RS Roemani Muhammadiyah yang
berkaitan dengan persetujuan tindakan kedokteran.
Tujuan Khusus
1. Menghargai hak pasien dan keluarganya dalam segala tindakan kedokteran yang
akan dilakukan.
2. Melaksanakan persetujuan tindakan kedokteran sesuai dengan undang-udang,
budaya dan adat-istiadat yang berlaku.
3. Sebagai dasar dalam pendokumentasian persetujuan tindakan kedokteran.
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Waktu memperoleh Informed Consent


lnformed consent dapat diperoleh pada berbagai waktu dalam proses pelayanan.
Misalnya, ketika pasien masuk rawat inap dan sebelum suatu tindakan atau
pengobatan tertentu yang berisiko tinggi.

B. Tindakan yang Memerlukan Informed Consent


1. Tindakan operasi atau prosedur invasif.
2. Anestesi (termasuk sedasi yang moderat dan dalam).
3. Penggunaan darah atau produk darah.
4. Tindakan dan pengobatan lain yang berisiko tinggi.
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penjelasandan Persetujuan Tindakan Kedokteran


Dalam menetapkan dan persetujuan tindakan kedokteran harus memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya
memberikan informasi dan penjelasan adalah kewajiban dokter atau dokter gigi.
2. Pelaksanaan persetujuan tindakan kedokteran dianggap benar jika memenuhi
persyaratan di bawah ini:
a. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan untuk tindakan
kedokteran yang dinyatakan secara spesifik (the consent must be for what will
be actually performed).
b. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan tanpa paksaan
(voluntary).
c. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan oleh seseorang
(pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya dari
segi hukum.
d. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan setelah diberikan
cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang diperlukan tentang perlunya
tindakan kedokteran dilakukan.
3. Infomasi dan penjelasan dianggap cukup (adekuat) jika sekurangkurangnya
mencakup:
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran (contemplated medical
procedure)
b. Tujuan tindakan kedokteran yang akan dilakukan
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya (alternative medical procedures and
risk)
d. Risiko (risk inherent in such medical procedure) dan komplikasi yang
mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan (prognosis with and without
medical procedures)
f. Risiko atau akibat pasti jika tindakan kedokteran yang direncanakan tidak
dilakukan.
g. Informasi dan penjelasan tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan
kedokteran yang dilakukan (purpose of medical procedure).
h. Informasi akibat ikutan yang biasanya terjadi sebuah tindakan kedokteran.
4. Kewajiban memberikan informasi dan penjelasan
Dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan medik mempunyai
tanggungjawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan.
Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat
diwakilkan kepada dokter atau dokter gigi dengan sepengetahuan dokter atau
dokter gigi yang bersangkutan. Bila terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi tanggung jawab berada di tangan dokter atau dokter gigi yang
memberikan delegasi.
Penjelasan harus diberikan secara lengkap dengan bahasa yang mudah dimengerti
atau cara lain yang bertujuan untuk mempermudah pemahaman. Penjelasan
tersebut dicatat dan didokumentasikan dalam berkas rekam medis oleh dokter atau
dokter gigi yang memberikan penjelasan dengan mencantumkan:
o Tanggal
o Waktu
o Nama
o Tanda tangan
o Pemberi penjelasan dan penerima penjelasan
Dalam hal dokter atau dokter gigi menilai bahwa penjelasan yang akandiberikan
dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan
penjelsan maka dokter atau dokter gigi dapat memberikan penjelasan kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga kesehatan lain sebagai
saksi.
Hal-hal yang disampaikan pada penjelasan adalah :
1) Penjelasan tentang diagnosis dan keadaan kesehatan pasien dapat meliputi:
a) Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis hingga saat tersebut
b) Diagnosis penyakit atau dalam hal belum dapat ditegakkan,
makasekurang-kurangnya diagnosis kerja dan diagnosis banding
c) Indikasi atau keadaan klinis pasien yang membutuhkan dilakukan tindakan
kedokteran
d) Prognosis apabila dilakukan tindakan dan apabila tidak dilakukan tindakan
2) Penjelasan tentang tindakan kedokteran yang dilakukan meliputi:
a) Tujuan tindakan kedokteran yang dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, ataupun rehabilitatif.
b) Tatacara pelaksanaan tindakan apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, serta efek samping atau ketidaknyamanan yang mungkin
terjadi.
c) Alternatif tindakan lain berikut kelebihan dan kekuranganya dibandingkan
dengan tindakan yang direncanakan
d) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi pada masing-masing
alternatif tindakan
e) Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi keadaan
darurat akibat risiko dan komplikasi tersebut atau keadaan tak terduga
lainnya.
Perluasan tindakan kedokteran yang tidak dapat indikasi sebelumnya,
hanya dapat dilakukan untuk menyelamatkan pasien. Setelah perluasan
tindakan kedokteran dilakukan, dokter atau dokter gigi harus memberikan
penjelasan kepada pasien atau keluarga terdekat.
3) Penjelasan tentang risiko dan komplikasi tindakan kedokteran adalah semua
risiko dan komplikasi yang dapat terjadi mengikuti tindakan kedokteran yang
dilakukan, kecuali :
a) Risiko dan komplikasi yang sudah menjadi pengetahuan umum
b) Risiko dan komplikasi yang sangat jarang terjadi atau dampaknya sangat
ringan
c) Risiko dan komplikasi yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable)
4) Penjelasan tentang prognosis meliputi:
a) Prognosis tentang hidup matinya (ad vitam)
b) Prognosis tentang fungsinya (ad function)
c) Prognosis tentang kesembuhan (ad senationam)

Penjelasan diberikan oleh dokter atau dokter gigi yang akan merawat pasien atau salah
satu dokter atau dokter gigi dari tim dokter yang merawat.
Dalam hal dokter atau dokter gigi yang merawatnya berhalangan untuk memberikan
penjelasan secara langsung, maka pemberian penjelasan harus didelegasikan kepada
dokter atau dokter gigi lain yang berkompeten. Tenaga kesehatan tertentu dapat
membantu memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan
tersebut adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada pasien.
Demi kepentingan pasien, persetujuan tindakan kedokteran tidak diperlukan bagi
pasien gawat darurat dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh keluarga
pasien yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran.

B. Pihak yang Berhak Memberikan Persetujuan


Yang berhak untuk memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi adalah :
1. Pasien sendiri apabila telah berumur 21 tahun atau telah menikah.
2. Bagi pasien di bawah usia 21 tahun, persetujuan (informed consent) atas penolakan
tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak sebagai berikut:
a. Ayah/ibu kandung
b. Saudara-saudara kandung
3. Bagi pasien di bawah usia 21 tahun, dan tidak mempunyai orang tua atau orang
tuanya berhalangan hadir, persetujuan (informed consent) atau penolakan tindakan
medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
a. Ayah/ ibu adopsi
b. Saudara-saudara kandung
c. Induk semang
4. Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental persetujuan (informed consent) atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut hak sebagai berikut:
a. Ayah/ ibu kandung
b. Wali yang sah
c. Saudara-saudara kandung
5. Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampunan (curatelle) persetujuan
atau penolakan tindakan medis diberikan menurut hak tersebut:
a. Wali
b. Kurator
6. Bagi pasien dewasa yang telah menikah/orang tua, persetujuan atau tindakan
medik diberikan oleh mereka menurut urutan hak tersebut:
a. Suami/istri
b. Ayah /ibu kandung
c. Anak-anak kandung
d. Saudara-saudara kandung
Cara pasien menyatakan persetujuan dapat dilakukan secara terucap (oral consent)
tersurat (written consent), atau tersirat (implied consent).
Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh
persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
Persetujuan tertulis dibuat dalam bentuk pernyataan yang tertuang dalam formulir
persetujuan tindakan kedokteran.
Sebelum ditandatangani atau dibubuhkan cap ibu jari tangan kiri, formulir tersebut
sudah diisi lengkapoleh dokter atau dokter gigi yang akan melakukan tindakan
kedokteran atau oleh tenaga medis lain yang yang diberi delegasi, untuk kemudian
yang bersangkutan dipersilahkan membacanya, atau jika dipandang perlu dibacakan di
hadapannya.
Persetujuan secara lisan diperlukan pada tindakan kedokteran yang tidak mengandung
risiko tinggi. Dalam hal persetujuan lisan yang diberikan dianggap meragukan, maka
dapat diminta persetujuan tertulis.

C. Ketentuan pada Situasi Khusus


1. Tindakan penghentian/penundaan bantuan bantuan hidup (withdrawing
/withholding life support) pada seorang pasien harus mendapat persetujuan
keluarga terdekat pasien.
2. Persetujuan penghentian/penundaan bantuan hidup oleh keluarga terdekat pasien
diberikan setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter atau dokter gigi
yang bersangkutan. Persetujuan harus diberikan secara tertulis.

D. Penolakan Tindakan Kedokteran


1. Penolakan tindakan kedokteran dapat dilakukan oleh pasien dan /atau keluarga
terdekatnya setelah menerima penjelasan tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan.
2. Jika pasien belum dewasa atau tidak sehat akalnya maka yang berhak memberikan
atau menolak memberikan persetujuan tindakan kedokteran adalah orang tua,
keluarga, wali, atau kuratornya.
3. Bila pasien yang sudah menikah maka suami/istri tidak diikut sertakan
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran kecuali, untuk tindakan keluarga
berencana yang sifatnya irreversible, yaitu tubektomi atau vasektomi.
4. Jika orang yang berhak memberikan persetujuan menolak menerima informasi dan
kemudian menyerahkan sepenuhnya kepada kebijakan dokter atau dokter gigi maka
orang tersebut dianggap telah menyetujui kebijakan medis apapun yang akan
dilakukan dokter atau dokter gigi.
5. Apabila yang bersangkutan, sudah menerima informasi, menolak untuk
memberikan persetujuannya maka tindakan kedokteran tersebut harus dilakukan
secara tertulis. Akibat penolakan tindakan kedoteran tersebut menjadi tanggung
jawab pasien.
6. Penolakan tindakan kedokteran tidak memutuskan hubungan dokter-pasien.
7. Persetujuan yang sudah diberikan dapat ditarik kembali (dicabut) setiap saat,
kecuali tindakan kedokteran yang direncanakan sudah sampai pada tahapan
pelaksanaan yang tidak mungkin lagi dibatalkan.
8. Dalam hal persetujuan tindakan kedokteran diberikan keluarga maka yang berhak
menarik kembali (mencabut) adalah anggota keluarga tersebut atau anggota
keluarga lainnya yang berkedudukan hukumnya lebih berhak sebagai wali.

E. Penundaan Persetujuan (Permintaan Pasien)


Persetujuan suatu tindakan kedokteran dapat saja ditunda pelaksanaannya oleh pasien
atau yang memberikan persetujuan dengan berbagai alasan, misalnya terdapat anggota
keluarga yang masih belum setuju, masalah keuangan, atau masalah waktu
pelaksanaan. Dalam hal penundaan tersebut cukup lama, maka perlu dicek kembali
apakah persetujuan tersebut masih berlaku atau tidak.

F. Pembatalan Persetujuan yang Telah Diberikan


Pada prinsipnya, setiap saat pasien dapat membatalkan persetujuan mereka dengan
membuat surat atau pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan kedokteran.
Pembatalan tersebut sebaiknya dilakukan sebelum tindakan dimulai. Selain itu, pasien
harus diberitahu bahwa pasien bertanggungjawab atas akibat dari pembatalan
persetujuan tindakan. Oleh karena itu, pasien harus kompeten untuk dapat
membatalkan persetujuan. Menentukan kompetensi pasien pada situasi seperti ini
seringkali sulit. Nyeri, syok atau pengaruh obat-obatan dapat mempengaruhi
kompetensi pasien dan kemampuan dokter dalam menilai kompetensi pasien. Bila
pasien dipastikan kompeten dan memutuskan untuk membatalkan persetujuannya,
maka dokter harus menghormatinya dan membatalkan tindakan atau pengobatannya.
Kadang-kadang keadaan tersebut terjadi pada saat tindakan sedang berlangsung. Bila
suatu tindakan menimbulkan teriakan atau tangis karena nyeri, tidak perlu diartikan
bahwa persetujuannya dibatalkan. Rekonfirmasi persetujuan secara lisan yang
didokumentasikan di rekam medis sudahcukup untuk melanjutkan tindakan. Tetapi
apabila pasien menolak dilanjutkannya tindakan, apabila memungkinkan, dokter harus
menghentikan tindakannya, mencari tahu masalah yang dihadapi pasien dan
menjelaskan akibatnya apabila tindakan tidak dilanjutkan. Dalam hal tindakan sudah
berlangsung sebagaimana di atas, maka penghentian tindakan hanya bisa dilakukan
apabila tidak akan mengakibatkan hal yang membahayakan pasien.

G. Dokumen Persetujuan Tindakan Kedokteran


1. Semua hal-hal yang sifatnya luar biasa dalam proses mendapatkan persetujuan
tindakan kedokteran harus dicatat dalam rekam medis
2. Seluruh dokumen mengenai persetujuan tindakan kedokteran harus disimpan
bersama-sama direkam medis
3. Format persetujuan tindakan kedokteran atau penolakan tindakan kedokteran
menggunakan formulir dengan ketentuan sebagai berikut;
a. Diketahui dan ditandatangani oleh dua orang saksi. Tenaga keperawatan
bertindak sebagai salah satu saksi.
b. Formulir asli harus disimpan dalam berkas rekam medis pasien
c. Formulir harus sudah mulai diisi dan ditandatangani 24 jam sebelum tindakan
kedokteran.
d. Dokter atau dokter gigi yang memberikan penjelasaan harus ikut membubuhkan
tanda tangan sebagai bukti bahwa telah memberikan informasi dan penjelasan
secukupnya.
e. Sebagai tanda tangan, pasien atau keluarganya yang buta huruf harus
membubuhkan cap jempol jari kanan.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir Pemberian Informasi


2. Formulir Persetujuan
BAB V
PENUTUP

Dengan ditetapkannya Pedoman Persetujuan Tindakan Kedokteran ini maka setiap


personel Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah melaksanakan ketentuan sesuai
pedoman yang telah ditetapkan.

Ditetapkan di Semarang
Pada tanggal 7 Rajab 1440 H
14 Maret 2019 M
1. Formulir Pemberian Informasi
2. Formulir Persetujuan

Anda mungkin juga menyukai