Anda di halaman 1dari 10

Reza Ary Ayani

2017080019/ IQT 4A
Universitas Sains Al-Qur’an Di Wonosobo

Hubungan Antara Mujahaddah Dengan Pengendalian Emosi Santri

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Islam melihat bahwa manusia merupakan makhluk dua dimensi, yaitu jasmani dan rohani.
Jasmani berasal dari tahan dan dibekali dengan keinginan-keinginan material, seperti
makan,minum, dan berkeluarga. Dan rohani langsung, berasal dari Allah, dia tidak tercipta dari
tanah. Unsur ini mempunyai daya yaitu kebijaksanaan (al-Hikmah), akal dan sifat-sifat mulia
lainnya. Hasan langgulung mengatakan; dimensi rohani itu diisi dengan sifat-sifat Allah (asma al-
husna). Beribadah pada hakikatnya mengembangkan sifat-sifat tersebut. Penyatuan kedua unsur
inilah yang membentuk makhluk manusia, sehingga dia berbeda dari binatang dan malaikat. Dia
bukan benar-benar binatang, tetapi juga bukan benar-benar malaikat. Namun ada unsur atau aspek
yang membuatanya sama dengan binatanag dan ada pula aspek yang membuatnya sama dengan
binatang dan ada pula aspek yang membuatnya sama dengan malaikat, tergantung apa yang dari
kedua unsur dalam dirinya itu yang lebih menonjol. Aspek yang membuatnya sama dengan
binatang adalah jasamani yang berasal dari tanah, dan didalamnya terdapat dimensi nafsu. Dan
aspek yang membuatnya disamakan dengan malaikat adalah dimensi rohani yang langsung berasal
dari Allah, yang ditiupkan kepadanya. Karena itu, dia disebut dengan Al-Hayawan al-natiq (hewan
yang bias berfikir). Dalam perjalanan hidup manusia, kedua unsur daya-daya yang dimilikinya
tidak selalu akur atau sejalan; keduanya saling bertentangan. Daya-daya rohaniah selalu mengajak
dan mendorong manusia kepada hal-hal yang positif, sedangkan daya-daya jasmaniah yang selalu
dimanfaatkan oleh nafsu syaitan mendorong manusia kepada hal-hal yang negative.

Perbincangan diatas menggambarkan, bahwa dalam diri manusia itu terdapat dua blok yang
saling bertentangan. Al-qur’an menyebutkan kedua blok tersebut dengan istilah al-taqwa dan al

P a g e 1 | 10
fujur. Ibadah dalam islam, termasuk dhikr Allah yang menjadi focus utama kegiatan kesufian, pada
hakikatnya merupakan keperdayaan blok takwa agar dapat mengalahkan al fujur. Keinginan-
keinginan bawaan manusia yang meliputi dorongan biologis, seperti makan, minum, dan
ketertarikan kepada lawan jenis adalah netral, ia bukan musuh manusia bahkan ia dapat
mendukung tugas manusia baik sebagai hamba ataupun sebagai khalifah fi al-ard (wakil tuhan
dimuka bumi). Namun, unsur ini selalu digunakan oleh syaitan untuk menjerumuskan manusia.
Justru itu, manusia dituntut agar berusaha dengan sepenuh hati atau sekuat tenaga mendidik dan
membiasakan nafsu tersebut pada hal-hal yang positif. Ia harus disalurkan pada hal-hal yang
dibolehkan saja, baik secara agama maupun pandangan akal. Hal inilah yang menjadi tugas utama
rohani dan daya upaya yang dimilikinya.

Orang yang mulia bukanlah orang yang mampu membunuh kekuatan syahwaniyahnya, tetapi
orang yang mulia adalah orang yang mampu menjadikan nafsu atau kekuatan marah dan
syahwatnya patuh kepada arahan akal dan syari’ah.1 Jika blok takwa yang dipenuhi dengan sifat-
sifat terpuji dapat menguasai keinginan-keinginan nafsu dan kekuatan jiiwa lainnya atau menjadi
wilayah taklukannya, maka nafsu dan kekuatan jiwa lainnya itu akan melahirkan prilaku mulia.
Secara lebih detail bagaimana sifat-sifat dan kekuatan jiwa manusia dapat melahirkan sikap terpuji
jika kekuatan jiwa itu terkawal demikian pula sebaliknya. Sebagaimana yang telah dikemukakan
oleh Nasir Omar, dapat dilihat dalam skema berikut ini:

Kekuatan jiwa yang terkawal

Kebaikan

1) Rasional – al hikmah (kebijaksanaan)


2) Marah – al shajaah (berani)
3) Syahwat –al iffah (kesederhanaan)

Al adalah (keadilan)

Kekuatan jiwa yang tidak terkawal

keburukan

1
Mohd. Nasir Omar. Akhlak dan Kaunseling Islam. Kuala Lumpur, Utusan Publication. 2005,. hlm. 108.
P a g e 2 | 10
1) Rasional – al jahl (jahil)
2) Marah –al jubn (penakut)
3) Syahwat – al shuhh (rakus)

Al jawr (zalim)

Kegiatan kesufian pada hakikatnya suatu usaha manusia untuk menjadikan kekuatan-
kekuatan atau potensi yang ada dapat dikawal oleh akal dan syari’at.

2. Rumusan masalah

Dari beberapa uraian yang saya kemukakan pada bagian latar belakang tersebut, penulis
dapat merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

1) Bagaimana meluruskan kecenderungan negative nafsu manusia itu agar kekuatannya


terkawal?
2) Apa usaha yang mesti di lakukan dalam mendidik nafsu tersebut sehingga yang paling
berperan dalam diri manusia itu akalnya atau rohaninya, bukan nafsu?

3. Tujuan dan manfaat penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:

1) Untuk mengetahui haqikat mujahadah dalam pengamalannya


2) Untuk mengetahui penerapkan pengamalan mujahadah

P a g e 3 | 10
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Tinjauan Pustaka

kajian yang membahas tentang hubungan mujadah dengan pengendalian emosi santri,
tidak banyak sekali ditemukan, masih sangat jarang sekali yang membahas tentang hal
tersebut. Akan tetapi dari referensi dan kajian yang sedikit itu, dapat dijadikan sebagai
bahan tambahan dalam memperoleh data dan sebagai pengembangan keilmuan.kemudian
dalam pengayaan datanya merujuk kepada baerbagai karya-karya ilmiah dan hasul karya
penelitian lainnya, yang ada korelasinya dengan penelitian ini, yaitu mengenai konsep
Mujahadah, baik berupa skripsi, maupun dalam bentuk karyailmiah lainnya, sebagai
sumber data dan tinjauan pustakanya.

Ada beberapa buku atau karya ilmiah hasil dari penelitian yang relevan untuk dijadikan
sebagai tinjauan sebagai bahan pustaka sekaligus kerangka berpikir dan pengembangan
keilmuan dalam penelitian ini, antra lain sebagai berikut:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Suryono, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat
Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, tahun 1999 yang berjudul Konsep
Mahabbah Menurut al-Ghazali. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa orang-orang yang
benar adalah orang yang selalu mengusahakan rasa cintanya kepada Allah sejak didunia
ini, sebab manusia yang paling beruntung diakhirat adalah orang-orang yang paling kuat
rasa cintanya kepada Allah.

P a g e 4 | 10
Kedua, karya ilmiah dari hasil penelitian tentang Jama’ah Penyiar Shalawat-
Wahidiyah, yang secara khusus membahas jama’ah tersebut, yaitu skripsi Abu Muhammad
Aqil, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Fakultas Ushuluddin jurusan Aqidah dan Filsafat
tahun 2004 dengan judul: Sistem Taqarrub dalam Wahidiyah. Dalam skripsitersebut, ia
membahas sejarah awal lahirnya Jama’ah Penyiar Shalawat Wahidiyah, prinsip-dasar
ajaranya pengertian Mujahadah, tahapan-tahapan (maqamat), pilar mujahadah
dansignifikansi-nya. Terlebih dalam pembahasanya, ia menekankan kepada sistemtaqarrub
Jama’ah Penyiar Shalawat Wahidiyah tersebut secara khusus, dengan gerakan sadar
kembali kepada Allah.

2. Landasan Teori
A. Konsep mujahadah

Secara harfiah kata mujahadah merupakan masdar dari jahada, yang berarti berjuang atau
mencurahkan segala kemampuan. Al-isfihani memaknai mujahadah itu dengan
“menghabiskan seluruh tenaga ke lapangan untuk melawan musuh”.2 Berdasakan makna
harifah ini, maka mujahadah dalam kajian tasawuf adalah mencurahkan segala kemampuan
dan kesempatan melawan hawa nafsu. Nafsu di sini merupakan musuh manusia, jika ia tidak
di kontrol dapat menjerumuskan manusia itu ke dalam kejahatan yang permanen. Jusrtu
karenanya manusia mesti berjuang atau bermujahadah. Yang di maksud dengan melawan nafsu
di sini bukanlah membunuh, tetapi membuatnya tunduk dan patuh kepada rohani yang memang
dia ditugaskan Allah mengawal dan mengatur nafsu tersebut.

Jika konsep ini dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan jiwa, maka mujahadah berarti suatu
usaha sungguh-sungguh memperdayakan akal dan syari’ah sehingga dorongan-dorongan nafsu
dan syahwat menjadi tawakal, serta tidak mengarah kepada hal-hal yang negative. Perjuangan
melawan kekuatan negative dari jiwa merupakan perjuangan yang amat berat.

Kata mujahadah dalam al-qur’an, dengan berbagai sighat (bentuk kata), terulang 31 kali.
Perbincangan kitab suci ini mengenainya selalu beriring dengan iman dan hijrah. Hal ini
mengambarkan bahwa imab tidak dapat dipisahkan dari mujahadah. Orang yang beriman tidak
hanya sekedar percaya kepada Allah dan rukun iman lainnya, tetapi mesti diiringi dengan

2
Al-Isfihani, al- Raghib, al-Mufradat fi ghorib al-Quran. Bairut; Dar al-ma’rifah 2001,. hal. 108.
P a g e 5 | 10
mujahadah bersungguh-sungguh melawan musuh, dalam hal ini nafsu. Sebagai hasil dari
keberimanan dan perjuangan itu, berhijrah meninggalkan perbuatan-perbuatan yang negative.

Mujahadah dapat dikatagorikan kepada dua macam, yaitu mujahadah fi al amal al salih
(dalam melakukan amal saleh) dan mujahadah fi tark al ma’asi (dalam meninggalkan
berbuatan maksiat), baik maksiat zahir maupun batin. Perjuangan dalam dua hal ini adalah
melawan kehendak hawa nafsu yang dirasuki syaitan, yang mengajak manusia untuk
meninggalkan amal kebajikan dan melakukan maksiat. Dalam bermujahadah ini dapat
diklapikasikan kepada tiga macam, yaitu; pertama, hawa nafsu menguasai jiwanya, sehingga
tidak mampu membantah kehendak nafsu tersebut. Kedua peperangan sengit antara manusia
dengan hawa nafsunya selalu terjadi, kadang-kadang dapat menguasai nafsunya. Ketiga dapat
menguasai nafsunya secara permanen.

B. Urgensi dan Manfaat Mujahadah

Tidak ada ulama yang mengingkari pentingnya pengendalian diri dan pengendalian hawa
nafsu, baik kalangan ulama yang memandang pentingnya tasawuf dan tariqat maupun orang
yang menantangnya. Sebab, harga diri manusia itu terletak pada kemampuan pengendalian
hawa nafsunya. Derajatnya akan turun sejajar dengan binatang jika tidak mampu
mengendalikan nafsu dan syahwat termasuk marah. Demikian pula sebaliknya, derajatnya
sejajar dengan malaikat bahkan lebih tinggi, jika mampu mengendalikan kekuatan-kekuatan
jiwa yang mengarah kepada perbuatan negative. Takwa yang disebut dalam Al-Qura’an
sebagai karakristik manusia termulia hanya dapat dicapai dengan kesungguhan melawan nafsu
syahwat dan ghadab yang mendorong manusia berbuat kejahatan atau maksiat.

Disini terlihat mujahadah dan riyadah menjadi penting. Mesti ada usaha yang sungguh-
sungguh melawan diri sendiri, dan perlu banyak latihan dalam hal tersebut. Jika semua orang
berusaha melawan dorongan-dorongan negative yang berasal dari dalam dirinya, maka amarah
bisa ditekan. Usaha tersebut tentu saja mesti berkesinambungan, istiqomah dan konsisten.

3. Kerangka Teori

Dalam penelitian, seorang peneliti menggunakan istilah yang khusus untuk


menggambarkan secara tepat fenomena yang hendak ditelitinya, ini disebut konsep. Yakni
istilah dan definisi yang di gambarkan untuk menggambarkan secara abstrak. Melalui konsep,
P a g e 6 | 10
peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggambarkan satu
istilah untuk beberapakejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya. Misalnya dalam
penelitian ini penulis membahas mengenai hubungan antara mujahaddah dengan pengendalian
emosi santri.

Pengalaman mujahadah tidak mesti dipertentangkan dengan kesibukan duniawi, karena


kesibukan duniawi itu bisa berfungsi sebagai jihad, perjuangan untuk memenuhi kebutuhan
fisik, namun setiap orang idealnya mengupayakan peningkatan posisi spiritual dari hari ke hari.
Alangkah ruginya orang yang tingkat keimanannya datar dari hari ke hari. Dan lebih rugi lagi
orang yang posisi keimanannya semakin hari semakin menurun. Mujahadah secara bahasa
artinya bersungguh-sungguh, berjuang. Artinya terminology ini menunjuk kepada kewajiban
seorang muslim untuk berjuang dalam agamanya baik secara lahir maupun batinnya.
Mujahadah dalam terminology tasawuf lebih condong dalam perjuangan batin, yaitu
bagaimana berjuang dalam peperangan hawa nafsu.

Usaha kearah itulah yang disebut dengan mujahadah dan riyadah, yang apabila ditempuh
dan dikerjakan secara sungguh-sungguh sorang sufi akan sampai kepada suatau tingkatan yang
indah dan menyenagkan yang disebut dengan mura’qadah, itu terbangunnya suatu perasaan
dalam diri seorang sufi bahwa kapan dan dimana saja tak pernah luput dari pantauan dan
observasi tuhan. Perasaan dipantau dan diobservasi tuhan itu dapat menjadi control terhadap
diri, sehingga merasa risih melakukan hal-hal yang dilarang Allah. Dan akhirnya pula
terbangunlah perilaku terpuji.

4. Hipotesis

Iblis sebagai musuh bebuyutan manusia sudah memproklamerkan bahwa dia akan selalu
dan tetap mengoda manusia. Itu artinya manusia dalam hidup ini selalu dan tetap dalam intaian
makhluk terkutuk ini. Dia akan selalu mengoda manusia, dan memasukan dalam perangkapnya.
Maka perbuatan tidak terpuji yang dilakukan oleh manusia tidak dapat dipisahkan dari campur
tangan iblis tersebut. Untuk itu manusia dituntut agar selalu berjuang mengendalikan kekuatan
jiwanya, yang selalu dimanfaatkan oleh setan sebagai perpanjangan tangan dari iblis.

Cara kaum sufi dalam mengendalikan jiwa dan kekuatannya, yang selalu dimanfaatkan
iblis, agaknya perlu dilestarikan. Cara itu adalah mujahadah hal ini perlu diajarkan semenjak dini,

P a g e 7 | 10
sesui dengan tingkat usia. Selain itu, pembelajaran bidang studi di sekolah-sekolah perlu pula
dengan pendekatan kaum sufi, terutama pembelajaraan akidah akhlak. Orientasi pembelajaran
selama ini lebih menitik beratkan pada pembangunan keilmuan dan rasio, maka sudah saatnya
dititik beratkan pada pembangunan rasa dan kesadaran diri, seperti yang dilakukan di dunia
tasawuf.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara bertindak menurut sistem aturan atau tatanan yang
bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara logis dan terarah. Sehingga dapat mencapai hasil
yang maksimal dan optimal.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan kajian pustaka (library
research). kemudian dari hasil penelusuran di lapangan kemudian dilakukan sebuah klarifikasi data
dari pustaka. Penelitian ini memakai penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang obyeknya angka,
dimana kajian ini diupayakan mendasar dan mendalam berorientasi pada studi kasus, yaitu
mengenai hubungan mujahadah dengan pengendalian emosi santri. Adapun pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan analisis-sintesis, yaitu menganalisa suatu obyek
dengan cara memilah-milah beragam pengertian, untuk sekedar memperoleh kejelasan mengenai
halnya, yaitu mengenai konsep Mujahadah secara khusus. Selanjutnya, dari beragam pengertian
tersebut, dilakukan sebuah cara penanganan intensif, yaitu dengan cara menggabungkan antara
pengertian-pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya. Sehingga diperoleh pengetahuan
yang sifatnya baru. Kemudian hasil dari pendekatan tersebut di atas akan diuraikan dengan
menggunakan metode analisis-deskrptif. Dalam menganalisa pada penelitian ini ada dua metode
yang akan digunakan, yaitu sebagai berikut:

1. Metode Pengumpulan Data

P a g e 8 | 10
Pengumpulan data dalam penelitian ini bermaksud untuk memperoleh bahan-bahan yang
akan diteliti. Untuk memenuhi maksud tersebut tentunya tidak lepas dari tekhnik dan prosedur
tertentu dalam penelitian ini, sesuai dengan permasalahan yang diajukan di atas.

a) Metode Analisa Data

Analisa data adalah usaha untuk mengetahui tafsiran terhadap data yang terkumpul dari
hasil penelitian, baik dari penelitian pustaka maupun penelitian lapangan, selanjutnya diolah dan
dianalisis. Jenis permasalahan pada penelitian ini, adalah jenis permasalahan mendeskripsikan
sebuah konsep secara teoretis dengan melakukan klarifikasi terhadap fenomena kasus yang terjadi
di lapangan. Jadi, dalam penelitian ini akan digunakan analisis data secara deskriptif. Deskriptif
artinya menjelaskan suatu fakta untuk memberikan keterangan yang seteliti mungkin tentang fakta
kasus tersebut. Adapun pola pikir yang peneliti gunakan pada penelitian ini adalah dengan pola
induktif, yaitu menggambarkan konsep Mujahadah secara khusus (dalil-teori), kemudian
dikorelasikan dengan kasus yang terjadi secara umum, dengan maksud teori tersebut
diintegrasikan dengan hasil penelitian lapangan, yaitu mengungkap kasus tentang konsep
Mujahadah.

B. Lokasi penelitian
Penelitian ini dilasanakan di Asrama Perguruan Tinggi Islam (API) Pesantren Salaf
Tegalrejo, Magelang Jawa Tengah pada bulan april tahun 2019.

C. Populasi, sampel dan teknik pengambilan Sampel


Hasil penelitian terdahulu
Berdasarkan nilai rxy sebesar 0,636 dan selanjutnya di konsultasikan denga r table
product momen dengan nilai = 60, pada taraf segnifikasi 5% diperoleh 0,254, pada
taraf signifikasi 1% diperoleh 0,330. Dan ternyata nilai rxy lebih besar dari nilai r table
atau (0,330<0,636>0,254). Jadi, ada pengaruh positif antara mujahadah dengan
pengendalian emosi santri. dengan demikian hasilnya signifikasi, maka kesimpulan
akhirnya yaitu qiyamul lail dalam sholat Sunnah dengan berdzikir dan membaca al-
qur’an berpengaruh terhadap kecerdasan dan pengendalian emosi santri. Bahwasannya
sholat tahajud dan mujadahadah tengah malam yang dilaksanakan oleh santri
dikarenakan adanya peraturan dan pendisiplinan dari pihak pengasuh dengan cara
P a g e 9 | 10
membangunkan para santri setiap malam dan sholat tahajud bersama di Asrama
Perguruan Islam (API) II Putri Maqom Pondok Pesantren Tegalrejo Magelang tahun
2019.

P a g e 10 | 10

Anda mungkin juga menyukai