Anda di halaman 1dari 20

Pengurusan Jenazah

Makalah Ini Dibuat Guna Untuk


Mata Kuliah Materi Fiqih SD/SMP/SMA

DISUSUN
OLEH
Siti Fatimah 1830202299
Siti Nur Azizah 1830202300
Siti Rahma 1830202301

DOSEN PENGAMPU:
Sofyan, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syariat islam mengajarkan bahwa setiap manusia pasti akan mengalami kematian
yang tidak pernah diketahui kapan waktunya. Sebagai makhluk sebaik-baik ciptaan
Allah SWT. dan ditempatkan diderajat yang tinggi, maka islam sangat menghormati
orang muslim yang telah meninggal dunia. Oleh sebab itu, menjelang menghadapi
kehariban Allah SWT. orang yang telah meninggal dunia mendapatkan perhatian
khusus dari muslim lainnya yang masih hidup.1 Hendaklah memperbanyak mengingat
mati dan bertobat dari segala dosa, terlebih lagi bagi orang yang sakit agar lebih giat
dalam beramal kebaikan dan menjauhi larangan Allah SWT.
Frman Allah SWT.
‫ث‬ ِ ‫اءقَةُ ا ْل َم ْى‬
ِ ‫ت َواِنَّ َما ج ُ َى فَ ْىنَ ا ُ ُج ْى َر ُك ْم يَ ْى َم ا ْل ِقيَ َم‬ ِ َ‫ُك ُّل نَ ْف ٍس ذ‬
Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari
kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. (Ali Imran: 185)

Dalam ketentuan hukum Islam jika seorang muslim meninggal dunia maka
hukumnya fardhu kifayah atas orang-orang muslim yang masih hidup untuk
menyelenggarakan empat perkara yaitu memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan
menguburkan orang yang telah meninggal tersebut.2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan jenazah?
2. Bagaimana cara memandikan jenazah?
3. Bagaimana cara mengkafani jenazah?
4. Jelaskan cara mensholatkan jenazah?
5. Bagaimana cara menguburkan jenazah?

1
Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin S, Fiqh Mazhab Syafi’i, (Bandung : Pustaka, 2000), hlm. 449
2
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2018, hlm. 165

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jenazah
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )خِ رذ‬yang berarti tubuh mayat dan
kata ‫ خِ ر‬yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh
mayat yang tertutup.3 Penyelenggaraan jenazah adalah fardu kifayah bagi sebagian
kaum muslimin, khususnya penduduk setempat terhadap jenazah muslim/
muslimah. Namun sebelum penyelenggaraan jenazah itu dimulai, maka ada
beberapa hal yang harus dilakukan terhadap jenazah tersebut, yaitu:
1. Dipejamkan matanya, mendoakan dan meminta ampunkan atas dosanya
2. Dilemaskan tangannya untuk disedekapkan didada dan kakinya diluruskan
3. Mengatupkan rahangnya atau mengikatnya dari puncak kepala sampai kedagu
supaya mulutnya tidak terbuka
4. Jika memungkinkan jenazah diletakkan membujur kearah utara dan badannya
diselubungi dengan kain
5. Menyebarluaskan berita kematian kepada kerabat-kerabatnya dan handai tolan
6. Lunasilah hutang-hutangnya dengan segera jika ia punya hutang
7. Segerakanlah fardhu kifayahnya4
Pengurusan jenazah merupakan bagian dari etika Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya. Hukum dalam pengurusan jenazah merupakan
fardhu kifayah, artinya apabila sebagian orang telah melaksanakannya, maka
dianggap cukup. Akan tetapi jika tidak ada seorangpun yang melakukannya, maka
berdosalah seluruh masyarakat yang berada di daerah itu, pengurusan jenazah juga
merupakan tanda penghormatan terhadap jenazah. Menurut syari’at Islam, fardu
kifayah dalam menyelanggaraan jenazah ada empat macam yaitu:
1. Memandikan jenazah
3
Ibnu Mas’ud, Zainal Abidin S, Op.Cit., hlm. 450
4
Ibid., hlm. 451

3
2. Mengkafani jenazah
3. Mensholatkan jenazah
4. Menguburkan jenazah
Sebelum mengetahui pembahasan selanjutnya mengenai keempat kewajiban bagi
setiap muslim terhadap jenazah sesama muslim, ada baiknya kita mengetahui terlebih
dahulu beberapa hal yang perlu dilakukan ketika menjumpai seorang muslim yang
baru saja meninggal dunia, yaitu :
a. Apabila mata masih terbuka, pejamkan matanya dengan mengurut pelupuk mata
pelan-pelan.
b. Apabila mulut masih terbuka, katupkan dengan selendang agar tidak kembali
terbuka.
c. Tutuplah seluruh tubuh jenazah dengan kain sebagai penghormatan.5

B. Memandikan Jenazah
Sebelum jenazah dikafankan, maka yang harus dilakukan adalah
memandikannya. Memandikan jenazah dimaksudkan agar segala bentuk hadast dan
najis yang ada pada jenazah tersebut hilang dan bersih, sehingga jenazah yang akan
dikafani terus dishalatkan telah suci dari hadas dan najis.6
Pada dasarnya memandikan jenazah sama saja dengan mandinya orang yang
hidup, namun perbedaannya adalah orang yang hidup mandi sendiri sedangkan
jenazah harus dimandikan. Walaupun demikian ada sedikit perbedaan dalam
memandikan jenazah, tidak saja meratakan air ke seluruh tubuh, namun dalam
memandikannya juga harus dengan hati-hati dan lemah lembut.
Dalam memandikan mayat wajib adanya niat mendekatkan diri kepada Allah
SWT, karena ia termasuk bagian dari ibadah. Demikian pula mutlak, suci dan
halalnya air. Menghilangkan najis dari badan mayat terlebih dahulu, dan tidak adanya

5
Sulaiman Rasyid, Op.Cit., hlm. 165
6
Abdullah Bin Abdurrahman, PanduanPraktis Mengurus Jenazah, (Solo: Pustaka Arafah,
2017), hlm. 4

4
penghalang yang dapat mencegah sampainya air ke kulit mayat, semua itu harus
dipenuhi dalam memandikan mayat.7
1. Syarat Memandikan Jenazah
Syarat-syarat yang harus diperhatikan saat memandikan jenazah yaitu sebagai
berikut:8
a. Mayat itu Islam
b. Lengkap tubuhnya atau ada bahagian tubuhnya walaupun sedikit
c. Jenazah tersebut bukan mati syahid (mati dalam peperangan membela agama
Allah).
2. Klasifikasi dalam memandikan jenazah
Klasifikasi ini bertujuan untuk memberikan perbedaan dalam memandikan
jenazah. Hal ini disebabkan bahwa tidak semua jenazah yang ada dapat atau harus
dimandikan.9 Berikut 2 hal yang perlu untuk diperhatikan dalam memandikan jenazah
yaitu: pertama jenazah yang boleh dimandikan. jenazah yang wajib dimandikan
adalah orang Islam dan orang yang meninggal bukan karena mati syahid di Medan
pertempuran. Kedua, jenazah yang tidak perlu dimandikan. Jenazah yang tidak boleh
dimandikan adalah jenazah yang mati syahid di medan pertempuran karena setiap
luka atau setetes darah akan semerbak dengan bau wangi pada hari Kiamat. Jenazah
orang kafir tidak wajib dimandikan. Ini pernah dilakukan Nabi saw terhadap paman
beliau yang kafir. Janin yang dibawah usia empat bulan tidak perlu dimandikan,
dikafani, dan dishalatkan. Cukup digali lubang dan dikebumikan.
3. Tempat memandikan
Tempat yang akan dipergunakan untuk memandikan mayit hendaknya tertutup
atau amandari pandangan mata. Bisa di dalam rumah, atau di halaman rumah namun
dibatasi dengan tutup. Usahakan mayit dimandikan di atas dipan, agar mayit tidak
mudah terkena percikan air. Juga dianjurkan membakar kemenyan di sekitar tempat

7
Ibid., hlm. 5
8
Ibid.
9
Ibid., hlm. 8

5
memandikan untuk menolak bau yang dimungkinkan keluar dari badan mayit. Orang
yang tidak punya tugas atau kepentingan, sebaiknya dilarang memasuki tempat
memandikan mayit. Hal ini untuk menjaga kerahasiaan mayit.
4. Air untuk memandikan
Air yang dipakai adalah air mutlak (suci menyucikan). Dianjurkan menggunakan
air laut, karena bisa memperlambat proses pembusukan. Namun, bila berada di daerah
yang sangat dingin, atau di tubuh mayit terdapat kotoran yang sulit dihilangkan, maka
lebih baik menggunakan air hangat.10
5. Persiapan sebelum memandikan jenazah
Sebelum memandikan jenazah, maka harus dilakukan beberapa persiapan,
adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum proses pemandian adalah:
a. Sabun atau bahan lainnya untuk membersihkan tubuh si jenazah
b. Air bersih secukupnya untuk proses memandikan. Boleh memakai air yang dialiri
oleh selang, boleh juga menyiapkan air menggunakan ember besar asal cukup.
c. Tempat memandikan jenazah, jangan terbuka, agak tinggi, kuat serta tahan air.
d. Handuk untuk mengeringkan tubuh dan rambut si jenazah.
e. Kapas, kapur barus, daun bidara, atau wewangian yang lain serta bedak.
f. Kain kafan, dipersiapkan tergantung jenis kelamin.
6. Orang yang berhak meandikan jenazah
Tidak semua orang berhak dalam memandikan jenazah, hal ini dimaksudkan
untuk menjaga kerahasiaan aib atau cacat penyakit yang masih ada di dalam tubuh
jenazah tersebut. Tujuan menjaga dan membatasi bagi orang yang ingin memandikan
jenazah adalah agar tidak terjadi fitnah yang dapat memalukan keluarga jenazah
tersebut. Adapun Orang yang berhak memandikan Jenazah adalah:
Secara umum, bila mayit laki-laki, maka yang memandikan laki-laki. Bila
perempuan, maka yang memandikan juga perempuan. Boleh bagi pasangan suami-
istri, suami memandikan istri yang meninggal, begitu pula sebaliknya.

10
Ibid., hlm. 9

6
Adapun yang lebih utama memandikan mayit laki-laki adalah orang yang paling
mengerti masalah agama dan yang paling punya rasa belas kasih (syafaqah).
Sedangkan yang paling utama memandikan jenazah perempuan, adalah orang
perempuan yang semahram dengan jenazah. Sebaiknya, yang bertugas memandikan
tidak lebih dari 7 orang. 3 orang memangku di atas bagian depan, sedangkan 4 orang
yang lain, ada yang menyiramkan air, ada yang menggosok tubuh jenazah dan ada
pula yang membantu menyediakan hal-hal yang diperlukan.11
7. Posisi jenazah
Jenazah hendaknya diletakkan pada posisi yang paling memudahkan untuk
dimandikan. Namun yang sunnah adalah, jenazah didudukkan agak miring ke
belakang. Posisi ini memudahkan orang yang memandikan untuk membersihkan
kotoran yang ada pada jenazah.
8. Cara memandikan jenazah
Adapun cara yang harus diperhatikan saat memandikan jenazah yaitu:
a. Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
b. Yang memandikan jenazah hendaklah memakai sarung tangan.
c. Dipakaikan kain basahan seperti sarung agar auratnya tidak terlihat
d. Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
e. Kemudian bersihkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya,
celah jari tangan dan kaki dan rambutnya, sebaiknya memakai sarung tangan.
f. Mayat didudukkan atau disandarkan pada sesuatu, lalu mengeluarkan kotoran
dalam perutnya dengan menekan perutnya secara perlahan-lahan agar semua
kotorannya keluar, lantas dibersihkan dengan tangan kirinya, dianjurkan
memakai sarung tangan yang sudah diganti. Dalam hal ini boleh memakai wangi-
wangian agar tidak terganggu bau kotoran jenazah.
g. Siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.12

11
Sulaiman Rasyid, Op.Cit., hlm. 166
12
Ibid., hlm. 167

7
h. Kemudian siram dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat
Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :

َٚ‫ث هللِ ج َ َعبى‬ ْ َ‫ّ ََ٘يْثُ ْاىغُ ْس َو ِى َٖز‬


ِ ‫ااى ََ ِّي‬
Aku sengaja (niat) memandikan mayit ini karena Allah Ta’ala
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :
َٚ‫ّ ََ٘يْثُ ْاىغُ ْس َو ِى َٖ ِز ِٓ ْاى ََ ِّيح َ ِة هللِ جَعَبى‬
Aku sengaja (niat) memandikan mayit ini karena Allah Ta’ala
i. Siram atau basuh dari kepala hingga ujung kaki 3 kali dengan air bersih.
j. Siram sebelah kanan 3 kali.
k. Siram sebelah kiri 3 kali.
l. Kemudian memiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah
belakang.
m. Memiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya.
n. Siram kembali dari kepala hingga ujung kaki.
o. Setelah itu siram dengan air kapur barus.
p. Setelah itu jenazahnya diwudukkan.
Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :
ِ ّ‫نَ َىيْثُ ا ْل ُىض ُْى َء ِل َهذَاا ْل َم ِي‬
‫ث هللِ جَعَا َلى‬
Aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini karena Allah Ta’ala
Lafaz niat mewudukkan jenazah perempuan :
‫نَ َىيْثُ ا ْل ُىض ُْى َء ِل َه ِذ ِه ا ْل َميِّح َ ِة هللِ ج َ َعالَى‬
Aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini karena Allah Ta’ala
q. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkan dengan baik, bersihkan seluruh
badan mayit menggunakan kain yang bersih.

9. Hal-yang harus diperhatikan dalam memandikan jenazah


Hal-hal penting yang berkaitan dengan mayit antara lain :13

13
Ibid.

8
a. Selama memandikan, diharamkan melihat aurat mayit.
b. Hukum memandikan mayit adalah wajib, sedangkan niatnya adalah sunnah.
Sebaliknya mewudhu'i mayit hukumnya adalah sunnah sedangkan niatnya wajib.
c. Bila melihat kelainan-kelainan pada mayit, seperti, wajahnya berseri-seri atau
mengeluarkan bau harum, maka sunnah diceritakan. Bila sebaliknya, maka harus
disimpan tidak boleh diceritakan.

C. Mengkafani Jenazah
Setelah mayat dimandikan, maka wajib bagi tiap-tiap mukmin untuk
mengkafaninya juga. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid
adalah fardhu kifayah. Mengkafani jenazah adalah menutupi atau membungkus
jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya sehelai kain.
Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai berikut: Kami hijrah bersama Rasulullah
SAW. dengan mengharapkan keridhaan Allah SWT., maka tentulah akan kami terima
pahalanya dari Allah, karena diantara kami ada yang meninggal sebelum
memperoleh hasil duniawi sedikit pun juga. Misalnya, Mash’ab bin Umair dia tewas
terbunuh diperang Uhud dan tidak ada buat kain kafannya kecuali selembar kain
burdah. Jika kepalanya ditutup, akan terbukalah kakinya dan jika kakinya tertutup,
maka tersembul kepalanya. Maka Nabi saw. menyuruh kami untuk menutupi
kepalanya dan menaruh rumput izhir pada kedua kakinya. (HR. Bukhari).14
Dalam mengafani jenazah ada beberapa hal yang diutamakan atau disunnahkan
mengenai kain kafannya, diantaranya:
1. Kain kafan yang digunakan hendaknya kain kafan yang bagus, bersih, kering dan
menutupi seluruh tubuh mayat. Dalam sebuah hadist diriwayatkan sebagai
berikut :

14
Asmaji Muchtar, Fatwa-Fatwa Imam As-Syafi’i, (Jakarta : PT Kalola Printing, 2014), hlm.
59

9
Artinya: “Dari Jabir berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Apabila salah
seorang kamu mengkafani saudaranya, hendaklah dibaikkan kafannya itu.” (HR.
Muslim).
2. Kain kafan hendaknya berwarna putih.
3. Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi
mayat perempuan 5 lapis.
4. Sebelum kain kafan digunakan untuk membungkus atau mengkafani jenazah,
kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian terlebih dahulu.
5. Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani jenazah.“Janganlah kamu berlebih-
lebihan (memilih kain yang mahal) untuk kafan karena sesungguhnya kafan itu
akan hancur dengan segera.”(HR. Abu Dawud).15
1. Jenis kain kafan
Semua kain yang dipakai oleh mayit ketika masih hidup, boleh dibuat kain kafan.
Mayit laki-laki tidak boleh dikafani dengan kain sutra, sedangkan perempuan
diperbolehkan. Kain kafan boleh berwarna apa saja. Tetapi yang sunnah adalah kain putih
dan yang sudah dicuci. Adapun yang dimaksud perintah, “Hendaknya memperbagus kain
kafan”, adalah bukan kain yang berharga mahal, tapi kain yang berwarna putih, tebal dan
longgar.
2. Ukuran kain kafan
Ukuran kafan bagi mayit laki-laki atau perempuan, minimal satu lembar kain
yang dapat menutupi seluruh tubuhnya. Sedangkan yang sunnah adalah: Bagi mayit
laki-laki dengan lima lapis, terdiri dari dua lembar yang dapat menutupi seluruh
tubuh, ditambah gamis, sorban dam sarung. Untuk mayit perempuan dengan lima
lapis, terdiri dari dua lembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit, ditambah
dengan gamis, kerudung dan sampir.16

15
Ibid., hlm. 60
16
Muhammad Ridha Musyafiqi, Daras Fikih Ibadah, (Jakarta : Nur Al-Huda, 2013), hlm. 118

10
3. Tata cara mengkafani jenazah
Adapun tata cara mengkafankan jenazah, yaitu:
a. Untuk laki-laki
1) Bentangkan kain kafan sehelai demi sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan
luas serta setiap lapisan diberi kapur barus.
2) Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain
kafan memanjang lalu ditaburi wangi-wangian.
3) Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga, mulut, kubul dan dubur) yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
4) Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang paling atas, kemudian ujung lembar
sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti ini selembar demi selembar dengan
cara yang lembut.
5) Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan sebelumnya di bawah kain kafan tiga
atau lima ikatan.
6) Jika kain kafan tidak cukup untuk menutupi seluruh badan mayat maka tutuplah
bagian kepalanya dan bagian kakinya yang terbuka boleh ditutup dengan daun
kayu, rumput atau kertas. Jika seandainya tidak ada kain kafan kecuali sekedar
menutup auratnya saja, maka tutuplah dengan apa saja yang ada.17
b. Untuk mayat perempuan
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri dari 5 lembar kain kafan yaitu:
1) Susunlah kain kafan yang sudah dipotong-potong untuk masing-masing bagian
dengan tertib. Kemudian, angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain
dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta taburi dengan wangi-wangian atau
dengan kapur barus.
2) Tutuplah lubang-lubang yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan
kapas.
3) Tutupkan kain pembungkus pada kedua pahanya.

17
Ibid., hlm. 119

11
4) Pakaikan sarung.
5) Pakaikan baju kurung.
6) Dandani rambutnya dengan tiga dandanan, lalu julurkan kebelakang.
7) Pakaikan kerudung.
8) Membungkus dengan lembar kain terakhir dengan cara menemukan kedua ujung
kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
9) Ikat dengan tali pengikat yang telah disiapkan.18

D. Mensholatkan Jenazah
1. Hukum shalat jenazah
Shalat jenazah hukumnya fardhu kifayah. Boleh dilakukan oleh orang laki-laki
atau perempuan. Namun, selagi ada orang laki-laki, maka yang dapat menggugurkan
kewajiban adalah orang laki-laki yang baligh.19
2. Tempat shalat jenazah
Shalat jenazah bisa dilaksanakan di mana saja asalkan di tempat yang suci.
Diutamakan bertempat di mushalla. Sedangkan pengaturannya adalah sebagai
berikut:
a. Bentuk shaf shalat jenazah. Rasulullah bersabda SAW, : “Tidaklah orang muslim
meninggal kemudian ia dishalati oleh tiga shaf dari orang-orang muslim, kecuali
ia menghaki masuk surga”.(HR. Abu Daud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi). Dalam
hal memperoleh fadhilah tiga shaf ini, ulama berbeda pendapat. Ibnu Hajar
berpendapat, satu shaf minimal 2 orang. Menurut imam Ramli satu shaf bisa satu
orang. Jadi, untuk mendapat fadhilah shaf, minimal mushalli berjumlah 6 orang,
atau 3 orang. Bentuk shaf seperti ini penting diatur bila yang menyalati sedikit.
b. Posisi mayit dan orang yang menshalati. Bila laki-laki, maka kepala mayit
sunnah berada di sebelah kiri imam. (nisbat negara Indonesia: arah selatan). Bila
mayit perempuan, kepala mayit diletakkan di sebelah kanan imam (utara). Posisi

18
Ibid., hlm. 120
19
Asmaji Muchtar, Op.Cit, hlm. 60

12
imam, bila mayit laki-laki, maka berada didekat kepala mayit. Bila mayit
perempuan, maka didekat pantatnya.
c. Makmum masbuq. Adalah makmum yang tidak mengikuti bacaan surat al-
Fatihah bersama imam. Semisal kita baru takbiratul ihram, sedangkan imam
sudah melakukan takbir yang ketiga. Maka, kita harus langsung membaca surat
al-Fatihah. Bila imam melakukan takbir keempat, maka kita langsung takbir juga,
sekalipun bacaan al-Fatihah belum selesai. Bila imam mengucapkan salam, maka
kita melanjutkan shalat dengan takbir ketiga dan seterusnya dengan mengikuti
rukun dan bacaan yang sudah ada.20
3. Syarat-syarat shalat jenazah
Bagi yang menshalati, syarat-syaratnya sama seperti shalat yang lain. Sebab pada
dasarnya shalat jenazah sama seperti shalat yang lain.
a. Shalat jenazah sama halnya dengan shalat yang lain, yaitu harus menutup aurat,
suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian dan tempatnya serta
menghadap kiblat.
b. Shalat jenazah baru dilaksanakan apabila jenazah sudah selesai dimandikan dan
dikafani.
c. Jenazah diletakkan disebelah kiblat orang yang menshalatkan., kecuali kalau
melaksanakan shalat gaib.
4. Rukun-rukun Shalat Jenazah
a. Niat
b. Berdiri bagi yang mampu
c. Takbir empat kali
d. Mengucap salam
5. Cara shalat jenazah
a. Makmum berdiri di belakang imam bersaf-saf. Jama’ahnya lebih banyak
lebih utama. Jika jama’ahnya sedikit, usahakan menjadi tiga saf. Karena

20
Ibid., hlm. 61

13
Rasulullah Saw. telah bersabda, yang artinya : “Apabila seorang mukmin
mati dan dishalatkan oleh sekelompok kaum muslimin hingga tiga saf, maka
dosa-dosa si mayat diampuni”. (HR. Lima ahli hadis, kecuali Nasai)
b. Setelah shaf teratur,
c. Niatlah shalat jenazah disertai takbiratul ihram,21
Untuk seorang mayit laki-laki
َ ‫ت فَ ْش‬
ٰ ‫ض ِم َفبيَ ٍة ِهللِ جَ َع‬
ٚ‫بى‬ ِ ‫ ٕ َٰزا ْاى ََ ِّي‬ٚ‫ي‬
ٍ ‫ث أَ ْس َب َع جَ ْن ِبي َْشا‬ َ ُ‫أ‬
ٰ ‫ َع‬ّٚ‫ص ِي‬
Untuk seorang mayit perempuan
ٰ ‫ض ِمفَبيَ ٍة ِهللِ جَ َع‬
ٚ‫بى‬ ٍ ‫ ٰٕ ِز ِٓ ْاى ََ ِّيح َ ِة أ َ ْسبَ َع جَ ْن ِبي َْشا‬ٚ‫ي‬
َ ‫ت فَ ْش‬ ٰ ‫ َع‬ٚ َ ُ‫أ‬
ّ ِ ‫صي‬
Untuk seorang mayit anak laki-laki
ٚ‫بى‬ ٍ ‫ط ْف ِو أ َ ْس َب َع ج َ ْن ِبي َْشا‬
َ ‫ت فَ ْش‬
ٰ ‫ض ِمفَب َي ٍة ِهللِ جَ َع‬ ِ ّ‫ ٕ َٰزا ْاى ََ ِي‬ٚ‫ي‬
ّ ِ ‫ث اى‬ ٰ ‫ َع‬ٚ َ ُ‫أ‬
ّ ِ ‫صي‬
Untuk seorang mayit anak perempuan
َ ‫ت فَ ْش‬
ٰ َ‫ض ِمفَبيَ ٍة ِهللِ جَع‬
ٚ‫بى‬ َ ُ‫أ‬
ّ ِ ‫ ٰٕ ِز ِٓ ْاى ََيِّح َ ِة اى‬ٚ‫ َع ٰي‬ّٚ‫ص ِي‬
ٍ ‫ط ْفيَ ِة أَََ ْسبَ َع ج َ ْنبِي َْشا‬
d. Takbir empat kali.
1) Takbir Pertama: membaca Surat Al-Fatihah
2) Takbir Kedua: membaca sholawat Nabi
ٰ ‫بس ْك َع‬
ٚ‫ي‬ ِ ‫ آ ِه ِاب َْشا ِٕي ٌَْ َٗ َب‬ٚ‫ي‬ ٰ ‫ ِاب َْشا ِٕي ٌَْ َٗ َع‬ٚ‫ي‬ ٰ ‫ص َّييْثَ َع‬
َ ‫ٍُ َس ََّ ٍذ َم ََب‬ ٰ ‫ ٍُ َس ََّ ٍذ َٗ َع‬ٚ‫ي‬
‫ آ ِه‬ٚ‫ي‬ ٰ ‫ص ِّو َع‬َ ٌَّ ُٖ ‫اَى َّي‬
ٌ‫ ْاى َعبىَ َِيَِْ اَِّّلَ َز َِ ْيذ ٌ ٍَ ِد ْيذ‬ِٚ‫ آ ِه اِب َْشا ِٕي ٌَْ ف‬ٚ‫ي‬
ٰ ‫ اِب َْشا ِٕي ٌَْ َٗ َع‬ٚ‫ي‬
ٰ ‫َع‬ َ‫بس ْمث‬
َ َ‫ آ ِه ٍُ َس ََّ ٍذ َم ََب ب‬ٚ‫ي‬
ٰ ‫ٍُ َس ََّ ٍذ َٗ َع‬
3) Sesudah takbir ketiga membaca :
Untuk Laki-laki:
ُ ‫اىَيّ ُٖ ٌَّ ا ْغ ِف ْشىَُٔ َٗ ْاس َز َُْٔ َٗ َعبفِ ِٔ َٗاع‬
ُْْٔ ‫ْف َع‬
Untuk Perempuan:
ُ ‫اىَيّ ُٖ ٌَّ ا ْغ ِف ْشىَ َٖب َٗ ْاس َز َْ َٖب َٗ َعب ِف َٖب َٗاع‬
‫ْف َع ْْ َٖب‬
Lebih sempurnanya ditambah dengan :
‫ط‬ُ َ‫ اىثَّ ْ٘ةُ اْأل َ ْبي‬َّٚ‫طبيَب َم ََب يَُْق‬ َ ‫بء َٗاىثَّ ْيحِ َٗ ْاىبَ ْش ِد ََّٗ ِقّ ِٔ ٍَِِ ْاى َخ‬
ِ ََ ‫س ْع ٍَذْ َخئَُ َٗا ْغس ِْئُ بِ ْبى‬ ّ ِ َٗ َٗ َُٔ‫َٗأ َ ْم ِش ًْ ُّ ُضى‬
َ‫اسا َخي ًْشا ٍِ ِْ دَ ِاس ِٓ ِٗاَ ْٕالً َخي ًْشا ٍِ ِْ أ َ ْٕ ِي ِٔ َٗصَ ْٗ ًخب َخي ًْشا ٍِ ِْ صَ ْٗ ِخ ِٔ َٗأَد ِْخ ْئُ ْاى َدَّْة‬ ً َ‫ٍَِِ اىذَّّ َِس َٗا ْبذ ِْىُٔ د‬
ِ َّْ‫ة اى‬
‫بس‬ ِ ‫ة ْاىقَب ِْش َٗ ٍِ ِْ فِحَْْحِ ِٔ َٗ ٍِ ِْ َعزَا‬ ِ ‫َٗأ َ ِعزُْٓ ٍِ ِْ َعزَا‬

21
Ibid., hlm. 62

14
‫‪Jika mayit anak kecil ditambah dengan do’a :‬‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫طب َٗاخْ عَ ْئُ (ٕبَ) ىَ َُٖب َ َ‬
‫بفََ َس ً‬ ‫اَىيّ َٖ ٌَّ اخْ عَ ْئُ (ٕبَ) ىَ ُٖ ََ َ‬
‫سيَفًب َٗاخْ عَئُ (ٕبَ) ىَ ُٖ ََب ر ُ ْخ ًشا َٗث َ ِقّ ْو بِٔ (ٕبَ) ٍَ َ٘ ِاصَّ ُٖ ََب َٗأ ْف ِشغِ‬
‫َسْش ٍْ ُٖ ََب أ َ َ‬
‫خْشٓ ُ (ٕبَ)‬ ‫ي‪ ٚ‬قُيُ ْ٘بِ ِٖ ََب َٗالَ ج َ ْفحِ ْْ ُٖ ََب بَ ْعذَٓ ُ(ٕبَ) َٗالَ ج ِ‬
‫ع ٰ‬
‫صب َْش َ‬
‫اى َّ‬
‫‪4) Sesudah takbir keempat sebelum salam sunnah membaca :22‬‬
‫أىيّ ُٖ ٌَّ الَ جَسْ ِش ٍَْْب أَخْ َشُٓ (َٕب) َٗالَ ج َ ْف ِحَّْب َب ْعذَُٓ (َٕب)‬
‫بُ َٗالَجَدْ َع ْو ِف‪ ٚ‬قُيُ ْ٘ ِبَْب ِغالًّ ِىيَّ ِزيَِْ آ ٍَُْ ْ٘ا َس َّبَْب ِا َّّلَ َسإ ٌ‬
‫ُٗف‬ ‫َٗا ْغ ِف ْش َىَْب َٗىَُٔ ( َى َٖب) َٗ ِإل ْخ َ٘ا َِّْب اىَّ ِزيَِْ َ‬
‫س َبقُ َّْ٘ب ِببْ ِإل ْي ََ ِ‬
‫َّس ِز ْي ٌٌ‬
‫‪e.‬‬ ‫‪Kemudian salam :‬‬
‫عيَ ْي ُن ٌْ َٗ َسزْ ََةُ هللاِ َٗبَ َشمَبجُُٔ (أ َ ْسؤَىُلَ ْاىفَ ْ٘صَ بِ ْبى َدَّْ ِة) اَى َّ‬
‫سالَ ًُ َعيَ ْي ُن ٌْ َٗ َسزْ ََةُ هللاِ َٗبَ َشمَبجُُٔ (أَ ْسؤَىُلَ اىَّْ َدب َ‬ ‫سالَ ًُ َ‬‫اَى َّ‬
‫ة)‬
‫سب ِ‬ ‫بس َٗ ْاى َع ْف َ٘ ِع ْْذَ ْاى ِس َ‬
‫ٍَِِ اىَّْ ِ‬
‫‪f.‬‬ ‫‪Doa setelah Shalat jenazah‬‬
‫صسْ بِ ِٔ أَخْ ََ ِع ْيَِ ‪ 0‬اَىّي ُٖ ٌَّ َسبََّْب جَقَب َّْو‬ ‫سيِّ ِذَّب ٍُ َس ََّ ٍذ َٗ َع ٰ‬
‫ي‪ ٚ‬آ ِى ِٔ َٗ َ‬ ‫سيَّ ٌَ َع ٰ‬
‫ي‪َ ٚ‬‬ ‫صيَّ‪ ٚ‬هللا َُٗ َ‬ ‫ا َ ْى َس َْذ ُ ِهللِ َسةّ ِ ْاىعَبىَ َِيَِْ َٗ َ‬
‫ٍَِّْب اِ َّّلَ أ َ ّْثَ اىس ََِّ ْي ُع ْاىعَ ِي ْي ٌُ اَىّي ُٖ ٌَّ ٰٕزَا َع ْبذ ُكَ َٗا ْبُِ َع ْبذِكَ خ ََش َج ٍِ ِْ َس ْٗذِ اىذُّ ّْيَب َٗ َ‬
‫سعَ ِح َٖ َبٗ ٍَسْ ب ُْ٘ ِب َٖب َٗأ َ ِزبَّآئِ ِٔ‬
‫ع ْبذُكَ‬
‫َ‬ ‫ظ ْي ََ ِة ْاىقَب ِْش َٗ ٍَب ٕ َُ٘ الَقِـ ْي ِٔ َمبَُ يَ ْش َٖذ ُ أ َ ُْ آل اِ ٰىَٔ اِالَّ أ َ ّْثَ َٗزْ ذَكَ الَش َِشيْلَ ىَلَ َٗأَ َُّ ٍُ َس ََّذًا‬
‫ى‪ُ ٚ‬‬
‫فِ ْي َٖب اِ ٰ‬
‫ى‪َ ٚ‬سزْ ََحِلَ َٗأَ ّْثَ َغِْ ٌّ‬
‫ي‬ ‫س ْ٘ىُلَ َٗأ َ ّْثَ أ َ ْعيَ ٌُ ِب ِٔ‪ 0‬اَىيّ ُٖ ٌَّ ِأَُّّ َّضَ َه ِبلَ َٗأ َ ّْثَ َخي ُْش ٍَ ْْ ُض ْٗ ٍه ِب ِٔ َٗأ َ ْ‬
‫صبَ َر فَ ِقي ًْشا اِ ٰ‬ ‫َٗ َس ُ‬
‫شفَ َعآ َء ىَُٔ اَىيّ ُٖ ٌَّ اِ ُْ َمبَُ ٍُ ْس ِسًْب فَ ِضدْ فِ‪ِ ٚ‬ازْ َ‬
‫سبِّ ِٔ َٗ ِا ُْ َمبَُ ٍُ ِسيْئب ً‬ ‫عزَا ِب ِٔ َٗقَذْ ِخئَْْبكَ َسا ِغ ِبيَِْ اِىَيْلَ ُ‬ ‫َع ِْ َ‬
‫ي‪ٚ‬‬‫ص َّي‪ ٚ‬هللا ُ َع ٰ‬
‫از َِيَِْ َٗ َ‬ ‫ى‪َ ٚ‬خَّْحِلَ َيآأ َ ْس َز ٌَ َّ‬
‫اىش ِ‬ ‫فَح َ َد َبٗ ْص َع ُْْٔ أ َ ْى ِق ِٔ ِب َشزْ ََحِلَ اْأل َ ٍَِْ ٍِ ِْ َعزَا ِبلَ َزحَّ‪ ٚ‬ج َ ْب َعثَُٔ ِا ٰ‬
‫سيَّ ٌَ (دعبء ايْ‪ ٚ‬اّٗحئ ٍيث الم‪ ،2ٚ‬اّٗحئ فشٍف٘اُ ىفع ٍزمش داُ‬
‫صسْ بِ ِٔ َٗ َ‬ ‫سيِّ ِذَّب ٍُ َس ََّ ٍذ َٗ َع ٰ‬
‫ي‪ ٚ‬آ ِى ِٔ َٗ َ‬ ‫َ‬
‫ظَيش ٍزمش د‪ ٙ‬مْح‪ٍ ٚ‬ئّث)‬

‫‪E. Menguburkan Jenazah‬‬


‫‪1.‬‬ ‫‪Pemberangkatan Jenazah‬‬
‫‪Minimal jenazah dibawa dengan cara yang tidak mengandung arti penghinaan‬‬
‫‪pada mayit. Adapun cara membawa yang sempurna adalah :‬‬
‫‪a.‬‬ ‫‪Ketika mayit siap diberangkatkan, memberi kesaksian bahwa mayit adalah orang‬‬
‫‪baik. Namun tidak semua mayit boleh disaksikan baik. Untuk mayit yang jelas‬‬
‫‪fasiq, maka tidak boleh disaksikan baik.‬‬

‫‪22‬‬
‫‪Ibid., hlm. 63‬‬

‫‪15‬‬
b. Mayit dibawa dengan memakai keranda (Madura : kathél), dan dibawa oleh
beberapa orang sesuai dengan kebutuhan, minimal dua orang. Diutamakan yang
membawanya berjumlah ganjil.
c. Seperti halnya saat dilahirkan, mayit diberangkat-kan dengan kepala di depan
(menghadap ke arah tujuan).23
d. Sunnah mempercepat langkah kaki lebih dari sekedar berjalan biasa. Namun tidak
dengan berlari.
e. Membawa mayit hendaknya dengan sopan dan penuh penghormatan.
f. Hukum mengantar jenazah ke kuburan sunnah bagi laki-laki, makruh bagi
perempuan.
2. Bentuk lubang kubur
Bentuk lubang kubur ada 2 macam :
a. Apabila tanahnya keras, maka lebih baik berbentuk liang lahad. Yaitu, menggali
bagian sisi barat dari lubang kubur, sekitar cukup untuk tempat membaringkan
mayit.
b. Apabila tanahnya lunak (mudah longsor) atau berpasir, maka berbentuk liang
cempuri. Yaitu, menggali sisi tengah dari lubang kubur, dengan ukuran bisa
membaringkan mayit, dan di sisi kanan kirinya diberi batu bata.
3. Cara Meletakkan Jenazah
Adapun tata cara meletakkan jenazah adalah sebagai berikut:
a. Keranda diletakkan diarah kaki lubang kubur (nisbat negara Indonesia : Selatan).
b. Mayit dimasukan kedalam lubang kubur dengan perlahan-lahan. Sedangkan yang
menerima, bila mayit perempuan, maka mahram si mayit. Bila laki-laki, maka yang
paling dekat hubungannya dengan si mayit.
c. Ketika memasukkan mayit, sunnah membaca do’a:
ُ ‫ ٍِيَّ ِة َس‬ٚ‫ي‬
ِ‫س ْ٘ ِه هللا‬ ٰ ‫ِبس ٌِْ هللاِ َٗ َع‬
Dengan menyebut nama Allah dan atas nama agama Rasulullah.

23
Muhammad Ridha Musyafiqi, Op.Cit., hlm. 119

16
d. Mayit diletakkan pada tempat yang telah dipersiapkan dan wajib dihadapkan ke
arah kiblat.24
e. Ikatan kain kafan bagian kepala dibuka, lalu wajah dan pipi mayit ditempelkan
ke tanah.
f. Tubuh mayit sunnah diberi penupang (Madura : lubelu) (bisa dengan batu atau
kayu), untuk menjaga agar mayit tidak berubah terlentang atau telungkup.
g. Sebelum ditimbuni tanah, tubuh mayit wajib ditutupi dengan papan kayu atau
lainnya, agar tanah timbunan tidak langsung mengena mayit.
h. Mayit dibacakan adzan dan iqamah.
i. Lalu lubang kubur ditimbun, dan tanah timbunan ditinggikan satu jengkal atau ±
25 cm.
j. Kuburan disiram dengan air dingin, sekalipun tanah telah basah oleh air hujan
k. Juga sunnah ditanami atau diberi bunga.
l. Kuburan diberi batu nisan
m. Setelah proses penguburan selesai, sunnah dibacakan talqin dengan bahasa Arab,
dan sunnah diterjemah dengan bahasa yang dimengerti oleh para pengantar
jenazah
n. Setelah proses pemakaman selesai, para pengantar jenazah sunnah tidak langsung
pulang, tetapi diam dulu dan berdzikir atau membaca al-Qur’an mendoakan
mayit.25
4. Etika Orang Yang Mengantarkan jenazah
a. Tafakkur, meresapi arti sebuah kematian.
b. Berjalan di depan dan di dekat mayit.
c. Dimakruhkan ramai-ramai dan bersuara keras serta membicarakan masalah
dunia.
d. Sunnah dengan jalan kaki. Megantarkan jenazah ke pekuburan dengan naik
kendaraan hukumnya makruh.

24
Ibid., hlm. 120
25
Ibid., hlm. 121

17
e. Mengantarkan jenazah sampai proses penguburan selesai secara sempurna.
Rasulullah SAW bersabda:
َ ‫بُ" قِ ْي َو ٍَٗب‬
ِ ‫ط‬َ ‫ جُذْفََِ فَئَُ قِي َْشا‬َّٚ‫ش ِٖذََٕب َزح‬
َ ِْ ٍَ َٗ ‫ط‬ٌ ‫ي َعيَ ْي َٖب فَئَُ قِي َْشا‬ َ ُ‫ ي‬َّٚ‫ش ِٖذَ ْاى َدَْبصَ َ َزح‬
َ ّ‫ص ِي‬ َ ِْ ٍَ
(ٔ‫"ٍثْ ُو اى َدبَيَي ِِْ ْاى َع ِظ ْي ََي ِِْ )ٍحفق عيي‬
ِ ‫بُ قَب َه‬ِ ‫ط‬ َ ‫ْاى ِقي َْشا‬
Barang siapa yang ikut menyaksikan jenazah terus menyalatinya maka
ia mendapat pahala satu qirath. Jika sampai menyaksikan
penguburannya, maka mendapat pahala dua qirath. Nabi ditanyakan
apa maksud dua qirath? Nabi menjawab satu qirath seperti dua gunung
yang besar. (HR. Imam Bukhari-Muslim).26

26
Ibid., hlm. 122

18
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kata jenazah diambil dari bahasa Arab (‫ )خِ رذ‬yang berarti tubuh mayat dan kata
‫ خِ ر‬yang berarti menutupi. Jadi, secara umum kata jenazah memiliki arti tubuh
mayat yang tertutup. Penyelenggaraan jenazah adalah fardu kifayah bagi sebagian
kaum muslimin, khususnya penduduk setempat terhadap jenazah muslim/ muslimah
Pengurusan jenazah merupakan bagian dari etika Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad SAW kepada umatnya. Hukum dalam pengurusan jenazah merupakan
fardhu kifayah, artinya apabila sebagian orang telah melaksanakannya, maka
dianggap cukup. Akan tetapi jika tidak ada seorangpun yang melakukannya, maka
berdosalah seluruh masyarakat yang berada di daerah itu, pengurusan jenazah juga
merupakan tanda penghormatan terhadap jenazah. Menurut syari’at Islam, fardu
kifayah dalam menyelanggaraan jenazah ada empat macam yaitu:
1. Memandikan jenazah
2. Mengkafani jenazah
3. Mensholatkan jenazah
4. Menguburkan jenazah

19
Daftar Pustaka

Abdurrahman, Bin Abdullah. 2017. PanduanPraktis Mengurus Jenazah. Solo.


Pustaka Arafah.
S, Zainal Abidin dan Ibnu Mas’ud. 2000. Fiqh Mazhab Syafi’i. Bandung. Pustaka.
Muchtar, Asmaji. 2014. Fatwa-Fatwa Imam As-Syafi’i. Jakarta. PT Kalola Printing.
Rasyid, Sulaiman. 2018. Fiqh Islam. Bandung. Sinar Baru Algensindo.
Musyafiqi, Muhammad R. 2013. Daras Fikih Ibadah. Jakarta. Nur Al-Huda.

20

Anda mungkin juga menyukai