Akhir Zaman
Kamis, 16 Februari 2012 22:41:40 WIB
Kategori : Kitab : Aqidah (Syarah Aqidah ASWJ)
Kedua puluh sembilan:
TURUNNYA NABI ISA ALAIHISSALLAM DI AKHIR ZAMAN [1]
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Ahlus Sunnah mengimani tentang turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam di akhir zaman.
Sifat-sifat Nabi ‘Isa Alaihissallam yang tercantum di berbagai riwayat adalah beliau
seorang laki-laki, berperawakan tidak tinggi juga tidak pendek, kulitnya kemerah-
merahan, rambut-nya keriting, berdada bidang, rambutnya meneteskan air seolah-
olah beliau baru keluar dari kamar mandi, beliau membiarkan rambutnya terurai
memenuhi kedua pundaknya.
Setelah keluarnya Dajjal dan terjadinya kerusakan di muka bumi, maka Allah
mengutus Nabi ‘Isa Alaihissallam untuk turun ke bumi.
Beliau Alaihissallam turun di Menara Putih yang terletak sebelah timur kota
Damaskus di Syam (Syiria). Beliau Alaihissallam menggunakan dua pakaian yang
dicelup sambil meletakkan kedua tangannya pada sayap dua Malaikat, apabila beliau
menundukkan kepala, maka (seolah-olah) meneteskan air, apabila beliau
mengangkat kepala maka (seolah-olah) berjatuhanlah tetesan-tetesan itu bagai
manik-manik mutiara. Dan tidak seorang kafir pun yang mencium nafasnya
melainkan akan mati padahal nafasnya sejauh mata memandang [2]. Beliau turun di
tengah golongan yang dimenangkan (ath-Thaa-ifatul Manshuurah) yang berperang
di jalan haq dan berkumpul untuk memerangi Dajja [3]. Beliau turun pada waktu
didirikannya shalat Shubuh dan shalat di belakang pemimpin golongan tersebut.
Beliau tidak membawa syari’at baru namun mengikuti syari’at yang dibawa oleh
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam [4].
Turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam di akhir zaman tercantum di dalam Al-Qur-an dan
As-Sunnah yang shahih, bahkan riwayat-riwayatnya mutawatir. Diriwayatkan lebih
dari 25 Sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.
ا ْ ِذإ
ُهّلل ََل َإ َ ِيإ اَل َإ َ تَإِّ َفُفإ ّللَك ََِّفناتَإ ْ نإ ٰا َ َا َاُ ّللَفُِّ ُيَذانَإ َنَإ َِّ ّلل
ر ن ّللفتَإ ْيَ َإ
َ إ َ ّلل َّ ّللَإو إ ُِيَاَل ََْإ اَ ِِّوإ ْيَ ِإ
ي َاُ ّللَفُِّ ُيَذانَإ فَ ِِّوَإ ُكَوََّللِّتَإ ُيَذانَإ َِّ َللٰ ّللإ
َ
ك َِنك َُِّللِّنَإ فايإ ّللا ِك ّللِإو فا ََل وَ ِا َ ّللا ِإو فَمكِ اّلل ّللإو ََ ِفلَ ّلل ّللا ِإو ْيَ َإ
إ
Menurut Qatadah dan ulama lainnya: “Ini merupakan bentuk kalimat dalam bentuk
muqaddam dan muakhkhar (yaitu bentuk kalimat yang mendahulukan apa yang
seharusnya ada di akhir, dan mengakhirkan apa yang seharusnya didahulukan).
Kedudukan sebenarnya adalah ( إ “ ) ّللَك ََِّفناِتَإ َإِّ ْيَ َإYakni Aku mengangkatmu
إ َفُفَّللتَإ ْ ن ِإ
kepada-Ku dan mewafatkanmu.”
Dan mayoritas ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kematian tersebut
“ ) وليَِاِاإ اَك ََِّفَل ّللا ِإو ُيَذ ِإDan Dia-lah yang
adalah tidur, sebagaimana firman-Nya ( َِّّ َِّو َإّلل
menidurkan kalian di malam hari.” [Al-An’aam: 60]
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, (أل اَك ََِّفَي ُّللإ م يَ ِإو َُِّيَك ِإ
إ ََ ِِّك َ ل كاِنَإ ُِس َ ُِّلل َإ “ ) ََ َلَ َ ل ف ِإAllah
إ ك َ ّللَ ِإ
yang memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (meme-gang) jiwa (orang) yang
belum mati pada waktu tidurnya.” [Az-Zumar: 42]
َي ُِي َََا َْإ ََك َِِ َل ْ َل َََِّ ِِّي ِوإ َ ا ََ ِفاَ َإو ُوِنَإ ٰا َِّ َإ َُِوّللِّإتّلل َِّ ََل ََكَِّللِّإت ّلل َِّ ََل َإ
ُه َف ّلل َون إيَ َِّ ِيَا ِإ
َ ن ُنكََُِّللُِّ ُيَذانَإ َِّْ َإ
ن إ يَ ّلل ِإو ّلل ِ َت يَُإ فايإ
ََل إ َ ِ إيّلل َ نَإ
َ ِ
ّل ِٰ َإو َ ِإ
ن و إي ي ّلل ِإو َ ن
ن ُكوَل َإ ْ إ َ ّلل
ا اََا َل ََكَِِّإت ّلل َِّ ََل إ ُي نإ ُهّلل َففَََ إي ّلل وَ ِإ َ
ُهّلل َِّاَلنَإ إ ْياِيإ َإ ازُ َإ َ ٰز َ َكاا ََل
“Dan karena ucapan mereka: ‘Sesungguhnya kami telah membunuh al-Masih, ‘Isa
putera Maryam, Rasul Allah,’ padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula)
menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan ‘Isa
bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka
bunuh itu adalah ‘Isa. Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah mengangkat ‘Isa
kepada-Nya. Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” [An-Nisaa': 157-158]
Allah mengangkat Nabi ‘Isa Alaihissallam dalam keadaan hidup dengan ruh dan
jasadnya, ayat di atas sebagai dalil untuk membantah orang-orang Yahudi yang
menyangka ‘Isa dibunuh dan disalib. Kalau yang diangkat ruhnya saja, maka apa
bedanya Nabi ‘Isa dengan Nabi-nabi yang lainnya, bahkan juga kaum Mukminin,
semua ruhnya diangkat Allah sesudah wafat! Jadi, tidak beda antara Nabi ‘Isa
dengan yang lainnya? Lantas apa manfaat penyebutan diangkat ke langit, kalau
bukan yang diangkat ruh dan jasadnya?! [5]
َّل
ا إ رلَُ إََْ ك َزَ ُ ّللإ َِٰي اّللََلكِّلل ِِّنَإ ي ّلل ََكإ َ ِإ
َ ن َ حا ُِيَاَل ََْا اَ ِِّوإ ْيَي َلوفاِنَإ ُِي َك نإ ََل َإ: ا
َي فَاَ ِز ّللإ
َ ِٰايإ ََ ِفاَ َإو وِنّللإ ٰ ِا يََا ّللِفوّلل ِإو فَاََّلل ِِّ ّللإ: ا
َ ا ُيََلو كَََل َإ
ُ نإ
ا َ ا ي َل َ ّلل
فَاََ ِِّ ّللإ: ن ّلَا
كا ِإو ْ َإ ّلل َ َِ َِٰي و َ َ ع ّلل َ ِ َ ّلل
ُس ََ إْ وَذتإ ُإ كَاف ََ إْ ي ََ َفُ ّللما وَ َِ َ إ. ِ
َّإ ِ إ َُِّيَذ
َن واَدتا َ َُِ ِإ ا ي َ ِإ
ن يَا ِّللَِّا َإ َ ِصا فَاَ ِاَ َإف
َ ٰدِّلَا َك َا ََل ُيََلو
ِٰايإ ََ ِفاَ َإو ُوِنّللإ ف ِا ّللا ّللإو اَ ِز َإ َ إِّإاَ ُِين ِزا َِفا َِّاَ َِك ّلل َاإ ُي
َ ُِا َ ِع ُِيل ِزاََْا
َ ك َع َِّاَُا َإ
ِ
ّلَ َككَي ُي ََل ّللإ
ا َ
ي َك إد َ اَ َِوََِ إيّلل إ.
“Dan demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, sudah dekat saatnya di mana akan
turun pada kalian (‘Isa) Ibnu Maryam Alaihissallam sebagai hakim yang adil. Dia
akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus jizyah (upeti/pajak), dan
akan melimpah ruah harta benda, hingga tidak ada seorang pun yang mau
menerimanya.” [9]
3. Bahwa turunnya Nabi ‘Isa Alaihissallam dari langit untuk dimakamkan di bumi,
karena tidak ada makhluk dari tanah yang mati di selainnya.
5. Beliau memiliki keistimewaan yang khusus, karena jarak antara Dia dengan Nabi
Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sangat dekat dan tidak ada Nabi lain yang
memisahkan antara Nabi ‘Isa Alaihissallam dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
8. Lamanya Nabi ‘Isa Alaihissallam tinggal di bumi adalah selama 40 tahun. [11]
Dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Hibban, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
“Beliau tinggal di bumi selama 40 tahun sebagai imam yang adil dan hakim yang
bijaksana.” [12]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, Penulis Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi'i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta,
Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Lebih lengkapnya lihat an-Nihaayah fil Fitan wal Malaahim oleh Ibnu Katsir,
tahqiq Ahmad ‘Abdus Syaafi’, Fashlul Maqaal fi Raf’i ‘Isa Hayyan wa Nuzulihi wa
Qatlihi ad-Dajjaal (hal. 337-364) oleh Dr. Muhammad Khalil Hirras dan Asyraa-thus
Saa’ah dan Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissallam wa Qatlihi
Iyyaahu oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.
[2]. HR. Muslim (no. 2937 (110)) dari Nawwas bin Sam’an Radhiyallahu anhu. Lihat
Syarah Shahiih Muslim (XVIII/67-38), oleh Imam an-Nawawi.
[3]. HR. Muslim (no. 156 (247)), Ahmad (III/384), Abu ‘Awanah (I/106), Ibnul
Jarud (no. 1031) dan Ibnu Hibban (no. 6780) dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah
Radhiyallahu anhu.
[4]. Qishshatul Masiih ad-Dajjaal wa Nuzuuli ‘Isa Alaihissallam wa Qatlihi Iyyaahu
(hal. 142-143) oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani
[5]. Diringkas dari Fashlul Maqaal (hal. 13-14).
[6]. Tafsiir Ibni Katsiir (I/644), cet. Daarus Salaam.
[7]. Tafsiir Ibni Katsiir (IV/139-140), cet. Daarus Salaam.
[8]. HR. Muslim (no. 156 (247)), Ahmad (III/384), Abu ‘Awanah (I/106), Ibnul
Jarud (no. 1031) dan Ibnu Hibban (no. 6780) dari Sahabat Jabir bin ‘Abdillah
Radhiyallahu anhu.
[9]. HR. Al-Bukhari kitab Ahaadiitsul Anbiyaa’ bab Nuzuul ‘Isa Ibni Maryam (no.
3448), Fat-hul Baari (VI/490-494) dan Muslim Kitaabul Iimaan bab Nuzuul ‘Isa Ibni
Maryam Haakiman bi Syari’ati Nabiyyinaa Muhammad j (no.155 (242)), dari
Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[10]. HR. Abu Dawud (no. 4324), Ibnu Hibban (IX/450, no. 6775, 6782 dalam
Ta’liiqatul Hisaan) dan Ahmad (II/406, 437), dari Sahabat Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (V/214 no. 2182).
[11]. Lihat Asyraathus Saa’ah (hal. 355-363), oleh Dr. Yusuf al-Wabil.
[11]. HR. Ahmad (VI/75), Ibnu Hibban (no. 1905, Shahiih Mawaariduzh Zham’aan
no.1599) dari ‘Aisyah x. Kata Imam al-Haitsamy: “Hadits ini rawi-rawinya shahih.”
Lihat Majma’uz Zawaa-id (VII/338) dan Qishshatu Dajjal (hal. 60).