Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI KESEHATAN

“NORMAL – ABNORMAL”

DISUSUN OLEH :
KHAERUL AMIN T 180106007
NISA MEGA G 180106010
RUMANTIKA 180106012

PRODI SARJANA TERAPAN KEP ANESTESIOLOGI


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
TAHUN AJARAN 2019/2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4
A. PSIKOLOGI ABNORMAL ............................................................................................. 4
B. KONSEP NORMAL ........................................................................................................ 4
C. ISTILAH TENTANG PERILAKU ABNORMAL .......................................................... 5
D. KRITERIA UNTUK MENENTUKAN ABNORMALITAS .......................................... 5
E. PERSPEKTIF KONTEMPORER TENTANG PERILAKU ABNORMAL ................... 7
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 14
A. KESIMPULAN .............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 15

2
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya, gangguan tingkah laku adalah pola tingkah laku anak atau remaja yang
berulang dan menetap dimana terjadi pelanggaran norma-norma sosial dan peraturan utama
setempat. Gangguan tingkah laku tersebut mencakup perusakan benda, pencurian, berbohong
berulang-ulang, pelanggaran serius terhadap peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau
orang lain. Etiologi gangguan tingkah laku meliputi psikodinamika, faktor sosial, dinamika
keluarga, pengelolaan jasmaniah yang tidak wajar dan biologis.
Sebelum mengklasifikasikan adanya gangguan perilaku pada usia anak-anak atau
remaja, hal pertama yang harus kita lakukan adalah mengetahui apa yang dianggap normal
pada usia tersebut. Untuk menentukan apa yang normal dan apa yang terganggu, khusus pada
anak dan remaja yang perlu ditambahkan selain kriteria umum yang telah kita ketahui adalah
faktor usia anak dan latar belakang budaya. Banyak masalah yang pertama kali teridentifikasi
pada saat anak masuk sekolah. Masalah tersebut mungkin sudah muncul lebih awal tetapi
masih ditoleransi, atau tidak dianggap sebagai masalah ketika di rumah. Kadang-kadang stres
karena pertama kali masuk sekolah ikut mempengaruhi kemunculannya (onset). Namun, perlu
diingat bahwa apa yang secara sosial dapat diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat
diterima di usia yang lebih besar. Banyak pola perilaku yang mungkin dianggap abnormal pada
masa dewasa,dianggap normal pada usia tertentu.
Gangguan pada anak-anak ini sering kali dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
eksternalisasi dan internalisasi. Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang
diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan, overaktivitas, dan impulsivitas.
Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan perilaku yang lebih terfokus kedalam
diri seperti depresi, menarik diri dari pergaulan social, dan kecemasan, termasuk juga anxietas
dan mood dimasa anak-anak.

B. RUMUSAN MASALAH
Materi yang akan disampaikan, antara lain:
a. Konsep Normal
b. Perilaku Abnormal, istilah tentang perilaku abnormal
c. Kriteria untuk menentukan abnormalitas

3
BAB II PEMBAHASAN

A. PSIKOLOGI ABNORMAL
Psikologi abnormal merupakan cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari dan
memahami pola perilaku abnormal dan cara menolong orang-orang yang mengalaminya. Jadi,
cakupan dari psikologi abnormal tidak hanya terbatas pada gangguan psikologis/mental saja,
tetapi mencakup tentang perilaku abnormal yang lebih luas lagi. Suatu perilaku dikatakan
abnormal jika meliputi gangguan fungsi psikologis dan gangguan perilaku. Ahli kesehatan
mental akan mengklasifikasikan pola perilaku ini sebagai Gangguan Psikologis
(Psychological Disorder) atau Gangguan Mental (Mental Disorder).

B. KONSEP NORMAL
WHO mendefinisikan sehat/normal sebagai keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial
secara penuh. Sedangkan, Psikiater Karl Meninger menyatakan bahwa orang yang sehat
mental/normal adalah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu menahan diri,
menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, dan sikap
hidup yang bahagia. Orang-orang yang sehat/normal memiliki ciri-ciri, yaitu :

Aspek Ciri Perilaku

Sikap terhadap diri Menunjukkan penerimaan diri, memiliki jati diri positif, memiliki nilai
sendiri yang realistik terhadap berbagai kelebihan dan kekurangan diri.

Persepsi terhadap Memiliki pandangan yang realistik terhadap diri dan dunia, baik orang
realitas maupun benda di sekelilingnya.

Integrasi Berkepribadian utuh, bebas dari konflik batin yang melumpuhkan,


memiliki toleransi yang baik terhadap stres.

Kompetensi Memiliki kompetensi fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang


memadai untuk mengatasi berbagai masalah hidup.

Otonomi Memiliki kemandirian, tanggung jawab, dan penentuan diri, yang


memadai.

4
Pertumbuhan Menunjukkan kecenderungan ke arah semakin matang, kemampuan
aktualisasi diri berkembang, mencapai pemenuhan diri sebagai pribadi.

C. ISTILAH TENTANG PERILAKU ABNORMAL


a. Perilaku Maladaptif, meliputi setiap perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi
individu atau masyarakat, seperti apatis, prasangka ras atau golongan.
b. Gangguan Mental, menunjuk pada semua bentuk perilaku abnormal, mulai dari yang
ringan sampai yang berat.
c. Psikopatologi, merujuk pada kajian tentang perilaku abnormal atau gangguan mental.
d. Penyakit Jiwa, mencakup gangguan yang melibatkan patologi otak atau disorganisasi
kepribadian yang parah.
e. Gangguan Perilaku, menunjuk pada gangguan-gangguan yang disebabkan oleh proses
belajar yang tidak semestinya, misal gagal mencintai lawan jenis, gagal memiliki konsep
diri yang positif, anak tumbuh menjadi remaja yang agresif.

D. KRITERIA UNTUK MENENTUKAN ABNORMALITAS


Ada beberapa kriteria untuk menentukan abnormalitas, yaitu :
a. Perilaku yang tidak biasa
Kriteria ini sering digunakan untuk menentukan abnormalitas. Namun
sesungguhnya, kriteria ini tidak cukup kuat untuk menentukan suatu perilaku itu abnormal
atau tidak.
b. Perilaku yang tidak dapat diterima secara social
Setiap lingkungan sosial atau masyarakat memiliki norma yang menentukan
apakah suatu perilaku dapat diterima (dipandang normal) atau tidak dapat diterima
(dipandang abnormal). Namun, norma tersebut adalah relatif, bukan mengandung
kebenaran yang universal. Maksudnya adalah, norma yang berlaku dalam satu masyarakat,
dapat berbeda dalam masyarakat yang lain. Misal, perilaku seksual dari kaum gay,
merupakan perilaku seksual yang menyimpang menurut masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, masyarakat Indonesia pada umumnya belum dapat menerima kaum tersebut.
Namun, masyarakat di Belanda tidak melihat perilaku seksual kaum gay sebagai suatu

5
perilaku seksual yang menyimpang. Sehingga masyarakat dapat menerima kaum tersebut
dalam kesehariannya.
c. Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas
Sistem pengolahan dan pemrosesan informasi di otak memampukan kita untuk
melihat atau menangkap suatu objek dan membentuk gambaran mental yang tepat terhadap
dunia sekitar. Namun, ada sebagian orang yang melihat/mendengar sesuatu yang tidak ada
objeknya (halusinasi) atau memiliki ide-ide yang tidak mendasar (delusi). Orang-orang
yang mengalami hal ini akan dianggap memiliki gejala gangguan mental.
d. Orang-orang dengan stres yang signifikan
Orang yang mengalami stres karena gangguan emosi (cemas, takut, depresi) dapat
dianggap abnormal. Namun, sebaiknya kita tidak terburu-buru menilai orang yang depresi
itu sebagai orang yang abnormal. Mengapa? Stres itu terkadang merupakan respon yang
sesuai dengan situasi tertentu. Misal, A mengalami depresi karena suaminya meninggal.
Respon yang dialami A adalah respon yang sangat wajar. Justru menjadi tidak
wajar/abnormal jika A tidak menunjukkan respon pada kondisi tersebut, ataupun
menunjukkan respon tersebut dalam jangka waktu yang sangat lama, sehingga A tidak
mampu untuk berfungsi kembali dalam hidup sehari-hari.
e. Perilaku maladaptive
Perilaku yang membatasi kemampuan untuk berfungsi dalam peran yang
diharapkan atau untuk beradaptasi dengan lingkungan dapat disebut abnormal. Misal,
agoraphobia yaitu perilaku yang ditandai oleh rasa takut yang sangat kuat ketika berada
dalam area publik. Perilaku ini dapat disebut abnormal karena perilaku tersebut tidak
umum dan merusak kemampuan individu untuk menyelesaikan tanggung jawabnya di
tengah-tengah masyarakat.
f. Perilaku berbahaya
Perilaku yang membahayakan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain dapat
dianggap abnormal. Misal perilaku agresi seperti, perilaku berkelahi secara massal
(tawuran), perilaku bunuh diri, perilaku pengrusakkan bangunan/tempat secara anarkis,
dsb.

6
E. PERSPEKTIF KONTEMPORER TENTANG PERILAKU ABNORMAL
Pemaparan mengenai perspektif akan mengacu pada pendekatan yang menekankan faktor
tertentu dalam menjelaskan perilaku abnormal dan penerapan penanganan dalam menangani
gangguan psikologis.

Perspektif Psikologis

a. Psikodinamika
Teori ini meyakini bahwa penyebab perilaku abnormal terletak pada interaksi antara
kekuatan–kekuatan dalam pikiran bawah sadar. Freud yakin bahwa ada perbedaan yang
tipis antara perilaku normal dan abnormal. Perilaku normal dan abnormal didorong oleh
dorongan irasional dari id. Pada orang yang sehat mental/normal, ego cukup kuat untuk
mengendalikan insting id dan menahan ketidaksetujuan superego. Sedangkan, pada orang
dengan gangguan psikologis, keseimbangan antara id, ego, superego tidak terjadi. Misal,
B memiliki id, dorongan untuk menyerang orang lain atau diri sendiri ; di sisi lain
superego yang bekerja dengan standar moral akan menimbulkan pikiran bahwa tindakan
penyerangan itu tidak baik dan akan mendapat sanksi hukum ; ego akan mengembangkan
rasa takut kepada pisau sebagai upaya melindungi diri dari ancaman dorongan-dorongan
alam bawah sadar (membunuh atau menyerang).
b. Belajar
 Behavior.
Tokoh-tokoh dari teori ini meyakini bahwa perilaku manusia disebabkan oleh dua
hal, yaitu pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan. Menurut teori ini, perilaku
abnormal terjadi karena proses belajar yang salah, yaitu :
 Gagal mempelajari bentuk perilaku adaptif yang diperlukan dalam hidup.
Misal, X sejak kecil hanya tinggal bersama ibunya. Pada saat dewasa, ia
cenderung feminin, karena tidak pernah melihat sosok laki-laki dewasa sejak
kecil.
 Mempelajari tingkah laku maladaptif. Misal, L menjadi remaja yang sangat
agresif, karena ia tumbuh dalam keluarga, dimana ayah suka berlaku kasar
terhadap keluarga.

7
Classical Conditioning

Contoh dalam kehidupan sehari-hari, Sutradara Rudi Sudjarwo yang mengalami


fobia terhadap mangga. Rasa takut yang berlebihan ini diperoleh dari classical
conditioning. Rudi mengembangkan rasa takut terhadap mangga, mungkin saja
disebabkan pengalaman yang tidak menyenangkan dengan buah mangga tersebut. Pada
kasus ini, mangga sebenarnya merupakan stimulus yang netral, namun ketika
diasosiasikan dengan suatu pengalaman yang tidak menyenangkan, akan menyebabkan
respon yang terkondisi (CR), yaitu fobia terhadap mangga.

Berdasarkan pandangan belajar, perilaku normal melibakan pemberian respon


secara adaptif pada stimulus, termasuk stimulus terkondisi. Rasa takut itu sesungguhnya
baik, asalkan pada konteks dan situasi yang sesuai. Dalam kasus Rudi, rasa takut itu tidak
sesuai, tidak pada konteksnya, dan tidak adaptif. Jenis-jenis ketakutan yang seperti ini yang
akan melumpuhkan diri sendiri untuk berfungsi di dunia.

Operant Conditioning

Operant conditioning melibatkan perolehan perilaku/perilaku operant, yang


dilakukan individu dalam memanipulasi lingkungan untuk menghasilkan efek tertentu.
Pada operant conditioning, individu membentuk respon/keterampilan yang menghasilkan
reinforcement. Reinforcer positif akan meningkatkan frekuensi perilaku apabila reinforcer
positif itu dimunculkan (makanan, uang, dukungan sosial) ; sebaliknya reinforcer negatif
akan meningkatkan frekuensi perilaku jika reinforcer negatif itu dihilangkan (rasa takut,
rasa sakit, rasa tidak nyaman).

Perilaku normal melibatkan : (a) pembelajaran respon yang memungkinkan


individu memperoleh dan menghindari reinforcer positif ; (b) mempelajari perilaku adaptif
yang memungkinkan individu memperoleh reinforcer positif dan menghindari reinforcer
negatif. Jika lingkungan tidak memberi kita kesempatan untuk mempelajari keterampilan
baru, maka kita sulit mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh
reinforcement. Misalnya, Y tidak memiliki keterampilan bergaul secara sosial. Oleh

8
karena itu, sulit bagi Y untuk mendapat dukungan sosial sebagai reinforcementnya.
Akibatnya, Y mungkin saja mengalami depresi karena terisolasi secara sosial.

 Kognitif Sosial.

W. Mischel

Julian B.Rotter

Albert Bandura

Teoretikus ini menekankan bahwa perilaku manusia disebabkan karena adanya


proses berpikir dan belajar melalui pengamatan/modeling. Para tokoh ini berpendapat
bahwa manusia memberi pengaruh pada lingkungan, dan lingkungan memberi pengaruh
pada mereka. Mereka yakin bahwa setiap manusia memiliki self awareness dan secara
terarah mencari informasi tentang lingkungan. Jadi, manusia tidak hanya sekedar
berespon secara otomatis terhadap suatu stimulus.

9
Misal, kasus fobia mangga pada Rudi Sudjarwo. Rasa takut pada mangga ini
mungkin dipelajari secara tidak langsung (vicariously), saat Rudi mengamati reaksi
takut berlebihan yang dialami orang lain, baik melalui kehidupan nyata, melalui TV atau
film.

3. Teori Humanistik

Carl Rogers A. Maslow

Teoretikus ini menyatakan bahwa perilaku manusia tidak dapat dijelaskan hanya
dari konflik yang tidak disadari atau conditioning yang sederhana. Para tokoh ini menolak
pendapat bahwa perilaku manusia itu semata-mata ditentukan oleh faktor dari luar dirinya.
Mereka percaya bahwa orang adalah aktor dalam drama kehidupan ini. Teori ini berfokus
pada pentingnya pengalaman disadari yang bersifat subjektif dan self direction.

Psikologi Humanistik berkaitan erat dengan aliran filosofis Eropa, yaitu


Eksistensialisme. Fokus aliran ini adalah pada pencarian arti dan pentingnya pilihan pada
eksistensi manusia. Para eksistensialis meyakini bahwa kemanusiaan membuat kita Rogers
yakin bahwa perilaku abnormal adalah hasil dari perkembangan konsep tentang self yang
terganggu. Rogers yakin bahwa kecemasan muncul ketika kita mulai merasakan perasaan
atau ide kita tidak sesuai dengan self concept terdistorsi yang telah kita kembangkan (yang
mencerminkan apa yang diharapkan orang lain terhadap kita).

Misal, Z yakin bahwa marah itu adalah wajar. Namun, orangtua memiliki konsep
bahwa marah itu tidak boleh dan tidak wajar. Marah yang semula dianggap wajar,
akhirnya menjadi tidak wajar bagi Z. Akibatnya, ketika dia akan marah karena suatu hal,
ia terhambat karena konsep yang sudah terdistorsi itu. Z cemas bahwa ketika dia marah,

10
orang di sekitar akan menilai dia sebagai orang yang buruk. Z tidak dapat
mempersepsikan nilai, konsep-konsep diri, atau bakat nya yang sebenarnya. Dengan
kondisi demikian, sangat mungkin Z menjadi frustrasi dan membentuk tahap perilaku
abnormal.

Dalam pandangan Rogers, untuk mencapai self actualization adalah melalui self
discovery dan self acceptance, yaitu menyadari, menerima perasaan kita, dan bertindak
dengan merefleksikan perasaan-perasaan tersebut.

 Teori Kognitif
Albert yakin bahwa peristiwa yang menyulitkan dalam hidup tidak akan
menyebabkan seseorang menjadi cemas, depresi, atau mengalami gangguan perilaku
lainnya. Keyakinan tidak rasional mengenai pengalaman/peristiwa yang menyulitkan
itulah yang memicu emosi negatif dan perilaku tidak adaptif. Misal, B baru saja dipecat,
sehingga ia menjadi cemas, sedih/tidak bahagia. Dari gambar ini jelas bahwa, keyakinan
yang tidak rasional ini dapat menyebabkan turunnya kemampuan coping, dan pada
akhirnya dapat menimbulkan gangguan atau perilaku abnormal.

Depresi disebabkan karena kesalahan kognitif, yaitu menilai diri berdasarkan


kesalahan atau kegagalan, lalu menginterpretasikannya secara negatif.

a) Selective abstraction. Secara selektif berfokus pada kegagalan dan mengabaikan


kompetensi. Contoh, pada saat pembagian rapor, R merasa sedih karena fokus pada
nilai matematika yang mendapat 6, sementara mata pelajaran lain mendapat nilai
yang lebih tinggi.

11
b) Overgeneralization. Melakukan generalisasi yang berlebihan dari beberapa
pengalaman yang terpisah. Contoh, S yakin tidak akan menikah setelah ditinggal
pacarnya menikah.
c) Magnification. Terlalu membesarkan peristiwa yang tidak menguntungkan. Contoh, P
mendapat nilai E pada matakuliah Abnormal, lalu ia yakin bahwa ia akan di DO oleh
fakultas dan kemudian hidupnya hancur.
d) Absolutist thinking. Orang yang berpikir absolut selalu memandang dunia ini hitam
putih, tidak bisa abu-abu. Contoh, C berpikir bahwa nilai yang sempurna adalah A.
Jadi jika dalam salah satu mata kuliah ia mendapat nilai B, maka ia akan merasa gagal
total.

Perspektif Sosiokultural

Menurut teori ini, sumber penyebab utama perilaku abnormal adalah keadaan-keadaan
objektif di masyarakat yang bersifat merugikan, seperti kemiskinan, diskriminasi dan
prasangka ras, adanya kekerasan atau kekejaman. Misal, baru-baru ini ada seorang pemuda
di Jawa Tengah yang nekat mengakhiri hidupnya dengan terjun bebas dari lantai 3 atau 4
dari sebuah gedung. Alasan bunuh dirinya adalah karena ia tidak mampu melunasi
pembayaran motor yang baru saja dibelinya.

Perspektif Biopsikososial

Pada beberapa gangguan, penyebab yang paling dominan adalah karena satu faktor saja,
misalnya : (a) Faktor biologis. Misal, mental retardasi terjadi karena abnormalitas kromosom
atau konsumsi alkohol oleh ibu pada masa kehamilan ; (b) Faktor belajar. Misal, fobia terjadi
karena asosiasi atau memasangkan objek/situasi tertentu dengan pengalaman yang
traumatis. Namun, banyak teoretikus masa kini yang mengadopsi perspektif biopsikososial,
karena melihat bahwa faktor biologis, psikologis, dan sosiokultural saling berinteraksi dalam
berkembangnya suatu gangguan tertentu.

Model Diatesis Stres. Model ini beranggapan bahwa gangguan muncul dari kombinasi /
interaksi dari suatu diatesis (kerentanan/predisposisi) dengan stres. Diatesis dijelaskan
sebagai kerentanan biologis, yang biasanya bersifat genetis, yang meningkatkan risiko

12
berkembangnya gangguan tertentu. Berkembangnya suatu gangguan akan tergantung pada
jenis dan keparahan stresor yang dialami seseorang.

13
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
Suatu perilaku dikatakan abnormal jika meliputi gangguan fungsi psikologis dan gangguan
perilaku. Psikiater Karl Meninger menyatakan bahwa orang yang sehat mental/normal adalah
mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, mampu menahan diri, menunjukkan
kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, dan sikap hidup yang
bahagia.
Kriteria untuk menentukan abnormalitas, yaitu : Perilaku yang tidak biasa, Perilaku yang
tidak dapat diterima secara social, Persepsi atau interpretasi yang salah terhadap realitas,
Perilaku maladaptive, Orang-orang dengan stres yang signifikan.
Istilah istilah tentang perilaku abnormal:
 Perilaku Maladaptif, meliputi setiap perilaku yang mempunyai dampak merugikan bagi
individu atau masyarakat, seperti apatis, prasangka ras atau golongan.
 Gangguan Mental, menunjuk pada semua bentuk perilaku abnormal, mulai dari yang
ringan sampai yang berat.
 Psikopatologi, merujuk pada kajian tentang perilaku abnormal atau gangguan mental.
 Penyakit Jiwa, mencakup gangguan yang melibatkan patologi otak atau disorganisasi
kepribadian yang parah.
 Gangguan Perilaku, menunjuk pada gangguan-gangguan yang disebabkan oleh proses
belajar yang tidak semestinya, misal gagal mencintai lawan jenis, gagal memiliki konsep
diri yang positif, anak tumbuh menjadi remaja yang agresif.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nevid, J.S., Rathus, S.A.,& Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Kelima Jilid 1
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga

Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius

15

Anda mungkin juga menyukai