Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi hirschprung

Hirschsprung (megakolon/aganglionic congenital) adalah anomali kongenital


yang mengakibatkan obstruksi mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian
usus (Wong, 1996).

Penyakit Hisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan penyebab gangguan


pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000).

Hirschprung adalah kelainan bawaan berupa obstruksi usus akibat dari tidak
adanya sel-sel ganglion parasimpatik pada dinding saluran intestinal lapisan
submukosa, dan biasa terjadi pada calon bagian distal (Fitri Purwanto, 2001).

Hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan berupa aganglionosis usus


yang dimulai dari sfingter ani internal ke arah proksimal dengan panjang bervariasi
dan termasuk anus sampai rektum. Juga dikatakan sebagai kelainan kongenital dimana
tidak terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbact di kolon (A. Aziz
Alimul Hidayat,2006).

B. Klasifikasi glaukoma

Menurut staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI (1996). Hirschsprung


dibedakan sesuai dengan panjang segmen yang terkena, hirschsprung dibedakan
menjadi dua tipe berikut :

1. Segmen Pendek

Segmen pendek aganglionisis mulai dari anus sampai sigmoid,terjadi pada


sekitar 70% kasus penyakit Hirschsprung dan tipe ini lebih sering ditemukan pada
laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada tipe segmen pendek yang umum,
insidennya 5 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan wanita dan kesempatan
saudara laki-laki dari penderita anak untuk mengalami penyakit ini adalah 1 dari
20 (Sacharin, 1986)

2. Segmen Panjang

Daerah aganglionisis dapat melebihi sigmoid, bahkan kadang dapat mengenai


seluruh kolon atau sampai usus halus. Laki-laki dan perempuan memiliki peluang
yang sama, terjadi pada 1 dari 10 kasus tanpa membedakan jenis kelamin (Staf
Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1996: Sacharin, 1986).
C. Etiologi

Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan


dinding usus, mulai dari spingter ani internus kearah proksimal, 70 % terbatas
didaerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat
mengenai seluruh usus dan pilorus.

Adapun yang menjadi penyebab hirschsprung atau mega kolon kongenital


adalah diduga karena terjadi faktor genetik dan lingkungan sering terjadi pada anak
dengan Down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,
gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan submukosa pada dinding plexus.

Dalam keadaan normal bahan makanan yang dicerna bisa berjalan disepanjang
usus karena adanya kontraksi ritmis dari otot-otot yang melapisi usus (kontraksi ritmis
ini disebut gerakan peristaltiik). Kontraksi dirangsang oleh sekumpulan saraf yang
disebut ganglion yang terletak dibawah lapisan otot.

Sedangkan menurut (Amiel, 2001) penyebab hisprung tidak diketahui, tetapi


ada hubungan dengan kondisi genetic Mutasi pada Ret proto-onkogen telah dikaitkan
dengan neoplasia endokrin 2A atau 2B pada penyakit Hirschsprung familiar (Edery,
1994). Gen lain yang berhubungan dengan penyakit Hirschsprung termasuk sel
neurotrofik glial yang diturunkan dari factor gen, dari factor gen endhotelin-B, dan
gen endothelin -3 (Marches, 2008).Penyakit Hirschprung juga terkait dengan Down
syndrome, sekitar 5-15% dari pasien dengan penyakit Hirschprung juga memiliki
trisomi 21 (Rogers, 2001).

D. Patofisiologi

Istilah congenital agang lionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan


primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal.
Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus
besar. Ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan
tenaga pendorong (peristaltik) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter
rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal
yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna.
Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon.

Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol
kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal. Isi usus mendorong ke segmen
aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya
bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan
menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar.
Pathwey
E. Manifestasi klinis
Gejala dan tanda dapat bermacam-macam berdasarkan keparahan dari kondisi
kadang-kadang mereka muncul segera setelah bayi lahir. Pada saat yang lain mereka
mungkin saja tidak tampak sampai bayi tumbuh menjadi remaja ataupun dewasa.

 Pada kelahiran baru tanda dapat mencakup :


 Kegagalan dalam dalam mengeluarkan feses dalam hari pertama atau kedua
kelahiran.
 Muntah : mencakup muntahan cairan hijau disebut bile-cairan pencernaan
yang diproduksi di hati.
 Konstipasi atau gas.
 Diare
 Pada anak-anak yang lebih tua, tanda dapat mencakup :
 Perut yang buncit
 Peningkatan berat badan yang sedikit
 Masalah dalam penyerapan nutrisi, yang mengarah penurunan berat badan,
diare atau keduanyadan penundaan atau pertumbuhan yang lambat
 Infeksi kolon, khususnya anak yang baru lahir atau yang masih muda, yang
dapat mencakup enterocolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah
dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya. Pada anak-anak yang lebih
tua atau dewasa, gejala dapat mencakup konstipasi dan nilai rendah dari sel
darah merah (anemia) karena darah hilang dalam feses.

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a) Kimia darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan panel renal
biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare memiliki hasil yang sesuai
dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini dapat membantu mengarahkan pada
penatalaksanaan cairan dan elektrolit.

b) Darah rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui hematokrit dan


platelet preoperatiof.

c) Profil koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan tidak ada


gangguan pembekuan darah yang perlu dikoreksi sebelum operasi dilakukan.

2. Pemeriksaan Radiologi

a) Foto polos abdomen dapat menunjukan adanya loop usus yang distensi
dengan adanya udara dalam rectum.

b) Barium enema
 Jangan membersihkan kolon bagian distal dengan enema sebelum
memasukkan kontras enema karena hal ini akan mengaburkan gambar
pada daerah zona transisi.
 Kateter diletakkan didalam anus, tanpa mengembangkan balon, untuk
menghindari kaburnya zona transisi dan beresiko terjadinya peforasi. foto
segera diambil setelah injeksi kontras, dan diambil lagi 24 jam kemudian.
 Colon bagian distal yang menyempit dengan bagian proksimal yang
mengalami dilatasi merupakan gambaran klasik penyakit Hirschsprung.
Akan tetapi temuan radiologis pada neonatus lebih sulit diinterpetasi dan
sering kali gagal memperlihatkan zona transisi.
 Gambaran radiologis lainnya yang mengarah pada penyakit Hirschsprung
adalah adanya retensi kontras lebih dari 24 jam setelah barium enema
dilakukan.

3. Biopsi
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa meisner, apakah
terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit hirschprung ganglion ini tidak
ditemukan.

G. Penatalaksanaan

1. Pembedahan

Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua tahap. Mula-mula


dilakukan kolostomi loop atau double–barrel sehingga tonus dan ukuran usus yang
dilatasi dan hipertrofi dapat kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3
sampai 4 bulan). Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9
dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara memotong usus
aganglionik dan menganastomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan
jarak 1 cm dari anus. Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang
berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon nromal ke
arah bawah dan menganastomosiskannya di belakang anus aganglionik,
menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganglionik dan bagian
posterior kolon normal yang ditarik tersebut. Pada prosedur Swenson, bagian
kolon yang aganglionik itu dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end
pada kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi. Sfinterotomi dilakukan
pada bagian posterior. Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar
dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk mengobati penyakit
hirsrcprung. Dinding otot dari segmen rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang
bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara
kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Konservatif

Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui


pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.

3. Tindakan bedah sementara

Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan dewasa yang
terlambat didiagnosis dan pasien dengan enterokolitis berat dan keadaan umum
memburuk. Kolostomi dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
4. Perawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara
lain :
 Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak
secara dini.
 Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak.
 Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis (pembedahan).
 Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak – anak
dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta
situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas

Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan
merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan
dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai
sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon
atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan
(Ngastiyah, 1997).

2. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang
sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam
setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain
adalah muntah dan diare.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi
total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi
mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi.
Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang
diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi
ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare
berbau busuk dapat terjadi
c. Riwayat kesehatan dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung
d. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada


anaknya

3. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada


survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi
dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala
terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi
syok atau sepsis

Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan
rectum akan didapatkan

a. Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan


rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan
berbau busuk.

b. Auskultasi: Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan


berlanjut dengan hilangnya bisng usus.

c. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung.

d. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.

 Sistem kardiovaskuler: Takikardia.


 Sistem pernapasan: Sesak napas, distres pernapasan.
 Sistem pencernaan: Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang,
muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare
kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu
ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja
yang menyemprot.
 Sistem saraf : Tidak ada kelainan.
 Sistem lokomotor/musculoskeletal : Gangguan rasa nyaman : nyeri
 Sistem endokrin: Tidak ada kelainan.
 Sistem integument: Akral hangat, hipertermi
 Sistem pendengaran: Tidak ada kelainan

B. Diagnosa keperawatan
a. DX 1: Risiko konstipasi b.d penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik

b. DX 2: Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh b.d keluar cairan tubuh


dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal

c. DX 3: Risiko injuri b.d pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding


intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus

d. DX 4: Resiko infeksi b.d pasca prosedur pembedahan


C. Intervensi keperawatan

No.Dx Tujuan Intervensi Rasionl


1. Tujuan: Setelah Mandiri
diberikan tindakan — Observasi bising usus — Untuk menyusun
keperawatan dan periksa adanya rencana penanganan
diharapkan BAB distensi abdomen yang efektif dalam
normal kembali pasien, Pantau dan mencegah konstipasi
catat frekuensi dan dan impaksi fekal
Kriteria hasil:
karakteristik feses
 pasien tidak — Catat asupan haluaran — Untuk meyakinkan
mengalami secara akurat terapi penggantian
konstipasi cairan dan hidrasi
 pasien dapat — Dorong pasien untuk — Untuk meningkatkan
mempertahankan mengkonsumsi cairan terapi penggantian
defekasi setiap 2.5 L setiap hari, bila cairan dan hidrasi
hari tidak ada
kontraindikasi
— Lakukan program — Untuk membantu
defekasi, Letakkan adaptasi terhadap fungsi
pasien di atas pispot fisiologi normal
atau commode pada
saat tertentu setiap
hari, sedekat mungkin
kewaktu biasa
defekasi (bila
diketahui)
— Berikan laksatif, — Untuk meningkatkan
enema, atau eliminasi feses padat
supositoria sesuai atau gas dari saluran
instruksi. pencernaan, pantau
keefektifannya
2. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Timbang berat badan — Untuk membantu
keperawatan pasien setiap hari mendeteksi perubahan
diharapkan sebelum sarapan keseimbangan cairan
kebutuhan cairan — Ukur asupan cairan — Penurunan asupan atau
tubuh dapat dan haluaran urin peningkatan haluaran
terpenuhi. untuk mendapatkan meningkatkan defisit
status cairan cairan
Kriteria hasil: — Pantau berat jenis urin — Peningkatan berat jenis
 turgor kulit urin mengindikasikan
elastik dan dehidrasi. Berat jenis
normal, CRT < 3 urin rendah,
detik mengindikasikan
kelebihan volume cairan
— Periksa membran — Membran mukosa
mukosa mulut setiap kering merupakan suatu
hari indikasi dehidrasi
— Tentukan cairan apa — Untuk meningkatkan
yang disukai pasien asupan
dan simpan cairan
tersebut di samping
tempat tidur pasien,
sesuai instruksi
— Pantau kadar elektrolit — Perubahan nilai
serum. elektrolit dapat
menandakan awitan
ketidakseimbangan
cairan
3. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Observasi faktor- — Pasca bedah terdapat
keperawatan faktor yang resiko rekuren dari
diharapkan reseksi meningkatkan resiko hernia umbilikalis
kolon tidak injuri akibat peningkatan
mengalami injuri tekanan intra abdomen
— Monitor tanda dan — Perawat yang
Kriteria hasil: gejala perforasi atau mengantisipasi resiko
peritonitis terjadinya perforasi atau
 TTV normal
peritonitis. Tanda dan
 Kardiorespirasi gejala yang penting
optimal, tidak adalah anak rewel tiba-
terjadi infeksi tiba dan tidak bisa
pada insisi dibujuk atau diam oleh
orang tua atau perawat,
muntah-muntah,
peningkatan suhu tubuh
dan hilangnya bising
usus. Adanya
pengeluaran pada anus
yang berupa cairan
feses yang bercampur
darah merupakan tanda
klinik penting bahwa
telah terjadi peforasi.
Semua perubahan yang
terjadi
didokumentasikan oleh
perawat dan laporkan
pada dokter
— Lakukan pemasangan — Tujuan memasang
selang nasogatrik selang nasogatrik adalah
intervensi dekompresi
akibat respon dilatasi
dan kolon obstruksi dari
kolon aganglionik.
Apabila tindakan ini
dekompresi ini optimal,
maka akan menurunkan
distensi abdominal yang
menjadi penyebab
utama nyeri abdominal
pada pasien hirschprung
— Monitor adanya — Perawat memonitor
komplikasi pasca adanya komplikasi
bedah pasca bedah seperti
mencret ikontinensia
fekal, kebocoran
anastomosis, formasi
striktur, obstruksi usus,
dan enterokolitis
— Pertahankan status — Pasien akan
hemodinamik yang mendapatkan cairan
optimal intravena sebagai
pemeliharaan status
hemodinamik
— Bantu ambulasi dini — Pasien dibantu turun
dari tempat tidur pada
hari pertama pasca
operasi dan disorong
untung mulai
berpartisipasi dalam
ambulasi dini
— Hadirkan orang — Pada anak,
terdekat menghadirkan orang
terdekat dapat
mempengaruhi
penurunan respon nyeri.
Sedangkan pada dewasa
merupakan tambahan
dukungan psikologis
dalam menghadapi
masalah kondis nyeri
baik akibat kolik
abdomen atau nyeri
kolaborasi pasca bedah
— Kolaborasi pemberian — Antibiotik menurunkan
antibiotik pasca bedah resiko infeksi yang
menimbulkan reaksi
inflamasi lokal dan
dapat memperlama
proses penyembuhan
pasca funduplikasi
lambung
4. Tujuan: setelah Mandiri
diberikan tindakan — Minimalkan risiko — Mencuci tangan adalah
keperawatan infeksi dengan : satu-satunya cara
diharapkan tidak ada mencuci tangan terbaik untuk mencegah
tanda-tanda infeksi sebelum dan setelah patogen, sarung tangan
pada klien memberikan dapat melindungi
perawatan, tangan pada saat
Kriteria hasil: menggunakan sarung memegang luka yang
tangan untuk dibalut atau melakukan
 suhu dalam rentang
mempertahankan berbagai tindakan
normal.
asepsis pada saat
 tidak ada patogen memberikan
yang terlihat dalam perawatan langsung
kultur, luka dan — Observasi suhu — Suhu yang terus
insisi terlihat bersih, minimal setiap 4 jam meningkat setelah
merah muda, dan dan catat pada kertas pembedahan dapat
bebas dari drainase grafik. Laporkan merupakan tanda awitan
purulen evaluasi kerja komplikasi pulmonal,
infeksi luka atau
dehisens.

D. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan
hisrchprung diharapkan sebagai berikut:
a. Tidak adanya konstipasi dan BABnya normal.
b. Kebutuhan cairan pasien terpenuhi
c. Tidak adanya injuri
d. Tidak adanya tanda-tanda atau reksi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Mengenal Penyakit Hirschsprung (Aganglionic Megacolon).

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta

Kartono, Darmawan. 2004. Penyakit Hirschsprung. Jakarta : Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai