Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi
SOL (Space Occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah mengenai adanya
lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Terdapat beberapa
penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor pada intracranial (Smeltzer & Bare, 2013).
Tumor otak adalah lesi oleh karena ada desakan ruang baik jinak / ganas yang
tumbuh di otak, meningen dan tengkorak. Tumor otak merupakan salah satu tumor
susunan saraf pusat, baik ganas maupun tidak. Tumor ganas disusunan saraf pusat
adalah semua proses neoplastik yang terdapat dalam intracranial atau dalam kanalis
spinalis, yang mempunyai sebagian atau seluruh sifat-sifat proses ganas spesifik
seperti yang berasal dari sel-selsaraf di meaningen otak, termasuk juga tumor yang
berasal dari sel penunjang (Neuroglia), sel epitel pembuluh darah dan selaput otak.
(Fransisca, 2008).
Kranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-
lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial. Suatu lesi yang meluas pertama kali
dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal dari rongga cranium. Akhirnya vena
mengalami kompresi, dangan gangguan sirkulasi darah otak dan cairan serebrospinal
mulai timbul dan tekanan intracranial mulai naik. Kongesti venosa menimbulkan
peningkatan produksi dan penurunan absorpsi cairan serebrospinal dan
meningkatkan volume dan terjadi kembali hal-hal seperti diatas.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Otak, merupakan merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang terletak di
cavum cranii. Berat otak saat lahir 350 gram, dan berkembang hingga saat dewasa
seberat 1400-1500 gram.

4
5

Gambar 2.1 Anatomi Otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu:


1) Cerebrum (Otak Besar)
2) Cerebellum (Otak Kecil)
3) Brainstem (Batang Otak)
4) Limbic System (Sistem Limbik)

1) Cerebrum (Otak Besar)


Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak Depan. Cerebrum merupakan bagian otak
yang membedakan manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran, perencanaan, memori dan
kemampuan visual.
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut Lobus. Bagian
lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan yang menyerupai parit disebut
6

sulcus. Keempat Lobus tersebut masing-masing adalah: Lobus Frontal, Lobus


Parietal, Lobus Occipital dan Lobus Temporal.

Gambar 2.2 Anatomi lobus

• Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari Otak Besar.
Mulai dari sulcus sentralis sampai kapolus centralis, terdiri dari gyrus precentralis,
girus frontalis superior, girus frontalis media, girus frontalis inferior,girus recrus,
dirus orbitalis, dan lobulus paracentralis superior. Lobus ini berhubungan dengan
kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian
masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual
dan kemampuan bahasa secara umum.
• Lobus Parietal berada di tengah, mulai dari sulcus centralis menuju lobus
occipitalis dan cranialis dari lobus temporalis, terdiri dari girus post centralis, lobulus
7

parietalis superior,dan lobulus parietalis inferior-inferior-posterior. berhubungan


dengan proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
• Lobus Temporal berada di bagian bawah terletak antara polus temporalis dan
polus occipitalis dibawah sulcus lateralis berhubungan dengan kemampuan
pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
• Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, terletak antara sulcus parieto
occipital dengan sulcus preoccipitalis, memiliki dua bangunan, cuneus dan girus
lingualis, berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.
Area Broca yang betanggungjawab untuk kemampuan berbicara, terletak di lobus
frontalis kiri dan berkaitan erat dengan daerah motorik korteks yang mengontrol otot-
otot penting untuk artikulasi.
Daerah Wernicke yang terletak di korteks kiri pada pertemuan lobus-lobus
parietalis, temporalis, dan oksipitalis berhubungan dengan pemahaman bahasa.
Daerah ini berperan penting dalam pemahaman bahasa baik tertulis maupun lisan.
Selain itu, daerah ini bertanggung jawab untuk memformulasikan pola pembicaraan
koheren yang disalurkan melalui seberkas saraf ke daerah Broca, kemudian
mengontrol artikulasi pembicaraan.
Daerah motorik, sensorik, dan bahasa menyusun hanya sekitar separuh dari luas
korteks serebrum keseluruhan. Daerah sisanya, yang disebut daerah asosiasi berperan
dalam fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur).
Korteks asosiasi prafrontalis adalah bagian depan dari lobus frontalis tepat di
anterior korteks motorik. Peran sebagai: (1) perencanaan aktivitas volunteer
(2) pertimbangan konsekuensi-konsekuensi tindakan mendatang dan penentuan
pilihan (3) sifat-sifat kepribadian.
Korteks asosiasi parietalis-temporalis-oksipitalis dijumpai pada peetemuan ketiga
lobus. Di lokasi ini dikumpulkan dan diintegrasikan sensasi-sensasi somatic,
auditorik, dan visual yang berasal dari ketiga lobus untuk pengolahan persepsi yang
kompleks.
8

Korteks asosiasi limbic di bawah dan dalam antara kedua lobus temporal. Daerah
ini berkaitan dengan motivasi dan emosi.
2) Cerebellum (Otak Kecil
Otak Kecil atau Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan
ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak,
diantaranya: mengatur sikap atau posisi tubuh, mengkontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak Kecil juga menyimpan dan melaksanakan
serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti gerakan mengendarai mobil,
gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan
koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut
tidak mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu
mengancingkan baju.
3) Brainstem (Batang Otak)
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk pernapasan,
denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan merupakan
sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya
bahaya. Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya. Oleh
karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil. Otak reptil mengatur
“perasaan teritorial” sebagai insting primitif. Contohnya anda akan merasa tidak
nyaman atau terancam ketika orang yang tidak kita kenal terlalu dekat .
Batang Otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
• Mesencephalon atau Otak Tengah (disebut juga Mid Brain) adalah bagian
teratas dari batang otak yang menghubungkan Otak Besar dan Otak Kecil. Otak
tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
• Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla mengontrol
9

funsi otomatis otak, seperti detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan
pencernaan.
• Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah kita terjaga atau
tertidur.
4) Limbic System (Sistem Limbik)

Gambar 2.3 Anatomi sistim limbik

Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang otak ibarat
kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah. Bagian otak ini sama
dimiliki juga oleh hewan mamalia sehingga sering disebut dengan otak mamalia.
Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala, hipocampus dan
korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan, mengatur produksi
hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa
senang, metabolisme dan juga memori jangka panjang.
Bagian terpenting dari Limbik Sistem adalah Hipotalamus yang salah satu
fungsinya adalah bagian memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana
yang tidak. Sistem limbik menyimpan banyak informasi yang tak tersentuh oleh
indera. Dialah yang lazim disebut sebagai otak emosi atau tempat bersemayamnya
rasa cinta dan kejujuran. Carl Gustav Jung menyebutnya sebagai "Alam Bawah
Sadar" atau ketidaksadaran kolektif, yang diwujudkan dalam perilaku baik seperti
10

menolong orang dan perilaku tulus lainnya. LeDoux mengistilahkan sistem limbik ini
sebagai tempat duduk bagi semua.

2.1.3. Etiologi
Gejala terjadinya spesifik sesuai dengan gangguan daerah otak yang terkena.
Menyebutkan tanda-tanda yang ditunjukkan lokal, seperti pada ketidaknormalan
sensori dan motorik. Perubahan pengelihatan dan kejang karena fungsi dari bagian-
bagian berbeda-beda dan otak. Lokasi tumor dapat ditentukan pada bagiannya
dengan mengidentifikasi fungsi yang dipengaruhi oleh adanya tumor.
1) Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
2) Tumor cerebellum (atur sikap badan / aktifitas otak dan keseimbangan)
Mengatakan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan / berjalan yang
sempoyongan dengan kencenderungan jatuh, otot tidak terkoordinasi dan nigtatius
(gerakan mata berirama tidak sengaja) biasanya menunjukkan gerak horizontal.
3) Tumor korteks motorik
Menimbulkan manifestasi gerakan seperti epilepsy, kejang jarksonian dimana
kejang terletak pada satu sisi.
4) Tumor lobus frontal
Sering menyebabkan gangguan kepribadian, perubahan status emosional dan
tingkah laku dan distulegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
5) Tumor intra cranial
Dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan
gangguan gaya berjalan, terutama pada pasien lansia. Tipe tumor yang paling sering
adalah meningioma, glioblastana (tumor otak yang sangat maligna) dan metastase
serebral dari bagian luar.
11

6) Tumor sudut cerebelopointin


Biasanya diawali pada jaring saraf akustik dan memberi rangkaian gejala
yang timbul dengan semua karakteristik gejala pada tumor otak.
Gejala pertama :
a) Tinitus dan kelihatan vertigo, segera ikuti perkembangan saraf-saraf yanga
mengarah terjadinya tuli (gangguan fungsi saraf cranial ke VIII /
vestibulochorlearis / oktavus)
b) Kesemutan dan rasa gatal-gatal pada wajah dan lidah (berhubungan dengan
cranial ke V/trigemirus)
c) Terjadi kelemahan atau paralisis (keterbatasan saraf cranial ke VII / fecialis)
d) Pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada
fungsi motorik (aktivitas otot, sikap badan dan keseimbangan)

2.1.4. Klasifikasi
Berdasarkan jenis tumor dapat dibagi menjadi :
1) Jinak
a) Acoustic neuroma
b) Meningioma
c) Pituitary adenoma
d) Astrocytoma ( grade I )
2) Malignant
a) Astrocytoma ( grade 2,3,4 )
b) Oligodendroglioma
c) Apendymoma
Berdasarkan lokasi tumor dapat dibagi menjadi :
a) Tumor intradural
(1). Ekstramedular
(2). Cleurofibroma
(3). Meningioma intramedural
(4). Apendimoma
12

(5). Astrocytoma
(6). Oligodendroglioma
(7). Hemangioblastoma
b) Tumor ekstradural : merupakan metastase dari lesi primer.

2.1.5. Patofisiologi/ Pathway


a) Peningkatan tekanan intrakranial (TIK) dan edema serebral
b) Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal
c) Hidrosefalus
d) Gangguan fungsi hipofisis
Pada fase awal, abses otak ditandai dengan edema local, hyperemia, infiltrasi
leukosit / melunaknya parenkim trombosis sepsis dan edema, beberapa hari atau
minggu dari fase awal terjadi proses uque fraction ataudinding kista berisi
pus. Kemudian rupture maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis.
Tumor otak menyebabkan gangguan neurolagis. Gejala-gejala terjadi berurutan
Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala
neurologic pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh tumor dan tekanan
intrakranial. Gangguan vocal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi / inovasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan
dengan gangguan cerebrovaskuler primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompersi invasi dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak.
Peningkatan intracranial dapat diakibatakan oleh beberapa factor : bertambahnya
masa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
serebrospinal. Pertumbuhan tumor akan menyebabkan bertambahnya massa karena
tumor akan mengambilkan ruang yang relative dari ruang tengkorak yang kaku.
13

Tumor ganas menimbulkan odem dalam jaringan otak. Mekanisme belum


sepenuhnya dipahami namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan
pendarahan. Obstruksi vena oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak
semuanya menimbulkan kenaikan volume inntrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebro spinal dari vantrikel laseral keruang sub arachnoid menimbulkan
hidrosephalus.
Peningkatan intracranial akan membahayakan jiwa bila terjadi secara cepat akibat
salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi
memrlukan waktu berhari-hari / berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh
karena itu tidak bergun apabila tekanan intracranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini bekerja menurunkan volume darah intrakranial,
volume cairan cerborspinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-
selparenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasiulkus/
serebulum.herniasi timbul bila girus medalis lobus temporalis bergeser ke interior
melalui insisuratentorial oleh massa dalam hemisterotak. Herniasi menekan ensefalon
menyebabkan kehilangan kesadaran da nmenekan saraf ketiga. Pada herniasi
serebulum tonsil sebelum bergeser kebawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa poterior,( Suddart, Brunner. 2011).
14

WOC Space Occupying Lesion (SOL)


Riwayat trauma kepala
Faktor genetik
Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
Virus tertentu
Defisiensi imunologi
Kongenital

Space Occupying Lesion (SOL)

Peningkatan tekanan intra kranial (TIK) dan edema serebral


Aktivitas kejang dan tanda – tanda neurologis fokal

Hidrocefalus
Gangguan fungsi hipofisis

B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breath Blood Brain Bladder Bowel Bone

Bladder
Gangguan
Penekanan Tekanan pada
Tirah baring Gangguan aliran Penekanan Penurunan Fungsi otak aliran darah
pada jaringan jaringan otak
darah dan O2 keotak pada lobus suplai darah menurun dan O2 ke otak
otak
oksipitalis dan O2 ke
otak
Kemampuan Impulse Fungsi otak Peningkatan
Penekanan sistem Peningkatan
batuk Gangguan sensorik menurun tekanan
saraf pernafasan tekanan Gangguan
menurun memori dan intrakranial
intrakranial fungsi
penglihatan motorik
kranial V terganggu Reflek menelan
VII, IX,X, XI, menurun
Akumulasi sekret RR meningkat, Gangguan darah Gangguan
meningkat dijalan nafas cepat dan XII
dan O2 ke otak Penurunan darah dan O2
nafas dangkal Kemampuan Syaraf keotak
penglihatan Kehilangan perkemihan Anoreksia,
fungsi tonus terganggu mual muntah,
Tirah baring
Batuk tidak Penggunaan Perfusi jaringan otot fasial/oral lama
efektif, ronchi, otot pernafasan serebral tidak Resiko
wheezing, efektif Intake nutrisi
cedera inkontensia
Ketidak dan cairan Kelemahan
frekuensi nafas urine
mampuan tidak adekuat Otot
meningkat progresif
Pola nafas tidak berbicara,
efektif menyebut
Gangguan
kata-kata Defisit
pola
Observasi TTV Nutrisi ADL
Bersihan jalan eliminasi
Observasi tingkat di
nafas tidak efektif (Urine) bantu
kesadaran,GCS Kerusakan
Kolaborasi pemberian terapi artikulasi Resiko
ketidakseimb
angan cairan
1. Monitor
?7 NB keadaan
M,8 jalan nafas
2. Lakukan suction sekret tiap 1 Gangguan
jam Komunikasi
Defisit
3. Berikan O2 sesuai indikasi verbal Penekanan perawatan
4. Kolaborasi pemberian terapi jaringan diri
setempat
Ubah posisi tiap 2 jam Gangguan
Jaga kebersihan kulit integritas Gangguan
kulit mobilitas
fisik

Sumber: Corwin (2014), Price (2010), Carpenito (2012)


2.1.6. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan gejala peningkatan TIK :
a) Sakit kepala
b) Muntah
c) Papiledema
2) Gejala terlokalisasi ( spesifik sesuai dengan dareh otak yang terkena ) :
a. Tumor korteks motorik ; gerakan seperti kejang kejang yang terletak pada satu
sisi tubuh ( kejang jacksonian )
b. Tumor lobus oksipital ; hemianopsia homonimus kontralateral (hilang
penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dengan
tumor) dan halusinasi penglihatan.
c. Tumor serebelum ; pusing, ataksia, gaya berjalan sempoyongan dengan
kecenderungan jatuh kesisi yang lesi, otot otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus ( gerakan mata berirama dan tidak disengaja )
d. Tumor lobus frontal ; gangguan kepribadia, perubahan status emosional dan
tingkah laku, disintegrasi perilaku mental, pasien sering menjadi ekstrim yang
tidak teratur dan kurang merawat diri
e. Tumor sudut serebelopontin ; tinitus dan kelihatan vertigo, tuli (gangguan saraf
kedelapan), kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf kelima),
kelemahan atau paralisis (saraf kranial keketujuh), abnormalitas fungsi motorik.
f. Tumor intrakranial bisa menimbulkan gangguan kepribadian, konfusi,
gangguan bicara dan gangguan gaya berjalan terutam pada lansia. ( Brunner &
Sudarth, 2013).

2.1.7. Komplikasi
Komplikasi setelah pembedahan dapat disebabkan efek depresif anestesi
narkotik dan imobilitas. Echymosis dan edema periorbital umumnya terjadi setelah
pembedahan intracranial. Komplikasi khusus / spesifik pembedahan intrakranial
tergantung pada area pembedahan dan prosedur yang diberikan, misalnya :

4
16

1) Kehilangan memory
2) Paralisis
3) Peningkatan ICP
4) Kehilangan / kerusakan verbal / berbicara
5) Kehilangan / kerusakan sensasi khusus
6) Mental confusion
Peningkatan TIK yang disebabkan edema cerebral / perdarahan adalah komplikasi
mayor pembedahan intrakranial, dengan manifestasi klinik :
1) Perubahan visual dan verbal
2) Perubahan kesadaran (level of conciousnes/LOC) berhubungan dengan sakit
kepala
3) Perubahan pupil
4) Kelemahan otot / paralysis
5) Perubahan pernafasan
Disamping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan gangguan yang
terjadi yaitu :
1) Gangguan fungsi neurologis.
Jika tumor otak menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan pada serebelum
maka akan menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya
berjalan yang sempoyongan dan kecenderunan jatuh ke sisi yang lesu, otot-otot tidak
terkoordinasi dan ristagmus ( gerakan mata berirama tidak disengaja ) biasanya
menunjukkan gerakan horizontal.
2) Gangguan kognitif.
Pada tumor otak akan menyebabkan fungsi otak mengalami gangguan sehingga
dampaknya kemampuan berfikir, memberikan rasional, termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memerhatikan juga akan menurun.
3) Gangguan tidur dan mood
Tumor otak bisa menyebabkan gangguan pada kelenjar pireal, sehingga hormone
melatonin menurun akibatnya akan terjadi resiko sulit tidur, badan malas, depresi,
dan penyakit melemahkan system lain dalam tubuh.
17

4) Disfungsi seksual
a) Pada wanita mempunyai kelenjar hipofisis yang mensekresi kuantitas
prolaktin yang berlebihan dengan menimbulkan amenurrea atau galaktorea
(kelebihan atau aliran spontan susu )
b) Pada pria dengan prolaktinoma dapat muncul dengan impotensi dan
hipogonadisme.
c) Gejala pada seksualitas biasanya berdampak pada hubungan dan perubahan
tingkat kepuasan.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


1) CT Scan : Memberi informasi spesifik mengenal jumlah, ukuran, kepadatan,
jejas tumor, dan meluasnya edema serebral sekunder serta memberi informasi
tentang sistem vaskuler.
2) MRI : Membantu dalam mendeteksijejas yang kecil dan tumor didalam batang
otak dan daerah hiposisis, dimana tulang menggangu dalam gambaran yang
menggunakan CT Scan.
3) Biopsi stereotaktik : Dapat mendiagnosa kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberi dasar pengobatan seta informasi prognosi.
4) Angiografi : Memberi gambaran pembuluh darah serebal dan letak tumor.
5) Elektroensefalografi (EEG) : Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah
yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang (Doenges, 2009).

2.1.9. Penatalaksaan Medis


umor otak yang tidak terobati menunjukkan ke arah kematian, salah satu akibat
peningkatan TIK atau dari kerusakan otak yang disebabkan oleh tumor. Pasien
dengan kemungkinan tumor otak harus dievaluasi dan diobati dengan segera bila
memungkinkan sebelum kerusakan neurologis tidak dapat diubah. Tujuannya adalah
mengangkat dan memusnahkan semua tumor atau banyak kemungkinan tanpa
18

meningkatkan penurunan neurologik (paralisis, kebutaan) atau tercapainya gejala-


gejala dengan mengangkat sebagian (dekompresi).
1) Pendekatan pembedahan (craniotomy)
Dilakukan untuk mengobati pasien meningioma, astrositoma kistik pada
serebelum, kista koloid pada ventrikel ke-3, tumor kongenital seperti demoid dan
beberapa granuloma. Untuk pasien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor
secara menyeluruh dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat melakukan
tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nefrotik dan
mengangkat bagian besar dari tumor yang secara teori meninggalkan sedikit sel
yang tertinggal atau menjadi resisten terhadap radiasi atau kemoterapi.
2) Pendekatan kemoterapy
Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga
menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap transplantasi sumsum
tulang autologi intravens digunakan pada beberapa pasien yang akan menerima
kemoterapi atau terapi radiasi karena keadaan ini penting sekali untuk menolong
pasien terhadap adanya keracunan sumsum tulang sebagai akibat dosis tinggi
radiasi.
Kemoterapi digunakan pada jenis tumor otak tertentu saja. Hal ini bisa
digunakan pada klien :
a) Segera setelah pembedahan/tumor reduction kombinasi dengan terapi radiasi
b) Setelah tumor recurance
c) Setelah lengkap tindakan radiasi
3) Pendekatan stereotaktik
Stereotaktik merupakan elektroda dan kanula dimasukkan hingga titik tertentu
di dalam otak dengan tujuan melakukan pengamatan fisiologis atau untuk
menghancurkan jaringan pada penyakit seperti paralisis agitans, multiple sklerosis
& epilepsy. Pemeriksaan untuk mengetahui lokasi tumor dengan sinar X, CT,
sedangkan untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor sambil
meminimalkan pengaruh pada jaringan otak di sekitarnya dilakukan pemeriksaan
Radiosotop (III) dengan cara ditempelkan langsung ke dalam tumor.
19

2.2. Konsep Dasar Keperawatan


2.2.1. Pengkajian Primer
1) Airway
Adanya sumbatan
bstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :
a) Chin lift / jaw trust
b) Suction / hisap
c) Guedel airway
d) Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral.
2) Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi, whezing, sonor,
stidor/ ngorok, ekspansi dinding dada.
3) Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, dan sianosis pada tahap lanjut.
4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap nyeri atau
atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS. Adapun cara
yang cukup jelas dan cepat adalah dengan metode AVPU (Awake : A, Respon
bicara :V, Respon nyeri : P, Tidak ada respon :U)
5) Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera yang
mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi inline harus dikerjakan.
20

2.2.2. Pengkajian Sekunder


1) Identitas klien : nama, usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal masuk rumha sakit dan askes.
2) Keluhan utama : nyeri kepala disertai penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang : demam, anoreksi dan malaise peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu : pernah, atau tidak menderita infeksi telinga (otitis
media, mastoiditis) atau infeksi paru – paru (bronkiektaksis, abses paru,
empiema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit).
5) Aktivitas / istirahat
Gejala : malaise
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
6) Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda : TD : meningkat
Nadi : Menurun (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
b) Eliminasi
Gejala : Tidak ada, dan Tanda : adanya inkonteninsia dan atau retensi.
c) Nutrisi
Gejala : Kehilangan nafsu makan, disfagia (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d) Hygiene
Gejala : -) , dan Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan, perawatan
diri (pada periode akut).
e) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, timbul kejang, gangguan penglihatan. Tanda :
Penurunan status mental dan kesadaran. Kehilangan memori, sulit dalam
21

keputusan, afasia, mata : pupil unisokor (peningkatan TIK), nistagmus, kejang


umum lokal.
f) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan, leher /
pungung kaku.
Tanda : Tampak terus terjaga, menangis / mengeluh.
g) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal). Perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah
h) Keamanan
Gejala : adanya riwayat ISPA / infeksi lain meliputi : mastoiditis, telinga
tengah, sinus abses gigi, infeksi pelvis, abdomen ataukulit, fungsi lumbal,
pembedahan, fraktur pada tengkorak / cedera kepala.

2.2.3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan


1) Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah oleh SOL
dibuktikan dengan perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubaan
respon motorik / sensori, gelisah dan perubahan tanda vital.
Kriteria Hasil : Pasien akan dipertahankan tingkat kesadaran, perbaiakan
kognitif, fungsi motorik/sensorik, TTV stabil, tidak ada tanda peningkatan TIK
(Tekanan Intra Kranial)
Intervensi :
a) Tentukan penyebab penurunan perfusi jaringan
b) Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar
(GCS)
c) Pantau TTV
d) Kaji perubahan penglihatan dan keadan pupil
e) Kaji adanya reflek ( menelan, batuk, babinski )
f) Pantau pemasukan dan pengeluaran cairan
22

g) Auskultasi suara napas, perhatikan adananya hipoventilasi, dan suara


tambahan yang abnormal
Kolaborasi :
a) Pantau analisa gas darah
b) Berikan obat sesuai indikasi : deuretik, steroid, antikonvulsan
c) Berikan oksigenasi
2) Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan pola napas b.d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan kognitif.
Kriteria Hasil : pasien dapat, dipertahanakan pola nafas efektif, bebas sianosis,
dengan GDA dalam batas normal
Intervensi :
a) Kaji dan catat perubahan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
b) Angkat kepala tempat tidur sesuai atuiran / posisi miringsesuai indikasi
c) Anjurkan utuk bernapas dalam, jika pasien sadar
d) Lakukan penghisapan lendir dengan hati hati jangan lebih dari 10 – 15 detik,
catat karakter warna, kekentalan dan kekeruhan sekret
e) Pantau pengguanaan obat obatan depresan seperti sedative
Kolaborasi:
a) Berikan O2 sesuai indikasi
b) Lakaukan fisioterapi dada jika ada indikasi
3) Nyeri (akut/kronis) b.d agen pencedera fisik, kompresi saraf oleh SOL,
peningkatan TIK, ditandai dengan : menyetakan nyeri oleh karena perubahan
posisi, nyeri, pucat sekitar wajah, perilaku berhati hati, gelisah condong keposisi
sakit, penurunan terhadap toleransi aktivitas, penyempitan fokus pad dirisendiri,
wajah menahan nyeri, perubahna pola tidur, menarik diri secara fisik.

Kriteria Hasil : pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukan perilaku untuk


mengurangi kekambuhan atau nyeri.
Intervensi :
23

a) Kaji keluhan nyeri, tingkat, skala, durasi, dan frekuensi nyeri yang dirasakan
klien
b) Observasi keadaan nyeri nonverbal (Misal : ekspresi wajah, gelisah,menangis,
menarik diri, diaforesis, perubaan frekuensi jantung, pernapasan dan tekanan
darah.
c) Anjurkan untuk istirahat dan ciptakan lingkungan yang tenang
d) Berikan kompres panas lembab pada kepala, leher, lengan sesuai kebutuhan
e) Lakukan pemijatan pada daerah kepala / leher / lengan jika pasien dapat
toleransi terhadap sentuhan
f) Sarankana pasien untuk menggunakan persyaratan positif “saya sembuh“ atau
“saya suka hidup ini “
Kolaborasi :
a) Berikan analgetik / narkotik sesuai indikasi
b) Berikan antiemetiksesuai indikasi
4) Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensoris, transmisi dan
atau integrasi (trauma atau defisit neurologis), ditandai denagg disorientasi,
perubaan respon terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan pola
komunikasi, distorsi auditorius dan visual, penghidu, konsentrasi buruk,
perubahan proses pikir, respon emosiaonal berlebihan, perubahan pola perilaku.
Kriteria Hasil : pasien dapat dipertahanakan tingkat kesadaran dan fuingsi
persepsinya, mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan
residu, mendemonstrasikan perubahan gaya hidup.
Intervensi :
a) Kaji secar teratur perubahan orientasi, kemampuan bicara, afektif, sensoris
dan proses pikir
b) Kaji kesadaran sensoris seperti respon sentuan , panas / dingin, benda tajam
atau tumpul, keadaran terhadap gerakan dan letak tubuh, perhatkian adanya
masalah penglihatan
c) Observasi repon perilaku
d) Hilangkan suara bising / stimulus yang berlebihan
24

e) Berikan stimulus yang berlebihan seperti verbal, penghidu, taktil,


pendengaran, hindari isolasi secara fisik dan psikologis
Kolaborasi :
a) pemberian obat supositoria gna mempermudah proses BAB
b) konsultasi dengan ahli fisioterapi / okupasi.
5) Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d
peningkatan TIK, konsekuensi kemoterapi, radiasi, pembedahan,
(anoreksia, iritasi, penyimpangan rasa mual) dibuktikan oleh : keluhan
masukan makanan tidak adekuat, kehilangan sensasi pengecapan, anoreksia,
ketidakmampuan untuk mencerna makanan, BBI < 10 %, penurunan
penumpukan lemak/masa otot, sariawan, rongga mulut terinflamasi,
diare,konstipasi, kram abdomen.
Krieteria Hasil : Pasien dapat mendemonstrasikan berat badan stabil,
mengungkapkan pemasukan adekuat, berpartisipasi dalam intervensi spesifik
untuk merangsang nafsu makan
Intervensi :
a) Pantau masukan makanan setiap hari
b) Ukur BB setiap hari sesuai indikasi
c) Dorong pasien untuk makan diit tinggi kalori kaya nutrien sesui program
d) Kontrol faktor lingkungan ( bau, bising ) hindari makanan terlalu manis,
berlemak dan pedas. Ciptakan suasana makan yang menyenangkan
e) Identifikasi pasien yang mengalami mual / muntah
Kolaborasi :
a) Pemberian anti emetik dengan jadwal reguiler
b) Vitamin A, D, E dan B6
c) Rujuk kepada ahli diit
d) Pasang / pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral.
25

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2011). Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Penerbit : Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges M.E, Moorhouse M.F & Geissler A.C (2009). Rencana Asuhan
Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasin
Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Fransisca, Batticaca. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
McPhee, S. J., & Ganong, W. F. (2012). Patofisiologi penyakit pengantar menuju
kedokteran klinis. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013).
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2012), Patofisiologi Konsep Klinis Proses _ Proses
Penyakit, Penerbit : Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Bruner and
Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wilkinson, J.M. & Ahern R.N (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawtan (Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC). Edisi Ke-9 Penerbit : Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai