Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH KASUS I

KEP (KEKURANGAN ENERGI PROTEIN)


(Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Digestif I)

Disusun Oleh :
Kelompok IV
An Nisa Rushtika Kersana 220110090033
Winni Puji Astuti 220110100038
Denti Mardianti 220110100039
Nur Asiyah 220110100040
Iswari Nastiti 220110100043
Nia Sonia 220110100044
Dea Arista 220110100047
Ermawati 220110100048
Elga Kristi Ginting 220110100050
Evi Noviyani 220110100051
Ria Octavyani 220110100052
Desy Mayangsari 220110100053

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit defisiensi gizi timbul bila energi dan zat gizi lain tidak
dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan dan untuk fungsi
lainnya.
Kurang energi protein (KEP) merupakan penyakit defisisiensi gizi yang
paling umum dijumpai di dunia dan perkiraan sekitar 100 juta anak-anak
sangat menderita gizi kurang pada tingkat sedang dan berat. Di beberapa
negara empat dari lima anak kecil mengalami gizi kurang pada berbagai
tingkatan. Sebagian besar di antara mereka sangat mudah berlanjut jatuh
menjadi gizi buruk setelah disapih atau pada masa transisi. Pada golongan
anak yang berstatus gizi kurang memiliki resiko kematian yang lebih tinggi
daripada anak-anak yang berstatus gizi baik.
Keadaan kurang energi protein disebabkan oleh masukan (intake) energi
dan protein yang sangat kurang dalam waktu yang cukup lama. Keadaan ini
akan lebih cepat terjadi bila anak mengalami diare atau infeksi penyakit
lainnya. Kehidupan yang miskin mempunyai hubungan yang erat dengan
timbulnya kondisi kurang energi protein. Tanda-tanda yang paling utama dari
KEP adalah pertumbuhan fisik yang kurang normal.
Setiap petugas kesehatan sebaiknya dapat mengidentifikasi tanda-tanda
kurang energi-protein dan hal-hal yang berkaitan dengan KEP (konsep
penyakit KEP, penatalaksanaan, dan lain-lain).

1.2 Permasalahan
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini mengenai KEP, dimana
terdapat kasus seorang klien berusia 9 tahun dengan keluhan sering BAB dan
berbagai tanda dan gejala lainnya yang menunjukan klien tersebut KEP.
Makalah ini berisi anatomi dan fisiologi digestive, pembahasan kasus dan
penjelasan mengenai KEP (konsepKEP, penatalaksanaanKEP, patofisiologi
KEP, dan asuhan keperawatan klien dengan KEP).
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah KEP adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
digestive system in nursing dan memperbanyak ilmu kita tentang anatomi
dan fisiologi digestive dan materi KEP mulai dari konsep KEP,
penatalaksanaan KEP, patofisiologi KEP, dan asuhan keperawatan klien
dengan KEP.

1.4 Metode Penulisan


Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah:
- Membaca buku (studi literature)
- Mencari sumber dari media elektronik.
- Berdiskusi dengan teman sekelompok

KASUS

Kasus KEP
An. A, seorang anak perempuan berusia 9 tahun dirawat di rumah sakit dengan
keluhan sering BAB sekitar 5-6 kali sehari, terutama sejak dua minggu
terakhir.Pasien baru dibawa ke rumah sakit karena tidak memiliki biaya untuk
berobat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan : BB 20kg, TB 135cm, rambut kusam
dan kering, kulit kering dan garis yang dalam, tampak pendiam, mata sayu dan
sembab, perut buncit, kaki bengkak, suhu rabaan dingin, pada palpasi terdapat
pembesaran hepar 1-2 cm. Hasil pemeriksaan lab menunjukkan : Hb.8,7 . Gula
darah sewaktu 52 gr%, K = 3mEq/l, Mg = 1 mEq/l.
Selama dilakukan pengkajian oleh perawat, klien selalu melihat pada ibunya dan
mimik muka seperti mau menangis. Menurut ibunya, klien sering cengeng, tidak
mau bergaul dengan teman sebaya dan tidak punya keinginan apapun.
Klien dalam 3 bulan terakhir ini tidak bersekolah lagi karena kesulitan berjalan
akibat kelelahan, dan sulit berkonsentrasi. Klien tinggal di daerah padat penduduk,
dan rumahnya seluas 42 m2. Ayah klien bekerja tidak tentu, tetapi sering menjadi
buruh di pasar. Sedangkan ibunya tidak bekerja, hanya sesekali menerima cucian
orang lain.

Step 1
-
Step 2
1. Apa yang menyebabkan hepar membesar? (Evi)
2. Apa ada hubungan antara perut buncit dengan pembesaran hepar? (Ria)
3. Metode apa dalam pendekatan pada pasien? (Erma)
4. Penyebab BAB sering? (Elga)
5. Diagnosa medis dan diagnose keperawatan? (Desi)
6. Hasil normal lab? (Erma)
7. Faktor risiko penyakit ini? (Wini)
8. Cara perawat meningkatkan citra diri pasien? (Ria)
9. Psikologi yang normal untuk 9 tahun? Bagaimana perawat menanganinya?
(Dea)
10. Tindakan apa supaya nutrisi tercukupi? (Elga)
11. Bagaimana pendidikan kesehatan terhadap ibu pasien? (Wini)
12. Penyebab lain dari sulit berjalan selain sulit berkonsentrasi? (Evi)
13. Apakah ada hubungan dengan pekerjaan ayahnya? (Nur)
14. Mengapa kakinya bengkak? Ada hubungan system ini? (Iswari)
Step 3
1. Nutrisi sulit diserap → tidak ada generasi sel → sel rusak → dirombak ke
hepar → penumpukan di hepar → pembesaran hepar (Iswari)
BAB tidak lancar → zat toksik → di netralkan di hepar → pembesaran
hepar (Nur Asiyah)
2. Hepar bengkak → perut buncit (Nia)
3. Pendekatan lewat orang tua, penyebab menangis harus dikaji takutnya ada
nyeri (Dea)
Dikasih hal-hal yang dia suka (Wini)
4. Faktor ekonomi (makanan seadanya), faktor lingkungan (tidak higienis)
(Evi)
Faktor lingkungan (dikaji lebih lanjut oleh ibunya ( Annisa)
5. Diagnosa medis → diare (Wini)
Diagnosa keperawatan → BAB 5-6 kali/hari → kurang vol cairan
berhubungan dengan HB ↓ (Wini)
6. Na : mengikat air → kadar Na meningkat
K : tidak mengikat air → 3 mEq/l → kurang (Annisa)
7. –
8. Mencoba dekati pasien (trust) → memberi semangat (Evi)
Perawat menggali kelebihan pasien (Nur asiyah)
Ibu memberi asupan makanan, minuman → KDM terpenuhi (Annisa)
Faktor lingkungan dijaga kebersihannya (Dea)
9. Masih sekolah → diare harus ditangani (Nia)
Mengajak temannya untuk menengok (faktor pendukung)
Perawat memberi dukungan (Desy)
10. Diberi cairan infuse/elektrolit (Ria)
11. –

Step 4
Step 5
LO
1. Faktor risiko penyakit ini? (Wini)
2. Pendidikan kesehatan kepada ibu pasien? (Wini)

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Digestive


Fungsi primer saluran pencernaan adalah menyediakan suplai terus-
menerus pada tubuh akan air, elektrolit, dan zat gizi sehingga siap diabsorpsi.
Selama dalam proses pencernaan, makanan dihancurkan menjadi zat-zat
sederhana yang dapat diserap dan digunakan oleh sel jaringan tubuh.
Berbagai perubahan sifat makanan terjadi karena kerja berbagai enzim yang
terkandung dalam berbagai cairan pencerna. Beberapa pengertian secara
umum mengenai proses pencernaan adalah sebagai berikut:
1. Ingesti, adalah masuknya makanan ke dalam mulut, disini terjadi proses
pemotongan dan penggilingan makanan yang dilakukan secara mekanik
oleh gigi.
2. Peristaltik, adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
3. Digesti, adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorbsi dapat berlangsung.
4. Engesti, (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna,
juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.
5. Absorpsi, adalah pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh.

Sistem pencernaan (mulai dari mulut sampai anus) berfungsi sebagai


berikut: menerima makanan (Mulut), memecah makanan menjadi zat-zat gizi
(Mulut, Tenggorokan, Kerongkongan & Lambung), menyerap zat-zat gizi ke
dalam aliran darah (Usus), membuang bagian makanan yang tidak dapat
dicerna dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan, kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung
empedu.

Mulut, Tenggorokan & Kerongkongan


Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam
dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa
yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung
dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh
gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.

Gbr: Anatomi Mulut

Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan
masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
 lendir
 asam klorida (HCl)
 prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh
pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan
sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.

Pankreas
Pankraes merupakan suatu organ yang terdiri dari 2 jaringan dasar :
 Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
 Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan
hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna
protein, karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam
bentuk yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif.
Enzim ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

Hati
Hati merupakan sebuah organ yang besar dan memiliki berbagai fungsi,
beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya
masuk ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-
pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

Kandung Empedu & Saluran Empedu

Empedu memiliki 2 fungsi penting :


 membantu pencernaan dan penyerapan
lemak
 berperan dalam pembuangan limbah
tertentu dari tubuh, terutama
haemoglobin (Hb) yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan
kelebihan kolesterol
Usus Besar
Usus besar terdiri dari :
 Kolon asendens (kanan)
 Kolon transversum
 Kolon desendens (kiri)
 Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna
beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit
serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus
besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan
air, dan terjadilah diare.

Rektum & Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan
keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam
pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah
keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan
sebagian lannya dari usus. Suatu cincin berotot (sfingter ani) menjaga agar anus
tetap tertutup.

Saraf pada Sistem Pencernaan


Susunan saraf otonom mempersarafi aktivitas vital seperti pencernaan serta
semua alat dalam seperti lambung, pankreas dan usus. Saraf otonom dibagi
menjadi dua bagian menurut fungsinya yaitu saraf simpatis dan saraf
parasimpatis. Saraf ini bekerja secara antagonis (berlawanan).
Saraf simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu:
1. Kornu Anterior
2. Trunkus Simpatikus
3. Fleksus Simpatikus
Namun bagian yang menangani masalah pencernaan adalah bagian Trunkus
Simpatikus dan Fleksus Simpatikus. Trunkus Simpatikus bagian Servikalis yang
mengatur kelenjar ludah dan esofagus. Sedangkan fleksus Simpatikus
mampersarafi lambung, pankreas, dan usus.
Saraf parasimpatis sakral yang mempersarafi kolon rectum. Nucleus
salivatorius superior mempersyarafi kelenjar ludah. Nucleus dorsalis nervus X
mempersarafi pankreas dan hati. Sakral II, III, dan IV mempersarafi kolon
desenden dan rectum. Kornu lateralis medulla spinalis bagian sakral mempersarafi
bagian yang berperan dalam defekasi.

Berikut ini adalah organ dan sistem pengendalian ganda oleh saraf simpatik dan
juga saraf parasimpatik.
Sistem Pencernaan dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Banyak saraf yang
bekerja pada sistem pencernaan mulai dari mengunyah sampai defekasi. Berikut
ini adalah penjelasannya.

1. Mulut
Didalam mulut makanan dikunyah lalu dibentuk bolus-bolus kecil sehingga
dapat ditelan. Dalam mengunyah diperlukan gigi untuk membuat makan menjadi
lebih kecil dan juga air liur untuk mempermudah penelanan. Gigi-gigi atas
disarafi oleh Nervus Trigeminus bagian nervus maksilaris. Sedangkan gigi-gigi
bawah disarafi oleh Nervus trigeminus bagian Nervus Mandibularis. Gerakan
mengunyah juga melibatkan rahang atas dan bawah yang disarafi sama seperti
gigi. Rahang atas oleh nervus maksilaris dan rahang bawah oleh nervus
mandibularis.
Dimulut juga terjadi gerakan menelan dengan bantuan lidah serta air liur. Air liur
yang ada disekresikan oleh saraf otonom yaitu saraf parasimpatis. Sedangkan
gerak lidah mendorong lobus sehingga masuk kedalam esofagus dan terjadi proses
menelam dihantarkan melalui saraf otak ke V, IX, X, dan XII serta bebeapa nervus
servikalis Superior.
2. Esofagus
Didalam esophagus makanan yang bebentuk bolus tidak dicerna baik secara
kimiawi maupun mekanik. Didalam esophagus hanya terjadi gerakan peristaltic
untuk mendorong makanan sampai ke lambung. Gerakan peristaltic ini disarafi
oleh nervus Vagus.
3. Lambung
Didalam lambung makanan yang berbentuk bolus di cerna secara kimiawi.
Dengan sekresi kelenjar-kelenjar di sistem pencernaan untuk membantu kerja
lambung dalam mencerna makanan. Sekresi itu diatur oleh saraf otonom yaitu
saraf parasimpatik. Didalam usus juga terjadi gerakan peristaltic yang juga diatur
oleh saraf otonom, yaitu saraf parasimpatik. Nervus vagus juga ikut mempersarafi
kegiatan (kerja) lambung. Selain saraf parasimpatis saraf simpatik juga
mempersarafi lambung yaitu bagian fleksus simpatis dengan serabut bernama
fleksus seliaka.
4. Usus
Usus tidak jauh berbeda dengan lambung. Nervus vagus masih mempersarafi
absorbsi yang ada di usus setelah makanan di cerna didalam lambung. Usus juga
disarafi oleh saraf simpatis bagian fleksus simpatikus.
5. Pankreas dan hepar
Pankreas dan hepar disarafi oleh sistem saraf parasimpatis bagian nucleus
dorsalis nervus X juga oleh bagian fleksus simpatikus, saraf simpatis.
6. Kolon Asenden
Pusat yang mempersarafi Kolon Asenden adalah bagian sakral II, III, dan IV
dari saraf parasimpatik yang masuk didalam saraf otonom.
7. Anus
Saraf simpatis sakral adalah bagian yang memepersarafi anus (rectum). Saraf
ini termasuk dalam saraf otonom bagian saraf parasimpatis. Begitu juga defekasi.
Defekasi juga diatur oleh saraf yang sama yang memepersarafi bagian anus.

2.2Konsep Penyakit
2.2.1 Definisi
Marasmus-kwashiorkor atau kurang energi protein adalah keadaan
kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein
dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG).

2.2.2 Etiologi
Secara langsung
1. Anak kurang mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu yang
cukup lama.
2. Anak menderita penyakit infeksi, akibatnya asupan gizi tidak bisa
dioptimalkan oleh tubuh.
Secara tidak langsung
1. Tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga.
2. Pola asuh kurang memadai.
3. Sanitasi/ kesehatan lingkungan kurang baik.
4. Akses pelayanan kesehatan yang terbatas.
5. Rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan yang menyebabkan
kemiskinan.
Penyebab lainnya
a. Peranan diet
Menurut konsep klasik, diet yang mengandung cukup energi tetapi
kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita
kwashiorkor, sedangkan diet kurang energi walaupun zat-zat gizi
esensialnya seimbang akan menyebabkan anak menjadi menderita
marasmus(solihin, 2000)
b. Peranan faktor sosial
Pantangan untuk menggunakan bahan makanan tertentu yang sudah
turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP. Faktor
sosial lain yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit KEP adalah
 Perceraian pada wanita yang mempunyai banyak anak dan
suami merupakan pencari nafkah tunggal
 Para pria dengan penghasilan kecil mempunyai banyak istri dan
anak, sehingga tidak dapat memberi cukup makan anggota
keluarganya
 Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
anak-anak terpaksa ditinggal dirumah sehingga jatuh sakit dan
mereka tidak mendapat perhatian semestinya.
 Para ibu mencari nafkah tambahan pada waktu-waktu tertentu,
anak-anak terpaksa ditinggal dirumah sehingga jatuh sakit dan
mereka tidak mendapat perhatian semestinya.
 Para ibu setelah melahirkan kembali kepekerjaan tetap
sehingga harus meninggalkan bayinya dari pagi sampai sore
c. Peranan kepadatan penduduk
Meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan
bertambahnya persediaan bahan makanan yang memadai merupakan
sebab utama krisis pangan.
d. Peranan Infeksi
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi,
walaupun dalam keadaan ringan, mempunyai pengaruh negatif pada
daya tahan tubuh terhadap infeksi. Ada kesinergisan antara malnutrisi
dengan infeksi.
e. Peranan Kemiskinan
KEP merupakan masalah negara-negara miskin dan terutama
merupakan problema bagi golongan termiskin dalam masyarakat
negara tersebut.

2.2.3 Manifestasi Klinis


Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan:
a. Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut
tanpa rasa sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri
atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut anemia, diare.
b. Marasmus:

- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit


- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
(pada daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy
pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare
- Tekanan darah, detak jantung dan pernapasan kurang
- BB / U sangat rendah
- Nafsu makan baik
- Tidak tampak perubahan warna kulit dan rambut
- Tidak dijumpai pembesaran hati
- Perubahan mental (iritabel atau apatis) jarang dijumpai
- Pemeriksaan lab: serum albumin normal atau kurang, Hb jarang kurang
c. Marasmik-Kwashiorkor:
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS
disertai edema yang tidak mencolok.
2.2.4 Klasifikasi
1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)

Untuk kepentingan praktis di klinik maupun di lapangan klasifikasi MEP


ditetapkan dengan patokan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
1) Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
2) Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
3) Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
4) Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor
(MEP berat)
(Ngastiyah, 1997)

Klasifikasi menurut Departemen Kesehatan


Kategori Status BB / (% baku)
Overweight Gizi lebih 120 % median BB / U
Normal Gizi baik 80 % - 120 % median BB / U
KEP I Gizi sedang 70 % - 79,9 % median BB / U
KEP II Gizikurang 60 % - 69,9 % median BB /U
KEP III Gizi buruk < 60 % median BB / U

Klasifikasi KEP Menurut Depkes (2000)


Klasifikasi Status gizi berdasarkan Indikator BB/U yang disajikan dalam Z-Skor

Status Gizi
Indeks BB / U
> +2 SD Gizi Lebih
-2 SD s/d +2 SD Gizi Baik
-3 SD s/d -2 SD Gizi Kurang
< -3 SD Gizi Buruk
Klasifikasi Status gizi berdasarkan Indikator TB/U yang disajikan dalam Z-Skor
Status Gizi
Indeks
TB/U
-2 SD s/d +2 SD Normal
> -2 SD Pendek

Klasifikasi Status gizi berdasarkan Indikator BB/TB yang disajikan dalam Z-Skor
Status Gizi
Indeks BB / TB
> +2 SD Gemuk
-2 SD s/d +2 SD Normal
-3 SD s/d -2 SD Kurus
< -3 SD Sangat Kurus

2.2.5 Komplikasi
1. Pada penderita gangguan gizi sering terjadi gangguan asupan vitamin dan
mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral yang
terganggu dan begitu luasnya fungsi dan organ tubuh yang terganggu maka
jenis gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua
organ sistem tubuh. Beberapa organ tubuh yang sering terganggu adalah
saluran cerna, otot dan tulang, hati, pancreas, ginjal, jantung, dan
gangguan hormonal.
2. Anemia gizi adalah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang
disebabkan karena kurangnya asupan zat Besi (Fe) atau asam Folat. Gejala
yang bisa terjadi adalah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah
lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem hormonal yang terjadi adalah
gangguan hormon kortisol, insulin, Growht hormon (hormon
pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid
menurun. Hormon-hormon tersebut berperanan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan tersering mengakibatkan kematian.
3. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita KEP,
khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP
berat resiko kematian cukup besar, yaitu sekitar 55%. Kematian ini
seringkali terjadi karena penyakit infeksi (seperti Tuberculosis, radang
paru, infeksi saluran cerna) atau karena gangguan jantung mendadak.
Infeksi berat sering terjadi karena pada KEP sering mengalami gangguan
mekanisme pertahanan tubuh. Sehingga mudah terjadi infeksi atau bila
terkena infeksi beresiko terjadi komplikasi yang lebih berat hingga
mengancam jiwa.
4. Nekrosis pada mukosa mulut (stomatitis gangrainase)
5. Gangguan jantung
6. Anemia gizi
7. Penurunan IQ
8. Hepatomegali karena gangguan dalam pembentukan lipoprotein
9. Asites
10. Gangguan pertahanan tubuh
11. Diare
12. Atrofi otot

2.2.6 Pencegahan
Pencegahan dari KEP pada dasarnya adalah bagaimana makanan yang seimbang
dapat dipertahankan ketersediannya di masyarakat. Langkah-langkah nyata yang
dapat dilakukan untuk pencegahan KEP adalah :
 Mempertahankan status gizi anak yang sudah baik tetap baik dengan

menggiatkan kegiatan surveilance gizi di institusi kesehatan terdepan (mis:


puskesmas).
 Mengurangi resiko untuk mendapat penyakit, mengkoreksi konsumsi
pangan bila ada yang kurang, penyuluhan pemberian makanan
pendamping ASI
 Memperbaiki atau mengurangi efek penyakit infeksi yang sudah terjadi
supaya tidak menurunkan status gizi.
 Merehabilitasi anak yang menderita KEP pada fase awal
 Meningkatkan peran serta masyarakat dalam program KB
 Meningkatkan status ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan segala
sektor ekonomi masyarakat (pertanian, perdagangan, dll)
2.2.7 Data Penunjang atau Pemeriksaan Diagnostik
1. HDL (High Density Lipoprotein)
Merupakan salah satu dari 3 komponen lipoprotein (kombinasi
protein dan lemak), mengandung kadar protein tinggi, sedikit
trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat umum protein dan
terdapat dalam plasma darah. HDL sering disebut juga lemak baik,
yang dapat membantu mengurangi penimbunan plak pada pembuluh
darah.
Nilai normal :

Pria >55 mg/dl


Wanita >65 mg/dl

Nilai yang berisiko terhadap Penyakit Jantung Koroner (PJK) yaitu

Risiko tinggi <35 mg/dl


Risiko sedang 35 - 45 mg/dl
Risiko rendah >6o mg/dl

Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, kontrasepsi,


sulfonamide.

2. LDL (Low Density Lipoprotein)


Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung sedikit trigliserida,
fosfolipid sedang, protein sedang, dan kolesterol tinggi. LDL mempunyai
peran utama sebagai pencetus terjadinya penyakit sumbatan pembuluh
darah yang mengarah ke serangan jantung, stroke, dan Iain-Iain.

Nilai normal : <150 mg/dl

risiko ringgi terjadi jantung koroner >16o mg/dl


risiko sedang terjadi jantung koroner 130 -159 mg/dl
risiko rendah terjadi jantung koroner <130 mg/dl

3. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)


Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserida,
tinggi,fosfolipid,dan kolesterol sedang, serta protein rendah. Tergolong
lipoprotein yang punya andil besar dalam menyebabkan penyakit jantung
koroner.
4. Albumin
Albumin adalah protein yang larut air, membentuk lebih dari 50% protein
plasma, ditemukan hampir di setiap jaringan tubuh. Albumin diproduksi di
hati, dan berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah
sehingga tekanan cairan vaskular (cairan di dalam pembuluh darah) dapat
dipertahankan.

Nilai normal :

Dewasa 3,8 - 5,1 gr/dl


Anak 4,0 - 5,8 gr/dl
Bayi 4,4 - 5,4 gr/dl
Bayi baru lahir 2,9 - 5,4 gr/dl

Penurunan albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular (cairan


pembuluh darah) menuju jaringan sehingga terjadi oedema (bengkak).
Penurunan albumin bisa juga disebabkan oleh :

 Berkurangnya sintesis (produksi) karena malnutrisi, radang


menahun, sindrom malabsorpsi, penyakit hati menahun, kelainan
genetik.
 Peningkatan ekskresi (pengeluaran), karena luka bakar luas,
penyakit usus, nefrotik sindrom (penyakit ginjal).
5. Natrium (Na)
Natrium adaiah salah satu mineral yang banyak terdapat pada cairan
elektrolit ekstraseluler (di luar sel), mempunyai efek menahan air, berfungsi
untuk mempertahankan cairan dalam tubuh, mengaktifkan enzim, sebagai
konduksi impuls saraf.
Nilainormal dalam serum :

Dewasa 135-145 mEq/L


Anak 135-145 mEq/L
Bayi 134-150 mEq/L

Nilainormal dalam urin :


40 - 220 mEq/L/24 jam

Penurunan Na terjadi pada diare, muntah, cedera jaringan, bilas


lambung, diet rendah garam, gagal ginjal, luka bakar, penggunaan obat
diuretik (obat untuk darah tinggi yang fungsinya mengeluarkan air
dalam tubuh).

Peningkatan Na terjadi pada gangguan jantung kronis, dehidrasi, asupan


Na dari makanan tinggi,gagal hepatik (kegagalan fungsi hati), dan
penggunaan obat antibiotika, obat batuk, obat golongan laksansia (obat
pencahar).

Sumber garam Na yaitu: garam dapur, produk awetan (cornedbeef, ikan


kaleng, terasi, dan Iain-Iain.), keju,/.buah ceri, saus tomat, acar, dan Iain-
Iain.

6. Kalium (K)
Kalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat pada cairan vaskuler
(pembuluh darah), 90% dikeluankan melalui urin, rata-rata 40 mEq/L atau
25 -120 mEq/24 jam wa laupun masukan kalium rendah.

Nilai normal :

Dewasa 3,5 - 5,0 mEq/L


Anak 3,6 - 5,8 mEq/L
Bayi 3,6 - 5,8 mEq/L

Peningkatan kalium (hiperkalemia) terjadi jika terdapat gangguan ginjal,


penggunaan obat terutama golongan sefalosporin, histamine, epinefrin, dan
Iain-Iain.

Penurunan kalium (hipokalemia) terjadi jika masukan kalium dari


makanan rendah, pengeluaran lewat urin meningkat, diare, muntah,
dehidrasi, luka pembedahan. Makanan yang mengandung kalium yaitu
buah-buahan, sari buah, kacang-kacangan, dan Iain-Iain.
7. Klorida (Cl)
Merupakan elektrolit bermuatan negatif, banyak terdapat pada cairan
ekstraseluler (di luar sel), tidak berada dalam serum, berperan penting
dalam keseimbangan cairan tubuh, keseimbangan asam-basa dalam tubuh.
Klorida sebagian besar terikat dengan natrium membentuk NaCI (natrium
klorida).

Nilai normal :

Dewasa 95-105 mEq/L


Anak 98-110 mEq/L
Bayi 95 -110 mEq/L
Bayi baru lahir 94-112 mEq/L

Penurunan klorida dapat terjadi pada penderita muntah, bilas lambung,


diare, diet rendah garam, infeksi akut, luka bakar, terlalu banyak keringat,
gagal jantung kronis, penggunaan obatThiazid, diuretik, dan Iain-lain.

Peningkatan klorida terjadi pada penderita dehidrasi,cedera kepala,


peningkatan natrium, gangguan ginjal,penggunaan obat kortison,
asetazolamid, dan Iain-Iain

8. Kalsium (Ca)
Merupakan elektrolit dalam serum, berperan dalam keseimbangan
elektrolit, pencegahan tetani, dan dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi
gangguan hormon tiroid dan paratiroid.

Nilai normal :

9-11 mg/dl (di serum) ; <150 mg/24 jam (di urin & diet
Dewasa rendah Ca) ; 200 - 300 mg/24 jam (di urin & diet tinggi
Ca)
Anak 9 -11,5 mg/dl
Bayi 10 -12 mg/dl
Bayi barulahir 7,4 -14 mg/dl.

Penurunan kalsium dapat terjadi pada kondisi malabsorpsi saluran cerna,


kekurangan asupan kalsium dan vitamin D, gagal ginjal kronis, infeksi
yang luas, luka bakar, radang pankreas, diare, pecandu alkohol, kehamilan.
Selain itu penurunan kalsium juga dapat dipicu oleh penggunaan obat
pencahar, obat maag, insulin, dan Iain-Iain.

Peningkatan kalsium terjadi karena adanya keganasan (kanker) pada


tulang, paru, payudara, kandung kemih, dan ginjal. Selain itu, kelebihan
vitamin D, adanya batu ginjal, olah raga berlebihan, dan Iain-Iain, juga
dapat memacu peningkatan kadar kalsium dalam tubuh.

9. Pemeriksaan Kadar Gula Darah


Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa
12 jam sebelum pemeriksaan (gula darah puasal nuchter) atau 2 jam setelah
makan (gula darah post prandial).

Nilai normal gula darah puasa :

Dewasa 70 -110 mg/dl


Anak 60-100 mg/dl
Bayi baru lahir 30-80 mg/dl

10. HB (HEMOGLOBIN)
Hemoglobin adalah molekul di dalam eritrosit (sel darah merah) dan
bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah dan warna merah pada
darah ditentukan oleh kadar Hemoglobin.

Nilai normal Hb :

Wanita 12-16 gr/dL


Pria 14-18 gr/dL
Anak 10-16 gr/dL
Bayi baru lahir 12-24gr/dL

Penurunan Hb terjadi pada penderita: anemia penyakit ginjal, dan


pemberian cairan
intra-vena (misalnya infus) yang berlebihan. Selain itu dapat pula
disebabkan oleh
obat-obatan tertentu seperti antibiotika, aspirin, antineoplastik (obat
kanker),
indometasin (obat antiradang).

Peningkatan Hb terjadi pada pasien dehidrasi, penyakit paru obstruktif


menahun (COPD), gagal jantung kongestif, dan luka bakar. Obat yang
dapat meningkatkan Hb yaitu metildopa (salah satu jenis obat darah
tinggi) dan gentamicin (Obat untuk infeksi pada kulit.

11. Antopometri
Perhitungannya dilakukan dengan parameter sebagai berikut:
BB dan TB dapat menunjukkan indeks masa tubuh (IMT) melalui rumus:
BB (kg)/ (TB)(TB)
Kategori IMT
Kurus sekali: kekurangan BB tingkat berat <>
Kurus: kekurangan BB tingkat ringan 17,0-18,4
Normal: normal 18,5-25,0
Gemuk: kelebihan BB tingkat ringan 25,1-27,0
Obestitas: kelebihan BB tingkat berat >27,0

12. Pemeriksaan Klinis


Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi dan
dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tyroid.
13. Pemeriksaan Biokimia
Penilaian status gizi secara biokimia yang dilakukan dengan cara
melakukan pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang
dilakukan pada berbagai jaringan tubuh seperti urine, darah, tinja, jaringan
otot dan hati.
14. Pemeriksaan Biofisika
Penentuan status gizi secara biofisika adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat
perubahan struktur pada jaringan tersebut.
15. Pemeriksaan Laboratorium
a). Total Lymphocyte Count
Resiko malnutrisi mempunyai total lymphocyte count <1500 sel per ml.
b). Serum Transferin
Mempunyai waktu paruh selama 7 hari dan bila kadar transferin
<140mg/dl berarti pasien termasuk ke dalam kategori resiko malnutrisi.
c). Serum Prealbumin
Mempunyai waktu paruh selama 3 hari dan bila kadar prealbumin
<17mg/dl berarti pasien termasuk ke dalam kategori resiko malnutrisi.
d). Kadar Kolesterol
Dapat digunakan untuk menilai status gizi bila kadarnya <150mg/dl.
Nominal tersebut menunjukkan adanya peningkatan resiko gangguan
status gizi.
e). Kadar Magnesium
Kadar Mg pada pasien malnutrisi kurang dari 2,5-1,9mEq/l.
Efek dari kekurangan Mg adalah penyakit jantung koroner, hipertensi,
DM, asma, epilepsy, autism, hiperaktivitas, batu ginjal, kelelahan,
insomnia, keram otot.
16. Foto Thoraks
Dilakukan untuk melihat adanya pembesaran hepar (hepatomegali).

2.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan KEP ringan dan sedang:
1. Balita KEP ringan: dengan memberikan penyuluhan gizi dan nasehat
pemberian makanan di rumah (bilamana pasien rawat jalan, dianjurkan
untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi
ASI sampai 3 tahun.
2. Balita dengan KEP sedang:
a. Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan
vitamin serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya.
b. Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi energi dan protein,
dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan
(angka kecukupan gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.
Petunjuk dari WHO tentang pengelolaan KEP berat dirumah sakit dengan
menetapkan 10 langkah tindakan pelayanan melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan
rehabilitasi) dan dilamjutkan dengan fase ‘follow up’ sebagai berikut:
1. Fase Stabilisasi
 Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
 Energi: 100kkal/kgBB/hari
 Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
 Cairan : 130 ml/kgBB/hari (bila sembab berat: 100ml/kgBB.hari)
 Teruskan ASI pada anak menetek
 Bila selera makan bak dan tidak sembab pemberian makan bias
dipercepat
 Pantau dan catat : jumlah cairan yang diberikan, yang tersisa;
jumlah cairan yang keluar seperti muntah, frekuensi buang air,
timbang BB/hari(sudrajat suratmaja, 2000)
2. Fase Transisi
 Pemberian energi masih sekitar 100 kkal/kgBB/hari
 Pantau frekuensi nafas dan denyut nadi
 Bila nafas meningkat > 5 kali/menit dan nadi >25 kali/menit dalam
pemantauan tiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian
formula
 Setelah normal bias naik kembali
3. Fase Rehabilitasi
 Beri makan/formula WHO, jumlah tidak terbatas dan sering TKTP
 Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
 Protein: 4-6g/kgBB/hari
 ASI diteruskan, tambahkan makanan formula; secara perlahan
kepada keluarga
 Pemantauan : kecepatan pertambahan BB setiap minggu (timbang
BB setiap hari sebelum makan)
4. Tindakan Khusus
 Hipoglikemia : berikan bolus 50 ml glukosa 10% atau sukrosa secara
oral/sonde nasogastrik
 Hiponatremia : pakaikan anak selimut/letakan anak dekat lampu
 Dehidrasi : cairan resomal/pengganti 5 ml/kgBB(sudrajat suratmaja,
2000)

Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :

1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan


kegawatan)
1) Penanganan hipoglikemi
2) Penanganan hipotermi
3) Penanganan dehidrasi
4) Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5) Pengobatan infeksi
6) Pemberian makanan
7) Fasilitasi tumbuh kejar
8) Koreksi defisiensi nutrisi mikro
9) Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
10) Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1) Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2
dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya
keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
 umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
 umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
 umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali

Bila ada ulkus dimata diberikan :

- Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin,


setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
- Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5
hari
- Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2) Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi
(kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar,
sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
- kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4
(K-permanganat) 1% selama 10 menit
- beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
- usahakan agar daerah perineum tetap kering
- umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn
peroral
3) Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau
preparat antihelmintik lain.
4) Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan
umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan
mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari
melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja
mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam
selama 7 hari.
5) Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux
(seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat
mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1) Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit
membedakan keduanya secara klinis saja.
Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian
cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati
terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer
dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam
pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
- Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan
pernapasan) dan status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi.
Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya,
kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per
oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya
mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
- Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik.
Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam
dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian
formula (F-75/pengganti)
2) Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
- Hb < 4 g/dl
- Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal
jantung

Transfusi darah :

 Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.


Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk
transfusi dengan jumlah yang sama.
 Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi
dimulai.

Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria,


syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap
< 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah

2.4 Patofisiologi
3. v
ETIOLOG
ETIOLOG
II

Hati bekerja
Kebutuhan Energi&Protein (dalam jangka waktu lama) keras u/
Akitivias/kelelahan Stres katabolik memproduksi albumin&tidak
Manfes sulit (INFEKSI) tersalurkanya lemak ke depot
kurangnya asam amino
berjalan Kehilangan
& Kerusakan Nutrisi
fungsi lemak,sehingga terjadi
esensial untuk sintesis
organ
Produksi Albumin olehmakanan akumulasi lemak di Hati
hepar NUTRISI
INTOLERAN
GANGGUAN
AKTIVITAS TUMBUH
Metabolisme
Hipoglikemia
Energi
Pembakaran berbagai sel KEKURANGAN
Edema pada
cadangan karbohidrat
Gula darah Mobilisasi berbagai
Difisiensi
Kebutuhan VOLUME
Osmolalitas
Hipoalbuminemia
Shif
ektremitas
keprotein
intertesial
cairan
bawah
cadangan
potein KURANGDARI
Hepatomegali
Eritrosit
Lemak&Protein Bakteri
selInfeksi
Diare
Aktifitas
Daya epitel
masuk
tahan usus halus
tubuh
Lemah
Atrofi otot Proses katabolik
KEMBANG CAIRAN
2.5 Asuhan Keperawatan
2.5.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Nama : An. A
Usia : 9 th
Jenis Kelamin : Perempuan
Diagnosa Medis : Kekurangan energi dan protein
2. Keluhan Utama
Sering BAB sekitar 5-6x/hari sejak 2 minggu terakhir
3. Riwayat kesehatan sekarang
BB 20 kg (N: 31,5 kg), TB 135 cm, pembesaran hepar 1-2 cm, rambut
kusam dan kering, kulit kering dan garis yang dalam, tampak pendiam,
mata sayu dan sembab, perut buncit, kaki sembab, suhu rabaan dingin
4. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien dalam 3 bulan terakhir tidak bersekolah lagi karena kesulitan
berjalan akibat kelelahan dan sulit konsentrasi
5. Riwayat kesehatan keluarga
Klien tinggal didaerah yang padat penduduk, rumahnya seluas 42m 2, ayah
klien bekerja tidak tentu tetapi sering menjadi buruh pasar, ibunya tidak
bekerja tetapi hanya sesekali menerima cucian orang lain
6. Riwayat sosial
Klien tidak mau bergaul dengan teman sebaya dan tidak mempunyai
keinginan apapun, klien juga sering cengeng
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : rambut kusam dan kering, tampak pendiam, mata sayu
dan sembab, perut buncit, kaki bengkak
b. Palpasi : suhu rabaan dingin, pembesaran hepar 1-2 cm
8. Pemeriksaan fisik
a. BB 20 kg (Normal 31,5 kg)
 (TB - 100) ± 10% (TB – 100)
b. TB 135 cm
c. Hb 8,7 (Normal 12 – 16)
d. Gula darah (Normal 80-100 , 120-140)
e. K = 3 mEq/L (Normal 3,5 – 5 mEq/L)
f. Mg = 1 mEq/L (Normal 1-3 – 2,2 mEq/L)

2.5.3 Diagnosa Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penurunan asupan per
oral dan peningkatan kehilangan cairan akibat diare ditandai dengan BAB
sering 5-6 x/hr sejak 2 minggu.
2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
asupan nutrisi yang tidak adekuat, anoreksia dan diare ditandai dengan BB
20 kg.
3. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan asupan kalori dan
protein yang tidak adekuat ditandai dengan BB 20 kg.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan sumber
energy sekunder ditandai dengan sehingga kelemahan fisik sulit berjalan.

2.5.4 NCP

No Dx Tujuan Intervensi Rasional


1. Kekurangan Tupen : 1. Pantau TTV 1. Mengetahui
volume cairan 1x24 jam TTV tindakan apa
b/d penurunan normal dan ada yang akan di
asupan per oral peningkatan lakukan.
dan volume cairan
peningkatan 2. Kaji 2. Menilai
kehilangan Tupan : perkembanga perkembangan
cairan akibat 3x24 jam n keadaan masalah klien.
diare kebutuhan akan dehidrasi
cairan klien
terpenuhi Hb 3. Pantau 3. Keseimbangan
meningkat pemasukan cairan negative
dan keluaran yang terus
berat jenis : menerus dapat
hitung menurunkan
keseimbangan haluaran renal
cairan dalam dan konsentrasi
24 jam urin. Hal ini
menunjukan
dehidrasi dan
perlu
peningkatan
cairan.
4. Lakukan 4. Upaya rehidrasi
observasi perlu dilakukan
pemberian untuk mengatasi
cairan per masalah
infuse / kekurangan
sonde / oral volume cairan.
sesuai
program
rehidrasi
5. Peningkatan
5. Jelaskan pemhaman
kepada keluarga tentang
keluarga upaya rehidrasi
tentang upaya dan peran
rehidrasi dan keluarga dalam
partisipasi pelaksanaan
dari keluarga terapi rehidrasi.
dalam
pemeliharaan
potensi
pemberian
infuse / selang 6. Membantu
sonde dalam
6. Dorong memelihara
peningkatan kebutuhan
masukan cairan.
cairan 1,5-3
L/hr sesuai 7. Untuk
toleransi menentukan
7. Memperhatika status dehidrasi.
n turgor klein
Kolaborasin :
8. Di berikan
Kolaborasi : untuk dehidrasi
8. Berikan untuk
cairan IV mencukupi
sesuai kebutuhan akan
indikasi, cairan.
misalnya :
ringer lactate 9. Penghilang
mual / muntah.
9. Berika terapi
antiemetic 10. Mmeberikan
informasi
10. Pantau tentang
pemeriksaan dehidrasi dan
lab seperti kekurangan
darah lengkap albumin yang
albumin dapat
serum menyebabkan
edema.
11. Memperbaiki
status darah
11. Berikan meningkatkan
transfuse Hb, cegah
darah sesuai anemia.
indikasi 12. Mengetahui
penurunan
12. Auskultasi absorpsi air dan
bising usus diare.

2. Ketidak Tupen : 1. Kaji TTV 1. Mengeyahui


seimbangan 1x24 jam TTV klien tindakan yang
nutrisi kurang normal dank akan dilakukan
dari kebutuhan lien 2. Timbang BB, 2. Menilai
berhubungan menunjukan ukur LLA dan perkembangan
dengan asupan peningkatan tebal liipatan dan status gizi
nutrisi yang status. kulit tiap hari klien terpenuhi.
tidak adekuat, 3. Jelaskan 3. Meningkatkan
anoreksia dan Tupan : kepada pemahaman
diare 3x24 jam BB keluarga keluarga tentang
meningkat dan tentang penyebab dan
peningkatan penyebab kebutuhan
status gizi lebih malnutrisi, nutrisi untuk
baik. dan pemuliha klien.
pengetahuan
tentang
makanan
sehat 4. Peningkatan
4. Tunjukan cara partisipasi
pemberian kekuarga dalam
makanan per pemenuhan
sonde, berikan kebutuhan
kesempatan pasien
kepada peningkatan
keluarga peran perawat.
untuk
melakukan
sendiri. 5. Meningkatkan
5. Diet TETP energy
meningkatkan
protein untuk
metabolism sel.
6. Untuk
6. Kaji pola mengetahui
makan asupan nutrisi
7. ASI merupakan
7. Tingkat daya tahan
pemberian tubuh untuk
ASI dan bayi.
dengan
pemasukan
intake nutrisi
yang adekuat
(untuk bayi) 8. Untuk
8. Berikan meningkatkan
suasana selera makanan.
nyaman dari
makanan,
yang
bervariasi 9. Untuk
9. Pertahankan mencegah
kesehatan komplikasi.
mulut dan gizi
10. Peningkatan
10. Makan sedikit asupan kalori.
tapi sering
Kolaborasi :
11. Untuk
Kolaborasi :
mengetahui
11. Konsultasi
jenis makanan
dengan ahli yang sebaiknya
gizi di konsumsi.
12. Mencegah
mual, muntah
12. Pemberian
antiemetik
3. Gangguan Tupen : 1. Ukur 1. Untuk
tumbuh 3x24 jam klien antropometri mengetahui
kembang akan (TB + BB) keadaan klien
berhubungan menunjukan 2. Beri 2. Untuk
dengan asupan perubahan pengetahua menigkatkan
kalori dan pertumbuhan pada orang pengetahuan
protein yang dan tua tentang keterlambatan
tidak adekuat perkembangan perkembanga pertumbuhan
sesuai standar n anak sesuai dan
usia. usianya perkembangan.
3. Lakukan 3. Diet untuk
pemberian pemulihan
makanan / malnutrisi
minuman diprogramkan
sesuai sesuai toleransi
program pasien.
terapi
4. Lakukan 4. Stimulasi untuk
stimulasi mengejar
tingkat keterlambatan
perkembanga pertumbuhan
n dalam aspek
motorik, bahasa
social.

5. sesuai dengan 5. Mempertahanka


usia n program
stimulasi.
6. Lakukan 6. Untuk
rujukan ke mengetahui
lembaga tingkat
kesehatan, perkembangan
miaslnay sesuai usia.
posyandu
untuk
stimulais
7. Kaiji tingkat 7. Nutrisi dan
perkembanga kalori
n anak membantu
proses tumbuh
8. Berikan kembang.
asupan nutrisi
dan kalori
sesuai dengan
kebutuhan

4. Intoleransi Tupen : 1. Jelaskan 1. Untuk


aktivitas 2x24 jam klien pentingnya mengurangi
berhubungan tidak merasa istirahat stress dan
dengan ketidak kelelahan sistemik
seimbangan emosional.
sumber energy Tupan : 2. Fasilitasi 2. Dapat
sekunder Pasien dapat pengembanga meningkatkan
berjalan dan n jadwal aktivitas pasien
melakukan aktivitas yang
aktivitas cepat
3. Dorong 3. Agar klien
pasien untuk punya semangat
menjalani untuk sembuh.
program
terapi
4. Dorong 4. Untuk
nutrisi yang meningkatakan
adekuat intake nutrisi
termasuk adekuat dan
sumber Fe peningkatan
dari makanan aktinvitas.
dan suplemen
5. Sarankan 5. untuk
melakukan mempermudak
aktivitas klien dalam
secara beraktivitas.
bertahap
6. Anjurkan 6. Melatih otot
untuk agar tidak
melakukan tegang.
pemanasan
kurang lebih
15 menit
7. Berikan 7. Untuk
lingkungan mempercepat
yang sehat proses
dan nyaman penyembuhan.

8. Bila perlu 8. Untuk


ajarkan mempermudah
dengan alat klien berjalan.
bantu,
misalnya kruk

2.6 Peran Perawat


 Care provider ; memberikan asuhan keperawatan pada An.A sesuai dengan
usia dan KDM yang harus terpenuhi.
 Educator ; memberikan penjelasan ataupun informasi pada An.A/ keluarga
tentang kondisinya sekarang dan memberikan penyuluhan tentang gizi
atau nutrisi yang harus terpenuhi untuk An.A.
 Kolabolator ; berkolaborasi dengan petugas kesehatan lainnya untuk
proses penyembuhan An.A (Misal : ahli gizi untuk pemenuhan gizi An.A,
dll).
 Motivator ; memberikan dorongan yang positif pada An.A agar
kepercayaan dirinya meningkat, mau bergaul, tidak cengeng.
 Konselor ; membantu An.A mengatasi tekanan psikologsnya karena
kondisinya sekarang.

2.7 Legal Etik


 Non-Malaficence
Perawat dalam melakukan perawatan pada klien An.A hindari hal-hal
yang menyebabkan injury misalnya dalam merubah posisi Tn.K saat
istirahat jangan sampai membahayakan terutama daerah yang mengalami
pembengkakan.
 Beneficience
Tiap keputusan dibuat berdasarkan keinginan untuk melakukan yang
terbailk dan tidak merugikan klien.
 Autonomi
Perawat harus menjelaskan dengan jelas kepada keluarga tentang kondisi
yang dialami An.A dan bagaimana dampakya kelak
 Justice
Perawat memberikan perawatan yang memang harus didapat klien
 Veracity atau Kejujuran ; penuh dengan kebenaran

Pembahasan LO
Gizi buruk banyak dipenbgaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait.
Diantara berbagai faktor penyebab timbulnya gizi buruk, kemiskinan merupakan
penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk, tetapi untuk mencegah gizi buruk
tidak harus menunggu keberhasilan pembangunan ekonomi sampai masalah
kemiskinan tuntas.
Pola pengasuhan anak dapat berupa: pengetahuan sikap, praktik ibu dan
pengasuhan lain dalam kedekatannya dengan anak, cara memberi makan,
merawat, serta memberi kasih sayang kepada anak. Anak yang diasuh oleh ibu
kandung dapat lebih berinteraksi secara positif dibandingkan dengan anak yang
diasuh oleh orang lain. Pola asuh ibu terhadap anaknya berkaitan dengan keadaan
ibu, terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan tentang
pengasuhan anak.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Dengan demikian, kurang energi protein (KEP) merupakan
penyakit defisisiensi gizi yang paling umum dijumpai di dunia dan perkiraan
sekitar 100 juta anak-anak sangat menderita gizi kurang pada tingkat sedang
dan berat. Di beberapa negara empat dari lima anak kecil mengalami gizi
kurang pada berbagai tingkatan. Sebagian besar di antara mereka sangat
mudah berlanjut jatuh menjadi gizi buruk setelah disapih atau pada masa
transisi. Pada golongan anak yang berstatus gizi kurang memiliki resiko
kematian yang lebih tinggi daripada anak-anak yang berstatus gizi baik.

Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
epidemologi, anatomi dan fisiologi pada system digestif, penatalaksanaan KEP,
tanda dan gejala, pemeriksaan diagnostik untuk KEP, agar dalam menjalankan
proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi
dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal
pada klien KEP. Selain itu, mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan
mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul h , A aziz . 2008 . Pengantar KDM 2 . Jakarta : salemba medika


Kee, Joyce LeFever. 1997. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta : EGC.
Krause MV, Mohan LK. 1996. Nutritional Deficiency Disease. In : Krause MV,
Mahan LK, eds. Food, nutrition, and diet therapy. 9th ed. W.B. Saunders Co.
Philadelphia : 387-420.
Soedarmo P., Sediaoetama, A.D., 1977. Penyakit-penyakit gizi salah
(Malnutrition). Dalam : Ilmu gizi : Masalah gizi Indonesia dan perbaikannya.
Dian Rakyat Jakarta: 225-248.
Asuhan-keperawatan-anak.blogspot.com
http://books.google.co.id/books?id=4yww
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1959023-aspek-legal-
etik/#ixzz1oBkWAfdk
http://www.farmasiku.com
http://www.scribd.com/doc/58787056/balita-kurang-energi-protein-kep

Anda mungkin juga menyukai