Anda di halaman 1dari 43

Clinical Science Session

INFEKSI GINEKOLOGI

Oleh

Muhammad Atif Gazali 1840312402

R.R Dyana Wisnu Satiti 1840312690

Preseptor:

dr. Hj. Desmiwarti, Sp.OG(K)

BAGIAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD MDJAMIL PADANG

2020

1
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, ada banyak hal yang perlu
diperhatikan. Salah satu diantaranya menurut pandangan yang mempunyai peranan yang
cukup penting adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Salah satu hal yang perlu
diperhatikan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal adalah kesehatan wanita
khususnya kesehatan reproduksi karena dampaknya luas dan menyangkut berbagai aspek
kehidupan. Wanita memegang peranan utama terhadap kelanjutan generasi penerus bagi
suatu negara, sehingga kesehatan wanita memberikan pengaruh yang besar. Kesehatan
wanita juga merupakan parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan terhadap masyarakat. 1
Secara umum alat atau organ reproduksi wanita dibagi atas dua bagian yaitu genitalia
bagian luar dan genitalia bagian dalam. Organ genitalia luar terdiri dari vulva, mons pubis,
labia mayora, labia minora, klitoris, vestibulum, bulbus vestibuli, introitus vagina dan
perineum. Sedangkan organ genitalia bagian dalam vagina atau liang kemaluan, uterus, tuba
fallopi dan uterus. Infeksi alat genitalia semakin disadari telah menjadi masalah kesehatan
dunia yang berdampak terhadap laki-laki dan perempuan. 2,3
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat
meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun atau dari
permulaan sudah menahun. Infeksi pada organ reproduksi dapat terjadi bukan hanya karena
penularan lewat hubungan seksual saja, namun juga karena masalah kebersihan/higiene dan
perawatan yang kurang baik, disamping faktor-faktor dari luar yang mempengaruhinya 2
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan reproduksi perempuan dan
pengetahuan jenis-jenis penyakit ginekologi menjadi faktor tingginya angka kematian,
meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Oleh
sebab itu sangat diperlukan pengetahuan tentang infeksi ginekologi guna meningkatkan
derajat kesehatan reproduksi wanita. 1
Infeksi Saluran Reproduksi (ISR) semakin disadari telah menjadi masalah kesehatan
dunia dan masalah kesehatan masyarakat yang serius tetapi tersembunyi. Infeksi alat
reproduksi dapat menurunkan fertilitas, mempengaruhi keadaan umum dan mengganggu
kehidupan seks.

2
Infeksi pada alat genitalia dapat timbul secara akut dengan akibat meninggalnya
penderita, atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas, atau dapat meninggalkan
bekas seperti penutupan lumen tuba.
.
1.2 Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai anatomi, klasifikasi, dan infeksi pada genitalia
eksterna dan interna.
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
Infeksi Ginekologi.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini merujuk dari berbagai kepustakaan dan literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Traktus Genitalia Wanita


2.1.1 Genitalia Eksterna
Genitalia eksterna terdiri dari :4
a. Vulva
1) Mons Pubis
Mons pubis atau mons veeneris merupakan bantalan lemak yag terletak diatas
simfisis pubis. Pada wanita yang telah pubertaskulit mons pubis dditumbuhi rambut.
2) Labia Mayor
Labia mayor menyatu dengan mons pubis di superior, diposterior labia mayor
meruncing dan menyatu di daerah perineum membentuk komisura posterior. Pada
permukaan luar labia mayor ditutupi rambut, sedangkan bagian dalamnya tidak.
dibawah kulit, terdapat lapisan jaringan ikat padat, tidak ada otot, dan kaya akan serat
elastik dan jaringan lemak. Didarahi oeh banyak pleksus vena.
3) Labia Minor
Terletak di sebelah medial dari masing-masing labia mayor. Labia minor
meluas ke superior terbagi menjadi dua lamela. Dibagian bawah menyatu membentuk
frenulum klitoris, yang diatas menyatu membentuk preputium klitoris. Di inferior
labia minor meluas sampai garis tengah membentuk fourchette. Terdiri dari jaringan
ikat yang kaya pembuluh darah, serat elastin, dan beberapa serat otot polos yang
disarafi oleh berbagai ujung saraf dan sangat sensitif. Epitel berlapis gepeng
berkeratin menutupi permukaan luar, bagian lateral permukaan dalam bagian lateral
dilapisi epitel gepeng berkeratin sampai batas garis Hart, sedangkan permukaan
dalam bagian medial dilapisi epitel gepeng yang tidak berkeratin. Sedikit
mengandung folikel rambut, kelenjar ekrin, dan apokrin namun banyak kelenjar
sebasea.
4) Klitoris
Organ sensitif wanita utama ini merupakan badan erektil yang terdiri dari
glans, korpus, dan dua krura. Glans merupakan bagian yang kaya persarafan. Badan
klitoris mempunyai dua korpora kavernosa kemudian akan menyatu dengan korpora
spongiosa membentuk komisura di bawah permukaan ventralnya.

4
5) Vestibulum
Pada wanita dewasa dibatasi oleh garis Hart di sebelah lateral, permukaan luar
hymen disebelah medial, frenulum klitoris dibagian anterior, dan fourchette di bagian
posterior. Pada vestibulum vagina terdapat enam ostium : uretra, vagina, dua duktus
Bartholin, dan dua duktus Skene. Bagian posterior vestibulum vagina diantra
fourchette dan ostium vagina terdapat fosa navikulare yang biasa terlihat hanya pada
wanita nullipara.
6) Ostium vagina dan Hymen
Ostium vagina dikelilingi oleh hymen atau sisanya. Hymen adalah membaran
dengan berbagai ketebalan yang mengelilingi ostium vaginae secara engkap atau
sebagian. Terdiri dari jaringan ikat kolagen an elastik dan dilapis oleh epitel gepeng
berlapis.
7) Ostium uretra
Dua pertiga bawah ureetra terletak tepat diatas dinding anterior vagina.
Ostium terletak di garis tengah vestibulum, 1-1,5 cm di bawah arkus pubis dan
sedikit di atas ostium vagina.
8) Kelenjar vestibular
Terdiri dari sepasang kelenjar Bartholin dan sepasang kelenjar skene.
9) Bulbus Vestibular
b. Vagina
Vagina merupakan struktur muskulomembranosa berugae yang memanjang dari vulva
ke uterus dan terletak daiantara kandung kemih dan rektum. Di anterior vagina dipisahkan
dari traktus urinarius dengan jaringan ikat yang membentuk septum vesiko-vaginal. Di
posterior, dipisahkan dari traktus gastrointestinal dengan septum rekto-vagina. Seperempat
atas vagina dipisahkan dari rektum oleh cul-de-sac Douglas. Pnjang vagina bervariasi tetapi
umunya panjang dinding anterior dan posterior vagina berturut-turut adalah 6-8 cm an 7-10
cm.
c. Perineum
Daerah antara tepi baawah vulva dengan tepi anus. Batas-batas otot daifragma pelvis
(m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis (m.perinealis transversusproffunda,
m.constrictor urethra). Perineal body adaah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina. Perineum meregang pada persainan, kadang perlu di potong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.

5
Gambar 2.1 Anatomi Genitalia Eksterna
Perdarahan berasal dari arteri pudendus interna yaitu cabang terminal bagian depan
arteri iliaka yang berakhir menjadi arteri dorsalis klitoris. Cabang-cabang arteri pudenus
interna juga mendarahi perineum, yaitu arteri rektalis inferior dan labialis posterior. Cabang
arteri femoral menyuplai bagian anterior dari vulva. Selain itu arteri pudendus superfisial dan
profunda juga memberikan suplai darah untuk organ genitalia eksterna. Peksus vena yang
luas mengelilingiorgan genitalia eksterna dan mengikuti perjalanan arteri.
Pembuluh limfe dari sepertiga bawah, bersama berasal dari vulva, mengalir utama ke
nodi lymphoidei inguinale. Yang berasal dari sepertiga tengah mengalir ke nodi iliaci interni,
dan yang berasal dari sepertiga atas mengalir ke nodi iliaci communes, interni, dan externi.
Persarafan genitalia eksterna yaitu terdiri dari:
a. N. pudendus, yaitu cabang n.spinalis S2, S3, dan S4
b. Selain itu persarafan sensorik tambahan yaitu dari n.illioinguinal (L1), n. genitofemoral
(L1 dan L2), n. cutaneus posterior
2.1.2 Genitalia Interna4

Gambar 2.2 Organ dalam Panggul

6
a. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum (serosa). Uterus
terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian segitiga atas (corpus uteri), dan bagian selindris
bawah (serviks). Isthmus dalah bagian ostium uteri interna yang merupakan bagian tersempit
dan menghubungkaan corpus uteri dengan serviks. Uterus nulipara berukuran 6-8 cm dengan
berat sekitar 50-70 gr dan multipara berukuran 9-10 cm dengan berat sekitar 80 gr. Pada
nulipara panjang fundus dan serviks sebanding namun pada multipara panjang serviks hanya
sepertiga dari panjang total uterus. Terus terdiri dri tiga lapis yaitu endometrium,
miometrium, dan perimetrium.
Uterus digantung oleh beberapa ligamentum yaitu ligamentum teres uteri kiri dan
kanan, ligamentum latum uteri kiri dan kanan, ligamentum suspensorium iovarii kiri dan
kanan, ligamentum kardinale, dan ligamentum uterosakralis. Uterus didarahi oleh arteri
uterina (cabang utama aarteri iliaca interna) dan ovarica (cabang langsung dari aorta).
Persarafan uterus terutama dari sistem saraf simpatik (pleksus iliaka interna, namun sebagian
juga berasal dari sistem serebrospinal dan parasimpatik (S2, S3, dan S4).
b. Serviks
Bagian terbawah uterus, terdiri dar pars vaginalis (berbatasan/menembus dinding dalam
vagina) dan pars supravaginais. Terdiri dari 3 komponen utama : otot polos, jalinan jarngan
ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio
serviks dengan lubang ostium uteri eksternum (luar, arah vagina) dilapisi eptel
skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum. Sebelum melahirkan lubng
ostium eksternum bulat kecil, setelah melahirkan berbeentuk garis melintang. Posisi serviks
mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukoserviks menghasilkan
lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan
berbagai garam, peptida, dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir serviks dipengaruhi
siklus haid.
c. Tuba falopii/Salping
Sepasang tuba kiri-kanan , panjang 8-14 cm berfungsi sebagai jalan transportasi ovum
dariovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri dari tida lapisan: serosa, muskularis
(longutidina dan sirkular), serta mukosa dengan epitel bersilia.
Tuba terdiri dari :
 Pars isthmica
 Pars ampularis

7
 Pars infundibulum
d. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus).
e. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval berbentuk oval, terletak didalam rongga peritoneum,
sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat an jalan pembuluh darah dan
saraf. Ovarium terdiri dari korteks an medula.
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum, siintesis dan
sekresi hormon-hormon steroid. Berhubungan dengan pars infundibulum tuba falopii melalui
perekatan fimbriae menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi.
Ovarium terfiksir oleh ligamentum ovarii propium, ligamentum infundibulopelvicum
dan jaringan iat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta abdominalis inferior terhadap
arteri renalis.

Gambar 2.3 Genitalia Interna


2.2 Infeksi Traktus Genitalia Wanita
2.2.1 Radang Pada Vulva
a. Kondiloma Akuminatum
Definisi dan Etiologi
Kondilma akuminata merupakan salah satu manifestasi klinis yang disebabkan oleh
infeksi Human Papilomavirus (HPV), yang paling sering ditemukan di daerah genital dan
jarang di selaput lendir.
Sekitar 90% kondiloma akuminata diyakini berhubungan dengan virus HPV tipe 6 dan
tipe 11. Para ahli mencurigai HPV tipe tertentu memiliki kecendrungan onkogenik (potensial
menjadi kanker), terutama tipe 16 dan tipe 18. Cara penularan infeksi biasanya melalui
hubungan seksual dengan orang yang telah terinfeksi sebelumnya, penularan ke janin atau

8
bayi dari ibu yang telah terinfeksi sebelumnya dan risiko mengembangkan karsinoma sel
skuamosa.5
Manifestasi Klinis
Kondiloma akuminata berbentuk kelainan kulit kutil dengan permukaan berlekuk-lekuk
dan berjonjot (papilomatosa). Kebanyakan pasien dengan kondiloma akuminata datang
dengan keluhan benjolan atau terdapat lesi di perianal. Kelaianan kulit berupa vegetasi yang
bertangkai dan berwarna kemerahan kalau masih baru. Jika timbul infeksi sekunder warna
kemerahan akan berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak. 5
Lesi sering ditemukan didaerah yang mengalami trauma selama hubungan seksual dan
mungkin soliter tetapi sering aka nada 5 sampai 15 lesi dari 1-5 mm. kutil dapat menyatu
menjadi plak yang lebih besar dan ini lebih sering terlihat dengan imunocompromaise dan
diabetes. 5

Gambar 2.4 Kondiloma Akuminata


Pengobatan
Banyak metode pengobatan kondiloma akuminata tetapi secara umum dapat dibedakan
menjadi topical dan bedah.
1) Podofilin. Lesi diusapi dengan podofilin tiap minggu selama 4-6 minggu.
Podofilin dicuci setelah 6 jam.
2) Asam trikloasetat dipakai setiap 1 sampai 2 minggu sampai lesi lepas.
3) Krim imikuimod 5% dipakai 3 kali seminggu sampai 16 minggu. Biarkan krim
dikulit selama 6-10 jam.
4) Terapi krio, elektrokauter atau terapi laser dapat digunakan untuk lesi yang lebih
besar.5

9
b. Bartholinitis
Definisi dan Etiologi
Bartholinitis adalah infeksi pada kelenjar bartholini, infeksi disebabkan oleh
polimikroba, E. coli, chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya. Infeksi ini menyebabkan
banyaknya pus dalam kelenjar sehingga mengganggu drainase kelenjar tersebut dan
mengakibatkan terakumulasinya pus di dalam kelenjar bartholini yang semakin lama
semakin besar.6
Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari bartholinitis adalah:
 Vulva : eritem, membengkak, akumulasi pus dalam kelenjar, dan nyeri tekan.
 Kelenjar bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan atau duduk,
juga disertai demam.
 Kebanyakan wanita dengan penderita ini datang ke puskesmas dengan keluahan
keputihan dan gatal, rasa sakit saat koitus, rasa sakit saat buang air kecil atau ada
benjolan di sekitar alat kelamin.6
Pengobatan
Terapi dengan menggunakan trimethoprim-sulfamethoxazole, amoxicillin-clavulanat,
sefalosporin generasi kedua, atau fluorokuinolon seperti ciprofloxacin. Sebagian besar kasus,
dilakukan kultur abses dan skrining terhadap penyakit menular seksual lainnya. Pengobatan
yang cukup efektif saat ini adalah antibiotic golongan Cefadroxyl 3x500 mg selama
sedikitnya 5-7 hari, dan asam mefenamat 3x500 mg untuk meredakan rasa nyeri dan
pembengkakan, hingga kelenjar tersebut mengempis.6

2.2.2 Infeksi pada vagina


a. Vaginosis bakterialis
Definisi
Vaginosis bakterialis disebabkan oleh ketidakseimbangan organisme pada flora
normal vagina. Laktobasilus digantikan oleh pertumbuhan berlebihan dari flora campuran, di
antaranya Gardnerella sp. dan bakteri anaerob.
Manifestasi Klinis
Keluhan penderita berupa keputihan dengan bau yang amis, terutama setelah
melakukan hubungan seksual. Pada pemeriksaan ditemukan sekret yang homogen, berwarna

10
putih keabu-abuan dan melekat pada dinding vagina. Pada dinding vagina tidak nampak
adanya eritema atau edema.5
Diagnosis dibuat dengan cara
 Identifikasi mikroskopik sel-sel clue pada usapan basah. Sel-sel clue adalah sel-sel
epitel vagina dengan kerumunan bakteri menempel pada membran sel. Tampak juga
beberapa sel radang dan laktobasili
 pH cairan vagina sama atau lebih dari 4,5
 uji Whiff positif yang berarti keluar bau amis pada waktu ditambahkan larutan KOH
10-20/% pada cairan vagina5
Pengobatan
 metronidazole 500mg per oral 2x sehari selama 7 hari
 metronidazole per vagina 2x sehari selama 5 hari
 krim klindamisin 2% per vagina 1x sehari selama 7 hari5
b. Trikomonas
Definisi

Infeksi yang disebabkan oleh protozoa Trichomonas vaginalis yang ditularkan secara

seksual. Trikomonas merupakan penyebab 25% infeksi vagina. Trikomonas adalah

organisme yang tahan dan mampu hidup dalam handuk basah atau permukaan lain. Masa

inkubasi berkisar 4 sampai 28 hari. 5

Manifestasi Klinik

Keluhan dan gejala bisa sangat bervariasi. Cairan vagina biasanya berbuih, tipis,

berbau tidak enak, dan banyak. Warnanya bisa abu-abu, putih, atau kuning kehijauan.

Kadang terdapat eritema atau udem pada vulva dan vagina dan dapat mengenai serviks

sehinggan tampak eritem dan rapuh.5

Diagnosis :
 Preparat kaca memperlihatkan protozoa fusiformis uniseluler yang sedikit lebih besar di
banding sel darah putih. Ia mempunyai flagella dan dalam specimen dapat dilihat
gerakannya. Biasanya ada banyak sel radang.
 Cairan vagina mempunyai pH 5,0 – 7,0
 Pasien yang terinfeksi tapi tidak ada keluhan dapat di diagnose dengan pap smear.5

11
Pengobatan
Terapi dengan metronidazole 2 g per oral (dosis tunggal). Pasangan seks pasien juga
harus diobat.5

c. Candida
Vulvovaginal candidiasis (VVC) sering terjadi pada wanita. Rata-rata 75% wanita
pernah mengalami VVC minimal sekali dalam hidupnya. Faktor risiko terjadinya VVC
adalah aktivitas seksual, penggunaan antibiotik sebelumnya, kehamilan, dan kondisi
imunosupresi seperti pasien HIV atau diabetes melitus. Organisme penyebab tersering adalah
Candida albicans, namun spesies lain dari Candida sp. saat ini juga ditemukan sebagai
penyebab VVC.
Tanda dan gejala VVC tanpa komplikasi adalah discharge putih menggumpal seperti
keju, gatal pada vulva dan vagina, nyeri, rasa panas terbakar, kemerahan, dan atau edema.
Disuria dan dispareunia bisa juga terjadi. VVC dengan kompilkasi bisa terjad apabila adanya
VVC rekuren (4 episode atau lebih dalam periode 12 bulan). Kondisi ini biasanya dengan
tampilan yang sangat parah dan biasanya terjadi pada orang dengan imunosupresi (HIV dan
atau diabetes melitus). Pemeriksaan HIV diperlukan jika ada kecurigaan.
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Temuan discharge putih
menggumpal seperti keju disertai dengan gatal cukup untuk memikirkan adanya kandidiasis.
Eritema dan edema semakin menguatkan ke arah diagnosis. Pemeriksaan sekret vagina
diperlukan untuk menilai pH, dan mikroskopik. Whiff test biasanya negatif, pewarnaaan
gram menunjukkan adanya sel PMN, sel ragi dengan pseudohifa dan blastospora. Jika sudah
berkomplikasi dilakukan kultur sekret vagina untuk menentukan terapi yang tepat.
Tabel pilihan terapi VVC 7

12
2.2.3 Radang Pada Serviks Uteri
a. Klamidia Trakomatis
Definisi
Klamidia trakomatis adalah bakteri obligat intaseluler yang menginfeksi urethra dan
serviks. Serviks adalah tempat yang paling sering terinfeksi dengan Klamidia trakomatis.
Klamidia bukan merupakan penyebab vaginitis, tetapi dapat mengerosi daerah serviks,
sehingga dapat menyebabkan keluarnya cairan mukopurulen. Cairan ini mungkin dianggap
pasien berasal dari vagina.
Faktor Risiko
Faktor risiko untuk terjadinya infeksi klamidia trakomatis pada wanita seksual aktif
termasuk usia muda (usia 15-24 tahun), melakukan hubungan seksual pada usia muda,
riwayat infertilitas, memiliki lebih dari 1 partner seksual, adanya partner seks yang baru,
tidak menikah, ras kulit hitam, mempunyai riwayat atau sedang menderita penyakit menular
seksual, riwayat keguguran, riwayat infeksi saluran kemih, servikal ektopik, dan penggunaan
15
tidak teratur dari kontrasepsi barrier.
Patofisiologi
Transmisi dapat terjadi melalui kontak seksual langsung melalui oral, vaginal,
servikal melalui uretra maupun anus. Bakteri ini dapat menyebar dari lokasi awalnya dan
menyebabkan infeksi uterus, tuba fallopii, ovarium, rongga abdomen dan kelenjar pada
daerah vulva pada wanita dan testis pada pria. Bayi baru lahir melalui persalinan normal dari
ibu yang terinfeksi memiliki risiko yang tinggi untuk menderita konjungtivitis klamidia atau
15
pneumonia.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik untuk infeksi klamidia pada perempuan dapat berupa sindroma
urethral akut, uretritis, bartolinitis, servisitis, infeksi saluran genital bagian atas (endometritis,
salfingo-oophoritis, atau penyakit radang panggul), perihepatitis (sindroma Fitz-Hugh-
Curtis), dan arthritis. Kehamilan ektopik juga dapat terjadi oleh karena infeksi klamidia, yang
15,21
biasanya didahului dengan penyakit radang panggul. Gejala tergantung dari lokasi
infeksinya. Infeksi dari urethra dan saluran genital bagian bawah dapat menyebabkan disuria,
duh vagina yang abnormal, atau perdarahan post koital. Pada saluran genital bagian atas
(endometritis, atau salphingitis, kehamilan ektopik) dapat menimbulkan gejala seperti
22
perdarahan rahim yang tidak teratur dan abdominal atau pelvic discomfort.

13
Gambar 2.5 Klamidia Trakomatis
Pemeriksaan Penunjang
Baku emas untuk pemeriksaan infeksi klamidia trakomatis adalah kultur dari swab
yang didapat dari endoserviks pada wanita atau uretra pada pria. Tetapi hambatan dari
metode pemeriksaan kultur ini adalah berkembangnya tes non cultured based. Namun tes non
cultured - based, termasuk tes deteksi antigen dan nonamplfied nucleic acid hybridization,
mempunyai kemampuan terbatas karena kegagalan untuk mendeteksi beberapa bagian
penting dari infeksi Klamidia Pemeriksaan yang lebih baru dan mendeteksi DNA atau RNA
spesifik terhadap klamidia trakomatis (termasuk PCR, ligase chain reaction, dan RNA
transcription - mediated amplification) lebih sensitif daripada generasi pertama tes non
culture based. Sensitifitas sedikit lebih rendah ketika tes yang baru ini digunakan pada
15
spesimen urin dibandingkan pada specimen endoserviks.
Pengobatan
Terapi pilihan adalah:
 Azitromisin 1 g peroral (single dose)
 Doksisiklin 10 mg per oral 2x sehari selama 7 hari
Terapi alternative adalah:
 Eritromisin 500 mg per oral 4x sehari selama 7 hari
 Ofloksasin 30 mg peroral 2x sehati selama 7 hari

Prognosis
 Prognosis sangat baik bila di diagnosa dan diobati dini.
 Risiko infertilitas meningkat pada infeksi berulang
 Reinfeksi umum terjadi kecuali bila semua partner seksual diobati

14
b. Gonorea
Definisi dan Epidemiologi
Gonore adalah suatu penyakit infeksi menular seksual yang disebabkan oleh bakteri
neisseria gonorrhoeae, daerah yang mudah terinfeksi ialah daerah dengan mukosa epitel
kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immatur). Sangat sering terjadi pada usia
18 – 25 tahun; dan lebih dari 50% adalah yang berumur di bawah 25 tahun. Selalu menular
melalui hubungan seksual kecuali blennorrhea pada bayi dan beberapa kasus vulvovaginitis
pada perempuan yang menginjak masa puber.1,3
Etiologi
Penyebab utama terjadinya gonore adalah infeksi oleh bakteri neisseria gonorrhoea.
N. Gonorrhoeae adalah bakteri gram-negatif bentuk diplokokus (kokus berpasangan),
berbentuk seperti biji kopi yang juga dikenal sebagai gonokokus dan biasanya terlihat
intraseluler dalam lekosit.1,3

Gambar 2.6 Morfologi bakteri neisseria gonorrhea di bawah mikroskop.

Gambaran klinis
Gonore pada genital pria :
Keluhan subyektif berupa rasa gatal, panas di bagian distal uretra di sekitar oue,
kemudian disusul disuria, polakisuria, keluar duh tubuh dari ujung uretra yang kadang
disertai darah, dan rasa nyeri saat ereksi. Uretritis anterior akuta adalah yang paling sering
dijumpai dan dapat menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal,
asendens, dan diseminata. Pada pemeriksaan tampak oue eritematosa, edem, dan ektropion
serta duh tubuh yang mukopurulen. Dalam beberapa kasus dapat ditemukan pembesaran
kelenjar getah bening inguinal unilateral atau bilateral.

15
Gonore pada genital wanita :
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria karena
perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita hampir tidak
pernah ditemui gejala subyektif, umumnya wanita datang dengan adanya komplikasi.
Sebagian besar diketahui saat pemeriksaan ANC atau pemeriksaan keluarga berencana.
Gejala utama adalah disuria, kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan, oue tampak merah,
edem, dan ada sekret mukopurulen.

Gambar 2.7 Manifestasi klinis gonore a. Uretritis gonokokal; b. Servisitis


Pada pria
Uretritis
Uretritis yang paling sering dijumpai adalah uretritis anterior akut, dan dapat
menjalar ke proksimal, selanjutnya mengakibatkan komplikasi lokal, ascenden, dan
diseminata.
Tysonitis
Kelenjar tyson ialah kelenjar yang menghasilkan smegma. Infeksi biasanya terjasdi
pada penderita denga preputium yang sangat panjang dan kebersihan yang kurang baik.
Diagnosa dibuat berdasarkan ditemukannya butir pus atau pembengkakan pada daerah
frenulum yang nyeri tekan. Bila duktus tertutup akan timbul abses dan merupakan sumber
infeksi laten.
Parauretritis
Sering pada orang dengan orifisium uretra eksternum terbuka atau hipospadia.
Infgeksi pada pus ditandai dengan butir pus pada kedua muara parauretra.
Littritis

16
Tidak ada gejala khusus, hanya pada urin ditemukan benang-benang atau butir-butir.
Bila salah satu saluran tersumbat, bisa terjadi abses folikular. Didiagnosis dengan
uretroskopi.
Cowperitis
Bila hanya duktus yang terkena biasanya tanpa gejala. Kalau infeksi terjadi pada
kelenjar cowperdapat terjadi abses. Keluhan berupa nyeri dan adanya benjolan pada daerah
perinium disertai rasa penuh dan penas, nyeri pada waktu defekasi dan disuria. Jika tidak
diobati abses akan pecah melalui kulit perineum, uretra, atau rektum, dan mengakibatkan
proktitis.

Prostatitis
Prostatitis akut ditandai dengan perasaan tidak enak pada daerah perineum dan
suprapubis, melese, demam, nyeri kencing sampai hematuri, spasme otot uretra sehingga
terjadi retensi urin, tenesmus ani, sulit buang airbesar dan obstipasi. Pada pemeriksaan teraba
pembesaran prostat dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan dan didapatkan fluktuasi bila
telah terjadi abses. Jika tidak diobati abses akan pecah masuk ke uretra posterior atau ke arah
rektum mengakibatkan proktitis. Bila proktitis menjadi kronis, gejalanya ringan dan
intermiten, tetapi kadang-kadang menetap. Terasa tidak enak pada perineum bagian dalam
dan rasa tidak enak bila duduk terlalu lama. Pada pemeriksaan prostat terasa kenyal
berbentuk nodus, dan sedikit nyeri pada penekanan. Pemeriksaan dengan pengurutan prostat
biasanya sulit menemukan kuman diplokokus atau gonokokus.
Vesikulitis
Vesikulitis biasanya radang akut yang mengenai vesikula seminalis dan duktus
ejakulatorius, dapat timbul menyertai prostatitis akut atau epididimis akut. Gejala subyektif
menyerupai prostatitis akut, berupa demam, polakisuria, hematuria terminal, nyeri pada
waktu ereksi atau ejakulasi dan spasme mengandung darah. Pada pemeriksaan melalui
rektum dapat diraba vesikula seminalis seminali yang bengkak dan mengeras seperti sosis
memanjang di atas prostat. Ada kalanya sulit menentukan batas kelenjar prostat yang
membesar.
Vasdeferentitis dan funikulitis
Gejala berupa perasaan nyeri pada daerah abdomen bagian bawah pada sisi yang
sama.
Epididimitis

17
Epididimitis akut biasanya unilateral dan setiap epididimitis biasanya disertai
deferentitis. Keadaan yang mempermudah timbulnya epididimitis ini adalah trauma pada
uretra posterior yang disebabkan oleh salah penanganan atau kelalain penderita sendiri.
Faktor yang mempengruhi keadaan ini antara lain irigasi yg terlalu sering dilakukan, cairan
irigator terlalu panas, atau terlalu pekat, instrumentasi yg terlalu kasar, pengurutan prostat
yang berlebihan, dan aktifitas seksual jasmani yang berlebihan. Epididimitis dan tali
spematika membengkak dan terasa panas, juga testis, sehingga menyerupai hidrokel
sekunder. Pada penekanan terasa nyeri sekali. Bila mengenai kedua epididimis dapat
mengakibatkan sterilisasi.
Trigonitis
Infeksi asendens dari uretra posterior dapat mengenai trigonum vesika urinaria.
Trigonitis menimbulkan gejala poliuria, disuria terminal, dan hematuri.

Pada wanita
Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dengan pria. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan anatomi dan fisiologi alat kelamin pria dan wanita. Pada wanita,
baik penyakitnya akut maupun kronik, gejala subyektif jarang ditemuka dan hampir tidak
pernah didapati kelainan obyektif. Pada umumnya wanita datang kalau sudah ada komplikasi.
Sebagian penderita ditemukan pada waktu pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan keluarga
berencana.
Pada mulanya hanya serviks uteri yang terkena infeksi. Duh tubuh yang mukopurulen
dan mengandung banyak gonokokus mengalir keluar dan menyerang uretra, duktus
parauretra, kelenjar bartholin, rektum, dan dapat juga naik ke atas sampai pada daerah
kandung telur.
Uretritis
Gejala utama ialah disuria kadang-kadang poliuria. Pada pemeriksaan orifiisum uretra
eksternum tampak merah, edematosa, dan ada sekret mukopurulen.
Parauretritis/skenitis
Kelenjar parauretra dapat terkena, tetapi abses jarang terjadi.
Servisitis
Dapat asimptomatis, kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada punggung bawah.
Pada pemeriksaan servik tampak merah dengan erosi dan sekret mukopurulen. Sekret tubuh

18
akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servisitis akut atau disertai vaginitis. Yang disebabkan
oleh trichomonas vaginalis.
Barthonilitis
Labium mayor pada sisi yang terkena membengkak, merah dan nyeritekan. Kelenjar
bartholin membengkak, terasa nyeri sekali bila penderita berjalan dan penderita sukar duduk.
Bila saluran kelenjar tersumbatdapat timbul abses dan dapat pecah menjadi mukosa atau
kulit. Kalau tidak diobati dapat menjadi rekuren atau kista.
Salpingitis
Peradangan dapat bersifat akut, subakut atau kronis.

Diagnosis
Diagnosis gonore dapat ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksasan klinis, dan
pemeriksaan penunjang yang terdiri atas 5 tahapan :
 Pemeriksaan gram
Pada pewarnaan gram akan ditemukan gonokok gram negatif, intraseluler dan
ekstraseluler.
 Kultur
Kultur untuk bakteri n.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan
thayer-martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram
positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan nistatin untuk
menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan
sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi.
 Tes defenitif
Tes oksidasi akan ditemukan semua neisseria akan mengoksidasi dan mengubah
warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga merah lembayung. Sedangkan
dengan tes fermentasi dapat dibedakan n.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa
saja.
 Tes beta-laktamase
Tes ini menggunakan cefinase tm disc dan akan tampak perubahan warna koloni dari
kuning menjadi merah apabila kuman mengandung enzim beta laktamase.
 Tes thomson
Tes ini dilakukan untuk mengetahui sampai dimana infeksi berlangsung. Dengan
menampung urine setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing

19
dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh
sedangkan gelas kedua tampak jernih.

Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan adalah:
 Seftriakson 125 mg i.m dosis tunggal
 Sefiksim 400 g per oral dosis tunggal
 Siprofloksasi 500 mg per oral dosis tunggal
 Ofoksasin 400 mg per oral dosis tunggal

2.4 Radang Pada Korpus Uteri


a. Endometritis
Pengertian
Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri pada jaringan , merupakan komplikasi pascapartum, biasanya terjadi 48
sampai 72 jam setelah melahirkan.
Etiologi
Mikroorganisme yang menyebabkan endometritis diantaranya campylobacter foetus,
brucella sp., vibrio sp. Dan trichomonas foetus. Endometritis juga dapat diakibatkan oleh
bakteri oportunistik spesifik seperti corynebacterium pyogenes, eschericia coli dan
fusobacterium necrophorum. Organisme penyebab biasanya mencapai vagina pada saat
perkawinan, kelahiran, sesudah melahirkan atau melalui sirkulasi darah.
Terdapat banyak faktor yang berkaitan dengan endometritis, yaitu retensio
sekundinarum, distokia, faktor penanganan, dan siklus birahi yang tertunda. Selain itu,
endometritis biasa terjadi setelah kejadian aborsi, kelahiran kembar, serta kerusakan jalan
kelahiran sesudah melahirkan. Endometritis dapat terjadi sebagai kelanjutan kasus distokia
atau retensi plasenta yang mengakibatkan involusi uteruspada periode sesudah melahirkan
menurun. Endometritis juga sering berkaitan dengan adanya korpus luteum persisten (clp).
Hal-hal yang dapat menyebabkan infeksi pada wanita adalah:
 waktu persalinan lama, terutama disertai pecahnya ketuban.
 pecahnya ketuban berlangsung lama.
 adanya pemeriksaan vagina selama persalinan dan disertai pecahnya ketuban.
 teknik aseptik tidak dipatuhi.

20
 manipulasi intrauterus (pengangkatan plasenta secara manual).
 trauma jaringan yang luas/luka terbuka.
 kelahiran secara bedah.
 retensi fragmen plasenta/membran amnion.

Klasifikasi
1. Endometritis akuta
Terutama terjadi pada masa post partum / post abortum.
Pada endometritis post partum regenerasi endometrium selesai pada hari ke-9,
sehingga endometritis post partum pada umumnya terjadi sebelum hari ke-9. Endometritis
post abortum terutama terjadi pada abortus provokatus.
Pada endometritis akuta, endometrium mengalami edema dan hiperemi, dan pada
pemeriksaan mikroskopik terdapat hiperemi, edema dan infiltrasi leukosit berinti polimorf
yang banyak, serta perdarahan-perdarahan interstisial. Sebab yang paling penting ialah
infeksi gonorea dan infeksi pada abortus dan partus.
Infeksi gonorea mulai sebagai servisitis akut, dan radang menjalar ke atas dan
menyebabkan endometritis akut. Infeksi gonorea akan dibahas secara khusus.
Pada abortus septik dan sepsis puerperalis infeksi cepat meluas ke miometrium dan
melalui pembuluh-pembuluh darah limfe dapat menjalar ke parametrium, ketuban dan
ovarium, dan ke peritoneum sekitarnya. Gejala-gejala endometritis akut dalam hal ini
diselubungi oleh gejala-gejala penyakit dalam keseluruhannya. Penderita panas tinggi,
kelihatan sakit keras, keluar leukorea yang bernanah, dan uterus serta daerah sekitarnya nyeri
pada perabaan.
Sebab lain endometritis akut ialah tindakan yang dilakukan dalam uterus di luar partus
atau abortus, seperti kerokan, memasukan radium ke dalam uterus, memasukan iud (intra
uterine device) ke dalam uterus, dan sebagainya.
Tergantung dari virulensi kuman yang dimasukkan dalam uterus, apakah endometritis
akut tetap berbatas pada endometrium, atau menjalar ke jaringan di sekitarnya.
Endometritis akut yang disebabkan oleh kuman-kuman yang tidak seberapa patogen
pada umumnya dapat diatasi atas kekuatan jaringan sendiri, dibantu dengan pelepasan lapisan
fungsional dari endometrium pada waktu haid. Dalam pengobatan endometritis akuta yang
paling penting adalah berusaha mencegah, agar infeksi tidak menjalar.
Gejalanya :

21
 demam.
 lochea berbau : pada endometritis post abortum kadang-kadang keluar flour yang
purulent.
 lochea lama berdarah malahan terjadi metrorrhagi.
 kalau radang tidak menjalar ke parametrium atau parametrium tidak nyeri.
Terapi :
 uterotonika.
 istirahat, letak fowler.
 antibiotika.
 endometritis senilis perlu dikuret untuk menyampingkan corpus carsinoma. Dapat di
beri uterotonika.

2. Endometritis kronika
Endometritis kronika tidak seberapa sering terdapat, oleh karena itu infeksi yang tidak
dalam masuknya pada miometrium, tidak dapat mempertahankan diri, karena pelepasan
lapisan fungsional darn endometrium pada waktu haid. Pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan banyak sel-sel plasma dan limfosit. Penemuan limfosit saja tidak besar artinya
karena sel itu juga ditemukan dalam keadaan normal dalam endometrium.gejala-gejala klinis
endometritis kronika adalah leukorea dan menorargia. Sedangkan pengobatannya tergantung
dari penyebabnya.
Endometritis kronis ditemukan pada:
1. Pada tuberkulosis.
2. Jika tertinggal sisa-sisa abortus atau partus.
3. Jika terdapat korpus alineum di kavum uteri.
4. Pada polip uterus dengan infeksi.
5. Pada tumor ganas uterus.
6. Pada salpingo – oofaritis dan selulitis pelvik.
Endometritis tuberkulosa terdapat pada hampir setengah kasus-kasus tb genital. Pada
pemeriksaan mikroskopik ditemukan tuberkel pada tengah-tengah endometrium yang
meradang menahun.
Pada abortus inkomplitus dengan sisa-sisa tertinggal dalam uterus terdapat desidua
dan vili korealis di tengah-tengah radang menahun endometrium.

22
Pada partus dengan sisa plasenta masih tertinggal dalam uterus, terdapat peradangan
dan organisasi dari jaringan tersebut disertai gumpalan darah, dan terbentuklah apa yang
dinamakan polip plasenta.
Endometritis kronika yang lain umumnya akibat ineksi terus-menerus karena adanya
benda asing atau polip/tumor dengan infeksi di dalam kavum uteri.

Gejalanya :
 flour albus yang keluar dari ostium.
 kelainan haid seperti metrorrhagi dan menorrhagi.
Terapi : perlu dilakukan kuretase.
Gambaran klinis
Gambaran klinis dari endometritis tergantung pada jenis dan virulensi kuman, daya
tahan penderita dan derajat trauma pada jalan lahir. Kadang-kadang lokhea tertahan oleh
darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban. Keadaan ini dinamakan lokiometra dan dapat
menyebabkan kenaikan suhu yang segera hilang setelah rintangan dibatasi. Uterus pada
endometrium agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Pada endometritis yang
tidak meluas penderita pada hari-hari pertama merasa kurang sehat dan perut nyeri, mulai
hari ke 3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi
menurun, dan dalam kurang lebih satu minggu keadaan sudah normal kembali, lokhea pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal yang terakhir ini tidak
boleh menimbulkan anggapan bahwa infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang
disertai oleh lokhea yang sedikit dan tidak berbau.
Gambaran klinik dari endometritis:
1. Nyeri abdomen bagian bawah.
2. Mengeluarkan keputihan (leukorea).
3. Kadang terjadi pendarahan.
4. Dapat terjadi penyebaran  miometritis (pada otot rahim), parametritis (sekitar rahim),
salpingitis (saluran otot), ooforitis (indung telur), pembentukan penahanan sehingga terjadi
abses.
Komplikasi
 wound infection.
 peritonitis.
 adnexal infection.

23
 parametrial phlegmon.
 abses pelvis.
 septic pelvic thrombophlebitis.
Penatalaksanaan
Antibiotika ditambah drainase yang memadai merupakan pojok sasaran terpi.
Evaluasi klinis daan organisme yang terlihat pada pewarnaan gram, seperti juga pengetahuan
bakteri yang diisolasi dari infeksi serupa sebelumnya, memberikan petunjuk untuk terapi
antibiotik.
Cairan intravena dan elektrolit merupakan terapi pengganti untuk dehidrasi ditambah
terapi pemeliharaan untuk pasien-pasien yang tidak mampu mentoleransi makanan lewat
mulut. Secepat mungkin pasien diberikan diit per oral untuk memberikan nutrisi yang
memadai.pengganti darah dapat diindikasikan untuk anemia berat dengan post abortus atau
post partum.tirah baring dan analgesia merupakan terapi pendukung yang banyak
manfaatnya.
Tindakan bedah: endometritis post partum sering disertai dengan jaringan plasenta
yang tertahan atau obstruksi serviks. Drainase lokia yang memadai sangat penting. Jaringan
plasenta yang tertinggal dikeluarkan dengan kuretase perlahan-lahan dan hati-hati.
Histerektomi dan salpingo – oofaringektomi bilateral mungkin ditemukan bila klostridia teah
meluas melampaui endometrium dan ditemukan bukti adanya sepsis sistemik klostridia
(syok, hemolisis, gagal ginjal).

2.5 Adneksa dan Jaringan Sekitarnya


a. Penyakit Radang Panggul
Definisi
Penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease) adalah infeksi pada alat
genital atas yang dapat meliputi endometrium, tuba fallopi, ovarium, miometrium,
parametrium, dan peritoneum. Penyakit ini merupakan komplikasi infeksi bakteri pada
serviks yang menyebar secara ascending menuju ke organ gentalia bagian atas
Epidemiologi
Secara epidemiologik di Indonesia insidennya diekstrapolasikan sebesar lebih dari
850.00 kasus baru setiap tahun.PID merupakan kasus infeksi serius yang paling biasa pada
perempuan umur 16-25 tahun. Terdapat kenaikan insiden PID dalam 2-3 dekade yang lalu
yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adat istiadat, sosial yang lebih liberal,

24
insidensi patogen menular seksual seperti C.trachomatis dan pemakaian metode kontrasepsi
seperti AKDR. Kurang lebih 15% kasus PID terjadi setelah tindakan seperti biopsi
endometrium, kuretase, histeroskopi dan inserti AKDR. 85% kasus terjadi secara spontan
pada perempuan usia reproduksi yang secara seksual aktif.
Faktor risiko
- Riwayat PID sebelumnya
- Banyak pasangan seks didefinisikan sebagai lebih dari dua pasangan dalam waktu 30
hari, sedangkan pada pasangan monogami serial tidak didapatkan risiko yang
meningkat.
- Infeksi oleh orgaisme menular seksual, dan sekitar 15% pasien dengan gonorea
anogenital tanpa komplikasi akan berkembang menjadi PID pada akhir atau segera
sesudah menstruasi.
- Pemakaian AKDR dapat meningkatkan risiko PID 3-5 kali lipat. Risiko PID terbesar
terjadi pada waktu pemasangan AKDR dan dalam 3 minggu pertama setelah
pemasangan.
Patofisiologi
Seperti endometriosis PID disebabkan penyebaran infeksi melalui serviks.Meskipun
PID terkait dengan infeksi menular seksual alat genital bawah tetapi prosesnya polimikrobial.
Salah satu teori patofisiologi adalah bahwa organisme menular seksual seperti N.gonorrhoeae
atau C.trachomatis memulai proses inflamasi akut yang menyebabkan kerusakan jaringan
sehingga memungkinkan akses oleh organisme lain dari vagina atau serviks ke alat genital
atas. Aliran darah menstruasi dapat mempermudah infeksi pada alat genital atas dengan
menghilangkan sumbat lendir serviks, menyebabkan hilangnya lapisan endometrium dan efek
protektifnya serta menyediakan medium biakan yang baik untuk bakteri yaitu darah
menstruasi.
Gejala
Gejala yang paling sering dikemukakan adalah nyeri abdominopelvik. Keluhan lain
bervariasi, antara lain keluarnya cairan vagina atau pendarahan, demam dan menggigil, serta
mual dan disuria. Demam terlihat pada 60-80% kasus.
Diagnosis
Diagnosis PID sulit karena keluhan dan gejala-gejala yang dikemukakan sangat
bervariasi.Pada pasien dengan nyeri tekan serviks, uterus, dan adneksa, PID didiagnosis
dengan akurat hanya 65%.Karena akibat buruk PID terutama infertilitas dan nyeri panggul

25
kronik maka PID harus dicurigai pada perempuan berisiko dan diterapi secara agresif.
Kriteria minimum untuk diagnosis klinis adalah sebagai berikut:
- Nyeri gerak serviks
- Nyeri tekan uterus
- Nyeri tekan adneksa
Kriteria tambahan seperti berikut dapat dipakai untuk menambah spesifitas kriteria minimum
dan mendukung diagnosis PID
- Suhu oral > 38,3’C
- Cairan serviks atau vagina tidak normal mukopurulen
- Leukosit dalam jumlah banyak pada pemeriksaan mikroskop sekret vagina dengan
salin
- Kenaikan LED
- Protein reaktif-C meningkat
- Dokumentasi laboratorium infeksi serviks oleh N.gonorrhoeae
Kriteria diagnosis PID paling spesifik meliputi:
- Biopsi endometrium disertai bukti histopatologis endometritis
- USG Transvaginal atau MRI memperlihatakan tuba menebal penuh berisi cairan
dengan atau tanpa cairan bebas di panggul atau kompleks tubo-ovarial atau
pemeriksaan Doppler menyarankan infeksi panggul (misal hiperemi tuba)
- Hasil pemeriksaan laparaskopi yang konsisten dengan PID.
Terapi
Pada pasien PID ringan atau sedang terapi oral dan parenteral mempunyai daya guna
klinis yang sama. Sebagian besar klinisi menganjurkan terapi parenteral paling tidak selama
48 jam kemudian dianjurkan dengan terapi oral 24 jam setelah ada perbaikan klilnis.
Rekomendasi terapi dari CDC adalah sebagai berikut:
Terapi parenteral
- Rekomendasi terapi parenteral A
o Sefotetan 2g iv setiap 12 jam atau
o Sefoksitin 2g iv setiap 6 jam ditambah
o Doksisiklin 100 mg oral atau iv setiap 12 jam
- Rekomendasi terapi parenterap B
o Klindamisin 900 mg setiap 8 jam ditambah

26
o Gentamisin dosis muatan iv atau im (2mg/kgBB) diikuti dengan dosis
pemeliharaan (1,5 mg/kgBB) setiap 8 jam. Dapat diganti dengan dosis tunggal
harian.
- Terapi parenteral alternatif
Tiga terapi alternatif telah dicoba dan mereka mempunyai cakupan spektrum yang
luas
o Levofloksasin 500 mg iv 1x1 dengan atau tanpa metronidazol 500 mg iv setiap
8 jam atau
o Ofloksasin 400 mg iv setiap 12 jam dengan atau tanpa metronidazol 500 mg iv
setiap 8 jam atau
o Ampisilin / Sulbaktam 3g iv setiap 6 jam ditambah doksisiklin 100 mg oral
atau iv setiap 12 jam.
Terapi Oral
Terapi oral dapat dipertimbangkan untuk penderita PID ringan atau sedang karena
kesudahan klinisnya sama dengan terapi parenteral. Pasien yang mendapat terapi oral dan
tidak menunjukkan perbaikan setelah 72 jam harus dire-evaluasi untuk memastikan
diagnosisnya dan diberikan terapi parenteral baik dengan rawat jalan maupun inap.
- Rekomendasi terapi A
o Levofloksasin 500 mg po 1x1 selama 14 hari atau ofloksasin 400 mg 2x1
selama 14 hari dengan atau tanpa
o Metronidazol 500 mg po 2x1 selama 14 hari.
- Rekomendasi terapi B
o Seftriakson 250 mg im dosis tunggal ditambah doksisiklin 2x1 po selama 14
hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg 2x1 po selama 14 hari atau
o Sefoksitin 2g im dosis tunggal dan probenesid ditambah doksisiklin oral 2x1
selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg 2x1 selama 14 hari
atau
o Sefalopsorin generasi ketiga (misal seftizoksim atau sefotaksim) ditambah
doksisiklin 2x1 po selama 14 hari dengan atau tanpa metronidazol 500 mg 2x1
po selama 14 hari.

27
2.6 Kelainan Lain: Ulkus Genital
a. Herpes Genital
Definisi
Herpes genitalis adalah infeksi akut pada genitalia dengan gambaran khas berupa vesikel
berkelompok pada dasar eritema dan cenderung bersifat rekuren. Biasa jugadisebut dengan
herpes simpleks.1
Etiologi
Disebabkan HSV atau herpes virus hominis (HVH). Adapun tipe-tipe dari HSV :
1. Herpes simplex virus tipe I : pada umunya menyebabkan lesi atau luka pada sekitar
wajah, bibir, mukosa mulut, dan leher.
2. Herpes simplex virus tipe II : umumnya menyebabkan lesi pada genital dan sekitarnya
(bokong, daerah anal dan paha).
Epidemiologi
Prevalensi anti bodi dari HSV-1 pada sebuah populasi bergantung pada faktor-faktor
seperti negara, kelas sosial ekonomi dan usia. HSV-1 umumnya ditemukan pada daerah oral
pada masa kanak-kanak, terlebih lagi pada kondisi sosial ekonomi terbelakang. Kebiasaan,
orientasi seksual dan gender mempengaruhi HSV-2. HSV-2 prevalensinya lebih rendah
dibanding HSV-1 dan lebih sering ditemukan pada usia dewasa yang terjadi karena kontak
seksual.3
Studi menunjukkan bahwa HSV-1 lebih sering berhubungan dengan kelainan oral, dan
HSV-2 berhubungan dengan kelainan genital. Prevalensi herpes genitalis pada pria hampir
sama dengan wanita. Pada wanita hamil dapat memiliki resiko memiliki anak dengan herpes
neonatal, biasanya infeksi baru HSV berada selama trimester ketiga kehamilan
Patofisiologi dan Patogenesis
HSV-1 dan HSV-2 adalah termasuk dalam famili herphesviridae, sebuah grup virus DNA
rantai ganda lipid-enveloped yang berperanan secara luas pada infeksi manusia. Kedua
serotipe HSV dan virus varicella zoster mempunyai hubungan dekat sebagai subfamili virus
alpha-herpesviridae. Alfa herpes virus menginfeksi tipe sel multiple, bertumbuh cepat dan
secara efisien menghancurkan sel host dan infeksi pada sel host. Infeksi pada natural host
ditandai oleh lesi epidermis, seringkali melibatkan permukaan mukosa dengan penyebaran
virus pada sistem saraf dan menetap sebagai infeksi laten pada neuron, dimana dapat aktif
kembali secara periodik. Transmisi infeksi HSV seringkali berlangsung lewat kontak erat
dengan pasien yang dapat menularkan virus lewat permukaan mukosa.5

28
Infeksi HSV-1 biasanya terbatas pada orofaring, virus menyebar melalui droplet
pernapasan, atau melalui kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi. HSV-2 biasanya
ditularkan secara seksual. Penularan hampir selalu melalui hubungan seksul baik genito
genital, ano genital maupun oro genital. Infeksi oleh HSV dapat bersifat laten tanpa gejala
klinis dan kelompok ini bertanggung jawab terhadap penyebaran penyakit. Infeksi dengan
HSV dimulai dari kontak virus dengan mukosa (orofaring, serviks, konjungtiva) atau kulit
yang abrasi. Replikasi virus dalam sel epidermis daan dermis menyebabkan destruksi seluler
dan keradangan.1

Manifestasi Klinik
1. Infeksi Primer
Berlangsung lebih lama dan lebih berat, kira-kira 3 minggu dan sering disertai gejala
sistemik, misalnya demam, malaise, anoreksia, dan dapat ditemukan pembengkakan
kelenjar getah bening regional.
Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel yang berkelompok di atas kulit yang
sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan kemudian menjadi seropurulen, dapat
menjadi krusta dan kadang-kadang mengalami ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh
tanpa sikatriks. Pada perabaan tidak terdapat indurasi. Kadang-kadang mengalami
ulserasi yang dangkal, biasanya sembuh tanpa sikatrik. Kadang-kadang juga dapat
timbul infeksi sekunder sehingga memberi gambaran yang tidak jelas. Umumnya
didapati pada orang yang kekurangan antibody virus herpes simpleks. Pada wanita
terdapat laporan yang mengatakan bahwa 80% infeksi HSV pada genitalia eksterna
disertai infeksi pada serviks.
2. Fase Laten
Tidak ditemukan gejala klinis tapi HSV dapat ditemukan dalam keaadaan tidak aktif
pada ganglion dorsalis.
3. Infeksi Rekuren
HSV menjadi aktif kembali karena mekanisme pacu mencapai kulit sehingga
menimbulkan gejala klinis. Mekanisme pacu dapat berupa trauma fisik (demam, infeksi,
kurang tidur, hubungan seksual, dsb), trauma psikis ( gangguan emosional, menstruasi)
dan dapat juga timbul karena jenis makanan atau minuman yang merangsang.
Gejala klinisnya lebih ringan daripada infeksi primer dan berlangsung 7-10 hari. sering
ditemukan gejala prdromal lokal sebelum timbul vesikel berupa rasa pana, gatal, dan

29
nyeri. Infeksi rekurens ini dapat timbul pada tempat sama (loco) atau yang lain (non
loco).6

Gambar 2.8 Klamidia Trakomatis

Pemeriksaan penunjang
1. Deteksi dan pengolongan virus herpes simplex (HSV) dapat diselesaikan dengan
mendapatkan kultur virus dari vesikel kulit. Pada awal perjalanan infeksi berulang, 80-
90% dari kultur virus dari lesi diobati positif, namun tingkat negatif–palsu meningkat
setelah 48 jam onset lesi.
2. Deteksi DNA HSV dilakukan dalam kasus-kasus tertentu dengan polymerase chain
reaction (PCR).
3. Virus dapat diisolasi dari cairan cerebrospinal (CSF) (pada bayi baru lahir), tinja, urin,
tenggorokan, mukosa anogenital, konjungtiva dan nasofaring. DNA HSV-1 juga telah
terdeteksi dalam air mata dan air liur.
4. Tzanck Pap Smear dapat dilakukan dengan cepat untuk menemukan giant cell
multinuklear, meskipun temuan ini tidak spesifik untuk jenis virus herpes. Pap smear
Tzanck disediakan dengan mengerok dasar vesikula herpes; sampel dapat diwarnai
sama ada dengan pewarnaan Wright atau Papanicolaou. Sekitar 50% dari hasil adalah
positif.
5. Uji antibodi fluoresen langsung dapat digunakan pada air-dried smears, dan sekitar
75% dari hasil adalah positif.7
Temuan Histologi
Sel yang terinfeksi dengan HSV menunjukkan degenerasi balon dan degenerasi retikuler
epidermis; acantholysis epidermal dan intraepidermal vesikel yang umum. Badan inklusi
intranuklear, inti steel-grey, keratinosit giant multinuklear, dan vesikel multilocular juga bisa
ditemukan.8

30
Diagnosis Banding
 Ulkus durum : ulkus indolen dan teraba indurasi
 Ulkus mole : ulkus kotor, merah dan nyeri
 Sifilis : ulkus lebih besar, bersih dan ada indurasi
 Balanopostitis : biasanya disertai tanda-tanda radang yang jelas
 Skabies : rasa gatal lebih berat, kebanyakan pada anak-anak
 Limfogranuloma venereum : ulkus sangat nyeri didahului pembengkakan kelenjar
inguinal.9

Penatalaksanaan
Pada infeksi primer, penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
1. Obat untuk mengurangi keluhan (simptomatis), misalnya: analgesik untuk meredakan
nyeri.
2. Antivirus:
- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 7-10 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 7-10 hari.
- Famcyclovir, diminum 3 x 250 mg per hari selama 7-10 hari.
Pada infeksi kambuhan (rekuren):
Infeksi ringan, cukup dengan menggunakan obat untuk meredakan keluhan (simptomatis)
dan obat antivirus topikal (salep, cream), misalnya acyclovir cream, dioleskan 5 kali
sehari atau setiap 4 jam, selama 5-10 hari.

Pada infeksi berat:


- Acyclovir, diminum 5 x 200 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 3 x 400 mg per hari selama 5 hari.
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari.
- Famcyclovir, diminum 2 x 125 mg per hari selama 5 hari.
Jika kekambuhan (rekuren) terjadi lebih 8 kali dalam setahun, maka perlu dilakukan
terapi supresif selama 6 bulan, menggunakan:
- Acyclovir, diminum 2 x 800 mg per hari selama 5 hari.
- Valacyclovir, diminum 2 x 500 mg per hari selama 5 hari8

31
b. Granuloma Inguinal
Definisi
Infeksi kronik ulseratif pada vulva yang disebabkan oleh bakteri gram negatif intraseluler
klebsiella granulomatis. Penularan terjadi oleh karena paparan kronis tetapi dapat ditularkan
melalui kontak seksual atau kontak nonseksual yang dekat.1
Gejala
Mulai dengan nodul tanpa keluhan yang kemudian mengalami ulserasi membentuk
banyak ulkus berwarna merah daging, tidak nyeri dan bergabung menjadi satu.1
Diagnosis3
 Riwayat penyakit
 Gambaran klinis
 Hapusan jaringan: Pemeriksaan mikroskopis atas usapan dan spesimen biopsi
memperlihatkan benda-benda Donovan intrasitoplasmik yang patognomonik,
kerumunan bakteria yangtampak seperti peniti (bipolar). (ilmu kandungan)
 Biakan
 Biopsi
 Tes serum
 Inokulasi
 Tes kulit
Terapi1,3
 Doksisiklin 100 mg, oral, dua kali sehari selama minimal 3 minggu
 Azitromisin 1 g, oral, setiap minggu selama 3 minggu
 Siprofloksasin 750 mg, oral, dua kali sehari selama paling sedikit 3 minggu

c. Limfogranuloma Venereum
Definisi
Limfogranuloma venereum disebabkan oleh klamidia trakhomatis. Penyakit ini
menular melalui koitus sesudah inkubasi melalui beberapa hari. Dari tempat masuknya,
kuman menyebar melalui saluran dan kelenjar limfe kedaerah genital, inguinal, dan perianal,
penyebaran melalui jalan darah.
Gejala
Awalnya terdapat erupsi berupa vesikopustula yang dapat hilang dengan cepat, tetapi
kemudian muncul limfadenitis inguinalis yang menjadi abses dan kemudian menyebabkan

32
ulserasi dan fibrosis. Penutupan pada jalan limfe menyebabkan limfedenema dan
elephantiasis pada vulva. Nyeri yang hebat sehingga menyebabkan kesulitan untuk jalan atau
duduk biasanya terjadi dalam waktu 10-30 hari.
Diagnosis
Diagnosis limfogranuloma venereum dengan cara frei test. Frei test menjadi positif
sesudah 12-40 hari munculnya luka primer. Jika terbentuk benda penangkis maka test akan
positif sampai bertahun- tahun. Namun test ini tidak di pakai karena kurang efektif. Tes yang
lebih peka ialah tes fiksasi komplemen positif pada 80% kasus.
Test microimmunofluresence adalah suatu test yang paling sensitif dibanting dengan
test- test yang lain. Bila perlu adakan biopsy untuk menyingkirkan ada tidaknya kecurigaan
karsinoma.

Tatalaksana
Pengobatan terdiri dari atas pemberian tetrasiklin setiap hari, dengan dosis 2 gr oral,
selama 2-4 minggu. Jika belum sembuh, maka pengobatan di ulangi lagi.
Obat sulfonamide bersifat supresif dan bukan kuratif. Obat ini di berikan dalam dosis
4x1 gram selama 2 minggu, kemudian sesudah istirahat 1 minggu, pengobatan di ulangi lagi.
Pengobatan ini tidakmempercepat penyembuhan, tetapi mencegah infeksi sekunder,
ulserasi,dan striktur. Striktur anal harus di lebarkan secara manual sekali semingggu.
Abses –abses yang ada harus dikeluarkan dengan di sedot tidak boleh dieksisi. Semua
yang merawat penderita dengan limfogranuloma harus menjaga kebersihan, oleh karena
kuman penyebabnya ada dalam eksudat, maka jika ada pakaian yang terpapar harus segera
diganti.

d. Kankroid
Definisi
Ulkus mole yang disebut juga chancroid adalah penyakit infeksi pada alat kelamin
yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptobacillus ducrey (Haemophilus ducrey) dengan
gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan sering
disertai pernanahan kelenjar getah bening regional.
Epidemiologi
Penyakit ini bersifat endemik dan tersebar didaerah tropik dan subtropik, terutama di
kota dan pelabuhan. Selain penularan melalui hubungan seksual, secara kebetulan juga dapat
mengenai jari dokter atau perawat. Frekuensi pada wanita dilaporkan lebih rendah, mungkin

33
karena kesukaran membuat diagnosis. Penyakit ini lebih banyak mengenai golongan kulit
berwarna. Beberapa faktor menunjukkan bahwa terdapat pembawa kuman (carrier) basil
Ducreyi, tanpa gejala klinis, biasanya wanita tuna susila.
Etiologi

Penyebabnya ialah H.ducreyi yang merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk
batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk spora, anaerob fakultatif
yang memerlukan hemin (faktor x) untuk pertumbuhannya, mereduksi nitrat menjadi nitrit,
dan mempunyai DNA berisi guanosine plus-cytosine fraksi 0,38 mole. Basil sering kali
berkelompok, berderet membentuk rantai, terutama dapat dilihat pada biakan sehingga
disebut juga streptobacillus.

Patogenesis dan imunokimia

Adanya trauma atau abrasi, penting untuk organisme melakukan penetrasi epidermis.
Jumlah inokulum untuk menimbulkan infeksi tidak diketahui. Pada lesi, organisme terdapat
dalam makrofag dan neutrofil atau bebas berkelompok dalam jaringan interstisial. Beberapa
galur H. ducreyi diketahui virulen sedangkan yang lain kelihatannya anvirulen. Beberapa
penyelidik mengatakan bahwa virulensi dapat hilang dengan kultivasi serial sehingga kuman
kehilangan kemampuan untuk menimbulkan lesi pada kulit.

Limfadenitis yang terjadi pada infeksi H. ducreyi diikuti dengan respons inflamasi
sehingga terjadi supurasi. Kemungkinan terdapat sifat-sifat H. ducreyi yang tidak diketahui
dan unik yang menimbulkan bubo supuratif. Respons imun yang berhubungan dengan
patogenesis dan kerentanan penyakit tidak diketahui. Penyelidikan sebelumnya menemukan
respons hipersensitivitas lambat dan respons antibodi para penderita dengan chancroid dan
pada binatang percobaan. Antibodi ditemukan dengan cara fiksasi komplemen, aglutinasi,
presipitasi, dan tes fluoresens antibodi indirek.

Gejala klinis

Masa inkubasi berkisar antara 1-14 hari, pada umumnya kurang dari 7 hari. Lesi
kebanyakan multipel, jarang soliter, biasanya pada daerah genital, jarang pada daerah ekstra
genital. Mula-mula kelainan kulit berupa papul, kemudian menjadi vesiko-pustul pada tempat
iokulasi, cepat pecah menjadi ulkus.

Ulkus: kecil, lunak pada perabaan, tidak terdapat indurasi, berbentuk cawan, pinggir
tidak rata, sering bergaung, dan dikelilingi halo yang eritematosa. Ulkus sering tertutup
jaringan nekrotik, dasar ulkus berupa jaringan granulasi yang mudah berdarah, dan pada

34
perabaan terasa nyeri. Tempat predileksi pada laki-laki ialah permukaan mukosa preputium,
sulkus koronarius, frenulum penis, dan batang penis. Dapat juga timbul lesi didalam uretra,
skrotum, perineum atau anus. Pada wanita ialah labia, klitoris, fourchette, vestibuli, anus dan
serviks.

Lesi ekstragenital terdapat pada lidah, jari tangan, bibir, payudara, umbilikus, dan
konjungtiva. Gejala sistemik jarang timbul, kalau ada hanya deman sedikit atau malese
ringan.

Diagnosis

Berdasarkan gambaran klinis dapat disingkirkan penyakit kelamin yang lain. Harus
dipikirkan juga kemungkinan infeksi campuran. Ada beberapa pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memperkuat diagnosis, dianaranya:

1. Pemeriksaan sediaan hapus

Diambil bahan pemeriksaan dari ulkus yang tergaung, dibuat hapusan pada gelas alas,
kemudian buat pewarnaan Gram, Unna-Pappenhein, Wright, atau Giemsa. Hanya pada
30-50% kasus ditemukan basil berkelompok atau berderet seperti rantai.

2. Biakan kuman

Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada perbenihan/pelat agar
khusus yang ditambahkan darah kelinci yang sudah didefibrinasi. Akhir-akhir ini
ditemukan bahwa pembenihan yang mengandung serum darah penderita sendiri yang
sudah diinaktifkan memberikan hasil yang memuaskan. Inkubasi membutuhkan waktu 48
jam. Medium yang mengandung gonococcal medium base, ditambah dengan hemoglobin
1%, Iso-Witalex 1% dan vankomisin 3 mcg/ml akan mengurangi kontaminasi yang
timbul.

3. Teknik imunofluoressens untuk menemukan antibodi.


4. Biopsi

Pada gambaran histopatologik ditemukan:

 Daerah superfisial pada dasar ulkus: neutrofil, fibrin, eritrosit, dan jaringan
nekrotik.
 Daerah tengah: pembuluh-pembuluh darah kapiler baru dengan proliferasi sel-sel
endotel sehingga lumen tersumbatdan menimbulkan trombosis.

35
 Daerah sebelah dalam: infiltrasi padat terdiri atas sel-sel plasma dan sel-sel
limfoid.
5. Autoinokulasi

Bahan diambil dari lesi yang tersangka, diinokulasi pada kulit sehat daerah lengan
bawah atau paha penderita yang digores lebih dahulu. Pada tempat tersebut akan timbul
ulkus mole. Sekarang cara ini tidak dipakai lagi.

Pengobatan

1. Sistemik
a. Sulfonamida
Misalnya sulfatiazol, sulfadiazin, atau sulfadimidin, diberikan dengan dosis pertama
2-4 gram dilanjutkan dengan 1 gram tiap 4 jam sampai sembuh sempurna (kurang
lebih 10-14 hari)
b. Streptomisin
Obat ini juga efektif tanpa mengganggu diagnosis sifilis. Disuntikkan tiap hari 1
gram selama 7-14 hari, dapat juga dikombinasikan dengan sulfonamida.
c. Penisilin
Sedikit efektif, terutama diberikan kalau terdapat organisme Vincent.
d. Tetrasiklin dan oksitetrasiklin
Efektif kalau diberikan dengan dosis 4x500 mg per hari selama 10-20 hari, antibiotik
golongan ini menutupi gejala-gejala sifilis stadium I.
e. Kenamisin
Disuntikkan I.m. 2x500 mg selama 6-14 hari. Obat ini tidak mempunyai efek
terhadap T. palidum.
f. Kloramfenikol
Efektif terhadap H. ducreyi, tetapi karena mempunyai efek toksik tidak digunakan
lagi.
g. Eritromisin
Diberikan 4x500 mg sehari, selama seminggu. Kuinolon
Ofloksasin: cukup dosis tunggal 400 mg.
2. Lokal
Jangan berikan antisept ik karena akan mengganggu pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap untuk kemungkinan mendiagnosis sifilis stadium I. Lesi dini yang
kecil dapat sembuh setelah diberi NaCl fisiologik.

36
Komplikasi

1. Mixed chancre
Kalau disertai sifilis stadium I. Mula-mula lesi khas ulkus mole, tetapi setelah 15-20
hari menjadi manifes, terutama jika diobatai dengan sulfonamida.
2. Abses kelenjar inguinal bila tidak diobati dapat memecah menimbulkan sinus yang
kemudian menjadi ulkus. Ulkus kemudian membesar membentuk giant chancroid.

3. Fimosis dan parafimosis


Kalau lesi mengenai preputium.
4. Fistula uretra
Timbul karena ulkus pada glas penis bersifat destruktif. Dapat mengakibatkan nyeri
pada waktu buang air kecil dan pada keadaan lanjut dapat menjadi striktura uretra.
5. Infeksi campuran
Dapat disertai infeksi organisme Vincent sehingga ulkus makin parah dan bersifat
destruktif. Disamping itu juga dapat disertai penyakit limfogranuloma venerum atau
granuloma ingunale.

e. Sifilis
Definisi
Sifilis adalah penyakit kelamin yang disebabkan oleh infeksi Treponema pallidum,
menular melalui hubungan seksual atau secara transmisi vertikal. Sifilis bersifat kronik,
sistemik, menyerang hampir semua alat tubuh dan dianggap sebagai peniru akbar (the great
imitator) dalam bidang kedokteran (terutama sebelum ada AIDS) karena banyaknya
manifestasi klinis. Merupakan penyakit menular sedang dengan angka infektifitas 10% untuk
setiap kali hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi.Individu dapat menularkan
penyakit pada stadium primer dan sekunder sampai tahun pertama stadium laten1.
Gejala dan Tanda
Lesi primer (Chancre=ulcus durum) biasanya muncul 3 minggu setelahterpajan. Lesi
biasanya keras (indurasi), tidak sakit, terbentuk ulkus denganmengeluarkan eksudat serosa di
tempat masuknya mikroorganisme.Masuknyamikroorganisme ke dalam darah terjadi sebelum
lesi primer muncul, biasanyaditandai dengan terjadinya pembesaran kelenjar limfe (bubo)
regional, tidak sakit,keras non fluktuan.Infeksi juga dapat terjadi tanpa ditemukannya ulkus
durum yangjelas, misalnya infeksi terjadi di rectum atau cervik. Walaupun tidak

37
diberipengobatan ulcus akan hilang sendiri setelah 4-6 minggu. Sepertiga dari kasus
yangtidak diobati akan mengalami stadium generalisata, stadium dua, di mana munculerupsi
kulit yang kadangkala disertai dengan gejala kontitusional tubuh. Timbulmakolo popular
biasanya pada telapak tangan dan telapak kaki diikuti dengan limfadenopati. Erupsi sekunder
ini merupakan gejala klasik dari Sifilis yang akan hilangspontan dalam beberapa minggu atau
sampai 12 bulan kemudian. Penderita stadiumerupsi sekunder ini, sepertiga dari mereka yang
tidak diobati akan masuk ke dalamfase laten selama berminggu-minggu bahkan selama
bertahun-tahun.
Pada awal fase laten sering muncul lesi infeksius yang berulang pada selaputlendir.
Terserangnya Susunan Syaraf Pusat (SSP) ditandai dengan gejala meningitissifilitik akut dan
berlanjut menjadi sifilis meningovaskuler dan akhirnya timbulparesis dan tabes dorsalis.
Periode laten ini kadangkala berlangsung seumur hidup.Pada kejadian lain yang tidak dapat
diramalkan, 5-20 tahun setelah infeksi terjadi lesiaorta yang sangat berbahaya (sifilis
kardiovaskuler) atau guma dapat muncul di kulit,saluran pencernaan tulang atau pada
permukaan selaput lendir.
Stadium awal sifilis jarang sekali menimbulkan kematian atau disabilitasyang serius,
sedangkan stadium lanjut sifilis memperpendek umur, menurunkankesehatan dan
menurunkan produktivitas dan efisiensi kerja. Mereka yang terinfeksisifilis dan pada saat
yang sama juga terkena infeksi HIV cenderung akan menderitasifilis SSP.
Infeksi pada janin terjadi pada ibu yang menderita sifilis stadium awal padasaat
mengandung bayinya dan ini sering sekali terjadi sedangkan frekuensinya makinjarang pada
ibu yang menderita stadium lanjut sifilis pada saat mengandung bayinya.Infeksi pada janin
dapat berakibat aborsi, stillbirth, atau kematian bayi karena lahirprematur atau lahir dengan
Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) atau mati karenamenderita penyakit sistemik.Infeksi
congenital dapat berakibat munculnyamanifestasi klinis yang muncul kemudian berupa gejala
neurologis terserangnya SSP.
Dan kadangkala infeksi konginital dapat mengakibatkan berbagai kelainan fisik
yangdapat menimbulkan stigmasasi di masyarakat seperti gigi Hutchinson,
saddlenose(hidung pelana kuda), saber shins (tulang kering berbentuk pedang),
keratitisinterstitialis dan tuli.Sifilis congenital kadangkala asimtomatik, terutama
padaminggu-minggu setelah lahir6.
Cara Penularan
Cara penularan sifilis adalah dengan cara kontak langsung. Sifilis infeksius dari lesi
awal kulit dan selaput lendir pada saatmelakukan hubungan seksual dengan penderita

38
sifilis.Lesi bisa terlihat jelas ataupuntidak terlihat jelas.Pemajanan hampir seluruhnya terjadi
karena hubungan seksual.Penularan karena mencium atau pada saat menimang bayi dengan
sifilis konginetaljarang sekali terjadi.Infeksi transplasental terjadi pada saat janin berada
dalamkandungan ibu menderita sifilis.
Transfusi melalui darah donor bisa terjadi jika donor menderita sifilis padastadium
awal.Penularan melalui barang-barang yang tercemar secara teoritis bisaterjadi namun
kenyataannya boleh dikatakan tidak pernah terjadi.Petugas kesehatan pernah dilaporkan
mengalami lesi primer pada tangan mereka setelah melakukanpemeriksaan penderita sifilis
dengan lesi infeksius 6.
Terapi
Rekomendasi terapi sifilis oleh CDC adalah sebagai berikut1:
 Sifilis Primer dan Sekunder
Benzatin penisilin G 24 juta unit im dalam dosis tunggal. Alergi penisilin (tidak
hamil) diberikan doksisiklin 10 mg po 2x1 selama 2 minggu atau tetrasiklin 500 mg
po 4x1 selama 2 minggu.
 Sifilis Laten
Sifilis laten awal (<1 tahun) : Benzatin penisilin G 2,4 juta unit im dalam dosis
tunggal.
Sifilis laten akhir (>1 tahun) atau tidak diketahui lamanya: Benzatin penisilin G total
7,2 unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4 juta unit im dengan interval 1
minggu.
 Sifilis Tersier
Benzatin penisilin G total 7,2 juta unit diberikan dalam 3 dosis masing-masing 2,4
juta unit im dengan interval 1 minggu. Alergi penisilin diberikan sama seperti untuk
sifilis laten akhir.
 Neurosifilis
Penisilin G kristalin aqua 18-24 juta unit setiap hari diberikan dalam 3x4 juta unit iv
tiap 4 jam atau infus berkelanjutan selama 10-14 hari.
 Sifilis dalam kehamilan
Terapi penisilin sesuai dengan stadium sifilis perempuan hamil. Beberapa pakar
merekomendasikan terapi tambahan (misal dosis kedua benzatin penisilin 2,4 juta
unit im) 1 minggu setelah dosis inisial, terutama untuk perempuan pada trisemester
ketiga, dan untuk mereka yang menderita sifilis sekunder selama kehamilan. Alergi

39
penisilin: seorang perempuan hamil dengan riwayat alergi penisilin harus diterapi
dengan penisilin setelah desensitisasi.
 Sifilis pada pasien yang terinfeksi virus HIV
Sifilis primer dan sekunder: Benzatin penisilin 2,4 juta unit im. Pasien yang alergi
dengan penisilin harus didesensitisasi dan diberi terapi dengan penisilin. Sifilis laten
(pemeriksaan cairan serebrospinal normal): benzatin penisilin G 7,2 juta unit dibagi
dalam 3 dosis mingguan masing-masing 2,4 juta unit.
Tindak lanjut setelah terapi sifilis awal maka perlu diperiksa VDRL atau titer reagen
plasma cepat setiap 3 bulan selama 1 tahun (uji sebaiknya dikerjakan oleh laboratorium yang
sala).Titer harus turun empat kali dalam setahun.Jika tidak maka diperlukan pengobatan
kembali.Bila pasien telah terinfeksi lebih dari satu tahun maka titer harus diikuti selama 2
tahun. Uij FTA-ABS yang spesifik akan tetap positif selamanya1.
Cara Pencegahan
Adapun carapencegahan penyakit sifilis yaitu selalu menjaga higienis
(kebersihan/kesehatan) organ ginetalia, menggunakan kondom bila melakukan hubungan
seks, pemakaian jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan
jarum suntik.

2.8 Infeksi Khusus


a. Infeksi Saluran Kemih
Epidemiologi
ISK bagian bawah dialami 10-20% perempuan dewasa setiap tahunnya. Perempuan
lebih mudah terkena karena saluran uretra lebih pendek dan kolonisasi bakteri di bagian distal
uretra dari vestibulum vulva.1
Etiologi
Patogen yang paling biasa adalah Escherichia coli dan Staphylococcus saprophyticus.1
Manifestasi Klinik
UTI ditandai dengan disuria, sering berkemih, dan dorongan untuk berkemih, serta
kemungkinan nyeri tekan suprapubik.1
Diagnosis
Baku emas untuk diagnosis adalah mikroorganisme lebih dari 105 per ml urin, tetapi
jumlah organisme serendah 102 per ml dapat menegakkan diagnosis sistitis.
Tatalaksana

40
 Terapi dosis tunggal: sulfametoksazol dan trimetoprim kekuatan ganda
(160mg/800mg)
 Terapi 3 hari: sulfametoksazol dan trimetoprim kekuatan ganda (160mg/800mg) 2x
sehari, nitrofurantoin 100 mg setiap 6 jam, siprofloksasin 250 mg 2x sehari.
 Terapi 7-14 hari: digunakan antibiotika seperti diatas pada pasien yang hamil,
imunosupresi, diabetes, kelainan anatomi dan yang gagal pada terapi sebelumnya.
Pencegahan
Untuk perempuan dengan UTI pasca sanggama kambuh-kambuhan dianjurkan
pemberian antibiotika profilaktik pasca sanggama dan segera mengosongkan kandung kemih
setelah melakukan hubungan seks.

41
BAB 3
PENUTUP

Infeksi ginekologi mencakup berbagai infeksi bakteri, virus, jamur, dan parasit pada
vulva, vagina, serviks, dan organ genitalia dalam pada wanita. Keputihan menjadi keluhan
yang umum ditemukan pada penyakit infeksi ginekologi. Dibutuhkan pemahaman yang baik
mengenai masing-masing penyakit infeksi ginekologi sehingga dapat menegakkan diagnosis
kerja dan diagnosis banding yang tepat, agar dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang
sesuai sehingga tatalaksana dapat diberikan dengan tepat. Dengan adanya makalah ini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai pendekatan diagnosis dan tatalaksana
pada kasus infeksi ginekologi.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Berhandus Christian , F. Maria, Wantania John. 2012. Jenis-jenis Penyakit Ginekologi


Umum Menurut Urutan Terbanyak di BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU..
Bagian Obstetri dan Ginekologi. Universitas Sam Ratulangi Manado
2. Wiknjosastro, H, Saifuddin, B, Rachimhadi, Trijatmo. Radang dan Beberapa penyakit
lain pada alat genital wanita dalam Buku Ilmu Kandungan. 2011. Edisi Ketiga,
Cetakan Ketiga.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo: Jakarta.
3. Errol RN, John OS. Obstetrics and Gynecology at a Glance. 2001:90
4. Obstetri William Edisi 23 Volume 1
5. Prawirohardjo Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi ke 3. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka.
6. Hakim L. 2009. Epidemiologi Infeksi Menular Seksual. In: Daili, S.F., et al., Infeksi
th
Menular Seksual. 4 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI, 3-16.
7. Nurwijaya, H. Andrijono. Suheimi. 2013. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Elex
Media Komputindo. Jakarta.
8. Departemen Kesehatan RI. 2006. Infeksi menular seksual dan infeksi saluran
reproduksi pada pelayanan kesehatan reproduksi terpadu. Kementrian Kesehatan.
Jakarta.
9. Kumalasari, I. dan I.Andhyantoro. 2012. Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa
Kebidanan dan Keperawatan. Salemba medika: Jakarta.
10. Manuaba, I.G.B. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta.
11. Manuaba, I.G.B. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi.
EGC. Jakarta.
12. James Chin. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Penerbit Infomedika.
2006.

43

Anda mungkin juga menyukai