Anda di halaman 1dari 7

4.

Klasifikasi bermain
Menurut Wong, et al (2008), bermain dapat dikategorikan berdasarkan isi dan
karakteristik sosial.
a. Berdasarkan Isi Permainan
Berdasarkan isi permainan, bermain diklasifikasikan dan dijabarkan
sebagai berikut. Bermain afektif sosial (social affective play), merupakan
permainan yang menunjukan adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan
mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan
dengan orang tuanya atau dengan orang lain. Permainan yang biasa
dilakukan adalah “ci luk ba”, berbicara dan memberi tangan untuk
digenggam oleh bayi sambil tersenyum/tertawa (Wong, et al, 2008).
Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play), permainan
ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak yang
diperoleh dari lingkungan, seperti lampu, warna, rasa, bau, dan tekstur.
Kesenangan timbul karena seringnya memegang alat permainan (air, pasir,
makanan). Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin
asyik bermain sehingga sukar dihentikan (Erfandi, 2009).
Permainan keterampilan (skill play) akan meningkatkan
keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan halus, seperti memegang,
memanipulasi, dan melatih untuk mengulangi kegiatan permainan tersebut
berkali-kali (Wong, et al, 2008).
Permainan (games) adalah jenis permaianan yang menggunakan alat
tertentu yang menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini biasa
dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis
permainan ini mulai dari yang tradisional maupun yang modern. Misalnya,
ular tangga, congklak, puzle, dan lain-lain (Supartini, 2004).
Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupted behaviour),
dimana anak pada saat tertentu sering terlihat mondar-mandir, tersenyum,
tertawa, bungku-bungkuk, memainkan kursi, meja atau apa saja yang ada di
sekelilingnya yang digunakannya sebagai alat permainan (Supartini, 2004).
Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play), Pada permainan
ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak
berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu guru,
ibunya, ayahnya atau kakaknya. Apabila anak bermain dengan temannya,
akan terjadi percakapan di antara mereka tentang orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi terhadap peran orang
tertentu (Wong, et al, 2008).

b. Berdasarkan Karakteristik Sosial


Berdasarkan karakteristik sosial, bermain diklasifikasikan dan
dijabarkan sebagai berikut.
Supartini (2004) menyebutkan beberapa jenis permainan yang
menggambarkan karakteristik sosial, diantaranya onlooker play dan solitary
play. Onlooker play merupakan permainan dimana anak hanya mengamati
temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi
dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses
pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.
Sedangkan pada solitary play, anak tampak berada dalam kelompok
permainannya, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang
digunakan temannya, tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan
teman sepermainannya.
Selain itu Wong, et al (2008), membagi permainan berdasarkan
karakteristik sosial menjadi parallel play dan associative play. Pada parallel
play, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama, tetapi antara satu
anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga tidak ada
sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia
toddler. Sedangkan, pada associative play sudah terjadi komunikasi antara
satu anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin
atau yang memimpin dengan tujuan permainan tidak jelas. Contoh, bermain
boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.
Terdapat juga, cooperative play, dimana aturan permainan dalam
kelompok tampak lebih jelas. Anak yang memimpin permainan mengatur
dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya pada
permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan
bersama, yaitu memenangkan permainan dengan memastikan bola ke
gawang lawan mainnya (Erfandi, 2009).

5. Karakteristik Permainan pada Anak


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanna Miliar et al (dalam
Rahardjo, 2007) mengungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan permainan,
yaitu :
a) Dilakukan berdasarkan motivasi imstrinsik, maksudnya muncul atas
keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
b) Perasaan dari orang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-
emosi positif.
c) Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan yang beralih dari satu
aktivitas ke aktivitas lain.
d) Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil
akhirnya.
e) Bebas memilih, ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep
bermain pada anak kecil.
f) Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka
tertentu yang memisahkan dari kehidupan nyata sehari-hari.

Bermain pada masa anak-anak mempunyai karakteristik tertentu yang


membedakannya dari permainan orang dewasa. Menurut Hurlock (1995)
karakteristik permainan pada masa anak-anak adalah sebagai berikut :
a) Bermain dipengaruhi tradisi
Anak kecil menirukan anak yang lebih besar, yang menirukan dari
generasi anak sebelumnya. Jadi dalam setiap kebudayaan, satu generasi
menurunkan bentuk permainan yang paling memuaskan ke generasi
selanjutnya.
b) Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan
Sejak masa bayi hingga masa pematangan, beberapa permainan
tertentu popular pada suatu tingkat usia dan tidak pada usia lain, tanpa
mempersoalkan lingkungan, bangsa, status sosial ekenomi dan jenis
kelamin. Kegiatan bermain inin sangat popular secara universal dan dapat
diramalkan sehingga merupakan hal yang lazim untuk membagi masa tahun
kanak-kanak kedalam tahapan yang lebih spesifik.
Berbagai macam permainan juga mengikuti pola yang dapat
diramalkan. Misal, permainan balok kayu dilaporkan melalui empat
tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang, menjelajah, membawa
balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur. Kedua, membangun
deretan dan menara. Ketiga, mengembangkan teknik untuk membangun
rancangan yang lebih rumit. Keempat, mendramatisir dan menghasilkan
bentuk yang sebenarnya.
c) Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia
Ragam kegiatan permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap
berkurang dengan bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh
sejumlah alasan. Anak yang lebih besar kurang memiliki waktu untuk
bermain dan mereka ingin menghabiskan waktunya dengan cara
menimbulkan kesenangan terbesar. Dengan meningkatnya lingkungan
perhatian, mereka dapat memusatkan perhatiannya pada kegiatan bermain
yang lebih panjang tumbang melompot dari satu permainan ke permainan
lain seperti yang dilakukan usia yang lebih muda. Anak-anak
meninggalkannya dengan alasan karena telah bosan atau menganggapnya
kekanak-kanakan.
d) Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia
Dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permainan
anak-anak menjadi lebih sosial. Pada saat anak-anak mencapai usia
sekolah, kebanyakan mainan mereka adalah sosial, seperti yang ada dalam
kegiatan bermain kerja sama, tetapi hal ini dilakukan apabila mereka telah
memiliki kelompok dan bersamaan dengan itu, timbul kesempatan untuk
belajar berteman dengan cara sosial.
e) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia
Pada fase prasekolah, anak menganggap semua anggota kelompok
sebagai teman bermain, setelah menjadi anggota gang, smeua berubah.
Mereka ingin bermain dengan kelompok kecilnya itu dimana anggotanya
memiliki perhatian yang sama dan permainannya menimbulkan kepuasan
tertentu bagi mereka.
f) Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin
Anak laki-laki tidak saja menghindari teman bermain perempuan
pada saat mereka masuk sekolah, tetapi juga menjauhkan diri dari semua
kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis kelamin.
g) Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka
bermain kapan saja dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa
memperhatikan tempat dan waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan
atau pakaian khusus untuk bermain. Secara bertahap menjadi semakin
formal.
h) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia
Perhatian anak dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya
selama masa puber awal. Anak-anak tidak saja menarik diri untuk bermain
aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit waktunya untuk membaca, bermain
dirumah atau menonton televisi. Kebanyakan waktunya dihabiskan dnegan
melamun yaitu suatu bentuk bermain yang tidak membutuhkan tenaga
banyak.
i) Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak
Jenis permainan, variasi kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang
dihabiskan untuk bermain secara keseluruhan merupakan petunjuk
penyesuaian pribadi dan sosial anak.
j) Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak
Walau semua anak melalui tahapan bermain yang serupa dan dapat
diramalkan, tidak semua anak bermain dengan cara yang sama pada usia
yang sama. Variasi permainan anak dapat ditelusuri pada sejumlah faktor.

6. Prinsip-Prinsip Dalam Aktivitas Bermain Anak


1. Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energy yang cukup, sehingga anak
memerlukan nutrisi yang memadai. Asupan (intake) yang kurang, dapat
menurunkan gairah anak. Anak yang sehat memerlukan aktivitas bermain
yang bervariasi, baik bermain aktif maupun bermain pasif untuk
menghindari rasa bosan dan jenuh.
Pada anak yang sakit, keinginan untuk bermain umumnya menurun
karena energy yang ada digunakan untuk mengatsi penyakitnya. Aktivitas
bermain anak sakit yang bisa dilakukan adalah bermain pasif, misalnya
dengan menonton atau menggambar.

2. Waktu yang cukup


Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga
stimulus yang diberikan dapat optimal. Selain itu,anak akan mempunyai
kesempatan yang cukup untuk mengenal alat-alat permainannya.

3. Alat permainan
Alat permainan yang digunakan harus disesuaikan dengan usia dan
tahap perkembangan anak. Orang tua hendaknya memperhatikan hal ini,
sehingga alat permainan yang diberikan dapat berfungsi dengan benar.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa alat permainan tersebut harus aman
dan mempunyai unsur edukatif bagi anak.

4. Ruang untuk bermain


Aktivitas bermain dapat dilakukan dimana saja, diruang tamu, di
halaman, bahkan diruang tidur. Diperlukan suatu ruangan atau tempat
khusus untuk bermain bila memungkinkan, dimana ruangan tersebut
sekaligus juga dapat menjadi tempat untuk menyimpan mainannya.

5. Pengetahuan cara bermain


Anak belajar bermain dari mencoba-coba sendiri, meniru teman-
temannya atau diberi tahu oleh orang tuanya. Cara yang terakhir adalah
yang terbaik karena anak lebih terarah dan lebih berkembang
pengetahuannya dalam menggunakan alat permainan tersebut. Orang tua
yang tidak pernah mengetahui cara bermain dari alat permainan yang
diberiakan, umumnya membuat hubungannya dengan anak cenderung
menjadi kurang hangat.

6. Teman bermain
Dalam bermain, anak memerlukan teman. Bisa teman sebaya,
saudara atau bahkan orang tuanya, ada saat-saat tertentu dimana anak
bermain sendiri agat dapat menemukan kebutuhannya sendiri. Bermain
yang dilakukan bersama dengan orang tuanya akan mengakrabkan
hubungan sekaligus memberikan kesempatan kepada orang tua untuk
mengetahui setiap kelainan yang dialami oleh anaknya. Teman diperlukan
untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam
memahami perbedaan.

Anda mungkin juga menyukai