Anda di halaman 1dari 47

MAKALAH KEPERAWATAN DAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. D


DENGAN SYNDROM KOMPARTEMEN
PADA CLOSE FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL SINISTRA
DI UNIT GAWAT DARURAT
RS. PERTAMINA BALIKPAPAN

DISUSUN OLEH :
1. Akhmad Riyadi
2. Desty Eka P
3. Endang Sulistyawati
4. Rosita Destiana
5. Vika Yolanda
6. Wahyuni

PROGRAM PROFESI KEPERAWATAN


STIKES PERTAMEDIKA
JAKARTA

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pendahuluan
Syndrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan.
Ini bisa disebabkan karena, penurunan kompartemen otot karena fasia
yang membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat, peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau
perdarahan sehubungan dengan berbagi masalah (Smeltzer & Bare,
2001).

Compartement Syndrome dapat terjadi di empat lokasi, yaitu


kompartemen anterior (AC), kompartemen lateral (LC), Kompartemen
posterior superfisial (SPC), dan kompartemen posterior profunda
(DPC). Dan kompartemen pada lengan yaitu kompartemen volar (VC)
serta kompartemen dorsal (DC). Dan tempat yang paling umum terjadi
yaitu empat kompartemen tungkai bawah, kompartemen interoseusa
tangan, dan kompartemen volar serta dorsal lengan bawah (Kidd, Sturt,
& Fultz, 2010: 410).

Di Amerika, ekstremitas bawah distal anterior adalah yang paling


banyak dipelajari untuk Compartement Syndrome. Dianggap sebagai
yang kedua paling sering untuk trauma sekitar 2-12%. Dari penelitian
McQueen (2000), Compartement Syndrome lebih sering didiagnosa
pada pria daripada wanita, tapi hal ini memiliki bias, dimana pria lebih
sering mengalami luka trauma. McQueen memeriksa 164 pasien yang
didiagnosis Compartement Syndrome, 69% berhubungan dengan
fraktur dan sebagian adalah fraktur tibia. Menurut Qvarfordt,
sekelompok pasien dengan nyeri kaki, 14% pasien dengan

2
Compartement Syndrome anterior. Compartement Syndrome
ditemukan 1-9% fraktur pada kaki.

B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian Compartement Syndrome?
2. Apa etiologi dari Compartement Syndrome?
3. Bagaimana patofisiologi Compartement Syndrome?
4. Apa saja manifestasi klinis Compartement Syndrome?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Compartement Syndrome?
6. Apa saja komplikasi dari Compartement Syndrome?
7. Apa saja penatalaksanaan Compartement Syndrome?
8. Apa pencegahan Compartement Syndrome?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian Compartement Syndrome?
2. Mengetahui penyebab Compartement Syndrome?
3. Mengetahui patofisiologi Compartement Syndrome?
4. Mengetahui manifestasi klinis Compartement Syndrome?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk Compartement Syndrome?
6. Mengetahui komplikasi dari Compartement Syndrome?
7. Mengetahui penatalaksanaan Compartement Syndrome?
8. Mengetahui pencegahan Compartement Syndrome?

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

A. Konsep Dasar Syndrom Kompartemen


1. Pengertian
Kompartemen merupakan suatu area di dalam tubuh dimana otot,
syaraf, dan pembuluh darah dibungkus oleh jaringan seperti tulang
dan fasia (jaringan pembungkus organ). Kompartemen sindrom
merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen

3
osteofasial yang tertutup. Hal ini dapat mengawali terjadinya
kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan
kematian jaringan.

Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan


dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang
kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut dan
pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi otot-
otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat menyebabkan
kerusakkan jaringan intrakompartemen.

Ruangan tersebut (Kompartemen osteofasial) berisi otot, saraf dan


pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-
otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Kompartemen
sindrom ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat,
disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar
kompartemen terletak di anggota gerak. Paling sering disebabkan
oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai
atas.

2. Etiologi

4
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan
lokal yang kemudian memicu timbullny sindrom kompartemen, yaitu
antara lain:
a. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
1) Penutupan defek fascia
2) Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

b. Peningkatan tekanan eksternal


1) Balutan yang terlalu ketat
2) Berbaring di atas lengan
3) Gips

c. Peningkatan tekanan pada struktur kompartemen


Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
1) Pendarahan atau Trauma vaskuler
2) Peningkatan permeabilitas kapiler
3) Penggunaan otot yang berlebihan
4) Luka bakar
5) Operasi
6) Gigitan ular
7) Obstruksi vena

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering


adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80%
darinya terjadi di anggota gerak bawah.

3. Patofisiologi
Patofisiologi dari compartment syndrome terdiri dari dua
kemungkinan mekanisme, yaitu: berkurangnya ukuran kompartemen
dan/atau bertambahnya isi dari kompartemen tersebut. Kedua
mekanisme tersebut sering terjadi bersamaan, ini adalah suatu
keadaan yang menyulitkan untuk mencari mekanisme awal atau
etiologi yang sebenanya. Edema jaringan yang parah atau hematom
yang berkembang dapat menyebabkan bertambahnya isi
kompartemen yang dapat menyebabkan atau memberi kontribusi
pada compartment syndrome.

5
Tidak seperti balon, fasia tidak dapat mengembang, sehingga
pembengkakan pada sebuah kompartemen akan meningkatkan
tekanan dalam kompartemen tersebut. Ketika tekanan di dalam
kompartemen melebihi tekanan darah di kapiler, pembuluh kapiler
akan kolaps. Hal ini menghambat aliran darah ke otot dan sel saraf.
Tanpa suplai oksigen dan nutrisi, sel-sel saraf dan otot akan
mengalami iskemia dan mulai mati dalam waktu beberapa jam.
Iskemia jaringan akan menyebabkan edema jaringan. Edema
jaringan di dalam kompertemen semakin meningkatkan tekanan
intrakompartemen yang menggangu aliran balik vena dan limfatik
pada daerah yang cedera. Jika tekanan terus meningkat dalam suatu
lingkaran setan yang semakin menguat maka perfusi arteriol dapat
terganggu sehingga menyebabkan iskemia jaringan yang lebih
parah.

TRAUMA/EXCERCISE

Edema/
Peningkatan
hematom lokal tekanan
intrakompartem
(semakin
bertambah)
en

Ganguan aliran
Iskemia jaringan pembuluh darah
(dapat terjadi
kematian sel) (pembuluh darah
kolaps)

6
Lingkaran setan patofisiologi kompartemen sindrom

4. Manifestasi klinis
Pada kompartemen sindrom, didapatkan tanda dan gejala yang
dikenal dengan 7 P, yaitu:
a. Pain (nyeri) sering dilaporkan dan hampir selalu ada. Biasanya
digambarkan sebagai nyeri yang berat, dalam, terus-menerus, dan
tidak terlokalisir, serta kadang digambarakan lebih parah dari
cedera yang ada. Nyeri ini diperparah dengan meregangkan otot
di dalam kompartemen dan dapat tidak hilang dengan analgesik
bahkan morfin. Penggunaan analgesia kuat yang tidak beralasan
dapat menyebabkan masking pada iskemia kompartemental.
b. Paresthesia (kesemutan) biasanya terjadi ketika diawal
terjadinya kompartemen sindrom karena penekanan pada saraf
dan pembuluh darah di dalam kompartemen.
c. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi
saraf yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena
kompartemen sindrom.
d. Pulselessness : catatan bahwa hilangya pulsasi jarang terjadi
pada pasien, hal ini disebabkan tekanan pada kompartemen
syndrome jarang melebihi tekanan arteri.
e. Pallor (pucat) dikarenakan terjadinya penurunan perfusi ke dalam
daerah kompartemen.
f. Puffiness atau kulit yang tegang, bengkak, dan terlihat mengkilat
g. Poikilotermia (kulit terasa dingin)

5. Diagnosis
Pada umumnya diagnosis dibuat dengan melihat tanda dan gejala
sindrom kompartemen dan pengukuran tekanan secara langsung.
Gejala terpenting pada pasien yang sadar dan koheren adalah nyeri
yang proporsinya tidak sesuai dengan beratnya trauma. Nyeri pada

7
regangan pasif juga merupakan gejala yang mengarah pada
compartment syndrome. Paresthesi berkenaan dengan saraf yang
melintang pada kompartemen yang bermasalah merupakan tanda
lanjutan dari compartment syndrome. Palpasi dapat menunjukkan
ekstremitas yang tegang dan keras. Pallor dan pulselessness adalah
tanda yang jarang jika tidak disertai cedera vaskuler. Paralysis dan
kelemahan motorik adalah tanda yang amat lanjut yang mengarah
pada compartment syndrome.

Jika diagnosis compartment syndrome belum dapat ditegakkan atau


jika data objektif diperlukan, maka tekanan kompartemen harus
diukur. Cara ini paling berguna jika diagnosis belum dapat
disimpulkan dari gejala klinis, pada pasien politrauma, dan pasien
dengan cedera kepala.

Pengukuran tekanan kompartemen adalah salah satu tambahan


dalam membantu menegakkan diagnosis. Biasanya pengukuran
tekanan kompartemen dilakukan pada pasien dengan penurunan
kesadaran, pasien yang tidak kooperatif, seperti anak-anak, pasien
yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan multiple trauma
seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer.
Pengukuran tekanan kompartemen dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik injeksi atau wick kateter.
Prosedur pengukuran tekanan kompartemen antara lain :
a. Teknik pengukuran langsung dengan teknik injeksi
1) Teknik ini adalah kriteria diagnostik standar yang seharusnya
menjadi prioritas utama jika diagnosis masih dipertanyakan.
2) Alat yang dibutuhkan : spuitt 20 cc, three way tap, tabung intra
vena, normal saline sterile, manometer air raksa untuk
mengukur tekanan darah. Pertama, atur spuit dengan plunger
pada posisi 15 cc. Tandai saline sampai mengisi setengah

8
tabung , tutup three way tap tahan normal saline dalam tabung.
Kedua, anestesi local pada kulit, tapi tidak sampai menginfiltrasi
otot. Masukkan jarum 18 kedalam otot yang diperiksa,
hubungkan tabung dengan manometer air raksa dan buka three
way tap. Ketiga, Dorong plunger dan tekanan akan meningkat
secara lambat. Baca manometer air raksa. Saat tekanan
kompartemen tinggi, tekanan air raksa akan naik.

b. Wick kateter
1) Masukkan kateter dengan jarum ke dalam otot. Selanjutnya,
tarik jarum dan masukkan kateter wick melalui sarung plastik.
Setelah itu, balut wick kateter ke kulit, dan dorong sarung
plastik kembali, isi system dengan normal saline yang
mengandung heparine dan ukur tekanan kompartemen dengan
transducer recorder. Periksa ulang patensi kateter dengan
tangan menekan pada otot. Hilangkan semua tekanan external
pada otot yang diperiksa dan ukur tekanan kompartemen, jika
tekanan mencapai 30 mmHg, maka indikasi dilakukan
fasciotomi.
2) Tekanan arteri rata-rata yang normal pada kompartemen otot
adalah 8,5+6 mmHg. Selama tekanan pada salah satu
kompartemen kurang dari 30 mmHg (tekanan pengisian kapiler
diastolik), tidak perlu khawatir tentang sindroma kompartemen.
sindroma kompartemen dapat timbul jika tekanan dalam
kompartemen lebih dari 10 mmHg.

9
Pengukuran tekanan kompartemen
6. WOC Syndrom Kompartemen (terlampir)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
1) Comprehensive Metabolic Panel (CMP)
Sekelompok tes darah yang memberikan gambaran
keseluruhan keseimbangan kimia tubuh dan metabolisme.
Metabolisme mengacu pada semua proses fisik dan kimia
dalam tubuh yang menggunakan energi.
2) Complete Blood Cell Count (CBC).
Pemeriksaan komponen darah secara lengkap yakni kadar :
Hemoglobin, Hematokrit, Leukosit (White Blood Cell/ WBC),
Trombosit (platelet), Eritrosit (Red Blood Cell/ RBC), Indeks
Eritrosit (MCV, MCH, MCHC), Laju Endap Darah atau

10
Erithrocyte Sedimentation Rate (ESR), Hitung Jenis Leukosit
(Diff Count), Platelet Disribution Width (PDW), Red Cell
Distribution Width (RDW).
3) Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time
(APTT) bila pasien diberi heparin.
4) Cardiac marker test (tes penanda jantung).
5) Urinalisis and urine drug screen.
6) Arterial blood gas (ABG): cara cepat untuk mengukur deficit pH,
laktat.
7) Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab,
tetapi tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.

b. Imaging
1) Rontgen pada ekstrimitas yang terkena
2) USG, membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
3) MRI

8. Penanganan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran
darah lokal, melalui bedah dekompresi. Walaupun fasciotomi
disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal, seperti
timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk
melakukan fasciotomi.
a. Terapi medikal/ non bedah
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosa kompartemen masih
dalam bentuk dugaan sementara. Berbagai bentuk terapi ini
meliputi:

11
1) Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan
ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena
dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih memperberat
iskemi.
2) Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di
buka dan pembalut kontriksi dilepas.
3) Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindroma kompartemen
4) Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah.
5) Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis
melalui kemampuan dari radikal bebas.

b. Terapi bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intrakompartemen mencapai >
30 mmHg. Tujuan dilakukan tindakan ini adalah menurunkan
tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika tekanannya < 30
mmHg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan
diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai
membaik, evaluasi terus dilakukan hingga fase berbahaya
terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan
fasciotomi. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi
adalah 6 jam.

Terdapat dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal


dan insisi ganda. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering
digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi
tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko

12
kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah
fasciotomi dapat berarti membuka keempat kompartemen, kalau
perlu dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus
dibiarkan terbuka, kalau terdapat nekrosis otot dapat dilakukan
debridemen jika jaringan sehat luka dapat dijahit (tanpa regangan)
atau dilakukan pencangkokan kulit.

Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi, antara lain :


1) Adanya tanda - tanda sindrom kompartemen seperti nyeri
hebat.
2) Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi ( pasien
koma, pasien dengan masalah psikiatrik dan dibawah pengaruh
narkoba ), dengan tekanan jaringan > 30 mmHg pada pasien
yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.

Bila ada indikasi operasi dekompresi harus segera dilakukan


karena penundaan akan meningkatkan kemungkinan kerusakan
jaringan intrakompartemen sebagaimana terjadinya komplikasi.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom kompartemen.
Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam terjadinya
hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya sindrom
kompartemen, pengukuran dan konsultasi yang diperlukan harus
segera dilakukan secepatnya.

Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi untuk


semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan tanpa
torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang
berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat
dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang
berpotensi mambatasi ruang termasuk kulit dibuka di sepanjang
daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada

13
palpasi setelah prosedur selesai. Debridemen otot harus
seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat
otot yang telah nekrosis.

Kompartemen sindrom dengan operasi fasciotomi

9. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan
segera akan menimbulkan berbagai komplikasi antara lain :
a. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
b. Kontraktur volkam, merupakan kerusakan otot yang disebabkan
oleh terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga
timbul deformitas pada tanga, jari dan pergelangan tangan karena
adanya trauma pada lengan bawah

14
c. Trauma vascular
d. Gagal ginjal akut
e. Sepsis
f. Acture respiratory distress syndrome (ARDS)

10. Perawatan Luka Post Fasciotomi


a. Luka harus dibiarkan terbuka selama 5 hari
b. Kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,
c. Jika jaringan post op fasciotomi sehat, luka dapat dijahit (tanpa
tegangan), atau dilakukan pencangkokan kulit atau dibiarkan
sembuh dengan sendirinya

15
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
Meliputi jenis kelamin, umur, demografi, agama, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, dll
b. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasusini merupakan rasa
nyeri yang dialami oleh klien. Pengkajian mengenai nyeri
dilakukan dengan
1. Provoking, merupakan peristiwa apa yang bisa
mencetuskan nyeri yang dirasakan oleh klien
2. Quality, seperti apa nyeri yang sedang dirasakan oleh klien
saat ini
3. Region, tempat dimana rasa nyeri itu terjadi
4. Severity, skala nyeri yang dirasakan oleh klien
5. Time, berapa lama nyeri yang dirasakan oleh klien biasanya
berlangsung

c. Status kesehatan
1. Riwayat penyakit dahulu
Terdapat riwayat penyakit mengenai kelainan tulang,
tuberkulosis, riwayat jatuh, dan lain – lain
2. Riwayat penyakit sekarang
Terjadinya fraktur tertutup yang menyebabkan terjadinya
penigkatan tekanan kompartemen, pemasangan gips aatau
elastic bandage yang terlalu ketat, terkena sengatan hewan
berbisa, cedera ketika olah raga
3. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit yang
dialami oleh klien saat ini seperti kelainan tulang,
tuberkulosis

16
d. Pengkajian keperawatan
Aktivitas dan latihan
Lari, mengangkat beban yang terlalu berat, sering beraktivitas
dengan mengandalkan kekuatan fisik, kurang istirahat
e. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum: terdapat edema di bagian kompartemen
ekstrimitas atas dan bawah, klien terlihat lemah, tekanan darah
>140/90 mmHg, peningkatan nadi, peningkatan RR
Pengkajian fisik
1. Ekstrimitas
Ekstrimitas terlihat membiru atau sianosis, terdapat edema
pada kompartemen di ekstrimitas, terdapat nyeri tekan, tonus
otot buruk, warna kulit mengkilap di ekstrimitas yang terkena,
tidak ditemukan denyut nadi atau pulsasi pada ekstrimitas
yang terkena.
2. Kulit dan kuku
Terlihat sianosis, tidak ada clubbing finger, akral teraba
dingin

f. Terapi
Terapi atau pengobatan yang dijalani oleh klien
g. Pemeriksaan penunjang
1) Rontgen
2) MRI

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidak efektifan perfusi jaringan berhubungan dengan ruang
kompartemen yang terbatas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
d. Resiko infeksi berhubungan dengan inadekuat pertahanan primer.

17
e. Resiko syok b/d kehilangan volume cairan ; perdarahan
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan nyeri dan kelemahan,
kerusakan muskuloskeletal, nyeri pada waktu bergerak.
g. Ansietas berhubungan dengan prosedur invasif pada klien
h. Gangguan citra tubuh bergubungan dengan perubahan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
i. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan
kebutuhan perawatan dan pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya pemahaman/ mengingat kesalahan interpretasi
informasi.
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kontrol tidur dan
reaksi ketidaknyaman.

3. Rencana Tindakan Keperawatan


MASALAH TINDAKAN
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 Ketidak efektifan perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau sirkulasi perifer
jaringan b/d Ruang keperawatan selam 1x 60 secara
kompartemen yang menit perfusi jaringan komprehensif( nadi
terbatas kembali efektif perifer, edema, pengisian
Kriteria Hasil : kapiler, warna dan suhu
1. Tidak terjadi nekrosis ekstremitas)
2. Pengisian CRT jari dalam
Rasional : Mengetahui
batas normal ( < 2 detik)
perkembangan klien
3. Nadi teraba adekuat
4. Edema berkurang 2. Pertahankan imobilisasi
Rasional : Meningkatkan
aliran darah
3. Monitor ekstremitas pada
area yang panas,
kemerahan, nyeri, atau
pembengkakan

18
Rasional :
Mengetahui
perkembangan klien
4. Pertahankan hidrasi yang
adekuat
Rasional :
Mencegah peningkatan
kekantalan darah
2 Nyeri b/d Agen cidera Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ekspresi non verbal
fisik keperawatan selam 1x 60 klien yang menunjukkan
menit nyeri berkurang / ketidaknyamanan
terkontrol Rasional :
Kriteria Hasil : Mengkaji ekspresi non
a. Klien akan dapat verbal klien
mengontrol nyeri dengan 2. Berikan informasi
indikator: tentang penyebab nyeri,
1) mendemonstrasikan
berapa lama nyeri akan
tentang pengenalan
hilang, dan cara
nyeri secara konsisten
mengatasi nyeri
2) mendemonstrasikan
Rasional :
pelaporan nyeri secara
Meningkatkan
konsisten
b. Klien akan dapat pengetahuan klien
mencapai level nyeri tentang nyeri yang
rendah dengan indikator: dirasakan
1) Skala nyeri berkurang
3. Ajarkan prinsip
2) klien rileks
c. Vital Sign dalam batas manajemen nyeri pada
normal klien
TD 120/80mmhg Rasional :
Nadi 60-100x/i Berusaha
RR 16-20x/i memandirikan klien
Suhu 36,5-37,5℃ 4. Hilangkan faktor resiko

19
yang dapat
meningkatkan nyeri
klien
Rasional :
Membantu
meningkatkan
kenyamanan klien
5. Monitor vital sign
Rasional :
mengevaluasi sts
kesehatan klien
6. Ajarkan teknik nafas
dalam dan distraksi bagi
klien
Rasional :
Membantu mengalihkan
perhatian klien dari
nyeri yang dirasakan
7. Kolaborasi pemberian
analgetik bagi klien
Rasional :
Analgetik mengurangi
nyeri klien
3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
fisik b/d Nyeri keperawatan selam 1x 60 fungsional otot
menit mampu bergerak Rasional :
Kriteria Hasil : Mengidentifikasi
1) Peningkatan aktivitas kekuatan /kelemahan
pasien dapat membantu
2) Memperagakan
memberi informasi yang
penggunaan alat bantu
diperlukan untuk
untuk mobilisasi

20
membantu pemulihan
2. Observasi sisi yang
sakit seperti warna,
edema, atau tanda lain
seperti perubahan
sirkulasi.
Rasional :
Jaringan yang edema
sangat mudah
mengalami trauma, dan
sembuh dengan lama.
3. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
latihan.
Rasional :
Mengetahui status
kesehatan klien
4. Ajarkan klien untuk
teknik ambulasi dan beri
bantuan bila diperlukan
Rasional :
Agar klien mampu
melakukan pergerakan
sesuai dengan
kemampuan klien.
5. Kaji kemampuan klien
dalam mobilisasi.
Rasional :
Menentukan intervensi
selanjutnya
6. Latih klien dalam

21
pemenuhan kebutuhan
ADL secara mandiri
Rasional :
Mempercepat proses
penyembuhan dan
segera memandirikan
klien
7. Dampingi dan bantu
klien saat mobilisasi
Rasional :
Sebagai support sistem
agar klien semangat
untuk segera pulih
4 Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda-tanda
inadekuat pertahan keperawatan selama 1 x 60 infeksi ; suhu tubuh,
primer menit, diharapkan akan nyeri, perdarahan, dan
menangani atau pemeriksaan
meminimalkan komplikasi laboraturium, radiologi
dan mencegah terjadinya Rasional :
penyebaran infeksi Untuk mengetahui
Kriteria Hasil : tanda infeksi dan
Mengenali tanda dan gejala perubahan suhu , nyeri ,
yang mengindikasikan risiko perdarahan serta
dalam penyebaran infeksi mengetahui hasil
1. Mengetahui cara abnormal yang terjadi
mengurangi penularan pada pasien
infeksi 2. Monitor tanda dan
2. Mengetahui aktivitas yang
gejala infeksi sistemik
dapat meningkatkan
dan local
infeksi
Rasional :
3. Bebas dari tanda-tanda
Mengetahui tanda dan
infeksi

22
4. Angka leukosit normal gejala infeksi pada
pasien
3. Menaikan asupan gizi
yang cukup dan cairan
yang sesuai
Rasional :
Memulihkan kondisi
pasien
4. Monitor hitung
granulosit, WBC
Rasional :
Untuk mengetahui
jumlah WBC
5. Pertahankan teknik
asepsis pada pasien
yang beresiko
Rasional :
Meminimalkan
timbulnya infeksi pada
pasien
6. Kolaborasi dalam
pemberian antibiotic
yang sesuai
Rasional :
Mempercepat
penyembuhan luka
7. Mencuci tangan
sebelum dan sesudah
setiap melakukan
kegiatan perawatan
pasien
Rasional :

23
Meminimalkan
timbulnya infeksi pada
pasien

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TN. D

24
DENGAN SYNDROME KOMPARTEMEN
PADA CLOSE FRAKTUR TIBIA 1/3 DISTAL SINISTRA

A. Identitas
Inisial Patient : Tn. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 32 tahun
Berat Badan : 85 Kg
Dx Medis : Syndrom Kompartemen pada Close fraktur
tibia 1/3 distal sinistra
Tanggal : 22 Januari 2020 Pukul 16.00 WITa

B. Riwayat Keperawatan
Klien datang ke IGD RSPB pukul 16.00 WITa rujukkan dari Klinik
Kusuma Batu Kajang didampingi perawat menggunakan ambulance.
Klien mengatakan keluhan nyeri pada kaki kiri, bengkak, terasa
kesemutan dan tidak bisa digerakkan
Mekanisme trauma :
1. Pada tanggal 19 Januari 2020 klien post tertendang teman dikaki kiri
saat olahraga
2. Tanggal 20 Januari 2020 dan sempat diurut oleh tukang pijat
3. Tanggal 22 Januari 2020 kaki semakin nyeri dan dibawa ke Klinik
Kusuma dilakukan rontgen dengan kesan close fraktur tibia 1/3 distal
sinistra
4. Obat yang diberikan injeksi Antrain 1 ampul dan Ranitidine 1 ampul

C. Pengkajian
1. Airway : bebas/paten, trakea midline
2. Breathing : reguler, bunyi napas ka/ki normal
3. Circulation pada ekstremitas kiri bawah : kulit dingin, warna pucat,
nadi teraba lemah, pengisian kapiler >2detik, turgor kulit normal

25
4. Disability : GCS : E4 V5 M6 total 15, pupil isokor, reflek cahaya +/+,
diameter pupil ka/ki 3/3, respon sensorik normal, respon motorik
pada ekstermitas kiri bawah tidak normal
5. Exposure :
- Kepala : tidak ada luka
- Leher : tidak ada distensi jugularis
- Thorax : simetris tidak ada jejas
- Abdomen : tidak ada distensi
- Ekstermitas kiri bawah : bengkak, memar, fraktur tertutup,
paralisis.
- Nyeri : ya, akut
- Skor 7, durasi terus menerus,lokasi kaki kiri, karakteristik seperti
ditusuk-tusuk.
- TTV : TD=137/69 mmHg, Nadi=120x/m, Suhu 37,6℃, RR=24x/m,
BB=85 kg, Sa02=98%
- Saturasi padd ektremitas kiri bawah tidak terbaca
- Alergi tidak ada

D. Hasil Penunjang
Tanggal 22 Januari 2020 di Klinik Kusuma
- Rontgen kaki kiri : fraktur tibia 1/3 distal
- Hasil laboratorium Hematologi :
 Hemoglobin 8,7 g/dl (11,7-15,5)
 Hematokrit 25,4 % (35,0-47,00)
 Eritrosit 3,11 10^6/ul (4,20-5,40)
 Lekosit 16,99 10^3/ul (3,80-11,00)
 Trombosit 260 10^3ul(150-450)
 Neutrofil 82 % (40-47)
 Limfosit 11 %(19-48)
Tanggal 22 Januari 2020 di RSPB

26
- Hasil Laboratorium Hematologi :
 Masa Protrombin (PT) 10,8 (10,2 – 12,1)
 Masa Trombin Sebagian (APTT) 29,2 (22,5-30,5)
- Kimia Klinik :
 Glukosa Sewaktu 96,0 mg/dl (<170,0)
 Kreatinin 0,5 mg/dl (0,7-1,2)
 Ureum 17,7 mg/dl (10,0-50,0)
 Hasil EKG : Sinus Tachycardi

E. Penatalaksanaan
- Pukul 16.02 WITa pasang O2 binasal 3 lpm
- Pukul 16.03 WITa membuka bidai, melonggarkan elastis
bandage dan memposisikan kaki kiri sejajar dengan jantung
- Pukul 16.05 WITa merawat luka dan memasang bidai ulang
- Pukul 16.05 WITa memasang IVFD RL 20 tpm

F. Data Fokus
Data subyektif Data obyektif
 Klien mengatakan kaki kiri terasa  KU sdg, CM
 TD : 137/69 mmHg
kesemutan
 Klien mengatakan nyeri pada kaki N : 120 x/mnt
P : Ketika di gerakan RR : 24 x/mnt
Q : Seperti ditusuk-tusuk S : 37.6°C
R : Kaki sebelah kiri  Kesan rontgen : Closed fr. Tibia 1/3 distal
 Nadi kaki kiri teraba lemah
S : Skala 7
 Akrak kaki kiri teraba dingin
T : Terus menerus  Lab :
 Klien mengatakan kaki kirinya susah di Hb : 11 gr/dl
gerakkan Leuko : 16,
 Klien mengatakan susah bergerak
 Terpasang bidai di kaki kiri
 Terpasang elastis verban di kaki kiri
 Saturasi oksigen di ekstremitas kiri
Digiti I : 67 %

27
Digiti II : 66 %
Digiti III : 50 %
Digiti IV : 55 %
Digiti V : 54 %
 Kaki kiri klien terlihat bengkak
 CRT kaki kiri > 2 detik
 Ekspresi wajah meringis
 Klien memegang kaki kirinya
 Klien terkadang teriak saat sakit
 Aktivitas klien di bantu oleh keluarga dan
perawat
 Terpasang bidai di kaki kiri
 Terpasang elastis verban di kaki kiri

G. Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
KEPERAWATAN
1 Data Subjektif Penurunan aliran darah Ketidak efektifan perfusi
 Klien mengatakan kaki perifer jaringan perifer ekstermitas
bawah sinistra
kiri terasa kesemutan
Data Objektif
 KU sdg, CM
 TD : 137/69 mmHg
 N : 120 x/mnt
 RR : 24 x/mnt
 S : 37.6°C
 Kesan rontgen : Closed
fr. Tibia 1/3 distal
 Nadi kaki kiri teraba
lemah
 Akral kaki kiri teraba
dingin
 Lab :
Hb : 11 gr/dl
Leuko : 16,
 Terpasang bidai di kaki

28
kiri
 Terpasang elastis
verban di kaki kiri
 Saturasi oksigen di
ekstremitas kiri
Digiti I : 67 %
Digiti II : 66 %
Digiti III : 50 %
Digiti IV : 55 %
 Digiti V : 54 %
 Kaki kiri klien terlihat
bengkak
 CRT kaki kiri > 2 detik
2 Data Subjektif Agen cidera fisik Nyeri Akut
 Klien mengatakan nyeri
pada kaki
P : Ketika di gerakan
Q : Seperti ditusuk-
tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala 7
T : Terus menerus
Data Objektif
 KU sdg, CM
 TD : 137/69 mmHg
 N : 120 x/mnt
 RR : 24 x/mnt
 S : 37.6°C
 Ekspresi wajah meringis
 Klien memegang kaki
kirinya
 Klien terkadang teriak
saat sakit
 Kesan rontgen : Closed
fr. Tibia 1/3 distal

29
sinistra
3 Data Subjektif Trauma jaringan ; Resiko infeksi
 Klien mengatakan nyeri Fraktur tibia 1/3 distal
pada kaki
P : Ketika di gerakan
Q : Seperti ditususk-tusuk
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala 7
T : Terus menerus
Data Objektif
 KU sdg, CM
 TD : 137/69 mmHg
N : 120 ˟/m
RR : 24 ˟/m
S : 37,6˚C
 Kesan rontgen : Closed
fr. Tibia 1/3 distal
 Lab :
Hb : 11 gr/dl
Leuko : 16,99 10^3/uL
 Terpasang bidai di kaki
kiri
 Terpasang elastis
verban di kaki kiri
 Ekstremitas kiri
bawah ; bengkak,
memar, paralisis
4 Data Subjektif Trauma jaringan ; Hambatan mobilitas fisik
Fraktur tibia 1/3 distal
 Klien mengatakan nyeri
pada kaki
P : Ketika di gerakan
Q : Seperti ditususk-
tusuk

30
R : Kaki sebelah kiri
S : Skala 7
T : Terus menerus
 Klien mengatakan kaki
kirinya susah di
gerakkan
 Klien mengatakan
susah bergerak
Data Objektif
 KU sdg, CM
 TD : 137/69 mmHg
N : 120 ˟/m
RR : 24 ˟/m
S : 37,6˚C
 Kesan rontgen :
Closed fr. Tibia 1/3
distal sinistra
 Aktivitas klien di bantu
oleh keluarga dan
perawat
 Terpasang bidai di
kaki kiri
 Terpasang elastis
verban di kaki kiri

H. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d Penurunan aliran darah
perifer
2. Nyeri b/d Agen injury fisik (trauma jaringan)
3. Resiko Infeksi b/d Trauma jaringan ; Fraktur tibia 1/3 distal
4. Hambatan mobilitas fisik b/d Trauma jaringan ; Fraktur tibia 1/3
distal

31
I. Rencana Tindakan Keperawatan
NO MASALAH HASIL TINDAKAN
KEPERAWATAN KEPERAWATAN
1 Ketidak efektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau sirkulasi perifer
perfusi jaringan b/d keperawatan selam 1x 60 secara
Penurunan aliran menit perfusi jaringan komprehensif( nadi
darah perifer ditandai kembali efektif dengan perifer, edema,
oleh kriteria hasil pengisian kapiler, warna
Data Subjektif 1. Tidak terjadi nekrosis dan suhu ekstremitas)
2. Pengisian CRT jari dalam
 Klien mengatakan Rasional :
batas normal ( < 2 detik)
kaki kiri terasa Mengetahui
3. Nadi teraba adekuat
kesemutan 4.Edema berkurang perkembangan klien
Data Objektif 2. Pertahankan imobilisasi
 KU sdg, CM Rasional :
 TD : 137/69
Meningkatkan aliran
mmHg
darah
N : 120 ˟/m
3. Monitor ekstremitas
RR : 24 ˟/m
pada area yang panas,
S : 37,6˚C
kemerahan, nyeri, atau
 Kesan rontgen :
pembengkakan
Closed fr. Tibia 1/3
Rasional
distal
Mengetahui
 Nadi kaki kiri
perkembangan klien
teraba lemah
 Akral kaki kiri 4. Pertahankan hidrasi
teraba dingin yang adekuat
 Lab :
Rasional
Hb : 11 gr/dl
Mencegah peningkatan
Leuko : 16,
kekantalan darah
 Terpasang bidai di
kaki kiri
 Terpasang elastis
verban di kaki kiri

32
 Saturasi oksigen
di eks kiri
Digiti I : 67 %
Digiti II : 66 %
Digiti III : 50 %
Digiti IV : 55 %
Digiti V : 54 %
 Kaki kiri klien
terlihat bengkak
 CRT kaki kiri > 2
detik
2 Nyeri b/d Agen injury Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ekspresi non verbal
fisik (Trauma keperawatan selam 1x 60 klien yang menunjukkan
Jaringan) ditandai menit nyeri berkurang / ketidaknyamanan
oleh terkontrol dengan kriteria Rasional
Data Subjektif hasil Mengkaji ekspresi non
 Klien mengatakan 1. Klien akan dapat verbal klien
nyeri pada kaki mengontrol nyeri dengan 2. Berikan informasi
P : Ketika di indikator: tentang penyebab nyeri,
a) mendemonstrasikan
gerakan berapa lama nyeri akan
tentang pengenalan
Q : Seperti hilang, dan cara
nyeri secara konsisten
ditususk-tusuk mengatasi nyeri
b) mendemonstrasikan
R : Kaki sebelah Rasional
pelaporan nyeri secara
kiri Meningkatkan
konsisten
S : Skala 7 2. Klien akan dapat pengetahuan klien
T : Terus menerus mencapai level nyeri tentang nyeri yang
Data Objektif rendah dengan indikator: dirasakan
a) Skala nyeri berkurang
 KU sdg, CM 3. Ajarkan prinsip
b) klien rileks
 TD : 137/69
c) Vital Sign dalam batas manajemen nyeri pada
mmHg
normal klien
N : 120 ˟/m
TD 120/80mmhg Rasional
RR : 24 ˟/m
Nadi 60-100x/i Berusaha

33
S : 37,6˚C RR 16-20x/i memandirikan klien
 Ekspresi wajah Suhu 36,5-37,5℃ 4. Hilangkan faktor resiko
meringis yang dapat
 Klien memegang
meningkatkan nyeri klien
kaki kirinya
Rasional
 Klien terkadang
Membantu
teriak saat sakit
 Kesan rontgen : meningkatkan
Closed fr. Tibia 1/3 kenyamanan klien
distal sinistra
5. Monitor vital sign
Rasional
Mengevaluasi sts
kesehatan klien
6. Ajarkan teknik nafas
dalam dan distraksi bagi
klien
Rasional
Membantu mengalihkan
perhatian klien dari nyeri
yang dirasakan
7. Kolaborasi pemberian
analgetik bagi klien
Rasional
Analgetik mengurangi
nyeri klien
3 Resiko Infeksi b/d Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda-tanda infeksi ;
Trauma jaringan ; keperawatan selama 1 x 60 suhu tubuh, nyeri,
Fraktur tibia 1/3 distal menit, diharapkan akan perdarahan, dan
ditandai oleh : menangani atau pemeriksaan
Data Subjektif meminimalkan komplikasi laboraturium, radiologi
Rasional
 Klien dan mencegah terjadinya
Untuk mengetahui tanda

34
mengatakan nyeri penyebaran infeksi dengan infeksi dan perubahan
pada kaki kriteria hasil : suhu , nyeri , perdarahan
P : Ketika di 1. Mengenali tanda dan serta mengetahui hasil
gerakan gejala yang abnormal yang terjadi
Q : Seperti mengindikasikan risiko pada pasien
2. Monitor tanda dan gejala
ditususk-tusuk dalam penyebaran infeksi
2. Mengetahui cara infeksi sistemik dan local
R : Kaki sebelah
mengurangi penularan Rasional
kiri
Mengetahui tanda dan
infeksi
S : Skala 7
3. Mengetahui aktivitas yang gejala infeksi pada pasien
T : Terus 3. Menaikan asupan gizi
dapat meningkatkan
menerus yang cukup dan cairan
infeksi
Data Objektif 4. Bebas dari tanda-tanda yang sesuai
Rasional
 KU sdg, CM infeksi
Memulihkan kondisi
 TD : 137/69 5. Angka leukosit normal
pasien
mmHg
4. Monitor hitung granulosit,
N : 120 ˟/m
WBC
RR : 24 ˟/m Rasional
Untuk mengetahui jumlah
S : 37,6˚C
WBC
 Kesan rontgen :
5. Pertahankan teknik
Closed fr. Tibia 1/3
asepsis pada pasien yang
distal
beresiko
 Lab :
Rasional
Hb : 11 gr/dl Meminimalkan timbulnya
Leuko : 16,99 infeksi pada pasien
6. Kolaborasi dalam
 Terpasang bidai di
pemberian antibiotic yang
kaki kiri
 Terpasang elastis sesuai
Rasional
verban di kaki kiri
Mempercepat
penyembuhan luka
7. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah setiap
melakukan kegiatan

35
perawatan pasien
Rasional
Meminimalkan timbulnya
infeksi pada pasien
4 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kemampuan
fisik b/d Trauma keperawatan selam 1x 60 fungsional otot
Rasional
jaringan ; Fraktur menit mampu bergerak
Mengidentifikasi kekuatan
tibia 1/3 distal dengan KH
/kelemahan dapat
ditandai oleh 1) Peningkatan aktivitas
membantu memberi
Data Subjektif pasien
informasi yang diperlukan
2) Memperagakan
 Klien mengatakan
untuk membantu
penggunaan alat bantu
nyeri pada kaki
pemulihan
untuk mobilisasi
P : Ketika di 2. Observasi sisi yang sakit
gerakan seperti warna, edema,
Q : Seperti atau tanda lain seperti
ditususk-tusuk perubahan sirkulasi.
Rasional
R : Kaki sebelah
Jaringan yang edema
kiri
sangat mudah mengalami
S : Skala 7
trauma, dan sembuh
T : Terus menerus
dengan lama.
 Klien mengatakan 3. Monitor vital sign sebelum
kaki kirinya susah dan sesudah latihan.
Rasional
di gerakkan
mengetahui sts
 Klien mengatakan
kesehatan klien
susah bergerak
4. Ajarkan klien untuk teknik
Data Objektif
ambulasi dan beri
 KU sdg, CM
bantuan bila diperlukan
 TD : 137/69
Rasional
mmHg agar klien mampu
N : 120 ˟/m melakukan pergerakan
RR : 24 ˟/m sesuai dengan
S : 37,6˚C kemampuan klien.
5. Kaji kemampuan klien
 Kesan rontgen :

36
Closed fr. Tibia 1/3 dalam mobilisasi.
Rasional
distal sinistra
Menentukan intervensi
 Aktivitas klien di
selanjutnya
bantu oleh
6. Latih klien dalam
keluarga dan
pemenuhan kebutuhan
perawat
ADL secara mandiri
 Terpasang bidai di
Rasional
kaki kiri mempercepat proses
penyembuhan dan
segera memandirikan
klien
7. Dampingi dan bantu klien
saat mobilisasi
Rasional
Sebagai support system
agar klien semangat
untuk segera pulih

J. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi


WAKTU TINDAKAN WAKTU EVALUASI ( SOAP)
DX I 1. Memantau sirkulasi perifer 17.00 S :Klien mengatakan kaki
16.00 secara komprehensif( nadi kiri terasa kesemutan
perifer, edema, pengisian dan susah digerakkan
kapiler, warna dan suhu O :KU sdg, CM
ekstremitas)  TD : 126/68 mmHg
Hasil : Nadi kaki kiri teraba N : 118 ˟/m
lemah, akral kaki kiri teraba RR : 24 ˟/m
dingin, CRT > 2 detik S : 37,5 ˚/c
2. Mempertahankan imobilisasi  Kesan rontgen :
Hasil : Klien terbaring di Closed fr. Tibia 1/3
tempat tidur distal
 Nadi kaki kiri teraba
3. Memonitor ekstremitas pada

37
area yang panas, kemerahan, lemah
 Akral kaki kiri teraba
nyeri, atau pembengkakan
dingin
Hasil : Kaki klien terlihat
 Lab :
bengkak
Hb : 11 gr/dl
4. Mempertahankan hidrasi
Leuko : 16,99
yang adekuat
 Terpasang bidai di
Hasil : IVFD RL 20tpm
kaki kiri
 CRT ekstermitas kiri
> 2 detik
 Saturasi oksigen di
eks kiri
Digiti I : 67 %
Digiti II : 66 %
Digiti III : 50 %
Digiti IV : 55 %
Digiti V : 54 %
 Kaki kiri klien masih
terlihat bengkak
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi 1-4
di Ruang Anggrek
Dx II 1. Mengkaji ekspresi non verbal 17.00 S : Klien mengatakan nyeri
16.00 klien yang menunjukkan pada kaki
ketidaknyamanan P : Ketika di gerakan
Hasil : Ekspresi klien Q : Seperti ditususk-
meringis tusuk
2. Memberikan informasi R : Kaki sebelah kiri
tentang penyebab nyeri, S : Skala 7
berapa lama nyeri akan T : Terus menerus
hilang, dan cara mengatasi O : KU sdg, CM
nyeri  TD : 126/68 mmHg
Hasil : Klien cukup mengerti N : 118 ˟/m

38
penjelasan yang diberikan RR : 24 ˟/m
3. Mengajarkan prinsip S : 37,5 ˚/c
manajemen nyeri pada klien  Ekspresi wajah
Hasil : Klien cukup mengerti meringis
 Klien memegang kaki
penjelasan yang diberikan
kirinya
4. Menghilangkan faktor resiko
 Klien terkadang teriak
yang dapat meningkatkan
saat sakit
nyeri klien  Kesan rontgen :
Hasil : Mengurangi Closed fr. Tibia 1/3
pergerakan klien distal sinistra
5. Monitor vital sign A : Masalah belum teratasi
 Hasil : TD : 137/69 mmHg
P : Lanjutkan intervensi 1- 7
N : 120 ˟/m
di Ruang Anggrek
RR : 24 ˟/m
S : 37,6˚C
6. Mengajarkan teknik nafas
dalam dan distraksi bagi klien
Hasil : Klien dapat
mendemonstrasikan kembali
7. Memberikan injeksi Ketorolac
1 ampul
Hasil : Reaksi alergi (-)

DX. III 1. Mengkaji tanda-tanda 17.00 S : Klien mengatakan nyeri


16.00 infeksi ; suhu tubuh, nyeri, pada kaki
perdarahan, dan P : Ketika di gerakan
pemeriksaan laboraturium, Q : Seperti ditususk-
radiologi tusuk
Hasil : Kesan rontgen : R : Kaki sebelah kiri
Closed fr. Tibia 1/3 distal S : Skala 7
Lab : T : Terus menerus
Hb : 11 gr/dl O : KU sdg, CM

39
Leuko : 16,99  TD : 126/68 mmHg
2. Monitor tanda dan gejala N : 118 ˟/m
infeksi sistemik dan local RR : 24 ˟/m
Hasil : Kaki bengkak, S : 37,5 ˚/c
berwarna kebiruan  Kesan rontgen :
3. Menaikan asupan gizi yang Closed fr. Tibia 1/3
cukup dan cairan yang distal
 Lab :
sesuai
Hb : 11 gr/dl
Hasil : IVFD RL 20 tpm
Leuko : 16,99
4. Memonitor granulosit,
 Terpasang bidai di
WBC
 Hasil : Lab : kaki kiri
 Terpasang elastis
Hb : 11 gr/dl
verban di kaki kiri
Leuko : 16,99
A : Masalah belum teratasi
5. Mempertahankan teknik
P : Lanjutkan intervensi 1 –
asepsis pada pasien yang
7 di Ruang Anggrek
beresiko
Hasil : Melakukan cuci
tangan sebelum dan
sesudah melakukan
tindakan
6. BerKolaborasi dalam
pemberian antibiotic yang
sesuai
Hasil : Terapi Anbacim 2 x
1 gr
7. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah setiap
melakukan kegiatan
perawatan pasien
Hasil : Perawat melakukan

40
cuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan
Dx. IV 1. Mengkaji kemampuan 17.00 S:
16.00 fungsional otot  Klien mengatakan
Hasil : Klien belum dapat nyeri pada kaki
menggerakkan kaki P : Ketika di gerakan
2. Mengobservasi sisi yang sakit Q : Seperti ditususk-
seperti warna, edema, atau tusuk
tanda lain seperti perubahan R : Kaki sebelah kiri
sirkulasi. S : Skala 7
Hasil : Kaki klien tampak T : Terus menerus
pucat dan bengkak  Klien mengatakan
3. Memonitor vital sign sebleum kaki kirinya susah di
dan sesudah latihan. gerakkan
 Klien mengatakan
Hasil : TTV sebelum tindakan
susah bergerak
TTV sesudah tindakan
O:
4. Mengajarkan klien untuk
 KU sdg, CM
teknik ambulasi dan beri
 TD : 126/68 mmHg
bantuan bila diperlukan
N : 118 ˟/m
Hasil : Klien cukup mengerti
RR : 24 ˟/m
S : 37,5 ˚/c
5. Mengkaji kemampuan klien
 Kesan rontgen :
dalam mobilisasi.
Closed fr. Tibia 1/3
Hasil : Klien belum dapat
distal sinistra
melakukan mobilisasi  Aktivitas klien di
6. Melatih klien dalam bantu oleh keluarga
pemenuhan kebutuhan ADL dan perawat
 Terpasang bidai di
secara mandiri
kaki kiri
Hasil : Klien belum dapat
 Terpasang elastis
melakukan mobilisasi
verban di kaki kiri
7. Mendampingi dan bantu klien
A : Masalah belum teratasi

41
saat mobilisasi P : Lanjutkan intervensi 1-7
Hasil : Klien belum dapat di Ruang Anggrek
melakukan mobilisasi

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas tentang keterkaitan antara teori dan masalah
yang ditemukan dilapangan pada Pasien Tn. D dengan Syndrome
Kompartemen pada close fraktur tibia 1/3 distal sinistra..
Terdapat banyak kesamaan antara teori dan masalah yang ditemukan
pada Tn. D, namun ada beberapa hal yang terjadi pada Tn. D tidak
ditemukan pada teori, diantaranya yaitu:

42
Dalam diagnose keperawatan, secara teori terdapat diagnose
keperawatan Resiko syok b/d kehilangan volume cairan ; perdarahan,
sedanglkan pada Tn. D tidak diangkat diagnosa tersebut, karena tidak
terdapat perdarahan aktif dan dari hasil pemeriksaan laboratorium nilai Hb
masih dalam batas normal (Hb 11 gr/dl).

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Menurut Salter, kompartemen sindrom adalah peningkatan tekanan
dari suatu edema progresif di dalam kompartemen osteofasial yang
kaku pada lengan bawah maupun tungkai bawah (di antara lutut
dan pergelangan kaki) yang secara anatomis menggangu sirkulasi

43
otot-otot dan saraf-saraf intrakompartemen sehingga dapat
menyebabkan kerusakkan jaringan intrakompartemen.
2. Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80%
darinya terjadi di anggota gerak bawah.

B. Saran
1. Bagi petugas kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan
literature dalam menangani pasien dengan syndrome kompartemen
2. Bagi instansi pendidikan.
Agar dapat memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan,serta
dapat merencanakan kegiatan pendidikan dalam konteks asuhan
keperawatan secara menyeluruh, khususnya pada pasien
syndrome kompartemen
3. Bagi mahasiswa
Menambah ilmu dan wawasan tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan syndrome kompartemen.

44
Daftar Pustaka

Amendola, Bruce Twaddle. 2003. Compartment syndromes in Skeletal


trauma basic science, management, and reconstruction. Vol 1. Ed
3rd. Saunders
Azar Frederick. 2003. Compartment syndrome in Campbell`s operative
orthopaedics. Ed 10th. Vol 3. Mosby. USA
Salter R B. 1999. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System; edisi ke-3. Maryland: Lippincott Williams &
Wilkins
Skinner H B. 2000. Current Diagnosis & Treatment in Orthopedics; edisi
ke-2. Singapore: The McGraw-Hill Companies
Spivak J M et al. 1999. Orthopaedics A Study Guide. Singapore: The
McGraw-Hill Companies

45
46
47

Anda mungkin juga menyukai