Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai
kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda
awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada
primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset
of labour.
Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan.
Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban
sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara
kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam
atau lebih sebelum dimulainya persalinan.
Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah ditunggu satu jam belum terdapat tanda
persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban
pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan
segala komplikasinya.
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan.
Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur. Ketuban pecah dini atau premature rupture of the
membranes (PROM) adalah pecahnya selaput ketuban sebelum adanya tanda-tanda
persalinan. Sebagian besar ketuban pecah dini terjadi diatas 37 minggu kehamilan.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Saat aterm sering disebut dengan aterm prematur rupture of membrans
atau ketuban pecah dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut
ketuban pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan bila
terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.
II. Etiologi

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya elastisitas


yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan yang besar.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan jaringan kolagen,
yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen
pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada
korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian besar jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel basal korion).
Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
intrleukin-1 dan prostaglandin.

Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi


mengeluarkan enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin.
Mediator ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen
pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.

III. Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis Ketuban Pecah Dini adalah :
1) Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2) Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
3) Janin mudah diraba.
4) Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
5) Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air
ketuban sudah kering.
(Mansjeor, 2001: 313)
IV. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan
dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini adalah :
- Pastikan diagnosis.
- Tentukan umur kehamilan.
- Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin.
- Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan beberapa hal berikut :
a. Fase laten :
- Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses persalinan.
- Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan terjadinya
infeksi.
- Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
 Korioamnionitis:
o Abdomen terasa tegang.
o Pemeriksaan laboratorium terjadi leukositosis.
o Protein c reaktif meningkat.
o Kultur cairan amnion positif.
 Desiduitis : infeksi yang terjadi pada lapisan desidua.
b. Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang mempunyai
program untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin semakin besar kemungkinan
kematian dan kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan pertimbangan
keluarga.
c. Presentasi janin intrauteri
Presentasi janin merupakan penunjukuntuk melakukan terminasi kehamilan.
Pada letak lintang atau bokong, harus dilakukan dengan jalan seksio
sesarea.Pertimbangan komplikasi dan resiko yang akan dihadapi janin dan maternal
terhadap tindakan terminasi.
d. Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu
untuk mempertahankan janin hingga lebih matur. Semakin lama menunggu,
kemungkinan infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi
maternal.
V. Komplikasi
1. Tali pusat menumbung
2. Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm.
3. Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis.
4. infeksi maternal : infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke
intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus,
cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis
5. penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering
terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan
Premature.
6. komplikasi infeksi intrapartum
 komplikasi ibu : endometritis, penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia),
sepsis CEPAT (karena daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi
sangat banyak), dapat terjadi syok septik sampai kematian ibu.
 komplikasi janin : asfiksia janin, sepsis perinatal sampai kematian janin.
VI. Diagnosa Banding
Diagnosa yang akan muncul terhadap Ketuban Pecah Dini, yaitu :
 Amnionitis
 Vaginitis/Servisitis
 Pendarahan ante partum
B. Pengkajian
I. Wawancara
Wawancara yang perlu dilakukan pada pasien gastroentritis adalah :
1. Identitas pasien
Perawat perlu mengetahui nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, dan pekerjaan
pasien.
2. Keluhan Utama
Faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit.
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini
Riwayat kesehatan yang diderita saat ini. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyebab dari riwayat
kesehatan terdahulu.
5. Riwayat Menstruasi
Hal ini perlukan untuk mengetahui tentang sirklus menstruasi teratur atau tidak.
6. Riwayat Perkawinan
7. Riwayat Kontrasepsi
II. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum
- Kondisi umum
- Tingkat kesadaran
- TTV (T, N, R, S) :
- BB/TB :
b. Sistem pernafasan (Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi/ IPPA).
c. Sistem kardiovaskuler (IPPA: TD, nadi, sianosis, konjungtiva, bunyi jantung,
extremitas {edema, homan sin, varises, CRT}).
d. Sistem pencernaan (IPPA: kelembapan membran mukosa, edema, BU, hemoroid)
e. Sistem persyarafan (IPPA: status mental, kejang, reflex patela).
f. Sistem panca indra (IPPA: fungsi penglihatan (pandangan kabur, pandangan
berkunang–kunang], pendengaran, penciuman, pengecapan, perabaan).
g. Sistem perkemihan (IPPA: palpasi kandung kemih, berkemih berlebihan,
hematuri).
h. Sistem integumen (IPPA: hiperpigmentasi, kloasma gravidarum, turgor, striae,
[karakteristik]).
i. Sistem endokrin (IPPA: pembesaran kelenjar tiroid, tremor).
j. Sistem muskuloskeletal (IPPA: masaa tonus otot, kekuatan otot, ROM,
deformitas, diastasis rektur abdominis [lebar, panjang]).
k. Sistem reproduksi (IPPA: payudara [pembesaran, hiperpigmentasi areola, keadaan
putting susu, ASI/ kolostrum, bengkak, bendung/ massa, kebersihan], Uterus
[TFU, Leopold, DJJ], genitalia externa [edema, varises, kebersihan]).
III. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboraturium

Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan
pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine
atau sekret vagina. Sekret vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning.

- Tes Lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru
menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air ketuban 7 – 7,5, darah dan
infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.
- Mikroskopik (tes pakis), dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan
dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam


kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun
sering terjadi kesalahn pada penderita oligohidromnion.

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya,


namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan
pemeriksaan sederhana.
IV. Analisa Data

No. DATA ETIOLOGI ETIOLOGI


1. DS : Agen injury fisik Nyeri akut
- Klien mengatakan, “nyeri pada luka (episiotomi)
jahitan di jalan lahir”
- Skala nyeri 4 – 5 (nyeri sedang)
DO :
- Klien tampak berhati-hati untuk
bergerak/berjalan.
- Klien mengungkapkan rasa
ketidaknyamanannya /nyeri.
2. DS : Tindakan infasif dan Resiko infeksi
- Klien mengatakan, “ dijalan lahir saya Paparan lingkungan
ada luka jahitan. patogen
DO :
- Terlihat jahitan episiotomi, luka
kelihatan kering di perineum.
- Genetalia eksterna kelihatan kotor
3. DS : Kurangnya Informasi Kurang pengetahuan
- Klien mengatakan, “bagaimana tentang perawatan ibu
tentang perawatan setelah melahirkan nifas dan perawatan
dan juga perawatan bayi? “ bayi.
DO :
- Klien mengungkapkan secara verbal
tentang informasi yang tepat untuk
perawatan nifas dan perawatan bayi.
- Klien tampak tertarik dengan
informasi tersebut.
C. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik (episiotomi)
2. Risiko infeksi b.d tindakan invasif, paparan lingkungan patogen
3. Kurang pengetahuan tentang perawatan ibu nifas dan perawatan bayi b/d kurangnya
sumber informasi
D. Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa
No. Tujuan Intervensi Rasional Evaluasi
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Managemen nyeri - Mengetahui S: Klien mengatakan
agen injuri tindakan Lakukan tingkat nyeri pada jahitan
fisik keperawatan selama pengkajian nyeri pengalaman episiotomi dengan
(episiotomi) 1x24 jam klien akan secara nyeri klien skala 4, nyeri
menunjukkan respon komprehensif yang dan tindakan bertambah ketika klien
kontrol terhadap meliputi lokasi, keperawatan berjalan
nyeri dengan karakteristik, yang akan O: Klien masih
indikator : awitan, durasi, dilakukan tampak menahan nyeri
frekuensi, kualitas, untuk ketika berjalan
- Klien mampu
intensitas atau berat mengurangi TD : 120/80 mmHg
menerapkan
dan faktor nyeri. N : 80 x/menit.
teknik penurunan
presipitasi. - Reaksi Klien dapat
nyeri non invasif
Ekspresikan terhadap nyeri mendemonstrasikan
farmakologi.
penerimaan tentang biasanya tekhnik relaksasi
- Klien
nyeri. ditunjukkan untuk mengurangi
menunjukkan
Kurangi rasa takut dengan reaksi nyeri
respon
dengan meluruskan non verbal A: Masalah teratasi
penurunan rasa
setiap tanpa sebagian
nyeri, rileks,
misinformasi. disengaja. P : Lanjutkan
denyut nadi
- Manajemen - Mengetahui intervensi
dalam batas
lingkungan. pengalaman Kaji keefektifan
normal
- Implementasikan nyeri tindakan perawatan
tindakan untuk - Penanganan nyeri
kenyamanan nyeri tidak
fisik seperti selamanya
menciptakan diberikan
suasana yang obat.
nyaman, - Nafas dalam
meminimalkan dapat
stimulasi membantu
lingkungan mengurangi
- Edukasi tingkat nyeri.
prosedur/perawat - Mengetahui
an keefektifan
- Demonstrasikan control nyeri.
pereda nyeri non - Mengurangi
invasif/ non rasa nyeri
farmakologis : Menentukan
massage, intervensi
distraksi/imajina keperawatan
si, relaksasi, sesuai skala
pangaturan posisi nyeri.
yang nyaman. - Mengidentifik
- Edukasi : proses asi
penyakit. penyimpangan
- Berikan dan kemajuan
penjelasan berdasarkan
tentang penyebab involusi uteri.
timbulnya nyeri. - Mengurangi
- Berikan ketegangan
penjelasan pada luka
tentang perineum.
proses/waktu - Melatih ibu
penyembuhan / mengurangi
rencana / bendungan
intervensi ASI dan
- Manajemen memperlancar
medikasi pengeluaran
- Berikan ASI.
analgetik sesuai - Mencegah
program infeksi dan
- Evaluasi kontrol nyeri
keefektifan pada luka
analgetik. perineum.
- Evaluasi - Mengurangi
tindakan intensitas
perencanaan nyeri denagn
sesuai kebutuhan menekan
rangsnag nyeri
pada
nosiseptor
2. Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Infection control - Mengidentifika S : Klien mampu
b/d trauma askep selama …x 24- Terapkan si menjelaskan tanda-
jalan lahir. jam, Infeksi tidak pencegahan penyimpangan tanda infeksi
terjadi. universal dan kemajuan O: Tidak terdapat
Kriteria hasil: tanda- Berikan hygiene sesuai tanda-tanda reda pada
infeksi tidak ada, yang baik intervensi yang klien
luka episiotomi dilakukan. Produksi lochea rubra
2. Infection
kering dan bersih, - Mengidentifika Tanda vital dalam
protection
takut berkemih dan si kelainan batas normal TD :
BAB tidak ada. pengeluaran 120/80 mmHg
- Monitor tanda
lochea secara N : 80 x/menit
dan gejala infeksi
dini. S : 36,5 o C
lokal/sistemik
- Keadaan luka A: Masalah teratasi
- Amati faktor- perineum sebagian
faktor yang berdekatan P : Lanjutkan
menaikkan dengan daerah intervensiPantau
infeksi/memperlam basah tanda-tanda infeksi
bat penyembuhan mengakibatkan
luka : infeksi luka, kecenderunagn
nutrisi dan hidrasi luka untuk
tidak adekuat, selalu kotor
penurunan suplai dan mudah
darah terkena infeksi.
- Mencegah
3. Vital sign
infeksi secara
monitoring
dini.
- Mencegah
- Pantau suhu
kontaminasi
tubuh dan denyut
silang terhadap
nadi tiap 8 jam
infeksi.
4. Environmental
management

- Batasi
pengunjung yang
sedang demam
- Jaga kebersihan
tempat tidur,
lingkungan

5. Incision site
care

- Rawat luka post


operasi dengan
cara steril.
- Pantau kondisi
luka, waspadai
tanda-tanda infeksi

6. Post partal care

- Pantau produksi
lochea, pantau
kondisi vagina
- Pantau kondisi
uterus

7. Urinary
elimination
management

- Monitor potensi
kateter, pantau
karakteristik urine,
jaga hygiene
genetalia.

8. Health
Education

- Berikan
penjelasan tentang
mengapa klien
menghadapi risiko
infeksi, tanda dan
gejala infeksi
9. Administrasi
medikasi

- Berikan
antibiotik sesuai
program
3. Perubahan Setelah dilakukan Kaji haluaran urine, - Mengidentifik
pola eleminasi askep selama …x 24 Keluhan serta asi
BAK (disuria) jam, Pola eleminasi keteraturan pola penyimpangan
b/d trauma (BAK) pasien berkemih. dalam pola
perineum dan teratur. - Anjurkan pasien berkemih
saluran Kriteria hasil: melakukan pasien.
kemih. eleminasi BAK ambulasi dini. - Ambulasi dini
lancar, disuria tidak - Anjurkan pasien memberikan
ada, bladder kosong, untuk membasahi rangsangan
keluhan kencing perineum dengan untuk
tidak ada. air hangat pengeluaran
sebelum urine dan
berkemih. pengosongan
- Anjurkan pasien bladder.
untuk berkemih - Membasahi
secara teratur. bladder
- Anjurkan pasien dengan air
untuk minum hangat dapat
2500-3000 ml/24 mengurangi
jam. ketegangan
- Kolaborasi untuk akibat adanya
melakukan luka pada
kateterisasi bila bladder.
pasien kesulitan - Menerapkan
berkemih. pola berkemih
secara teratur
akan melatih
pengosongan
bladder secara
teratur.
- Minum
banyak
mempercepat
filtrasi pada
glomerolus
dan
mempercepat
pengeluaran
urine.
- Kateterisasi
memabnatu
pengeluaran
urine untuk
mencegah
stasis urine.

E. Daftar Pustaka

Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam : Winkjosastro H., Saifuddin A.B., dan
Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal. 677-682.
Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 218-
220.

Saifudin A.B. 2002. Ketuban Pecah Dini. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal : 112-
115.

Mochtar, Rustam. 1998. Ketuban Pecah Dini. Sinopsis Obstetri Jilid 1. Jakarta : EGC.
Hal : 255-258.

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Ketuban Pecah Dini. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 310- 313.

Mirazanie, H. Desy Kurniawati. 2010. Ketuban Pecah Dini. Obgynacea, Obstretri dan
Ginekologi. Yogyakarta : Tosca enterprise. Hal : VI.16-18.

Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of Membranes.


Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diambil dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2014.

Anda mungkin juga menyukai